Mentari seperti bola putih besar yang perlahan menguning. Diperjalanan menuju rumah, Nana merasa iba dengan apa yang dirasakan Lea. Ini adalah pertama kalinya bagi Nana mendapat perasaan iba seperti ini. Biasanya dia sama sekali tidak peduli dengan orang-orang sisekitarnya kecuali keluarganya. Biasanya dia hanya memiliki sifat keras yang tak ada satupun boleh menyainginnya. Namun, kali ini berbeda. Dia merasakan perbedaan kelas yang terlalu jauh yang bahkan dia tidak mampu untuk iri terhadap hal tersebut.
Hatinya gusar, Lea masih terus menerus menangis dan memeluk boneka kotor itu.
Brakkk
Tiba-tiba boneka beruang itu melayang kearah bangku depan mobil dengan sangat cepat. Segudang perasaan yang tak dirasakan Nana, kini semakin nyata. Setiap panca indranya perlahan-lahan menarik dirinya untuk terus peduli dengan sikap Lea. Dia bahkan merasa bersalah atas apa yang dia lakukan pagi tadi.
“ Boo-oneka , Boo-onekanya mengeluarkan lipan!” jerit Lea.
Suara tangis bercampur dengan nada takut. Kebingungan menyelimuti Nana, dia sama sekali melihat sikap Lea yang sangat berbeda dari sebelumnya.
“ Kita sudah sampai!” ucap Nana dengan tegas.
Dia keluar dari mobil dan menuju kearah pintu mobil Lea, tangan kasar Nana secara perlahan membukakan pintu mobil Lea, dan membantu Lea yang menangia keluar dari mobil.
Setelah keluar, bagaikan kilat Lea berlari menuju kamarnya. Pak Joko dan istrinya sangat takut melihat kejadian tersebut. Bagaian seember air yang ditumpahkan diatas batu, kini pertanyaan tetumpah kepada Nana.
“ Anakku, apa yang terjadi?” tanya Pak Joko sopan.
“ Maaf ayah, aku hanya membantunya mencari bukti, namun dia menangis saat melihat boneka.” Ujar Nana pelan.
“ Cukup Nana, jujur kamu!” tegas ibunya.
“ Apa mungkin ini ada kaitannya dengan pagi tadi?”
“ Jelaskan pada Ibu!” suara itu menggelegar ditelinga Nana.
Dari sudut pandang manapun, dia pasti disalahkan atas kejadian ini.
“ Benar, aku tidak melakukan apapun ibu. Tadi pagi hanyalah kesalah pahaman saja.” Balas Nana,
Pak Joko mempertanyakan maksud ucapan yang dilontarkan Nana, dia juga ikut bingung dengan perkataan Nana. Nana menjelaskan apa yang telah dia lakukan pagi tadi terhadap Lea, dia juga membela dirinya bahwa kejadian ini tidak ada sangkut pautnya dengan pertemuan mereka sebelumnya.
Bu Joko berjalan mendekati Nana dan memeluk anaknya, “ Nana, kamu sudah berjanji untuk tidak menunjukkan sikap aroganmu lagi semenjak SMK. Ibu tidak habis pikir juka kamu mengulangi kesalahan yang sama. Ibu harap kamu berhenti membulli siapapun dengan kekuatanmu.” Bu Joko tidak tega jika dia harus memukul anaknya. Dia malah memeluk dan membelai rambut anak sulungnya tersebut.
“ Hentikan prilaku burukmu. Kita hanyalah keluarga miskin” sambung ibunya kembali.
Langit seakan-akan runtuh, kalimat itu membuat jiwa Nana bergetar. Hampir-hampir dia ingin menuauk dadanya dengan pisau.
“ Tidak….. tidak Ibu. Kita bukan orang miskin. Kita hanya perlu berusaha sedikit lagi. Jadi, tolong jangan pernah ucapkan kata-kata itu.” Tegas Nana, dia melepas rangkulan ibunya.
“ Sial!!” jeritnya, lalu berlari kekamar yang disediakan untuknya.
