Home / Romansa / Melahirkan Anak Ceo / Bab 5 Darah Keperawanan

Share

Bab 5 Darah Keperawanan

Author: Kariani Sukadi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Salma, nanti jika Mami bertanya kepadamu katakan saja kalau aku sudah menyentuhmu," ucap Den Abimanyu.

Suara beratnya menyapaku.

Tanpa memandang ke arahku Den Abimanyu berkata. Dadaku serasa sesak mendengar kalimatnya barusan. Aku terduduk lemas di tepi ranjang dengan rongga yang serak.

Aku tidak tahu harus bersedih atau kah bahagia karena sampai detik ini Den Abimanyu tak menyentuhku sama sekali. Pemilik alis tebal itu hanya duduk di tepi ranjang dengan jarak satu hasta. Haruskah aku perotes padanya? Ataukah memang aku yang baper karena sudah menikah dengan seorang putra konlongmerat pemilik kekayaan nomer tiga di negeri ini.

Bahkan hartanya tidak akan pernah habis dalam kurun waktu tujuh turunan. Den Abimanyu sama sekali  tidak menginkanku menjadi istri pengganti Nyonya Nadia, di sisinya  sudah ada wanita yang selalu setia menemaninya, meski tidak bisa melahirkan garis  keturunannya. 

Faktanya aku hanya wanita dari kalangan bawah yang tak pantas menurutnya untuk disentuh. 

"Apa yang harus aku jawab nanti, Den  jika Nyonya Besar Kinanti bertanya yang lain padaku."

"Jawab saja aku sudah menyentuhmu dua kali dalam satu malam."

Den Abimanyu merebahkan tubuhnya di sofa. Malam pengantin menjadi saksi bisu kisah cintaku. Pria yang beralis tebal itu pasti sedang memikirkan Nyonya Nadia istrinya. Apalah artinya diriku baginya? Memang itu faktanya bukan? Pernikahan ini sama sekali tak pernah diharapkan Den Abimanyu.

Air mataku kembali jatuh membasahi pipi. Suara Isak tangisku tertahan di kerongkongan. Tak ingin Den Abimanyu mendengar isakkanku. Aku tahu hati dan cintanya lelaki yang kini sudah resmi menjadi suamiku hanya untuk kekasihnya Nyonya Nadia. 

***

Esok harinya, aku diminta mandi keramas oleh Den Abimanyu. Begitu pun juga dengannya melakukan hal yang sama sebelum menemui Nyonya Besar Kinanti.

"Ingat apa yang aku katakan padamu tadi malam, Salma. Katakan pada Mami jika kita sudah melakukan hubungan suami istri," kata Den Abimanyu mewanti-wanti. 

Sekali lagi aku mengangguk mengerti perintahnya. Sudah kesekian kalinya Den Abimanyu berkata demikian mengingatkanku. Aku mengerti posisiku tidak mungkin bisa menyaingi Nyonya Nadia sang pujaan hatinya. Lagi pula Den Abimanyu tak mau mengkhianati istri tercintanya meski kini Nyonya Nadia jauh darinya terpisah oleh dua Samudra.

Di meja makan persegi panjang itu aku diajak makan bersama kelurga nyonya besar. Sudah resmi menjadi istri pemilik kekayaan nomer tiga di negeri ini diperbolehkan makan dalam satu meja. 

Aku menolak keinginan nyonya besar karena tak terbiasa makan bersama dalam satu ruangan keluarga besarnya. 

Suasana di ruang makan sangat kaku ditambah lagi tatapan Nyonya Besar Kinanti yang tak berteman. Membuatku enggan berlama-lama dalam ruang makan itu dan ingin segera pergi setelah mengakhiri acara makan bersama bareng keluarga.

Di hadapanku tepat duduk Nyonya Besar Kinanti. Sementara suaminya duduk di sebelahnya tanpa suara. Hanya dentingan sendok dan garfu yang beradu dengan piring yang terdengar. Suasana makan menjadi kaku tak ada yang berani mengeluarkan suara saat sedang menikmati hidangan makan.

