"Uncle Edgard itu baik ya, Mama ...." Entah sudah berapa kali Calista memuji Edgard sampai Janice yang mendengarnya pun bosan. "Iya, Sayang. Uncle Edgard baik, tapi ini sudah malam, Calista tidur dulu ya. Lihatlah Collin sudah tidur duluan!" Janice mengedikkan kepalanya ke arah Collin yang sudah tertidur sambil menganga sementara Calista tidak kunjung tidur juga. Seperti biasa, Nara masih sibuk membersihkan meja makan dan dapur sebelum tidur dan kalau Calista tidak tidur juga berarti Janice tidak bisa membantu Nara bersih-bersih. Calista terkekeh mendengar ucapan Janice dan Calista pun langsung memeluk Janice sambil memejamkan matanya namun tidak lama kemudian, ia kembali berbicara. "Mama ... apa besok kita akan bertemu dengan Uncle Edgard lagi?" Janice mengernyit tidak suka mendengarnya, tapi karena wajah Calista sedang didekap di dadanya sekarang, anak itu tidak bisa melihat kernyitan Janice. "Besok? Sepertinya tidak. Dia itu bosnya Mama dan dia sangat sibuk.""Sibuk apa, Ma
Edgard tidak menyukai pertanyaan Jefry, sangat tidak suka. Terutama karena kecurigaan Jefry itu sama dengan kecurigaannya, namun Edgard sendiri masih terus menyangkalnya sampai detik ini. Tentu saja ini adalah kecurigaan yang gila. Bagaimana bisa Edgard yang selama ini hidup sendiri dengan bebas mendadak mempunyai anak sebesar itu, bukan hanya satu tapi dua. Anak. Dan ia akan dipanggil Papa? Mendadak menjadi Papa dalam sekejap. Membayangkannya saja membuat Edgard hampir gila. "Tidak! Jangan gila, Jefry!" sahut Edgard yang masih berusaha berkelit. "Bos, bahkan umur mereka saja sesuai dengan kejadian waktu itu kan? Kalian melakukannya, Janice yang menyamar menjadi Emira kabur, lalu dia hamil dan melahirkan anak kembar. Semuanya begitu pas. Kurasa tidak ada yang perlu diragukan lagi, Bos. Sekarang kita hanya tinggal mencari tahu mengapa Janice menyamar menjadi pelayanmu dulu," seru Jefry dengan penuh keyakinan. Edgard pun memicingkan mata mendengarnya. Alasan Janice menyamar. Ya, i
"Apa kau tidak betah berada di satu ruangan yang sama denganku, Janice? Kau tahu kalau sikapmu sangat berlebihan padahal selama beberapa hari ini, kurasa kita sudah cukup akrab."Edgard menekan ucapannya sambil menatap Janice lekat-lekat. Janice pun mengembuskan napas panjangnya. "Tidak! Kau saja yang terlalu banyak berpikir. Tadi kan kau menyuruh bubar jadi aku pun berniat segera kembali ke ruang kerjaku untuk mempelajari materi rapat besok." "Ah, begitu ya? Memang aku menyuruh bubar karena rapatnya sudah selesai, tapi bukan berarti tugasmu juga selesai, Janice.""Err, tugas apa lagi maksudnya?" "Tugas sebagai pelayanku, apa lagi? Kemarin kau sudah membuat banyak alasan sampai akhirnya kau meliburkan diri sebagai pelayanku, tapi hari ini kau tidak akan mendapat libur lagi. Sekarang buatkan aku kopi dan antar ke ruang kerjaku! Ingat, aku mau kopi buatanmu, bukan office girl!" "Eh, kopi lagi?" pekik Janice begitu mendengarnya. "Ya, kopi lagi dan lagi karena setiap hari kau akan