Nana memiliki trauma dengan kata-kata miskin, seluruh hidupnya penuh dengan penderitaan dan kesusahan. Hingga dia beranjak SMP. Disaat itu pula ayahnya menjadi supir tuan Rebin yang baik hati dan kehidupan mereka berubah menjadi sedikit lebih baik. Hanya saja trauma kemiskinan dan penindasan orang-orang disekitarnya terdahulu, menjadikan dirinya memiliki ambisi yang besar untuk menindas siapapun yang jauh lebih baik darinya. Dia sangat membenci itu, itulah salah satu sebab dia menyerang Lea. Karena iri hati.
Rebin membiayai sekolah Nana, bahkan Rebin memasukkan Nana kekursus Taekwondo. Bukan main, Nana memanglah gadis berprestasi. Sebab itupula, dia mendapat beasiswa penuh dari Rebin untuk dapat berkuliah di Winsterlang. Salah satu universitas terbaik di kota itu. Dengan cepat Nana mampu menjajaki namanya menjadi salah satu mahasiswi kebanggaan kampus. Namun, sikap buruknya tidak mampu ia hilangkan.
Akal Nana terbentur dengan sikap aneh yang ditunjukkan oleh Lea, dia merasa sedikit heran dengan perubahan emosional yang drastis. Seumur hidupnya, baru kali ini dia melihat sesosok gadisSeperti itu.
“ Apa aku mengunjunginya saja?” besitnya dihati.
Dikamar, Lea masih menangis tersedu, dia mengingat masa lalunya dengan tajam. Meskipun dia mengalami short memory, tapi dia tidak mampu menghilangkan kenangan buruk tersebut.
“ Sayangku, sudahlah. Kami berada disini.” Ucap Callista menenangkan. Dia membelai rambut kusut Lea.
“ Iya, tenanglah. Setidaknya, kita tahu kalau Jevanya ( cara membaca llevaña ) pelakunya.” Sahut Amanda.
Mereka seakan-akan bergiliran menenangkan Lea, mata indah Lea mulai sedikit sembab. Dia mulai mengusap air matanya.
Knock knock
Pintu diketuk, Lea menyuruh Callista untuk membantunya membukakan pintu. Dengan senang hati Callista berdiri dan membukakan pintu.
Terlihat seorang gadis berdiri, dia adalah Nana. Lea menyuruh Nana masuk dengan tenang.
Lagi-lagi Nana tersentak kaget dengan pemandangan itu. Dia berjalan mendekati Lea dan mencoba meminta maaf atas apa yang terjadi sebelumnya. Teman-teman Lea sedikit kesal melihat Nana, namun Nana seperti mengabaikan tatapan sinis tersebut.
Diluar langit mulai mendung, waktu sudah menunjuki pukul tujuh malam. Sudah hampir tiga jam Lea menangis tanpa henti. Hal itu membuat Nana khawatir, sehingga dia memutuskan mengunjungi Lea.
Dan hatinya cukup tenang saat ini, ketika Lea sudah mulai membaik. Nana mendekati Lea dan mencoba duduk disampingnya. Tapi, tiba-tiba saja Lea menerjang Nana, hingga membuat Nana terjatuh.
“ Uh Maaf. Aku tidak bisa mengontrol emosiku.” Ucap Lea.
Betapa terkejutnya Nana, mendapat swrangan kejutan itu. Untungnya, dia mampu menahan kejatuhan tubuhnya.
“ Tidak masalah Lea.” Balas Nana, “ Syukurlah kau sudah bisa bicara dengan normal” aambung Nana kembali.
“ Ya, apa kau sudah berkenalan dengan sahabatku.” Sahut Lea.
“ Ah, eh belum. Kalau begitu, perkenalkan aku Nana.” Sahut Nana ramah, dia juga tersenyum ceria.
“ dasar Jalang. Aku callista” ucap Callista,
Tatapan Nana sinis, saat mendengar ucapan Callista.
“ Haha.. kau pasti kesal dengan yang kubuat tadi pagi ya? Maafkan aku Callista.” Balas Nana, dia mencoba mengontrol emosinya.
Tubuh Nana berkeringat hebat, wajahnya juga sedikit gugup saat berkenalan dengan Callista.
