‘ Tahun 2004, Juni 26, Rumah keluarga Chambellia mengalami kebakaran. Akibatnya, Tuan Chambellia dan istrinya beserta dua orang anaknya harus kehilangan nyawa.’
‘ Lima Juli, penyelidikan membuahkan hasil yang mengejutkan. Diduga kebakaran memiliki motif yang disengaja. Polisi juga menemukan bukti bahwa Tuan Chambellia telah dibunuh disebelum kebakaran itu terjadi.’
‘ Sembilan Juli, Polisi menemukan sidik jari seorang anak kecil yang tersisa disana.’
‘ Lea Chambellia, diduga menjadi tersangka akibat pembunuhan tersebut. Dia adalah Putri dari Tuan Chambellia. Dia adalah gadis berusia Lima tahun.’
‘ 15 Juli, polisi menetapkan bahwa Lea benar-benar pelaku pembunuhan terhadap kedua orang tuanya dan pembakar rumah mereka.’
‘ Satu agustus, Perekonomian kota Wingsterlang menurun drastis akibat kematian Tuan Chambellia. Di hari yang sama Rebin Chambellia, mengambil ahli saham Tuan Chambellia.’
‘ Satu September, Lea akhirnya dimasukkan kepenjara anak dan harus mengalami rehabilitasi kejiwaan.’
Surat kabar yang berasal dari Lima belas tahun lalu, masih menempel didinding sebuah kamar seorang gadis muda berusia sekitar dua puluh tahunan.
Dia menangis disore itu, Hari ini adalah hari setelah sebulan dia dibebaskan dari panti rehabilitasi dan penjara anak.
Dia adalah Lea Chambellia.
“ Kuharap kau baik-baik saja tinggal dirumah ini sendirian Lea. Tapi, Paman juga akan mengirim seorang supir untuk membantumu dalam beberapa hal.”
“ Oh iya, besok kau sudah mulai berkuliah. Paman sudah mengurus seluruh dokumennya.” Sahut Rebin Chambellia dari arah pintu kamar Lea.
Rebin masih terenyuh menatap kearah gadis itu, dia benar-benr mengalami hari yang sulit selama ini.
“ Pa-man, A-ku bukan Pembunuh. Aku I-ngat Gadis yang memba-kar rumah” sebuah kalimat lirih muncul dari antara dua bibir gadis itu. Dia masih sedikit tersedak dengan tangisnya.
“ Paman percaya. Sekarang kamu hanya perlu menjalani kehidupanmu dengan normal.” Balas Rebin, dia dengan hati yang iba, mulai membalikkan badannya dan beranjak dari rumah yang dia berikan untuk Lea tinggal.
Lea menatapi oranyenya langit dari balik lubang berbentuk persegi dikamarnya, air matanya masih belum surut. Kenangan-kenangan buruk kerap kali mengganggu pikirannya.
Sore itu dia benar-benar berjanji bahwa dia akan menemukan gadis yang membunuh orang tuanya sekaligus yang membakar rumah mereka dimasa lalu. Benar, dari dulu dia memang memendam dendam kesumat tersebut. Masih teringat jelas di benaknya, bayangan seorang gadis yang seumuran dengannya memegang boneka cokelat ditangan kanannya sembari memegang pisau tajam di tangan kirinya. Jika saja Lea tidak cepat berlari, mungkin dia juga mati saat itu.
Karena diri gadis itu juga, Lea harus mendekam di penjara anak dan panti rehabilitasi secara bersamaan selama lima belas tahun jika ditambahkan.
“ Bagaimana menurutmu keadaan Lea, apa kau yakin dia sudah bisa bebas dari rehabilitasi?” tanya seorang pria pada Dokter Luncens yang melihat aktifitas Lea selama lima belas tahun belakangan ini.
“ Tentu, dia menunjukkan sikap normal, bahkan sangat teratur. Lea adalah gadis yang cerdas, dia bisa membagi waktunya dengan hebat, dia akan bangun pukul empat dan membaca berbagai buku yang aku sediakan, sekitar pukul tujuh dia akan berolahraga, dipukul sepuluh dia akan sarapan dan kembali membaca, dipukul satu dia akan tidur siang beberapa menit, lalu mengekplorasi keadaan sekitar, dipukul tujuh dia akan kembali belajar dan mencoba beraktifitas lainnya, dipukul sepuluh dia menulis dan tidur dipukul satu. Dia melakukan itu setiap harinya.”
“ Bukankah itu adalah pola hidup manusia cerdas. Tidak ada alasanku untuk menahannya lebih dari itu” balas Dokter Luncens.
Hal itulah yang membuat Lea bisa terbebas lebih cepat dari dugaan sebelumnya, seharusnya Lea harus mendekam di panti rehabilitasi selama lima belas tahun bahkan seumur hidup, namun karena dia mengalami kemajuan, maka dia dibebaskan di usia muda.
Dokter Luncens sangat yakin kalau Lea adalah gadis berprestasi, jika dia di sekolahkan dan dididik dengan baik.