"Apa wanita itu sudah datang?""Belum, Bos. Kita yang kepagian karena ini memang belum jam masuk kerja." Edgard dan Jefry berangkat begitu pagi hari itu karena Edgard ingin memberi pelajaran pada Janice yang lagi-lagi tidak menuruti perintahnya. Padahal perintahnya sudah begitu jelas yaitu Edgard meminta Tito mengantar Janice ke rumah Edgard, tapi Janice malah banyak beralasan sampai akhirnya Janice tidur di rumahnya sendiri. Edgard pun begitu gelisah kalau ada rencananya yang tidak berjalan lancar. Bahkan Edgard sempat menelepon dan mengomeli Tito kemarin, tapi apa daya, Janice, sang pelayan sudah tertidur lelap bersama dua anaknya. Dan kekesalan Edgard begitu awet sampai pagi ini. "Beritahu aku kalau dia sudah datang! Jangan biarkan dia pergi ke ruang kerjanya karena tempat pertama yang harus dia datangi adalah ruang kerjaku. Aku harus memberinya pelajaran!""Eh, iya, Bos." Jefry mengangguk patuh sebelum ia pun keluar dari sana dan menunggu Janice. Sementara Janice sendiri mas
Janice kembali membelalak lebar mendengar pilihan hukuman yang diberikan padanya itu. "Dasar pria brengsek yang cabul! Bisa-bisanya kau berpikiran untuk melecehkanku di kantor! Keterlaluan!" "Aku sudah memberimu pilihan, Janice!" seru Edgard yang langsung bangkit berdiri sambil membuka kancing kemejanya. Tapi Janice langsung panik dan seketika menyambar sapu di sampingnya. "Bersihkan ya bersihkan, apa susahnya?" Sambil melangkah menjauhi Edgard secepat kilat, Janice pun mulai bekerja. Janice mengelap perabot dan langsung menyapu lantai dengan begitu cepat dan lincah seperti yang biasanya ia lakukan di rumah. Edgard yang melihatnya pun langsung tersenyum puas, sesuatu yang sangat jarang ia rasakan. Biasanya Edgard hanya puas saat sudah menjatuhkan lawan bisnisnya atau saat berhasil menghukum karyawan yang nakal atau melakukan korupsi. Standar kepuasan Edgard semuanya berhubungan dengan pekerjaannya, walaupun akhir-akhir ini Edgard merasakan kepuasan yang lain, yaitu saat melih
"Wah, rumahnya besar sekali!" pekik Collin saat Jefry membawanya ke rumah Edgard. "Iya, bagus sekali rumah Uncle Edgard," timpal Calista. Nara sendiri hanya mengagumi dalam diam karena rasanya tidak sopan mengagumi rumah orang secara berlebihan. "Hehe, kita akan tinggal di sini. Collin dan Calista mau kan?" "Mau mau mau!" pekik Collin dan Calista bersama. Jefry pun tertawa senang mendengarnya. Awalnya Jefry tidak terlalu setuju dengan perintah Edgard untuk menculik keluarga Janice. Tapi ternyata kosa kata "menculik" itu terlalu kejam karena Edgard hanya ingin membawa keluarga Janice tinggal di rumah Edgard agar Janice tidak punya alasan kabur lagi. Dan tentu saja akhirnya Jefry setuju, apalagi Jefry sudah berpikir tentang kemungkinan bahwa si kembar adalah anak Edgard. Bukankah anak-anak memang harus tinggal dan dekat dengan ayahnya? Jefry pun menjadi ikut antusias. "Nah, nanti Uncle akan membawa kalian berkeliling, tapi sekarang kita akan makan malam dulu bersama Mama dan Un
Semua orang langsung terdiam mendengar permohonan absurd Calista. "Collin juga mau punya Papa sultan!" timpal Collin menanggapi Calista. Janice sampai begitu syok mendengarnya. "Astaga, Collin, Calista, apa yang kalian katakan? Sstt, diam saja! Jangan bicara lagi!" Janice pun kembali memelototi anak-anaknya. Nara sendiri pun nampak melirik Edgard dengan sungkan. "Eh, maafkan cucuku ya, Pak Edgard! Mereka hanya asal bicara. Astaga, Collin, Calista, itu tidak sopan!" tegur Nara. Collin dan Calista pun menunduk mendengarnya dan tidak membantah lagi. Edgard sendiri malah masih terdiam dan belum bisa bereaksi apa-apa, namun ia berusaha untuk tetap tenang. "Tidak apa, Bu Nara. Namanya juga anak kecil. Mereka bebas mengatakan apa saja yang mereka mau.""Ah, iya, tapi aku jadi sungkan padamu."Nara tersenyum sungkan, sedangkan Janice masih terus memelototi kedua anaknya. "Ayo kita pulang saja setelah ini!" ajak Janice akhirnya. "Kok pulang, Mama? Kan Collin mau tidur di sini!" seru
