Home / Romansa / Melahirkan Anak Ceo / Bab 4. Lelaki Dingin

Share

Bab 4. Lelaki Dingin

Author: Kariani Sukadi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pak penghulu menjabat tangan Den Abimanyu. Seraya meminta Den Abimanyu untuk mengikuti kata-katanya. Menjabat tangan Pak Penghulu, lalu mengucap ijab kabul. Tidak ada yang berani mengeluarkan suara kecuali hanya fokus memandang ke arah kedua mempelai.

"Saudara Abimanyu bin Cokro Widodo aku nikahkan dan kawinkan engkau dengan Salma Wulandari binti Sastro dengan mas kawin emas sebesar lima puluh gram dan seperangkat alat salat dibayar tunai."

"Aku terima nikah dan kawinnya Salma binti Sastro dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Dengan satu tarikkan napas Den Abimanyu mengucapkan ikrar ijab kabul. 

"Bagaimana para saksi sah?" tanya  Bapak Penghulu.

"Sah."

Para saksi yang menyaksikan pernikahanku dengan Den Abimanyu mengucapkan Alhamdulillah. Tak jauh dariku Ibu ikut menyaksikan proses ijab kabul dengan memandangku dengan tatapan sayu. Jarak kami hanya satu hasta saja sehingga dengan jelas aku bisa menyaksikan wajah Ibu. Sudut matanya terlihat mengembun menyaksikan pernikahanku dengan Den Abimanyu.

Setelah kata sah terucap Pak Penghulu memerintahkan Den Abimanyu untuk menyematkan cincin belah rotan di jari manisku. Lelaki bertubuh tegap itu hanya mengangguk sembari menyematkan cincin pernikahan di jariku. Setelah itu ia mengalihkan pandangannya tanpa menatap wajahku yang bersanding di sebelahnya.

Cincin pernikahan sudah tersemat di jari manisku. Lalu, aku meraih tangan Den Abimanyu yang sedari tadi wajahnya dingin tanpa ekspresi lebih tepatnya mirip dengan bongkahan es batu yang ada di Kutub Utara.  Kucium dengan takzim punggung tangannya yang lebar bagai suhu es batu terasa dingin.

Tidak ada kecupan di kening layaknya pasangan pengantin yang baru menikah. Lelaki berhidung mancung dan beralis tebal itu malah menarik tangannya dari genggamanku. Lalu, memalingkan wajahnya dengan sorotan mata yang memerah. 

Kabut-kabut yang memenuhi kelopak mataku kini mulai mengembun. Bagai rintik-rintik hujan airmataku turun meluruh begitu saja. Detik ini juga aku sadar siapa diriku di matanya. Apalah artinya Salma di depan Den Abimanyu. Tak lebih perempuan kampung yang menumpang hidup di kelurganya. Wanita yang tidak perlu ditanya apakah Salma bahagia dengan pernikahannya ataukah sedih. Aku hanya dipaksa harus menerima tanpa bisa menolak karena tidak punya pilihan.

***

Malam ini menjadi malam pengantin pertamaku bersama Den Abimanyu. Aku di tempatkan di dalam kamar atas jauh dari kamar Nyonya Nadia. Kamarku yang sekarang lebih baik dari kamar pembantu yang aku tempati kemarin. Ranjang empuk dengan ukuran besar dihiasi kelopak mawar sudah dipersiapkan menyambut malam pertama. Ada meja jati berukuran kecil, lemari ukir yang indah dan juga kaca hias yang sudah tertata rapi dengan berbagai alat kecantikan. Jendela kamar pun sudah dipasang kain gorden yang diikat bergelombang dengan pita kupu-kupu berwarna ungu.

Malam ini menjadi istimewa karena aku menjadi Ratu sehari seperti cerita dalam dongeng anak-anak sebelum tidur. Seprei dengan rumbai-rumbai yang menjuntai telah ditata apik dengan aroma kasturi.

Kuayunkan kakiku menuju ranjang pengantin. Kuhempaskan tubuhku di atas seprei merah muda. Kuletakkan kerudung satin berwarna putih yang tadi dipakai untuk akad nikah di sebelahku. Pikiranku melanglang buana hingga tak terasa buliran dingin jatuh membasahi pipiku.