“ Baiklah, aku tidak akan ragu lagi” balas pria itu, yang tidak lain adalah Rebin yang mendatangi Dokter Luncens di rumah rehabilitasi.
Setelah Rebin cukup yakin, dia kembali kerumahnya, rumahnya pula berada dikota yang sama dengan kota yang Lea tempati. Alasan kenapa Rebin tidak membiarkan Lea tinggal dirumahnya adalah, karena istri Rebin. Lucia, istri Rebin takut jika Lea melakukan tindakan sebagaimana Lima belas tahun lalu yang menjadikan Lea teesangka tunggal. Meski Rebin meyakinkan kalau itu bukan kesalahan Lea, Lucia bersihkukuh untuk tidak membiarkan Rebin mengajak Lea agar tinggal dirumahnya.
Lea menjalani aktifitasnya seperti biasa, Lea memiliki paras yang cantik dengan tubuh atletis dan enchepalon yang memiliki DHA luar biasa. Dia benar-benar gadis luar biasa dengan ingatan sempurna. Setidaknya begitulah yang dilihat Rebin kala itu. Ya, Rebin tidak salah, karena Lea memang gadis yang seperti itu. Meski sebenarnya dia memiliki Short Memory Syndrome.
“ Nyonya, Waktunya makan.” Sahut seorang pria yang mengetuk pintu kamar Lea. Dia memanggil Lea dari luar pintu kamar.
Criyet
Pintu terbuka, seorang gadis dengan senyuman berjalan perlahan keluar. Lea memakai pakaian yang sopan. Dan dia tidak ingin hal-hal buruk terjadi.
Lea berjalan kemeja makan dan duduk disana,
Supir Lea, memang sudah beberapa kali datang kerumah Lea dalam sebulan belakangan ini. Namun, hari ini dia akan menjalankan tugas penuh yang diberikan Tuan Rebin untuknya untuk menjaga dan mengawasi Lea.
“ Pak, apa bapak sudah menikah?” ucap Lea.
Supir Lea sedikit tersenyum dan mengangguk,
“ Rumah ini cukup luas, jika waktu bapak lebih banyak dirumah ini. Bagaimana jika keluarga bapak, bapak bawa kemari. Sekaligus bisa bantu-bantu.” Sambung Lea
Lea memberi saran yang bagus saat itu. Meskipun ragu diawal, namun pria bernama Joko itu mengangguk dengan perasaan senang.
“ Baiklah Nyonya Lea. Jika itu tidak masalah, saya memiliki tiga orang anak dan seorang istri. Salah satu dari mereka berumuran dengan nyonya dan dia seorang gadis. Saya akan membawa mereka kemari.” Balasnya sembari sedikit menunduk.
Lea tampak tersenyum ramah sembari menikmati santapan malam itu.
Pagi menerpa, dinginnya menusuk setiap sendi. Lea menyingkap tirai kamarnya dan merasakan hangat mentari yang masuk dan menghilangkan dingin. Dia mulai meregangkan anggota tubuhnya sejenak. Dikamarnya, dia hanya memakai sebuah tanktop, hal itu justru menampakkan tubuh atletisnya.
Dia menghirup udara pagi, lalu bersiap-siap untuk berangkat kuliah. Perasaan senang membekas didada, dia membayangkan bahwa akan banyak hal baik yang datang.
Tak perlu menunggu lama, terlihat seorang gadis memakai seragam dengan almamater bertuliskan Universitas Wingsterlang serta logo universitas yang jelas. Gadis itu memakai jeans dengan Classic Ankle Boots, rumbutnya terurai bewarna sedikit kecoklatan. Ya, dengan gaya yang seperti itu, dia masih memakai ransel yang menjadikannya sedikit lucu.
Joko, supirnya. Mempersihlakan Lea untuk masuk kedalam mobil yang sudah dia panaskan. Lea duduk manis dibangku penumpang, sembari menggulirkan layar ponselnya dan melihat beberapa gambar-gambar yang menghibur hatinya.
“ Kita sudah sampai, Nyonya” balas pak Joko.
Lea turun perlahan,
Dia berjalan menyusuri gapura masuk yang memiliki patung kuda diatasnya, dia tampak santai dan tidak memperdulikan orang-orang yang melihat gayanya. Ya, dia sangat berani dan mencolok.
Dengan mencocokkan pesan yang diberikan Rebin, dia meyakinkan sebuah ruangan untuk menjadi ruang pertama dia.
Pagi yang indah menurutnya, dia mengeluarkan sebuah novel yang dibawanya sembari membaca pembukaan buku.
‘ Berjalanlah diatas lumpur, kau pasti akan menemukan jalan keluar.’
Kata pembuka yang menarik hati Lea. Dia paham maksud kalimat pembuka itu, kalimat itu memberi kabar bahwa setiap kesusahan yang dihadapi, pasti akan memberi jalan keluar baru yang belum pernah terpikirkan kita sebelumnya. Ya, hal itu sama seperti ketika kita terdesak dan mengharuskan kita berimprovisasi dengan cepat terhadap lingkungan sekitar.