Janice langsung membelalak kaget dan menahan napasnya gugup. "T-tidur di kamar ini bersamamu? Jangan mimpi, Edgard! Menjauhlah dariku!" Janice langsung mendorong dada Edgard menjauh dan sontak Edgard pun langsung menegakkan tubuhnya dengan tatapan yang tidak pernah berpaling dari Janice. Sedangkan Jefry yang masih berdiri di sana pun mengulum senyumnya melihat interaksi yang menggemaskan antara Edgard dan Janice itu, apalagi selama ini belum pernah ada orang yang berani bersikap seperti itu pada Janice. Dan selama ini juga belum pernah ada orang yang bisa membuat Edgard sampai sejahil ini karena Edgard sendiri sebenarnya adalah pria yang sangat serius. "Jadi bagaimana?" ulang Edgard dengan santai. "Aku tidak akan tidur di sini bersamamu!" tegas Janice garang. Edgard pun mengangkat bahunya tetap dengan santai."Kau sudah memilih kan tadi?""Pilihanmu tidak ada yang menyenangkan!""Tidur denganku menyenangkan, Janice! Kamarnya besar, acnya dingin, namun kau akan tetap merasakan k
"Daphne Sayang, jangan lari!"Nara begitu gemas memanggil Daphne yang sedang asik merangkak kesana kemari bersama Denzel di sekeliling rumah. Semakin Nara mau menangkapnya, semakin Daphne merangkak kabur sambil terkikik dan berteriak. Collin dan Calista yang melihatnya sampai tertawa begitu senang melihat tingkah adik-adiknya. Nara sendiri pun akhirnya ikut tertawa dan tidak memanggil lagi. Hari ini genap satu tahun umur Daphne dan Denzel. Kedua anak kembar itu sudah begitu gemuk dan makin menggemaskan. Mereka juga sudah pintar merangkak kesana kemari, walaupun mereka belum mulai berjalan. Tingkah kedua anak itu begitu menggemaskan sampai gelak tawa pun tidak berhenti memenuhi rumah keluarga mereka setiap harinya. "Astaga, Sayang, mengapa kau bisa merangkak sampai ke sini!" pekik Janice yang baru saja keluar dari dapur. "Ah, Ibu sudah tidak kuat mengejarnya lagi, Janice! Daphne terlalu lincah!" protes Nara. Janice pun langsung terkekeh sambil mengangkat anaknya yang sudah ber
"Semuanya perkenalkan, ini Viola, calon istriku!" Keluarga Edgard mengadakan makan malam bersama hari itu. Sejak anak Edgard lahir, Edgard memang lebih sering melakukan open house mengundang keluarganya agar rumah selalu ramai. Semua orang akan saling membantu menjaga si kembar Denzel dan Daphne sampai Janice benar-benar terbebas dari yang namanya stres dan baby blues. Sungguh, kali ini Janice memiliki support system terbaik dan Janice sangat bahagia dengan banyak berkat berlimpah dalam hidupnya. Devan pun datang malam itu sambil membawa seorang wanita yang sangat cantik, seorang wanita yang awalnya adalah asisten Devan, tapi benih-benih cinta muncul di sana dan dengan bangga, Devan memperkenalkannya pada semua. Elizabeth yang mendengarnya pun langsung memekik kegirangan. "Wah, selamat, Devan! Selamat! Setelah Edgard, akhirnya sebentar lagi kau akan menyusul, lalu Devina juga menyusul. Semua cucu Grandma akan menikah dan memberikan Grandma banyak cicit! Ini kabar bahagia, sangat