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Bayangan Den Abimanyu tak juga kunjung datang ke kamarku. Di luar sayup-sayup kudengar suara kegaduhan. Aku beranjak bangkit memberanikan diri untuk keluar melihat apa yang sudah terjadi.

"Ngapain keluar, Nduk?  Pamali tahu seorang gadis keluar di saat menyambut malam pengantinnya." Suara Ibu menghentikan langkahku. Aku terkejut dan menoleh ke arahnya. Entah sudah sejak kapan ia berdiri di belakangku menepuk bahuku dengan pelan.

"Ada apa ribut-ribut di luar, Bu?" tanyaku penasaran. 

"Ndak ada apa-apa, Nduk. Lebih baik kamu diam saja di dalam tunggu suamimu datang," kilahnya menyembunyikan sesuatu. Wanita berkulit sawo matang itu gugup menyembunyikan sesuatu.

"Ibu katakan dengan jujur apa yang terjadi. Apakah Den Abimanyu dan Nyonya Besar Kinanti bertengkar?"

"Ibu ndak tahu, Nduk. Sudahlah jangan dibahas lagi. Ibu capek mau tidur."

Sebelum Ibu berlalu dari hadapanku, sempat kulihat matanya basah dan menitikkan airmata. Mungkin saja barusan Ibu mendengar pertengkaran Den Abimanyu dengan nyonya besar yang menyakiti perasaannya.

"Maafkan Salma, Bu. Salma sudah buat Ibu sedih dengan pernikahan ini. Salma janji akan belajar ihklas menerima takdir Gusti Allah," ucapku memeluknya dari belakang.

Ibu tak bergeming.

Kurengkuh tubuh wanita kurus itu dari belakang dan membisikkan kata-kata ihklas. Mungkin Ibu merasa kasihan melihat derita yang aku alami sekarang karena tidak sebanding dengan apa yang ia alami.

Wanita yang sering disakiti suaminya itu pun menangis di pundakku dengan sesunggukkan sembari terisak. Tidak ada seorang Ibu di dunia ini yang tidak sedih bila menyaksikan buah hatinya terbelenggu tanpa daya. Usaha Ibu yang membawaku ikut bekerja,  menjadikan aku terjerat dalam ketidak berdayaan tanpa pilihan.

Setelah tangisan Ibu reda ia pun pergi melangkah dengan gontai. Pemilik mata bulat itu tersenyum ke arahku dengan tatapan sayu. Melihat Ibu bersedih hatiku terasa hancur dan tersayat-sayat bagai sembilu.

Maafkan anakmu, Ibu. Aku pun sama tak berdayanya dengan dirimu. Andai aku boleh bertanya kepada sang pencipta mengapa harus kita yang menjalani takdir ini. Bukankah masih banyak di luar sana wanita yang lebih cantik dan sederajat dengan Den Abimanyu yang bisa dijadikan istri? Duh, Ibuku sayang, diriku pun malang.

Ya, aku menagis lagi. Mungkin orang akan mengatakan aku wanita cengeng karena itulah sebutan yang pantas untukku. Hidupku tak ubahnya seperti buih dalam lautan hanya dipermainkan ombak yang bergelombang.

Tiba-tiba bayangan  Nyonya Nadia terlintas dalam benakku sedang marah dan memakiku. Mungkin jika sekarang ia ada di sini sudah menjambak-jambak rambutku hingga rontok dan memakiku dengan kata-kata kasar. Menurut berita yang aku dengar Nyonya Nadia dikirim ke luar negri untuk liburan selama pernikahan ini dilangsungkan.

"Tidurlah! Aku juga lelah mau istirahat," ucap Den Abimanyu berbaring di sebelahku. Lelaki yang dingin seperti Kutub Utara itu sedikit pun tak menoleh ke arahku saat berkata. Matanya hanya terpejam tanpa membuka baju kemeja yang ia pakai tadi saat proses pernikahan.

Aku berpikir kalau Den Abimanyu sangat membenciku. Andai boleh aku meminta maka akan kukatakan padanya sekarang agar mau menceraikanku detik ini juga. Untung aku ingat nasehat Ibu tadi agar belajar ihklas menerima takdir. Andai aku bisa mengeluarkan suara maka sudah dipastikan aku akan menjerit histris.