Itu juga membuktikan bahwa ide gila seringkali muncul saat pikiranmu menjadi minor.
Dbrak
“ Bajingan kecil, kau tidak lihat diluar sedang dilakukan orientasi!” tegas seorang gadis sembari menendang bangku Lea.
Buku Lea terjatuh, rautnya berubah. Dia mengumpat didalam dirinya.
“ Lonte ini tak pernah diajarkan sopan santun dengan ibunya.!” Umpatan Lea.
Lea mengutip bukunya yang terjatuh, tapi gadis itu menendang buku Lea dengan sangat jauh. Hal itu membuat darah Lea mendidih. Buku Lea terdorong hingga kesebuah bangku seorang wanita.
“ Jangan dilawan” begitulah isyarat dari gadis yang Lea tatap. Lea entah bagaimana dia menuruti dan menanggapi isyarat gadis itu. Lea juga tampak sedikit terkejut saat melihatnya.
Lea tak memperdulikan seniornya dan mengambil novel miliknya, lalu dia mengikuti seniornya keluar, begitu juga enam orang lainnya yang berada di ruangan.
Hal yang membuat Lea semakin bingung. Mereka berenam adalah gadis yang sama-sama pernah masuk penjara dan rehabilitasi bersamanya dahulu.
Gadis yang melarang dirinya sebelumnya adalah Grace Gracia, seorang gadis pintar berkacamata.
Lapangan untuk orientasi dipenuhi banyak orang termasuk dirinya, Hari itu waktu masih pukul tujuh lewat. Tapi, Lea sudah kesal dibuatnya.
“ Ya, Lea tenangkan dirimu. Jika kau kesal kita bisa bermain-main dengan gadis tadi.” Ucap seseorang disampingnya, hal itu memecah konsentrasi Lea.
Gadis itu bernama Veronica, dia salah satu gadis yang juga keluar bersamaan dengan dirinya dari penjara dan panti rehabilitasi. Veronica sangat ambisius dan tidak pernah takut terhadap sesuatu, tapi dia orang yang baik dan suka belajar hal baru.
Disaat yang tepat, dulunya Lea suka meniru sikap mereka berenam. Karena keenam orang temannya yang pernah bersamanya itu, memiliki sikap dan tempramen yang berbeda satu sama lain. Hal itu membuat Lea ingin memiliki seluruh sifat itu dan mengaplikasikannya.
“ Jalang murahan, kau melamun. Dengarkan ucapan ketua Ikatan Mahasiswa” sambut gadis sebelumnya.
“ Hentikan!” jerit seorang pria.
“ Betapa buruknya dirimu, kenapa Michael bisa memasukkanmu dalam organisasi.” Sambungnya kembali.
Gadis itu kembali terdiam mendengar perintah pria tersebut.
Lea terselamatkan dari ucapan keji gadis itu.
“ Namaku Valen, panggil aku Val” pria itu mengulurkan tangannya kepada Lea.
Lea juga mengulurkan tangannya sembari memberitahukan namanya.
“ Tunggu, Lea? Apa kau Lea Chambellia?” sahut gadis yang mencela Lea
Lea mengangguk perlahan, dia terlihat tidak tahu dengan pertanyaan gadis tersebut. Lea mencoba mencerna dan menangkap maksud gadis itu. Tapi, Lea mulai mengabaikannya.
Gadis itu mengambil sebuah toa dan mulai mempermalukan dirinya, dihadapan seluruh mahasiswa baru yang mengumpul kala itu.
“ Semua dengarkan aku! Lea Chambellia telah kembali. Jika kalian yang mengetahui insiden masa lalu. Pastinya kalian tahu siapa gadis itu!” jerit wanita tersebut.
Dia mulai memprovokasi sekitar, dari awal dia memang muak dan merasa iri melihat wajah cantik Lea. Dia mengetahui identitas Lea dimasa lalu, yaitu tentang bagaimana Lea dijuluki pembunuh, hal itu pastinya memperburuk keadaan dan citra Lea. Raut wajah Lea berubah, kini dia paham maksud gadis itu. Ingin sekali Lea maju menamparnya, hanya saja Grace melarangnya kembali. Grace berkata bahwa hal itu akan sia-sia. Malah itu akan menambah buruknya citra yang Lea miliki.
Lea hanya menurut dan mencoba mengabaikan pekikkan gadis itu, dan tentu, Val mengambil toa yang dikenakan wanita tersebut. Val tampak kesal dan memarahi gadis itu.
Beberapa mahasiswa/i yang tahu tragedi tersebut, mulai merasa jijik dan takut dengan Lea, banyak cibiran yang bermunculan kepada gadis cantik itu.
“ Membusuklah dineraka sialan. Kau membunuh orang tuamu!” jerit seseorang.
“ Bajingan inginku kutonjok!” jerit Veronica membela Lea. Namun, mereka mengabaikan Veronica dan tidak peduli.