“ Aku, panggil aku Valencia” sahut Valencia dengan nada datar dan tegas. Nana hanya membalas dengan senyum.
“ Aku Grace” ucapnya lembut. “ Aku Rose” sambung Rose. “ Aku Amanda, namamu Nana? Itu nama yng tidak terlalu buruk” sapa Amanda.
Nana hanya mengangguk.
“ Oh iya dan satu lagi.” Sahut Lea menunjuk kearah Veronica.
Pandangan Nana tertuju kearah jari Lea, “ Aku Veronica, salam kenal” sapa Veronica.
“ Ah, salam kenal semua. Kalau begitu aku pamit ya. Aku harus membantu ibu menyajikan makan malam” balas Nana.
Dia dengan cepat keluar dari kamar Lea, kepala Nana sedikit sakit atas perkenalan sebelumnya. Dia berjalan menuju ke ayahnya dan ingin menyampaikan apa yang ia ketahui tentang Lea.
“ …..A” sahutnya, namun Pak Joko dengan cepat memotongnya.
“ Anakku, bantulah ibumu membawa seluruh hidangan. Dan tolong diambil enam piring lagi, untuk temannya nyonya Lea.” Lugas ayahnya memotong, Pak Joko tampak menyiapkan piring dan enam buah kursi tambahan untuk teman Lea.
Nana hanya mendengar ucapan ayahnya dan mencoba melupakan apa yang ingin dia sampaikan. Dia juga merasa aneh dengan ayahnya.
Lalu, Nana membantu ibunya didapur dan mencoba mengantar hidangan menuju keruang tengah.
“ Selamat Makan!!” jerit semua penghuni rumah yang telah berkumpul diruang makan.
Pemandangan yang membahagiakan, sekaligus menyenangkan. Lea tampak menyuruh teman-temannya menikmati hidangan yang disajikan Pak Joko dan istrinya.
Raut dan ekspresi keluarga Pak Joko juga ikut senang melihat keceriaan Lea yang telah kembali.
Ring ring….Terdengar pelan musik dari nada dering ponsel milik Pak Joko. Dia meletakkan sendok yang dia pegang dan mulai merogoh kantung miliknya. Tatapan matanya terlihat sangat fokus, dia mengangkat ponsel itu dengan wajah yang bercampurkan seluruh emosi. Di luar hujan mulai turun, Pak Joko mengangkat ponselnya dan izin untuk menjauh dari meja makan.Lea memfokuskan kedua matanya, dia memandang kearah Pak Joko. Hatinya menduga bahwa itu pasti panggilan dari Rebin.“ Ya, sangat baik Tuan. Nyonya Lea bahkan membawa teman-temannya kemari dan ikut tinggal dirumah bersama kami.”“ Oke Tuan, Sama-sama. Seharusnya saya yang berterima kasih.” Balas Pak Joko.Panggilan terputus, Pak Joko kembali ke meja makan. Tidak beberapa lama kemudian ponsel Lea yang diletak di atas meja makan berdering. Mata Lea tertuju kembali kelayar
Pagi menyapa, mentari dengan bahagianya menampakkan sedikit sinarnya. Lea beranjak dari tempat tidurnya dan membuka sedikit gordyn jendela dikamarnya. Dia mencoba menghirup aroma embun dan merasakan sedikit hangatnya mentari pagi itu, hati Lea begitu tenang dan tentram. Sekitar kurang lebih lima belas menit menatapi pagi yang indah itu. Dia mulai membilas tubuhnya dikamar mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kampus. Begitu juga teman-teman Lea yang bergilir untuk mandi. Lea merasakan bahwa hari ini seperti ada sesuatu yang kurang lengkap, dia mencoba mengingat-ngingatnya hingga dia sadar bahwa Callista tidak ada dikamar. Dia mencoba keluar kamar dan keliling mencarinya. “ Pak Joko, lihat Callista tidak?” tanyanya pada Pak Joko yang sedang memanasi mobil dihalaman rumah. Pak Joko menggelengkan kepalanya. Lea kembali masuk kedalam rumah, disana dia bertemu dengan Nana, “ Ah, Nana ya. Nana kamu ada lihat Callista!” t