Mataku tidak bisa terpejam meski berbaring di ranjang yang empuk dan nyaman. Pikiranku masih terbayang wajah Ibu yang menatapku dengan sayu.

Di sebelahku Den Abimanyu sudah tertidur dengan pulas. Dengkuran halus terdengar saat ia tertidur. Sedikit pun aku tidak bisa memejamkan mata meski berulang-ulang kali aku mencoba memaksanya.

"Kenapa belum tidur?" tanya Den Abimanyu. Suaranya terdengar serak.

Aku tak berani menatap manik hitam miliknya. Suara desahanku karena tidak tidur telah membuatnya terjaga. 

"Ma, maaf, Den. Aku sudah menganggu istirahatmu," ucapku gugup. Kuremas bantal guling yang ada di sebelahku. Pandanganku menunduk tak berani menatap wajah tampannya.

"Aku akan pindah di sofa saja. Kamu tidur di sini. Mungkin kamu merasa canggung denganku. Besok jika Nyonya Besar Kinanti bertanya apakah kita sudah melakukannya atau belum kamu jawab saja sudah." 

Aku hanya mengangguk mendengar ucapannya.

"Iya, Den," jawabku pelan.

Den Abimanyu beranjak dari tempat tidur lalu menuju ke sofa membawa bantal. Di sana ia membaringkan tubuhnya dengan posisi telentang. Tidak seharusnya seorang majikkan tidur di sofa. Akulah yang seharusnya tidur di bawah.

Tapi, malah Den Abimanyu yang tidur di sana. Mungkin Den Abimanyu merasa jijik menyentuhku karena apalah artinya diriku di bandingkan istrinya Nyonya Nadia. Aku hanya seorang pembantu dari kalangan bawah yang menikah dengannya karena ingin memberinya keturunan. 

Jangan tanya apakah Den Abimanyu mencintaiku atau tidak. Kalian pasti tahu jawabannya. Lelaki Dingin itu bahkan melewatkan malam pengantin kami. Ia bersikap acuh dan tidak sedikit pun melirik ke arahku yang berada di sampingnya.

"Maaf, Den. Sebaiknya Den Abimanyu pindah saja di ranjang. Biar aku yang tidur di sini," ucapku mendekat ke arahnya.

Den Abimanyu membuka matanya.

"Jangan ganggu aku, Salma. Tidurlah di ranjang! Aku tidak mau diganggu," ketusnya.

Kata-katanya dingin sama seperti sikapnya. 

Lelaki bertubuh tegap itu malah mengusirku.

Aku terkesiap dengan penolakkannya. Ia bersikap dingin seperti es batu. Jangankan menyentuhku, melirikku pun ia malas.

Di sisi tempat tidur aku terisak. Bagaimana aku bisa memberinya anak jika Den Abimanyu tak pernah menyentuhku. Berdekatan denganku saja ia merasa jijik gimana kalau sampai melakukan hubungan denganku.

Aku hanya terisak tanpa mengeluarkan suara. Malam semakin larut, jam di dinding sudah menunjukkan pukul dua pagi dini hari. Mataku belum juga terpejam. 

***

Bersambung.

Related chapters

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 5 Darah Keperawanan

    "Salma, nanti jika Mami bertanya kepadamu katakan saja kalau aku sudah menyentuhmu," ucap Den Abimanyu. Suara beratnya menyapaku. Tanpa memandang ke arahku Den Abimanyu berkata. Dadaku serasa sesak mendengar kalimatnya barusan. Aku terduduk lemas di tepi ranjang dengan rongga yang serak. Aku tidak tahu harus bersedih atau kah bahagia karena sampai detik ini Den Abimanyu tak menyentuhku sama sekali. Pemilik alis tebal itu hanya duduk di tepi ranjang dengan jarak satu hasta. Haruskah aku perotes padanya? Ataukah memang aku yang baper karena sudah menikah dengan seorang putra konlongmerat pemilik kekayaan nomer tiga di negeri ini. Bahkan hartanya tidak akan pernah habis dalam kurun waktu tujuh turunan. Den Abimanyu sama sekali tidak menginkanku menjadi istri pengganti Nyonya Nadia, di sisinya sudah ada wanita yang selalu setia menemaninya, meski tidak bisa melahirkan garis keturunannya.