Begitu juga enam orang teman Lea lainnya. Mereka seperti hanya dianggap debu dan diabaikan.
Lea tampak santai dan juga acuh dengan mereka. Dia memang kesal, tapi kekuatan Grace benar-benar mempengaruhi dirinya.
Val mengajukan kepada Michael agar Lea tidak mengikuti orientasi, karena hal itu mungkin akan menyebabkan Lea semakin tertekan.
“ Tidak! Dari pada aku menyingkirkan gadis itu. Lebih baik aku menyingkirkan mu Val” balas Michael.
Ya, ketua memiliki kekuasan penuh untuk itu.
Val baru saja bertemu dengan Lea, tapi dia memiliki sesuatu yang kuat dengan Lea kala itu. Suasana kembali menjadi redup, Michael mengeluarkan kata-katanya dan memerintahkan mereka untuk mencari satu orang dari seratus orang untuk dijadikan tumbal mereka, jika tidak ada yang bisa maka semua dari mereka akan dijemur pagi itu sampai mentari sejajar diatas kepala.
“ Michael, sejak kapan Ikatan Mahasiswa menjadi sekejam itu?” sahut Val dan dibela beberapa orang lainnya.
Michael hanya diam dan tidak memperdulikan cuitan Val.
Hari ini adalah hari yang paling buruk, bahkan di panti rehabilitasi jauh lebih menyenangkan bagi Lea daripada berada di universitas.
Semua orang, yang tahu dirinya ataupun yang tidak tahu mulai menunjuk kearah Lea.
“ Ya, jika dia tumbalnya. Maka itu cukup untuk semua orang.” Balas Michael.
Michael menjerit dan memerintahkan Lea untuk berdiri ditengah lapangan sembari tertempel sebuah tulisan yang menjijikkan dialmamater Lea .
- Aku adalah Pembunuh –
Lea dengan santainya mengikuti arahan Michael. Dia tidak tahu kalau Michael juga membenci dirinya. Dia merasa ini adalah salah orang-orang yang dulunya menjadikan dirinya sebagai pembunuh.
Lea tampak santai, Keenam teman Lea juga ikut meringankan beban Lea.
“ Tenanglah, kami akan selalu disampingku” sahut mereka.
Hal itu pula yang membuat Lea semakin tenang. Lea tersenyum dan bercerita kepada mereka. Dia mengutarakan kekesalannya dan beberapa kali menggunjing tentang wanita yang sudah berbuat masalah dengan dirinya.
“ Berjalanlah diatas lumpur, kau pasti akan menemukan jalan keluar. “ sahut Rose.
Mendengar ucapan Rose, Lea semakin tenang dan bertambah semangat.
Rose adalah gadis pemalu dan hanya terbuka pada Lea, dia bersikap murung setiap saat dan bahkan sekarang air matanya terjatuh melihat Lea dicela seperti ini.
Waktu berputar semakin cepat, pukul menunjukkan kearah sepuluh waktu setempat. Val menghampiri Lea dan memberikannya sebuah air putih kemasan dan sebungkus roti.
“ Makanlah?” sahut Val.
“ Kenapa hanya satu?” balas Lea pelan.
Val mengerutkan dahinya, “ Kau mau lebih?”
“ Ya, Setidaknya tujuh buah roti. Untuk teman-temanku.” Balas Lea.
Lea terlihat lebih lembut setelah dijemur oleh Michael, hal itu membuat Val semakin luluh.
“ Hahaha, kau tidak bilang sih. Aku akan membelikannya lagi..” balas Val, dia pergi kembali kekantin untuk membeli beberapa roti tambahan.
“ Cih, begitu memang laki-laki. Jika dia tertarik pada satu wanita. Dia hanya memperdulikannya” sahut Valencia. Dia gadis yang bertubuh atletis dengan sikap yang tidak suka bersembunyi.
“ Tenanglah Valencia, dia pria baik.” Balas Lea.
Val memberikan beberapa buah roti kepada Lea, dengan harapan bahwa Lea akan memberikan roti-roti itu kepada teman-temannya. Val meninggalkan Lea kembali, sembari meminta maaf atas perlakuan ikatan Mahasiswa/I terhadapnya.
Lea menyantap roti yang diberikan Val bersama beberapa temannya. Lea juga mengajak teman-temannya untuk meramaikan rumahnya serta tinggal disana, dengan senang hati mereka berenam menyetujuinya.
“ Lihat si jalang itu, dia tersenyum saat dihukum.”
“ Hahaha, kenapa dia bisa dibebaskan”
“ Kembalilah keneraka!”
Umpatan demi umpatan mengganggu pendengaran Lea. Grace dan yang lainnya mencoba menenangkan Lea, agar Lea tidak menangis. Tapi mereka gagal, kini air mata Lea berlinang.
Dia merasa hampa dan kesepian, dia tidak menghiraukan kembali hukuman untuk dirinya, kini dia kembali keruangannya untuk menangis.