Selepas makan, Nyonya Besar Kinanti menahan kami berdua di ruang keluarga. Wanita yang selalu berpenampilan elegan itu menyimpangkan kakinya di atas sofa berwarna coklat tua. Dia tasnya tergantung lampu hias yang mewah seharga puluhan juta. 

Dadaku berdebar dengan kencang hingga detaknya tak beraturan. Nyonya Besar Kinanti kembali menatapku dengan tatapan tajam setajam silet. Wanita yang kulitnya mirip dengan artis Korea itu mulai angkat bicara.

"Lusa dokter keluarga kita akan datang kesini."

Nyonya Besar Kinanti berkata sembari mengusap jarinya yang lentik.

Tanda tanya muncul di benakku. Bukankah dalam keluarga ini tidak ada yang sakit? Lagi pula Tuan Cokro juga dalam keadaan sehat tanpa suatu apa pun. Aku melirik sekilas ke arah Den Abimanyu. Ia pasti punya pemikiran yang sama denganku.

"Dokter pasti tahu dan bisa mengecek keperawanan Salma dari hasil tes yang ia lakukan." Nyonya Besar Kinanti melanjutkan kalimatnya.

"Apa maksud, Mami?" tanya Den Abimanyu meradang.

Den Abimanyu faham betul arah pembicaraan ibunya. 

Sementara aku tidak tahu harus berbuat apa. Nyonya Besar Kinanti sama sekali tidak bisa dibodohi. Instingnya begitu tajam kepada putra semata wayangnya.

"Mami hanya ingin memastikan saja kalau kamu sudah melakukan tugasmu sebagai seorang suami. Menamkan benih di rahim Salma." Nada bicara Nyonya Besar Kinanti ditekan.

"Mami, apa hal seintim itu harus Mami ikut campur? Apakah aku harus melakukannya di depan Mami biar Mami percaya hem?" suara berat Den Abimanyu mulai meninggi.

Ia bangkit dari duduknya.

"Abi!" seru nyonya besar. "Mami hanya ingin bukti kalau Salma sudah tidak perawan dengan kamu menunjukkan darah keperawanannya," ketus nyonya besar lagi. Den Abimanyu mengusap wajahnya dengan frustasi.

Semenit kemudian ia bangkit dan berdiri mondar-mandir di depan ibunya. Duduk kembali dengan dada naik turun menahan emosi.

"Katakan Salma. Apa suamimu sudah melaksanakan kewajibannya?" tanya nyonya besar menatap ke arahku.

"Mami!" sela Den Abimanyu meradang.

"Diam, Abi! Mami tidak sedang berbicara padamu," sergahnya.

Aku menundukkan pandangan tak berani menatap wajah nyonya besar yang kini sudah resmi menjadi Ibu mertuaku. Di posisiku sangat serba salah, jujur sudah pasti Den Abimanyu akan membenciku. Bohong, Nyonya besar pasti akan menghukumku karena sudah menutupi kesalahan Den Abimanyu. Keringat dingin kini mulai membasahi wajahku. Jari-jemariku sudah terasa dingin dan lemas.

"Jangan memaksaku, Mami. Sungguh aku tak bisa melakukannya tanpa cinta. Dan aku tidak bisa mengkhianati istriku," tutur Den Abimanyu mengusap wajahnya.

"Kamu jangan egois Abi. Mami tidak memintamu bercerai dari Nadia. Kamu tahu kalau Nadia tidak bisa memberikan Mami seorang cucu. Kamu bisa bisa bersama istrimu setelah menanamkan benih di rahim Salma. Apa itu tidak cukup hah?" ucap nyonya besar.

Deretan kata-katanya sangat menusuk hatiku hingga tepat mengenai detaknya. 

"Cukup, Mami. Aku hanya ingin Nadia dan Nadia. Tidak ada perempuan lain Salma atau yang lainnya di dunia ini yang aku cintai," lirih Den Abimanyu.

Suaranya kini terdengar melemah dari yang tadi.