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 6 Aku Menyerah

    Sudah lebih tujuh hari pernikahanku berjalan dengan Den Abimanyu. Sedikit pun tidak ada tanda kalau Den Abimanyu akan meleleh hatinya. Padahal Nyonya Besar Kinanti sudah menyarankan aku untuk berdandan cetar agar terlihat cantik dan tampil seksi di hadapan Den Abimanyu. Saat akan tidur pun Nyonya Besar Kinanti memberiku hadiah gaun malam yang super tipis dan transparan. Sehingga menonjolkan bagian-bagian lekuk tubuhku. Penampilanku sudah dirubah oleh nyonya besar agar menarik perhatian Den Abimanyu. Namun, lelaki dingin itu sama sekali tak memandangku sebelah mata. Reaksinya juga masih tetap sama acuh. Terbuat dari apakah hati Den Abimanyu? Seorang laki-laki normal tak mungkin tidak tertarik pada seorang wanita bila di hadapannya menggoda dengan tarian erotis. Nyonya besar memintaku berpakaian seksi bila di dalam kamar dan lebih agresif lagi menggoda Den Abimanyu. Aku seperti wa

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 7 Sentuhan Malam Pertama

    "Jangan lakukan hal bodoh ini hanya karena aku …." Pemilik alis tebal itu tak meneruskan kalimatnya. Ucapannya membuatku jadi berpikir penuh tanda tanya. Aku apa? Lalu, tangannya menghapus lembut jejak air mataku yang sedari tadi tak mau berhenti mengalir. Hanya saja, percuma ia hapus, kenyataannya tak mau berhenti. "Maaf," bisik Den Abimanyu lirih. Mata lelakiku kini sudah basah sama halnya denganku. Sementara, bibirnya menempel di pipiku. Jantungku ini seakan berhenti terpompa. Bahkan saluran pernapasanku pun seolah tersumbat. Aku bisa mati kalau begini, dengan cara Den Abimanyu mendekatiku. "Setelah makan, kamu minum obat dan beristirahatlah," titahnya. Kepalanya d

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 8 Panggil Aku Sayang

    "Selamat pagi, Sayang. Kamu lagi masak apa?" Sapaan kata sayang dari Den Abimanyu, membuatku hampir saja menjatuhkan alat penggorengan. Jantungku seakan bertengakar di dalamnya kala tangan kekarnya melingkar di pinggangku. Mimpikah aku? Kucubit lenganku sendiri untuk memastikan ini bukan sekedar mimpi. Jika benar aku pun tak ingin cepat-cepat bangun dari tidur yang panjang. Keromantisan Den Abimanyu tidak berakhir dalam waktu semalaman saja. Lelakiku kini terlihat menyugar rambutnya yang masih basah. Berlanjut dengan kecupan lembut yang mendarat di tengkuk leherku. Kini aku menjadi wanita yang paling bahagia karena digilai seorang pria tampan, kaya raya, serta pewaris tunggal keluarga Cokro Widodo. "Den, maaf

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 9 Bukan Pelacur

    Aku dan Den Abimanyu kembali saat matahari hampir tenggelam di arah barat. Sampai detik ini aku gak bisa berbohong lagi kalau jiwaku sudah menyatu dengan raga lelakiku. Kakiku sudah terasa ditusuk-tusuk duri. Pegal dan nyeri rasanya saat harus mengelilingi perkebunan yang luasnya tak dapat aku ukur. Aku dan Den Abimanyu berkeliling di area perkebunan sembari bergandengan tangan. Sepanjang jalan hanya ada senyum dan tawa kecil mengiringi langkah. Den Abimanyu merangkul bahuku saat berjalan menyusuri bukit setapak yang hanya pas untuk ukuran satu pejalan kaki. Lelakiku khawatir kalau aku terjatuh karena harus menyusuri jalanan kecil yang berlubang. Biasa jalan ini hanya dilalui para pekerja kebun jika ingin mengangkat hasil panen mereka akan memilih lebih bagus untuk dilewati dan lebar dari pada jalan setapak ini. Seiring langkah kaki ternyata pria beralis tebal itu