“ I-bu…..” tangis lirih Lea memanggil ibunya yang telah tiada.
Hatinya menjadi hancur mendengar umpatan-umpatan tersebut, teman-temannya juga ikut keruangan dan menenangkan Lea. Pintu digebrak oleh beberapa orang dan kembali memaki Lea.
Mereka menyuruh Lea untuk kembali berjemur. Tapi, betapa terkejutnya mereka saat melihat rektor mereka datang keruangan itu dan memarahi mereka.
“ Anak-anak tidak tahu diri! Bagaimana bisa kalian membuli dia. Dia bahkan tidak harus ikut orientasi kalian.” Jerit rektor itu.
Lea mendapat jaminan keamanan, karena keluarga Chambellia menjadi salah satu penanam saham terbesar universitas Wingsterlang.
Kini Lea bebas mengekspresikan dirinya. Dia tidak diganggu dan tidak dituntut untuk mengikuti orientasi.
Hati gadis itu hampa, bahkan sampai waktu pulang tiba. Dia duduk dibangku depan dan keenam gadis itu saling berdempetan didalam mobil yang dikendarain oleh Pak Joko.
“ Kita akan pulang.” Sahutnya gembira.
Ekspresi Lea, cukup untuk menenangkan orang-orang disekitarnya.
Lea yang menatap jauh keluar jendela mobil, mulai mempertanyakan eksistentinya dikehidupan, hati dia kembali saling menyalahkan diri sendiri dan merenung. Dia tidak menangis, tapi sangat jelas kalau batinnya sedang bersedih.
Dia tak mampu menyalahkan kehidupan, dia juga tak tahu harus mulai dari mana untuk mencari tahu gadis pembunuh orang tuanya. Tidak ada pilihan lain, selain dia harus kembali kerumah lamanya yang kini telah menjadi rumah tua tak berpenghuni.
Setelah Lea sampai didepan rumahnya, dia disambut oleh keluarga Pak Joko. Hal itu membuat mood Lea kembali membaik, dia menyapa istri Pak Joko yang bernama Joanita dan dua orang anaknya. Pak Joko memberitahu kalau anak pertamanya masih kuliah.
Siapa sangka bahwa anak pertama Pak Joko adalah gadis yang mencela Lea sebelumnya.
Ekspresi Lea mendadak terkejut saat menatap gadis itu pulang kerumahnya, dia masih belum menyadari kalau sekarang dia tinggal dirumah Lea, seorang gadis yang dia cela sebelumnya.
Saat ini, Lea sedang bersama keluarga Pak Joko sefsng menikmati hidangan yang disuguhkan istri Pak Joko di meja makan, Lea menundukkan pandangannya kearah makanan, keenam teman Lea juga beristirahat dikamar Lea yang besar dan sangat luas.
“ Sayang, tolong sapa Nyonya.” Sapa Bu Joanita.
“ Siang Nyonya, bagaimana kuliah anda hari ini?” sambung gadis itu dengan ramah.
Lea masih menundukkan wajahnya, kini dia kembali mengingat apa yang dia tulis pagi tadi, tentang kejadian yang dia abadikan. Dia adalah gadis yang menendang bangku dan mencelanya. Lea memang suka menulis kejadian-kejadian yang terjadi setiap tiga jam sekali, dia juga terkadang memfoto beberapa orang yang berkaitan dengan kejadian itu. Lea meskipun cerdas tapi dia memiliki ingatan yang sedikit buruk.
Tapi, dia masih mengingat wajah orang-orang yang fatal baginya.
“ Kuliahku. Cukup berantakan karena mu.” Jawab Lea santai dan acuh.
Telinga gadis itu sedikit terganggu, dia mencoba memahami kalimat tuan rumah yang baik hati itu. Hatinya bertanya-tanya tentang maksud gadis itu. Sebelumnya, gadis itu telah bersikap angkuh dan tak memperdulikan fisik Lea.
Pak Joko dan Bu Joanita beserta salah satu anaknya yang lain sedikit heran dengan ucapan Lea.
“ Siapa namamu? Aku bisa melihat ekspresimu, meski aku tertunduk.” Kali ini sikap Lea seperti Veronica.
“ Aku Nana.” Balasnya dengan senyum yang dipenuhi rasa penasaran.
“ Oh, aku Veronica….” Balas Lea, dia perlahan menaikkan kepalanya dengan senyuman.
“ Tentu, aku Lea bukan Veronica! Lea Chambellia.” Wajah Lea menjadi sinis dan tegas. Kepalanya tegak menatap Nana. Nana juga perlahan mengangkat bungkuk badannya dan menatap kearah Lea.
Wajahnya menjadi pucat pasi, ekspresinya bercampur dan penuh rasa takut. Tidak tidak menyangka, kalau wanita yang menjadi bosnya adalah Lea yang baru saja dia bulli. Dia juga merasa kesal kepada orang tuanya karena tidak memberi tahu jati diri bos ayahnya sebelumnya.