Kukuatkan hatiku agar tak menangis menitikkan air mata. Seorang Salma hanya perlu menerima tanpa boleh memberontak. Tidak usah menangis karena ini fakta. Suamiku hanya akan menyentuhku sampai aku hamil. Setelah hamil ia akan kembali pada kekasih hatinya. Kalian pasti tahu bukan? Siapa kekasih hati Den Abimanyu.

Ibu dan anak itu hanya beradu mulut di depanku tanpa memikirkan perasaanku. Padahal aku ada di depan mereka dengan hati terluka. Den Abimanyu hanya memikirkan kekasihnya terluka sementara ada aku di sini yang patah hati. Mereka tak pernah menganggapku ada di sini yang juga punya hati untuk di tanya.

Kuremas-remas ujung bajuku untuk melampiaskan rasa sakit hati dan kekesalan yang menyelimuti jiwaku. Aku hanya bisa menyaksikan perdebatan Nyonya Besar Kinanti dan Den Abimanyu tanpa ada ujung pangkalnya. Diriku tidak boleh marah atau buka suara walau hanya mengatakan tidak suka.

Untuk menengahi keduanya mana mungkin aku mampu. Suaraku tidak akan pernah di dengar mereka berdua. Aku hanya bisa diam sembari menikmati rentetan kata yang menyayat-nyayat hati dan jiwaku hingga luka ini berdarah. Jiwaku terluka terlebih lagi perasaanku hancur mendengar ucapan Nyonya besar dan Den Abimanyu yang bersikeras tanpa ada satu pun dari mereka yang mengalah.

Sakitnya tuh di sini. Di dalam hatiku.

"Salma, aku ingin bukti besok kalau suamimu sudah menyentuhmu. Harus ada darah keperwananmu di atas sprei tanda kamu sudah tak suci lagi. Jika tidak kamu tahu akibatnya bukan?" ancam Nyonya Besar Kinanti menatapku tajam.

Kugigit bibir bawahku sekuat-kuatnya menahan rasa sesak yang menyeruak dalam dadaku. Ingin aku berteriak histeris menolak keinginan nyonya besar. Namun, bibirku kelu tak mampu mengucapkan kata sepatah pun untuk berbicara. 

Ruangan yang begitu luas itu terasa sempit bagiku, seolah-olah hendak mengapitku dan menengelamkanku ke dasar bumi. Kabut-kabut kecil mulai mengembun membasahi kelopak mataku. Rintiknya tertahan hingga membuat mataku terasa perih dan panas.

*** 

Bersambung

Related chapters

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 6 Aku Menyerah

    Sudah lebih tujuh hari pernikahanku berjalan dengan Den Abimanyu. Sedikit pun tidak ada tanda kalau Den Abimanyu akan meleleh hatinya. Padahal Nyonya Besar Kinanti sudah menyarankan aku untuk berdandan cetar agar terlihat cantik dan tampil seksi di hadapan Den Abimanyu. Saat akan tidur pun Nyonya Besar Kinanti memberiku hadiah gaun malam yang super tipis dan transparan. Sehingga menonjolkan bagian-bagian lekuk tubuhku. Penampilanku sudah dirubah oleh nyonya besar agar menarik perhatian Den Abimanyu. Namun, lelaki dingin itu sama sekali tak memandangku sebelah mata. Reaksinya juga masih tetap sama acuh. Terbuat dari apakah hati Den Abimanyu? Seorang laki-laki normal tak mungkin tidak tertarik pada seorang wanita bila di hadapannya menggoda dengan tarian erotis. Nyonya besar memintaku berpakaian seksi bila di dalam kamar dan lebih agresif lagi menggoda Den Abimanyu. Aku seperti wa