Kelas dimulai, Nana tidak mempertanyakan alasan Lea yang tiba-tiba bisa masuk ke ruangan mereka yang telah menempuh enam semester, namun setelah pelajaran dimulai akhirnya Nana paham kenapa Lea bisa masuk dikelas mereka. Ya, sebab Lea adalah genius yang mampu menyaingi orang-orang dikelas mereka.Lea telah terbebas dari gangguan Nana. Namun sekarang Nana lah yang mengkhawatirkan Lea karena sikap teman-temannya termasuk Hannya.“ Nana, nanti keruangan dosen ya!” tegas dosen yang baru saja keluar.Dosen-dosen mengenal Nana sebagai mahasiswi yang ambisius dan memiliki aura yang kuat, berbeda dengan mahasiswi lemah yang memnadang Nana sebagai singa yang berada dipuncak rantai makanan.Namun setelah kejadian semalam, Nana menjadi sadar bahwa sesuatu yang memang telah ditakdirkan diatas akan tetap berada diatas dan tidak bisa digulingkan kecuali takdir yang
Siapapun orangnya, pasti akan kesal. Terlebih lagi Nana yang memiliki sifat cenderung buruk dalam emosi. Siang yang sejuk tiba-tiba menjadi bara api yang membakar hatinya.“ Jangan dengarkan dia!” tegas Lea.Meski Nana terhenti karena ucapan itu, Namun Lea masih melanjutkan langkahnya. Ini adalah keputusan berat bagi Nana, tapi hal yang mengejutkan terjadi, kini Nana luluh dengan ucapan Lea dan berjalan menghampiri Lea yang masih dengan sikap tegasnya.Mereka kembali berjalan bersamaan, “ Apa kau tidak menerima ucapan gadis tadi, Nana!” tanya Lea dengan desakan.“ Heh!” terlihat Nana masih geram dengan apa yang terjadi, dia hanya memberikan isyarat kekesalan kepada Lea.“ Kenapa kau tidak suka? Bukankah yang dia ucapkan itu benar.”“ Terimalah” jelas Lea kembali.“ Keparat kau Lea! Aku telah mencoba menahan emosiku padamu!” jerit
‘ Tahun 2004, Juni 26, Rumah keluarga Chambellia mengalami kebakaran. Akibatnya, Tuan Chambellia dan istrinya beserta dua orang anaknya harus kehilangan nyawa.’ ‘ Lima Juli, penyelidikan membuahkan hasil yang mengejutkan. Diduga kebakaran memiliki motif yang disengaja. Polisi juga menemukan bukti bahwa Tuan Chambellia telah dibunuh disebelum kebakaran itu terjadi.’ ‘ Sembilan Juli, Polisi menemukan sidik jari seorang anak kecil yang tersisa disana.’ ‘ Lea Chambellia, diduga menjadi tersangka akibat pembunuhan tersebut. Dia adalah Putri dari Tuan Chambellia. Dia adalah gadis berusia Lima tahun.’ ‘ 15 Juli, polisi menetapkan bahwa Lea benar-benar pelaku pembunuhan terhadap kedua orang tuanya dan pembakar rumah mereka.’ ‘ Satu agustus, Perekonomian kota Wingsterlang menurun drastis akibat kematian Tuan Chambellia. Di hari yang sama Rebin Chambellia, mengambil ahli saham Tuan Chambellia.’