Dia tertunduk malu,
“ Duduklah dan nikmati makanan yang dibuat ibumu. Jangan menyia-nyiakan hidupmu dengan sikap burukmu!” tegas Lea.
Ya, Lea tidak mengambil hati lagi perihal sebelumnya. Nana, mulai menuruti perintah Lea dan menyantap hidangan dengan perasaan takut ditambah was-was.
“ Oh, Nana. Apa kau ada waktu? Kuharap tidak ada. Aku ingin kau supiri aku ke sebuah tempat.” Lea kembali berucap.
Nana mengangguk cepat dan mengiyakan permintaan Lea.
“ Mama mau itu!” tunjuk seorang gadis kecil berusia sekitar lima tahun.
Nana memiliki dua orang adik, satu adalah pria berusia 16 tahun dan satu lagi gadis berusia lima tahun.
Gadis kecil itu menunjuk kearah piring milik Lea yang masih terdapat sebuah lobster utuh. Ya, lobster itu memang khusus untuk Lea, Lea sedikit tersenyum dan tanpa sungkan memberikan Lobster yang belum dia sentuh. Dia sudah tahu dari awal, kalau gadis kecil itu selalu menatap kepiringnya.
Ibunya yang awalnya cemas karena ketegangan diawal, kini menjadi reda.
“ Selesai makan, panggil aku dikamar Nana.” Ucap Lea.
Dia menyelesaikan makanannya, lalu kembali kekamar sembari menghampiri teman-temannya.
Valencia, Rose, Veronica, Grace, Amanda dan Calista tampak berbaring diatas kasur berukuran king size milik Lea. Memang hari itu adalah hari yang melelahkan bagi mereka, terutama bagi Lea. Tapi, kesetiaan teman-teman Lea membuat lelah itu terbagi menjadj potongan-potongan kenangan yang tak akan terlupakan. Tak berselang setelah Lea ikut rebahan bersama teman-temannya, pintu kamar terketuk. Knock knock Suara itu terdengar tiga kali, lalu Lea berjalan kearah pintu dan membukanya. Mata gadis itu sedikit terbelalak melihat luasnya kamar milik Lea. Dia lupa dengan apa yang ingin dia sampaikan. “ Nana!” tegur Lea yang melamun. Nana kembali dalam kesadarannya, Lea berfikir bahwa Nana melamun karena dia tidak menyangka kalau Lea mrmbawa teman sebanyak itu. Padahal Nana hanya terkejut melihat kamar yang luas seperti ukuran rumah kontrak mereka sebelum tinggal di rumah Lea. “ Oh maaf. Apa anda ingin segera pergi?” balas N
Mentari seperti bola putih besar yang perlahan menguning. Diperjalanan menuju rumah, Nana merasa iba dengan apa yang dirasakan Lea. Ini adalah pertama kalinya bagi Nana mendapat perasaan iba seperti ini. Biasanya dia sama sekali tidak peduli dengan orang-orang sisekitarnya kecuali keluarganya. Biasanya dia hanya memiliki sifat keras yang tak ada satupun boleh menyainginnya. Namun, kali ini berbeda. Dia merasakan perbedaan kelas yang terlalu jauh yang bahkan dia tidak mampu untuk iri terhadap hal tersebut. Hatinya gusar, Lea masih terus menerus menangis dan memeluk boneka kotor itu. Brakkk Tiba-tiba boneka beruang itu melayang kearah bangku depan mobil dengan sangat cepat. Segudang perasaan yang tak dirasakan Nana, kini semakin nyata. Setiap panca indranya perlahan-lahan menarik dirinya untuk terus peduli dengan sikap Lea. Dia bahkan merasa bersalah atas apa
Ring ring….Terdengar pelan musik dari nada dering ponsel milik Pak Joko. Dia meletakkan sendok yang dia pegang dan mulai merogoh kantung miliknya. Tatapan matanya terlihat sangat fokus, dia mengangkat ponsel itu dengan wajah yang bercampurkan seluruh emosi. Di luar hujan mulai turun, Pak Joko mengangkat ponselnya dan izin untuk menjauh dari meja makan.Lea memfokuskan kedua matanya, dia memandang kearah Pak Joko. Hatinya menduga bahwa itu pasti panggilan dari Rebin.“ Ya, sangat baik Tuan. Nyonya Lea bahkan membawa teman-temannya kemari dan ikut tinggal dirumah bersama kami.”“ Oke Tuan, Sama-sama. Seharusnya saya yang berterima kasih.” Balas Pak Joko.Panggilan terputus, Pak Joko kembali ke meja makan. Tidak beberapa lama kemudian ponsel Lea yang diletak di atas meja makan berdering. Mata Lea tertuju kembali kelayar