Spanduk bertuliskan "One Month Celebration of Denzel and Daphne" terbentang di pinggir kolam renang rumah Edgard dan Janice hari itu. Hiasan balon-balon yang didominasi warna biru dan merah itu pun memenuhi dinding dan sepanjang jalan di sekitar kolam renang itu. Selain itu banyak hiasan lain yang menambah meriah suasana pagi itu. Hari ini tepat satu bulan bayi kembar Janice lahir ke dunia. Bayi kembar laki-laki dan perempuan itu diberi nama Denzel William dan Daphne William. Bayi kembar yang membawa kebahagiaan bagi keluarga Edgard dan menyempurnakan keluarga mereka yang tidak lagi kecil karena keluarga inti mereka berjumlah enam orang sekarang. Edgard pun akhirnya merasakan bagaimana lelahnya menjadi orang tua baru yang mengurusi dua bayi sekaligus. Walaupun mereka memakai dua orang baby sitter baru untuk bayi kembar mereka, tapi Edgard tetap ingin tidur dengan bayi mereka. Edgard ingin menemani Janice mengurus bayi kembar mereka sekaligus menebus rasa bersalah karena dulu J
Janice terus merasa gelisah dalam tidurnya menjelang subuh hari itu. Saat melahirkan sudah tinggal menghitung hari dan Janice tidak berhenti berdebar sampai membuatnya insomnia beberapa hari ini. Janice pun masih terus gelisah sendiri sampai ia merasakan rasa aneh di bawah tubuhnya. "Apa yang lembab ini? Mengapa perutku juga terasa melilit?" gumam Janice sambil perlahan Janice bangkit berdiri dan melangkah ke kamar mandi. Janice memeriksa dan ternyata ada darah di sana, tanda bahwa ia sudah waktunya melahirkan. Jantung Janice langsung memacu kencang, apalagi rasa sakit di perutnya mulai makin kencang seperti meremat perutnya. "Edgard! Edgard!" panggil Janice sambil melangkah keluar dari kamar mandi. Edgard yang tadinya masih tertidur lelap di samping Janice pun seketika langsung membuka matanya waspada. Sejak Janice hamil, Edgard selalu waspada kapan pun istrinya itu membutuhkannya sehingga hanya perlu sedikit suara untuk membuat Edgard langsung membuka matanya. "Janice, ada
When I was just a little girl ....I asked my mother, what will I be ....Will I be pretty? Will I be rich?Here's what she said to me ....Que sera, sera ....Whatever will be, will be ....The future's not ours to see ....Que sera, sera ....What will be, will be ....Suara Calista bernyanyi terdengar begitu merdu memenuhi ruangan serbaguna yang digunakan untuk acara pementasan sekolah hari itu. Semua orang pun langsung bertepuk tangan begitu acara selesai. Termasuk Edgard, Janice, Nara, dan Grandma Elizabeth yang ikut hadir sebagai penonton. Mereka bertepuk tangan sambil meneteskan air mata begitu bangga melihat Collin dan Calista bersama teman-teman mereka yang menampilkan pertunjukkan drama musical yang begitu indah.Para anak-anak itu berdialog dalam bahasa Inggris, mereka berinteraksi bersama, melangkah kesana kemari, menari, dan diakhiri dengan nyanyian yang begitu merdu dari Calista. Sungguh semua orang tua yang melihatnya begitu bangga pada anak-anak mereka. Nara dan El
Di umur kehamilan Janice yang memasuki lima bulan, Edgard mengajak Janice melakukan babymoon sekaligus berlibur bersama keluarga mereka. Edgard membawa serta Nara, Collin, Calista, dan pengasuh kecil mereka, berlibur ke Bali. "Karena aku tidak mau mengambil resiko, jadi kita akan pergi ke tempat yang dekat saja ya, Sayang. Aku sudah menyuruh Jefry menyiapkan semuanya dan kita tinggal menyusun barang pribadi kita saja," kata Edgard malam itu saat mereka sudah berdua di kamar. "Ya ampun, Edgard, aku sungguh tidak perlu babymoon seperti ini." Edgard tersenyum lalu menangkup kedua tangan istrinya itu. "Janice, Sayang, babymoon memang bukan merupakan keharusan, bahkan honeymoon juga bukan merupakan keharusan." "Semua pasangan akan tetap baik-baik saja tanpa honeymoon maupun babymoon." "Hanya saja bedanya, ada pasangan yang memang menginginkannya dan kalau mereka mampu, mereka akan melakukannya." "Begitu juga dengan aku, Sayang. Aku menginginkannya, menyenangkanmu dan anak-anak kita