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 10 Mimpi Manis

    "Nduk, bangun!" suara panggilan Ibu membangunkanku dari alam mimpi. Mataku perlahan terbuka, namun kepalaku rasanya berat dan pusing. Bahkan untuk bangun saja aku malas beranjak dari tempat tidur. "Salma, buka pintunya! Nyonya Besar Kinanti sudah menunggumu di meja makan." Ibu berkata kembali sembari mengetuk pintu. Suara wanita pemilik bibir tipis itu terdengar pelan. Aku tidak bersemangat untuk bangun menemui Nyonya Besar Kinanti, Den Abimanyu dan juga Nyonya Nadia. Sedikit pun tidak ada seleraku untuk makan. Berdiam diri di dalam kamar dan tarik selimut adalah pilihan yang tepat. Sekarang aku baru menyadari kalau Nyonya Besar Kinanti, menampung kami hanya untuk mengadaikan hargai diri padanya.

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 11 Persidangan

    Di ruangan yang luas ini lelakiku duduk berhadapan dengan ibunya. Posisinya bagai seorang terdakwa yang menunggu vonis hukuman mati. Tentu saja Nyonya Besar Kinanti harus menyelesaikan masalah kami karena dari dialah masalah ini berawal. Sekarang ini masalah yang timbul harus segera diselesaikan karena sudah muncul ke permukaan. Selama duduk di ruang bak persidangan ini aku dan juga Nyonya Nadia hanya saling diam dan menjauh dari Den Abimanyu. Jarak diantara kami terpisah oleh Nyonya Besar Kinanti dan Den Abimanyu. Netraku menatap lelakiku dengan miris, pria yang telah memberiku sentuhan itu hanya menunduk menghadap ibunya. Aku hanya memperhatikan nyonya besar dengan fokus saat duduk berhadapan dengan Den Abimanyu. Bagai terdakwa pesakitan lelakiku disidang u

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 12 Tak Kasat Mata

    Setelah persidangan itu selesai Den Abimanyu meminta kami untuk kembali ke kamar masing-masing. Lelaki berhidung mancung itu tak bisa berbicara apa-apa lagi selain menunggu perintah sang Ibunda tercinta. Begitu pun juga denganku dan Nyonya Nadia tak bisa berbuat banyak. Karena dari Nyonya Besar Kinanti semuanya berawal hingga timbul gejolak Nyonya Nadia untuk memberontak pada suaminya. Saat aku memasuki kamar telah banyak berubah dari mulai cat yang berganti hingga gorden yang diikat sisinya bergelembong. Tak lupa juga ranjang dengan sprei yang menjuntai ke bawah dan juga lemari jati yang terukir indah terlihat baru. Mata akan dimanjakan dengan pemandangan yang indah saat berada dalam nuansa kamar layaknya pengantin baru. Saat aku sedang di kamar Ibu datang, namun tak bertanya hal apa pun tentang diriku. Mungkin ia tahu kalau kondisiku sekarang sedang tidak baik. Wanita

Latest chapter

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 34 Sandiwara

    "Kau akan bercerai dengan Abimanyu dan terbebas darinya. Tapi … tidak boleh membawa Arkan." Nyonya Besar Kinanti berkata dengan nada tinggi.Sudah kuduga, perempuan angkuh itu pasti tidak akan pernah melepaskan kami begitu saja. Dia akan menggunakan kekuasaan, dan uangnya untuk memenjarakanku."Maaf, Nyonya. Keputusan saya sudah bulat. Saya tidak akan kembali pada Den Abimanyu."Nyonya Besar Kinanti murka, dia langsung berdiri menatapku tajam. Wanita angkuh itu tidak terima. Aku membawa keturunan keluarga Widodo."Sudahlah, Mami. Aku sudah memutuskan untuk menceraikan Salma." Den Abimanyu menimpali."Tidak. Salma tidak mungkin bisa membesarkan Arkan dengan baik. Mau dikasih makan apa cucuku." Ibu mertua berteriak.Dadanya bergemuruh menahan amarah. Jelas di netranya terlihat berapi-api, seperti akan m