Pagi menyapa, mentari dengan bahagianya menampakkan sedikit sinarnya. Lea beranjak dari tempat tidurnya dan membuka sedikit gordyn jendela dikamarnya. Dia mencoba menghirup aroma embun dan merasakan sedikit hangatnya mentari pagi itu, hati Lea begitu tenang dan tentram. Sekitar kurang lebih lima belas menit menatapi pagi yang indah itu. Dia mulai membilas tubuhnya dikamar mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kampus. Begitu juga teman-teman Lea yang bergilir untuk mandi. Lea merasakan bahwa hari ini seperti ada sesuatu yang kurang lengkap, dia mencoba mengingat-ngingatnya hingga dia sadar bahwa Callista tidak ada dikamar. Dia mencoba keluar kamar dan keliling mencarinya. “ Pak Joko, lihat Callista tidak?” tanyanya pada Pak Joko yang sedang memanasi mobil dihalaman rumah. Pak Joko menggelengkan kepalanya. Lea kembali masuk kedalam rumah, disana dia bertemu dengan Nana, “ Ah, Nana ya. Nana kamu ada lihat Callista!” t
Kelas dimulai, Nana tidak mempertanyakan alasan Lea yang tiba-tiba bisa masuk ke ruangan mereka yang telah menempuh enam semester, namun setelah pelajaran dimulai akhirnya Nana paham kenapa Lea bisa masuk dikelas mereka. Ya, sebab Lea adalah genius yang mampu menyaingi orang-orang dikelas mereka.Lea telah terbebas dari gangguan Nana. Namun sekarang Nana lah yang mengkhawatirkan Lea karena sikap teman-temannya termasuk Hannya.“ Nana, nanti keruangan dosen ya!” tegas dosen yang baru saja keluar.Dosen-dosen mengenal Nana sebagai mahasiswi yang ambisius dan memiliki aura yang kuat, berbeda dengan mahasiswi lemah yang memnadang Nana sebagai singa yang berada dipuncak rantai makanan.Namun setelah kejadian semalam, Nana menjadi sadar bahwa sesuatu yang memang telah ditakdirkan diatas akan tetap berada diatas dan tidak bisa digulingkan kecuali takdir yang
Siapapun orangnya, pasti akan kesal. Terlebih lagi Nana yang memiliki sifat cenderung buruk dalam emosi. Siang yang sejuk tiba-tiba menjadi bara api yang membakar hatinya.“ Jangan dengarkan dia!” tegas Lea.Meski Nana terhenti karena ucapan itu, Namun Lea masih melanjutkan langkahnya. Ini adalah keputusan berat bagi Nana, tapi hal yang mengejutkan terjadi, kini Nana luluh dengan ucapan Lea dan berjalan menghampiri Lea yang masih dengan sikap tegasnya.Mereka kembali berjalan bersamaan, “ Apa kau tidak menerima ucapan gadis tadi, Nana!” tanya Lea dengan desakan.“ Heh!” terlihat Nana masih geram dengan apa yang terjadi, dia hanya memberikan isyarat kekesalan kepada Lea.“ Kenapa kau tidak suka? Bukankah yang dia ucapkan itu benar.”“ Terimalah” jelas Lea kembali.“ Keparat kau Lea! Aku telah mencoba menahan emosiku padamu!” jerit
Siapapun orangnya, pasti akan kesal. Terlebih lagi Nana yang memiliki sifat cenderung buruk dalam emosi. Siang yang sejuk tiba-tiba menjadi bara api yang membakar hatinya.“ Jangan dengarkan dia!” tegas Lea.Meski Nana terhenti karena ucapan itu, Namun Lea masih melanjutkan langkahnya. Ini adalah keputusan berat bagi Nana, tapi hal yang mengejutkan terjadi, kini Nana luluh dengan ucapan Lea dan berjalan menghampiri Lea yang masih dengan sikap tegasnya.Mereka kembali berjalan bersamaan, “ Apa kau tidak menerima ucapan gadis tadi, Nana!” tanya Lea dengan desakan.“ Heh!” terlihat Nana masih geram dengan apa yang terjadi, dia hanya memberikan isyarat kekesalan kepada Lea.“ Kenapa kau tidak suka? Bukankah yang dia ucapkan itu benar.”“ Terimalah” jelas Lea kembali.“ Keparat kau Lea! Aku telah mencoba menahan emosiku padamu!” jerit
Kelas dimulai, Nana tidak mempertanyakan alasan Lea yang tiba-tiba bisa masuk ke ruangan mereka yang telah menempuh enam semester, namun setelah pelajaran dimulai akhirnya Nana paham kenapa Lea bisa masuk dikelas mereka. Ya, sebab Lea adalah genius yang mampu menyaingi orang-orang dikelas mereka.Lea telah terbebas dari gangguan Nana. Namun sekarang Nana lah yang mengkhawatirkan Lea karena sikap teman-temannya termasuk Hannya.“ Nana, nanti keruangan dosen ya!” tegas dosen yang baru saja keluar.Dosen-dosen mengenal Nana sebagai mahasiswi yang ambisius dan memiliki aura yang kuat, berbeda dengan mahasiswi lemah yang memnadang Nana sebagai singa yang berada dipuncak rantai makanan.Namun setelah kejadian semalam, Nana menjadi sadar bahwa sesuatu yang memang telah ditakdirkan diatas akan tetap berada diatas dan tidak bisa digulingkan kecuali takdir yang