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 7 Sentuhan Malam Pertama

    "Jangan lakukan hal bodoh ini hanya karena aku …." Pemilik alis tebal itu tak meneruskan kalimatnya. Ucapannya membuatku jadi berpikir penuh tanda tanya. Aku apa? Lalu, tangannya menghapus lembut jejak air mataku yang sedari tadi tak mau berhenti mengalir. Hanya saja, percuma ia hapus, kenyataannya tak mau berhenti. "Maaf," bisik Den Abimanyu lirih. Mata lelakiku kini sudah basah sama halnya denganku. Sementara, bibirnya menempel di pipiku. Jantungku ini seakan berhenti terpompa. Bahkan saluran pernapasanku pun seolah tersumbat. Aku bisa mati kalau begini, dengan cara Den Abimanyu mendekatiku. "Setelah makan, kamu minum obat dan beristirahatlah," titahnya. Kepalanya d

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 8 Panggil Aku Sayang

    "Selamat pagi, Sayang. Kamu lagi masak apa?" Sapaan kata sayang dari Den Abimanyu, membuatku hampir saja menjatuhkan alat penggorengan. Jantungku seakan bertengakar di dalamnya kala tangan kekarnya melingkar di pinggangku. Mimpikah aku? Kucubit lenganku sendiri untuk memastikan ini bukan sekedar mimpi. Jika benar aku pun tak ingin cepat-cepat bangun dari tidur yang panjang. Keromantisan Den Abimanyu tidak berakhir dalam waktu semalaman saja. Lelakiku kini terlihat menyugar rambutnya yang masih basah. Berlanjut dengan kecupan lembut yang mendarat di tengkuk leherku. Kini aku menjadi wanita yang paling bahagia karena digilai seorang pria tampan, kaya raya, serta pewaris tunggal keluarga Cokro Widodo. "Den, maaf

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 9 Bukan Pelacur

    Aku dan Den Abimanyu kembali saat matahari hampir tenggelam di arah barat. Sampai detik ini aku gak bisa berbohong lagi kalau jiwaku sudah menyatu dengan raga lelakiku. Kakiku sudah terasa ditusuk-tusuk duri. Pegal dan nyeri rasanya saat harus mengelilingi perkebunan yang luasnya tak dapat aku ukur. Aku dan Den Abimanyu berkeliling di area perkebunan sembari bergandengan tangan. Sepanjang jalan hanya ada senyum dan tawa kecil mengiringi langkah. Den Abimanyu merangkul bahuku saat berjalan menyusuri bukit setapak yang hanya pas untuk ukuran satu pejalan kaki. Lelakiku khawatir kalau aku terjatuh karena harus menyusuri jalanan kecil yang berlubang. Biasa jalan ini hanya dilalui para pekerja kebun jika ingin mengangkat hasil panen mereka akan memilih lebih bagus untuk dilewati dan lebar dari pada jalan setapak ini. Seiring langkah kaki ternyata pria beralis tebal itu

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 10 Mimpi Manis

    "Nduk, bangun!" suara panggilan Ibu membangunkanku dari alam mimpi. Mataku perlahan terbuka, namun kepalaku rasanya berat dan pusing. Bahkan untuk bangun saja aku malas beranjak dari tempat tidur. "Salma, buka pintunya! Nyonya Besar Kinanti sudah menunggumu di meja makan." Ibu berkata kembali sembari mengetuk pintu. Suara wanita pemilik bibir tipis itu terdengar pelan. Aku tidak bersemangat untuk bangun menemui Nyonya Besar Kinanti, Den Abimanyu dan juga Nyonya Nadia. Sedikit pun tidak ada seleraku untuk makan. Berdiam diri di dalam kamar dan tarik selimut adalah pilihan yang tepat. Sekarang aku baru menyadari kalau Nyonya Besar Kinanti, menampung kami hanya untuk mengadaikan hargai diri padanya.