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 33 Keputusan

    "Maafkan, aku. Gara-gara aku kamu jadi terluka seperti ini." Aku tak berani menatap wajah Saka. Lelaki jangkung itu terbaring lemah di ranjang periksa.Sudah dua hari dia tidak berdaya, terluka karena tusukan pisau. Saka terluka parah, ketika beberapa preman melukainya."Tidak apa. Cinta perlu pengorbanan."Aku terdiam. Nyaliku tidak cukup kuat untuk sekedar bertanya pada Saka. Siapakah para berandalan itu, yang sudah membuatnya terluka. Meski beberapa kata-kata ingin berdesakan keluar, namun niat ini kuurungkan."Ada apa? Kenapa kamu menatapku seperti itu?""Tidak ada. Aku hanya ….""Aku tahu apa yang ada dalam pikiranmu.""Apa?""Kamu pasti ingin tahu siapa mereka yang sudah menyerangku, bukan?"Aku bergeming. Saka menatap ke arah kaca jendela. Dia dirawat di lantai atas. Tampak pemandangan di bawah sangat indah."Siapa mereka?""Prema

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 32 Menolak

    Setelah kejadian mengerikan itu, Den Abimanyu meminta rujuk, namun aku menolaknya mentah-mentah. Aku menyapu pandangan ke taman bunga yang terhampar di halaman depan. Dia berdiri di sana memakai balutan jas mahal."Ayo kita pulang Salma! Aku berjanji akan berbuat adil padamu." Kata Den Abimanyu. Dia menatapku dengan pandangan sayu."Maaf, Den. Aku tidak bisa kembali padamu." Suaraku tercekat di tenggorokan, menatap wajahnya yang lesu."Kenapa?""Aku lelah.""Haruskah ku buktikan padamu jika permohonanku ini serius. Sejujurnya aku tak bisa hidup tanpa kamu."Tidak kulihat senyumnya yang biasa terpancar, hanya wajah sendu dan mata yang berembun dengan buliran bening hampir menitik di kedua kelopaknya."Sudah kuputuskan, Den. Aku mundur dari pernikahan ini. Biarlah aku yang mengalah, mundur dari kehidu

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 31 Wanita Mengerikan

    Bagiku keputusan pergi dari rumah terkutuk itu adalah akhir sebuah kisah. Aku meninggalkan Den Abimanyu bukan karena tidak sayang. Hubungan ini sudah berakhir sejak lama setelah ia pergi bersama Nyonya Nadia.Kemarin ia masih bersamaku merasakan indahnya bersama mahligai cinta meski itu hanya satu malam merasakan sentuhan. Aku sudah tidak peduli dengan hatinya. Wanita berhati busuk itu sudah menguasai suamiku. Dia tidak ingin berbagi suami denganku yang derajatnya terlalu rendah sebagai babu.Disini aku dihargai layaknya seorang wanita yang sama derajatnya dengan mereka. Keluarga Saka sangat baik memperlakukanku. Merek menyambut kedatanganku bak seorang ratu."Selamat datang di istana kami, Salma," ucap wanita berparas cantik menyambut kami.Aku menoleh ke arah Saka yang tersenyum memperlihatkan lesung pipinya. Lelaki itu hanya mengangguk hormat kepada ibunya.Lantai marmer putih menjadi sak

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 30 Kabur

    Aku sudah mempersiapkan semuanya untuk kabur dari rumah neraka ini. Aku akan pergi membawa Arkan bayi mungil yang baru dilahirkan beberapa minggu. Menghadapi sikap Abimanyu membuatku tak sanggup bertahan lebih lama."Bu, malam ini aku akan kabur lewat jalan belakang setelah semua para pelayan tidur dan penjaga gerbang juga tidur," ucapku lirih."Apa tidak sebaiknya kamu pikirkan dulu, Nduk. Ibu tidak mau kamu tertangkap dan akan mendapat hukuman dari Nyonya Besar Kinanti."Sepasang mata sembab ku menatap wanita tua yang duduk di tepi ranjang. Aku merasa sedih karena harus meninggalkan Ibu sendiri di tempat ini. Aku tahu konsekuensinya bila kabur dari rumah ini. Jika sampai tertangkap maka hukumannya berat.Nyonya Besar Kinanti pasti tidak akan memaafkan bila ketahuan pergi dari rumah dengan membawa putra mahkota. Sudah bisa dipastikan hukuman sangat berat dan mendapat ganjaran yang setimpal.Tidak mungk