Valencia, Rose, Veronica, Grace, Amanda dan Calista tampak berbaring diatas kasur berukuran king size milik Lea. Memang hari itu adalah hari yang melelahkan bagi mereka, terutama bagi Lea. Tapi, kesetiaan teman-teman Lea membuat lelah itu terbagi menjadj potongan-potongan kenangan yang tak akan terlupakan. Tak berselang setelah Lea ikut rebahan bersama teman-temannya, pintu kamar terketuk. Knock knock Suara itu terdengar tiga kali, lalu Lea berjalan kearah pintu dan membukanya. Mata gadis itu sedikit terbelalak melihat luasnya kamar milik Lea. Dia lupa dengan apa yang ingin dia sampaikan. “ Nana!” tegur Lea yang melamun. Nana kembali dalam kesadarannya, Lea berfikir bahwa Nana melamun karena dia tidak menyangka kalau Lea mrmbawa teman sebanyak itu. Padahal Nana hanya terkejut melihat kamar yang luas seperti ukuran rumah kontrak mereka sebelum tinggal di rumah Lea. “ Oh maaf. Apa anda ingin segera pergi?” balas N
Siapapun orangnya, pasti akan kesal. Terlebih lagi Nana yang memiliki sifat cenderung buruk dalam emosi. Siang yang sejuk tiba-tiba menjadi bara api yang membakar hatinya.“ Jangan dengarkan dia!” tegas Lea.Meski Nana terhenti karena ucapan itu, Namun Lea masih melanjutkan langkahnya. Ini adalah keputusan berat bagi Nana, tapi hal yang mengejutkan terjadi, kini Nana luluh dengan ucapan Lea dan berjalan menghampiri Lea yang masih dengan sikap tegasnya.Mereka kembali berjalan bersamaan, “ Apa kau tidak menerima ucapan gadis tadi, Nana!” tanya Lea dengan desakan.“ Heh!” terlihat Nana masih geram dengan apa yang terjadi, dia hanya memberikan isyarat kekesalan kepada Lea.“ Kenapa kau tidak suka? Bukankah yang dia ucapkan itu benar.”“ Terimalah” jelas Lea kembali.“ Keparat kau Lea! Aku telah mencoba menahan emosiku padamu!” jerit
Kelas dimulai, Nana tidak mempertanyakan alasan Lea yang tiba-tiba bisa masuk ke ruangan mereka yang telah menempuh enam semester, namun setelah pelajaran dimulai akhirnya Nana paham kenapa Lea bisa masuk dikelas mereka. Ya, sebab Lea adalah genius yang mampu menyaingi orang-orang dikelas mereka.Lea telah terbebas dari gangguan Nana. Namun sekarang Nana lah yang mengkhawatirkan Lea karena sikap teman-temannya termasuk Hannya.“ Nana, nanti keruangan dosen ya!” tegas dosen yang baru saja keluar.Dosen-dosen mengenal Nana sebagai mahasiswi yang ambisius dan memiliki aura yang kuat, berbeda dengan mahasiswi lemah yang memnadang Nana sebagai singa yang berada dipuncak rantai makanan.Namun setelah kejadian semalam, Nana menjadi sadar bahwa sesuatu yang memang telah ditakdirkan diatas akan tetap berada diatas dan tidak bisa digulingkan kecuali takdir yang
Pagi menyapa, mentari dengan bahagianya menampakkan sedikit sinarnya. Lea beranjak dari tempat tidurnya dan membuka sedikit gordyn jendela dikamarnya. Dia mencoba menghirup aroma embun dan merasakan sedikit hangatnya mentari pagi itu, hati Lea begitu tenang dan tentram. Sekitar kurang lebih lima belas menit menatapi pagi yang indah itu. Dia mulai membilas tubuhnya dikamar mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kampus. Begitu juga teman-teman Lea yang bergilir untuk mandi. Lea merasakan bahwa hari ini seperti ada sesuatu yang kurang lengkap, dia mencoba mengingat-ngingatnya hingga dia sadar bahwa Callista tidak ada dikamar. Dia mencoba keluar kamar dan keliling mencarinya. “ Pak Joko, lihat Callista tidak?” tanyanya pada Pak Joko yang sedang memanasi mobil dihalaman rumah. Pak Joko menggelengkan kepalanya. Lea kembali masuk kedalam rumah, disana dia bertemu dengan Nana, “ Ah, Nana ya. Nana kamu ada lihat Callista!” t