"Kembar lagi? Grandma akan punya cicit kembar lagi?" Elizabeth memekik senang saat Edgard memberitahunya tentang kehamilan Janice. "Benar, Grandma akan punya cicit lagi dan bukan hanya satu bayi tapi dua sekaligus," tegas Edgard. "Oh, Mefi, kau dengar itu? Oh, Grandma senang sekali! Grandma senang sekali! Janice ... oh, cucu Grandma ...." Elizabeth merentangkan kedua tangannya dan Janice pun langsung masuk ke dalam pelukan wanita tua itu. "Oh, cucu Grandma! Dengar ya, mulai hari ini Grandma akan selalu menyiapkan makanan sehat untukmu, Janice. Kau harus punya tenaga untuk menjaga dan melahirkan bayi kembar yang lucu itu. Haha ...." Janice hanya tertawa senang di pelukan Elizabeth dan Janice mengangguk bersemangat. Memang Janice belum sepenuhnya segar karena kehamilan kembar membuatnya begitu mudah lelah dan mengalami morning sickness parah, tapi ia begitu antusias melihat kebahagiaan semua orang. Elizabeth dan Nara pun langsung asik sendiri membayangkan anggota keluarga baru
Beberapa waktu berlalu dan Janice serta Edgard sudah kembali disibukkan dengan banyaknya kegiatan serta pekerjaan mereka. Pekerjaan Edgard makin sibuk dan makin berkembang, sedangkan Janice membantu suaminya dengan sepenuh hati sambil mengurus kedua anaknya. Namun, padatnya kegiatan mereka akhirnya membuat Janice tumbang juga. "Kau yakin tidak perlu ke dokter, Sayang? Aku tidak tega melihatmu seperti ini, apalagi aku harus ke luar kota besok," seru Edgard cemas. "Aku hanya kelelahan. Aku hanya butuh istirahat, Edgard! Sudahlah, tidak usah cemas!" Janice terus menenangkan Edgard sampai Edgard pun akhirnya pasrah. Namun, saat Edgard ke luar kota, Janice mulai mengalami mual-mual dan gejala yang mencurigakan bagi Nara. "Cobalah melakukan tespek, Janice! Ibu rasa kau sedang hamil." "Ah, tidak, Ibu. Aku hanya kelelahan, tidak apa." Janice berdebar mendengar kemungkinan ia hamil, tapi rasa trauma kehilangan janinnya masih membuatnya takut kecewa kalau ternyata ia tidak hamil. Jani
"Cheers!" Edgard dan Janice bersulang malam itu setelah menikmati makan malam romantis di restoran resort. Mereka pun tidak berhenti saling menatap dan melemparkan senyum. Setelah sepanjang sore berjalan bergandengan tangan menyusuri resort, mereka pun begitu kelaparan sampai Janice makan begitu banyak. "Bagaimana rasa winenya, Sayang?" "Hmm, ada rasa manis tapi ada pahitnya juga." "Kau menyukainya?" "Hmm, tidak. Tapi aku mau meminumnya sedikit lagi. Apa ini tidak membuat mabuk?" "Tidak, Sayang. Kecuali kau minum satu botol. Haha!" Edgard hanya tertawa mendengarnya. "Lagipula kalau kau mabuk, kau aman bersamaku, Sayang."Janice pun tertawa lebar mendengarnya dan terus meneguk winenya sambil memejamkan matanya. "Hmm, apa acara kita setelah ini, Edgard?" Edgard menaikkan alis mendengarnya. "Acara kita? Apa yang bisa kita lakukan di malam hari, Sayang? Haha, tentu saja berdua di kamar, bahkan mungkin kita tidak akan keluar sampai besok siang." "Astaga, Edgard! Kau membuatku me