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 11 Persidangan

    Di ruangan yang luas ini lelakiku duduk berhadapan dengan ibunya. Posisinya bagai seorang terdakwa yang menunggu vonis hukuman mati. Tentu saja Nyonya Besar Kinanti harus menyelesaikan masalah kami karena dari dialah masalah ini berawal. Sekarang ini masalah yang timbul harus segera diselesaikan karena sudah muncul ke permukaan. Selama duduk di ruang bak persidangan ini aku dan juga Nyonya Nadia hanya saling diam dan menjauh dari Den Abimanyu. Jarak diantara kami terpisah oleh Nyonya Besar Kinanti dan Den Abimanyu. Netraku menatap lelakiku dengan miris, pria yang telah memberiku sentuhan itu hanya menunduk menghadap ibunya. Aku hanya memperhatikan nyonya besar dengan fokus saat duduk berhadapan dengan Den Abimanyu. Bagai terdakwa pesakitan lelakiku disidang u

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 12 Tak Kasat Mata

    Setelah persidangan itu selesai Den Abimanyu meminta kami untuk kembali ke kamar masing-masing. Lelaki berhidung mancung itu tak bisa berbicara apa-apa lagi selain menunggu perintah sang Ibunda tercinta. Begitu pun juga denganku dan Nyonya Nadia tak bisa berbuat banyak. Karena dari Nyonya Besar Kinanti semuanya berawal hingga timbul gejolak Nyonya Nadia untuk memberontak pada suaminya. Saat aku memasuki kamar telah banyak berubah dari mulai cat yang berganti hingga gorden yang diikat sisinya bergelembong. Tak lupa juga ranjang dengan sprei yang menjuntai ke bawah dan juga lemari jati yang terukir indah terlihat baru. Mata akan dimanjakan dengan pemandangan yang indah saat berada dalam nuansa kamar layaknya pengantin baru. Saat aku sedang di kamar Ibu datang, namun tak bertanya hal apa pun tentang diriku. Mungkin ia tahu kalau kondisiku sekarang sedang tidak baik. Wanita

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 13 Hati Ini Bukan Terbuat Dari Batu

    Lagi kukuatkan hati ini agar tak menangis di hadapannya. Sebisa mungkin aku tak menjatuhkan air mata bila melihat lelakiku bersanding dengan istri pertamanya. "Sabar ya, Nduk. Jangan putus asa, tapi perbanyaklah zikir dan do'a mudah-mudahan semua akan berbuah manis suatu hari nanti." Ibu menghiburku di saat aku sedang terluka dan bersedih. Hanya Ibu satu-satunya orang yang mengerti penderitaanku sebagai istri yang dimadu. Memang dalam kehidupan manusia tidak ada yang abadi apalagi kebahagian dan penderitaan. Semuanya pasti akan berakhir pada masanya yang tepat bila waktunya telah tiba. Aku harus menguatkan hati ini ketika kudengar berita dari Nyonya Besar Kinanti lelakiku ak

Latest chapter

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 34 Sandiwara

    "Kau akan bercerai dengan Abimanyu dan terbebas darinya. Tapi … tidak boleh membawa Arkan." Nyonya Besar Kinanti berkata dengan nada tinggi.Sudah kuduga, perempuan angkuh itu pasti tidak akan pernah melepaskan kami begitu saja. Dia akan menggunakan kekuasaan, dan uangnya untuk memenjarakanku."Maaf, Nyonya. Keputusan saya sudah bulat. Saya tidak akan kembali pada Den Abimanyu."Nyonya Besar Kinanti murka, dia langsung berdiri menatapku tajam. Wanita angkuh itu tidak terima. Aku membawa keturunan keluarga Widodo."Sudahlah, Mami. Aku sudah memutuskan untuk menceraikan Salma." Den Abimanyu menimpali."Tidak. Salma tidak mungkin bisa membesarkan Arkan dengan baik. Mau dikasih makan apa cucuku." Ibu mertua berteriak.Dadanya bergemuruh menahan amarah. Jelas di netranya terlihat berapi-api, seperti akan m