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 29 Duri Dalam Daging

    Aku tak ingin memupuk angkara, ingin lekas berpisah dari derita. Tidak ingin bertambah lagi bebannya.Membayangkan menjadi Cinderella? Pernah. Memang itulah diri ini yang beruntung dipersunting oleh lelaki yang tampan bak pangeran. Pekerjaan mapan, punya rumah dan mobil mewah juga penerus kekayaan tujuh turunan. Namun, ketika malam demi malam tersiksa sendirian dan tidur dengan kamar terpisah saat itu baru aku sadar. Aku tidak layak menjadi Cinderella layaknya putri dalam cerita.Tapi, keinginan itu bangkit kembali ketika hadirnya Arkan pangeran kecil dan dukungan dari Saka. Aku wanita tanpa kasta yang bersimpuh memohon perpisahan demi kebaikan semua. Kehadiranku di tengah rumah tangga Den Abimanyu hanya membawa malapetaka, pertengkaran dan kebencian Nyonya Nadia."Putuskan saja ikatan pernikahan ini, Den agar kalian bisa kembali seperti dulu seperti pasangan yang romantis."Pertahanan yang kumiliki selama ini

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 28 Arkan

    Hari ini sinar mentari begitu cerah, tepat pukul sebelas siang aku diizinkan pulang oleh pihak rumah sakit. Meski kondisi masih lemah selesai melahirkan, namun dokter sudah memberikan obat untuk mengeringkan luka bekas jahitan melahirkan.Den Abimanyu membantuku mendorong kursi roda walau aku sudah melarangnya. Lelaki itu tetap memaksa. Sepanjang derap kaki melangkah tak ada yang bicara. Baik aku maupun Ibu hanya saling diam tak banyak bicara menyusuri koridor rumah sakit.Apalagi Den Abimanyu yang menyorong kursi roda, ia hanya fokus melihat ke depan melewati beberapa pengunjung yang berlalu lalang.Saat hendak masuk ke dalam mobil Den Abimanyu menggendongku. Tak ingin menatapnya aku pun mengalihkan pandangan agar netra ini tak bertatapan. Jujur saja hati masih membenci

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 27 Persalinan

    "Maaf, aku jadi keterusan ngobrol tentang keluargaku," ucap Saka mengembangkan senyum.Aku hanya memperhatikan lelaki itu dengan pandangan yang tak bisa diartikan. Terkadang aku ingin Den Abimanyu seperti dia perhatian dan lemah lembut, namun semuanya hanya mimpi yang tak akan pernah terwujud."Perut kamu masih sering sakit ya?" tanyanya mengalihkan pembicaraan."Iya," jawabku."Ini belum bulannya, kan?""Belum.""Tapi, aku lihat kamu sering mengeluh sakit.""Iya, padahal ini belum jadwalnya lahiran.""Mungkin Fina bisa menjelaskannya."

  • Melahirkan Anak Ceo   Bab 26 Abimanyu Pergi

    Tuan Besar Cokro menuntunku berjalan diatas lantai marmer berwarna hitam langkah ini seimbang dengannya. Lelaki sepuh itu terlihat bersedih kala bercerita tentang kisah hidupnya."Dulu ketika ibunya Abimanyu meninggal akulah penyebabnya. Wanita lembut itu menderita karena aku," ungkapnya dengan suara serak.Berkali-kali pria sepuh itu menghela nafas untuk mengurangi rasa sesak di dadanya. Hampir saja aku terjatuh kala kalimat itu terucap dari bibirnya yang gemetar. Wajah itu sudah basah oleh air mata."Aku sudah mengatur semua rencana agar Abimanyu bisa datang berkunjung ke tempatmu secara sembunyi-sembunyi," lanjutnya dengan air mata yang masih membasahi pipi keriput itu.Hatiku iba melihat pria pendiam itu, mungkin dia juga merasa bersalah karena kematian ibunya

DMCA.com Protection Status