Ring ring….Terdengar pelan musik dari nada dering ponsel milik Pak Joko. Dia meletakkan sendok yang dia pegang dan mulai merogoh kantung miliknya. Tatapan matanya terlihat sangat fokus, dia mengangkat ponsel itu dengan wajah yang bercampurkan seluruh emosi. Di luar hujan mulai turun, Pak Joko mengangkat ponselnya dan izin untuk menjauh dari meja makan.Lea memfokuskan kedua matanya, dia memandang kearah Pak Joko. Hatinya menduga bahwa itu pasti panggilan dari Rebin.“ Ya, sangat baik Tuan. Nyonya Lea bahkan membawa teman-temannya kemari dan ikut tinggal dirumah bersama kami.”“ Oke Tuan, Sama-sama. Seharusnya saya yang berterima kasih.” Balas Pak Joko.Panggilan terputus, Pak Joko kembali ke meja makan. Tidak beberapa lama kemudian ponsel Lea yang diletak di atas meja makan berdering. Mata Lea tertuju kembali kelayar
Mentari seperti bola putih besar yang perlahan menguning. Diperjalanan menuju rumah, Nana merasa iba dengan apa yang dirasakan Lea. Ini adalah pertama kalinya bagi Nana mendapat perasaan iba seperti ini. Biasanya dia sama sekali tidak peduli dengan orang-orang sisekitarnya kecuali keluarganya. Biasanya dia hanya memiliki sifat keras yang tak ada satupun boleh menyainginnya. Namun, kali ini berbeda. Dia merasakan perbedaan kelas yang terlalu jauh yang bahkan dia tidak mampu untuk iri terhadap hal tersebut. Hatinya gusar, Lea masih terus menerus menangis dan memeluk boneka kotor itu. Brakkk Tiba-tiba boneka beruang itu melayang kearah bangku depan mobil dengan sangat cepat. Segudang perasaan yang tak dirasakan Nana, kini semakin nyata. Setiap panca indranya perlahan-lahan menarik dirinya untuk terus peduli dengan sikap Lea. Dia bahkan merasa bersalah atas apa
Valencia, Rose, Veronica, Grace, Amanda dan Calista tampak berbaring diatas kasur berukuran king size milik Lea. Memang hari itu adalah hari yang melelahkan bagi mereka, terutama bagi Lea. Tapi, kesetiaan teman-teman Lea membuat lelah itu terbagi menjadj potongan-potongan kenangan yang tak akan terlupakan. Tak berselang setelah Lea ikut rebahan bersama teman-temannya, pintu kamar terketuk. Knock knock Suara itu terdengar tiga kali, lalu Lea berjalan kearah pintu dan membukanya. Mata gadis itu sedikit terbelalak melihat luasnya kamar milik Lea. Dia lupa dengan apa yang ingin dia sampaikan. “ Nana!” tegur Lea yang melamun. Nana kembali dalam kesadarannya, Lea berfikir bahwa Nana melamun karena dia tidak menyangka kalau Lea mrmbawa teman sebanyak itu. Padahal Nana hanya terkejut melihat kamar yang luas seperti ukuran rumah kontrak mereka sebelum tinggal di rumah Lea. “ Oh maaf. Apa anda ingin segera pergi?” balas N
‘ Tahun 2004, Juni 26, Rumah keluarga Chambellia mengalami kebakaran. Akibatnya, Tuan Chambellia dan istrinya beserta dua orang anaknya harus kehilangan nyawa.’ ‘ Lima Juli, penyelidikan membuahkan hasil yang mengejutkan. Diduga kebakaran memiliki motif yang disengaja. Polisi juga menemukan bukti bahwa Tuan Chambellia telah dibunuh disebelum kebakaran itu terjadi.’ ‘ Sembilan Juli, Polisi menemukan sidik jari seorang anak kecil yang tersisa disana.’ ‘ Lea Chambellia, diduga menjadi tersangka akibat pembunuhan tersebut. Dia adalah Putri dari Tuan Chambellia. Dia adalah gadis berusia Lima tahun.’ ‘ 15 Juli, polisi menetapkan bahwa Lea benar-benar pelaku pembunuhan terhadap kedua orang tuanya dan pembakar rumah mereka.’ ‘ Satu agustus, Perekonomian kota Wingsterlang menurun drastis akibat kematian Tuan Chambellia. Di hari yang sama Rebin Chambellia, mengambil ahli saham Tuan Chambellia.’