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 33 Keputusan

    "Maafkan, aku. Gara-gara aku kamu jadi terluka seperti ini." Aku tak berani menatap wajah Saka. Lelaki jangkung itu terbaring lemah di ranjang periksa.Sudah dua hari dia tidak berdaya, terluka karena tusukan pisau. Saka terluka parah, ketika beberapa preman melukainya."Tidak apa. Cinta perlu pengorbanan."Aku terdiam. Nyaliku tidak cukup kuat untuk sekedar bertanya pada Saka. Siapakah para berandalan itu, yang sudah membuatnya terluka. Meski beberapa kata-kata ingin berdesakan keluar, namun niat ini kuurungkan."Ada apa? Kenapa kamu menatapku seperti itu?""Tidak ada. Aku hanya ….""Aku tahu apa yang ada dalam pikiranmu.""Apa?""Kamu pasti ingin tahu siapa mereka yang sudah menyerangku, bukan?"Aku bergeming. Saka menatap ke arah kaca jendela. Dia dirawat di lantai atas. Tampak pemandangan di bawah sangat indah."Siapa mereka?""Prema

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 32 Menolak

    Setelah kejadian mengerikan itu, Den Abimanyu meminta rujuk, namun aku menolaknya mentah-mentah. Aku menyapu pandangan ke taman bunga yang terhampar di halaman depan. Dia berdiri di sana memakai balutan jas mahal."Ayo kita pulang Salma! Aku berjanji akan berbuat adil padamu." Kata Den Abimanyu. Dia menatapku dengan pandangan sayu."Maaf, Den. Aku tidak bisa kembali padamu." Suaraku tercekat di tenggorokan, menatap wajahnya yang lesu."Kenapa?""Aku lelah.""Haruskah ku buktikan padamu jika permohonanku ini serius. Sejujurnya aku tak bisa hidup tanpa kamu."Tidak kulihat senyumnya yang biasa terpancar, hanya wajah sendu dan mata yang berembun dengan buliran bening hampir menitik di kedua kelopaknya."Sudah kuputuskan, Den. Aku mundur dari pernikahan ini. Biarlah aku yang mengalah, mundur dari kehidu

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 31 Wanita Mengerikan

    Bagiku keputusan pergi dari rumah terkutuk itu adalah akhir sebuah kisah. Aku meninggalkan Den Abimanyu bukan karena tidak sayang. Hubungan ini sudah berakhir sejak lama setelah ia pergi bersama Nyonya Nadia.Kemarin ia masih bersamaku merasakan indahnya bersama mahligai cinta meski itu hanya satu malam merasakan sentuhan. Aku sudah tidak peduli dengan hatinya. Wanita berhati busuk itu sudah menguasai suamiku. Dia tidak ingin berbagi suami denganku yang derajatnya terlalu rendah sebagai babu.Disini aku dihargai layaknya seorang wanita yang sama derajatnya dengan mereka. Keluarga Saka sangat baik memperlakukanku. Merek menyambut kedatanganku bak seorang ratu."Selamat datang di istana kami, Salma," ucap wanita berparas cantik menyambut kami.Aku menoleh ke arah Saka yang tersenyum memperlihatkan lesung pipinya. Lelaki itu hanya mengangguk hormat kepada ibunya.Lantai marmer putih menjadi sak

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 30 Kabur

    Aku sudah mempersiapkan semuanya untuk kabur dari rumah neraka ini. Aku akan pergi membawa Arkan bayi mungil yang baru dilahirkan beberapa minggu. Menghadapi sikap Abimanyu membuatku tak sanggup bertahan lebih lama."Bu, malam ini aku akan kabur lewat jalan belakang setelah semua para pelayan tidur dan penjaga gerbang juga tidur," ucapku lirih."Apa tidak sebaiknya kamu pikirkan dulu, Nduk. Ibu tidak mau kamu tertangkap dan akan mendapat hukuman dari Nyonya Besar Kinanti."Sepasang mata sembab ku menatap wanita tua yang duduk di tepi ranjang. Aku merasa sedih karena harus meninggalkan Ibu sendiri di tempat ini. Aku tahu konsekuensinya bila kabur dari rumah ini. Jika sampai tertangkap maka hukumannya berat.Nyonya Besar Kinanti pasti tidak akan memaafkan bila ketahuan pergi dari rumah dengan membawa putra mahkota. Sudah bisa dipastikan hukuman sangat berat dan mendapat ganjaran yang setimpal.Tidak mungk

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 29 Duri Dalam Daging

    Aku tak ingin memupuk angkara, ingin lekas berpisah dari derita. Tidak ingin bertambah lagi bebannya.Membayangkan menjadi Cinderella? Pernah. Memang itulah diri ini yang beruntung dipersunting oleh lelaki yang tampan bak pangeran. Pekerjaan mapan, punya rumah dan mobil mewah juga penerus kekayaan tujuh turunan. Namun, ketika malam demi malam tersiksa sendirian dan tidur dengan kamar terpisah saat itu baru aku sadar. Aku tidak layak menjadi Cinderella layaknya putri dalam cerita.Tapi, keinginan itu bangkit kembali ketika hadirnya Arkan pangeran kecil dan dukungan dari Saka. Aku wanita tanpa kasta yang bersimpuh memohon perpisahan demi kebaikan semua. Kehadiranku di tengah rumah tangga Den Abimanyu hanya membawa malapetaka, pertengkaran dan kebencian Nyonya Nadia."Putuskan saja ikatan pernikahan ini, Den agar kalian bisa kembali seperti dulu seperti pasangan yang romantis."Pertahanan yang kumiliki selama ini

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 28 Arkan

    Hari ini sinar mentari begitu cerah, tepat pukul sebelas siang aku diizinkan pulang oleh pihak rumah sakit. Meski kondisi masih lemah selesai melahirkan, namun dokter sudah memberikan obat untuk mengeringkan luka bekas jahitan melahirkan.Den Abimanyu membantuku mendorong kursi roda walau aku sudah melarangnya. Lelaki itu tetap memaksa. Sepanjang derap kaki melangkah tak ada yang bicara. Baik aku maupun Ibu hanya saling diam tak banyak bicara menyusuri koridor rumah sakit.Apalagi Den Abimanyu yang menyorong kursi roda, ia hanya fokus melihat ke depan melewati beberapa pengunjung yang berlalu lalang.Saat hendak masuk ke dalam mobil Den Abimanyu menggendongku. Tak ingin menatapnya aku pun mengalihkan pandangan agar netra ini tak bertatapan. Jujur saja hati masih membenci

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 27 Persalinan

    "Maaf, aku jadi keterusan ngobrol tentang keluargaku," ucap Saka mengembangkan senyum.Aku hanya memperhatikan lelaki itu dengan pandangan yang tak bisa diartikan. Terkadang aku ingin Den Abimanyu seperti dia perhatian dan lemah lembut, namun semuanya hanya mimpi yang tak akan pernah terwujud."Perut kamu masih sering sakit ya?" tanyanya mengalihkan pembicaraan."Iya," jawabku."Ini belum bulannya, kan?""Belum.""Tapi, aku lihat kamu sering mengeluh sakit.""Iya, padahal ini belum jadwalnya lahiran.""Mungkin Fina bisa menjelaskannya."

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 26 Abimanyu Pergi

    Tuan Besar Cokro menuntunku berjalan diatas lantai marmer berwarna hitam langkah ini seimbang dengannya. Lelaki sepuh itu terlihat bersedih kala bercerita tentang kisah hidupnya."Dulu ketika ibunya Abimanyu meninggal akulah penyebabnya. Wanita lembut itu menderita karena aku," ungkapnya dengan suara serak.Berkali-kali pria sepuh itu menghela nafas untuk mengurangi rasa sesak di dadanya. Hampir saja aku terjatuh kala kalimat itu terucap dari bibirnya yang gemetar. Wajah itu sudah basah oleh air mata."Aku sudah mengatur semua rencana agar Abimanyu bisa datang berkunjung ke tempatmu secara sembunyi-sembunyi," lanjutnya dengan air mata yang masih membasahi pipi keriput itu.Hatiku iba melihat pria pendiam itu, mungkin dia juga merasa bersalah karena kematian ibunya

DMCA.com Protection Status