Pagi menyapa, mentari dengan bahagianya menampakkan sedikit sinarnya. Lea beranjak dari tempat tidurnya dan membuka sedikit gordyn jendela dikamarnya. Dia mencoba menghirup aroma embun dan merasakan sedikit hangatnya mentari pagi itu, hati Lea begitu tenang dan tentram. Sekitar kurang lebih lima belas menit menatapi pagi yang indah itu. Dia mulai membilas tubuhnya dikamar mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kampus. Begitu juga teman-teman Lea yang bergilir untuk mandi. Lea merasakan bahwa hari ini seperti ada sesuatu yang kurang lengkap, dia mencoba mengingat-ngingatnya hingga dia sadar bahwa Callista tidak ada dikamar. Dia mencoba keluar kamar dan keliling mencarinya. “ Pak Joko, lihat Callista tidak?” tanyanya pada Pak Joko yang sedang memanasi mobil dihalaman rumah. Pak Joko menggelengkan kepalanya. Lea kembali masuk kedalam rumah, disana dia bertemu dengan Nana, “ Ah, Nana ya. Nana kamu ada lihat Callista!” t
Ring ring….Terdengar pelan musik dari nada dering ponsel milik Pak Joko. Dia meletakkan sendok yang dia pegang dan mulai merogoh kantung miliknya. Tatapan matanya terlihat sangat fokus, dia mengangkat ponsel itu dengan wajah yang bercampurkan seluruh emosi. Di luar hujan mulai turun, Pak Joko mengangkat ponselnya dan izin untuk menjauh dari meja makan.Lea memfokuskan kedua matanya, dia memandang kearah Pak Joko. Hatinya menduga bahwa itu pasti panggilan dari Rebin.“ Ya, sangat baik Tuan. Nyonya Lea bahkan membawa teman-temannya kemari dan ikut tinggal dirumah bersama kami.”“ Oke Tuan, Sama-sama. Seharusnya saya yang berterima kasih.” Balas Pak Joko.Panggilan terputus, Pak Joko kembali ke meja makan. Tidak beberapa lama kemudian ponsel Lea yang diletak di atas meja makan berdering. Mata Lea tertuju kembali kelayar
Mentari seperti bola putih besar yang perlahan menguning. Diperjalanan menuju rumah, Nana merasa iba dengan apa yang dirasakan Lea. Ini adalah pertama kalinya bagi Nana mendapat perasaan iba seperti ini. Biasanya dia sama sekali tidak peduli dengan orang-orang sisekitarnya kecuali keluarganya. Biasanya dia hanya memiliki sifat keras yang tak ada satupun boleh menyainginnya. Namun, kali ini berbeda. Dia merasakan perbedaan kelas yang terlalu jauh yang bahkan dia tidak mampu untuk iri terhadap hal tersebut. Hatinya gusar, Lea masih terus menerus menangis dan memeluk boneka kotor itu. Brakkk Tiba-tiba boneka beruang itu melayang kearah bangku depan mobil dengan sangat cepat. Segudang perasaan yang tak dirasakan Nana, kini semakin nyata. Setiap panca indranya perlahan-lahan menarik dirinya untuk terus peduli dengan sikap Lea. Dia bahkan merasa bersalah atas apa
Valencia, Rose, Veronica, Grace, Amanda dan Calista tampak berbaring diatas kasur berukuran king size milik Lea. Memang hari itu adalah hari yang melelahkan bagi mereka, terutama bagi Lea. Tapi, kesetiaan teman-teman Lea membuat lelah itu terbagi menjadj potongan-potongan kenangan yang tak akan terlupakan. Tak berselang setelah Lea ikut rebahan bersama teman-temannya, pintu kamar terketuk. Knock knock Suara itu terdengar tiga kali, lalu Lea berjalan kearah pintu dan membukanya. Mata gadis itu sedikit terbelalak melihat luasnya kamar milik Lea. Dia lupa dengan apa yang ingin dia sampaikan. “ Nana!” tegur Lea yang melamun. Nana kembali dalam kesadarannya, Lea berfikir bahwa Nana melamun karena dia tidak menyangka kalau Lea mrmbawa teman sebanyak itu. Padahal Nana hanya terkejut melihat kamar yang luas seperti ukuran rumah kontrak mereka sebelum tinggal di rumah Lea. “ Oh maaf. Apa anda ingin segera pergi?” balas N
‘ Tahun 2004, Juni 26, Rumah keluarga Chambellia mengalami kebakaran. Akibatnya, Tuan Chambellia dan istrinya beserta dua orang anaknya harus kehilangan nyawa.’ ‘ Lima Juli, penyelidikan membuahkan hasil yang mengejutkan. Diduga kebakaran memiliki motif yang disengaja. Polisi juga menemukan bukti bahwa Tuan Chambellia telah dibunuh disebelum kebakaran itu terjadi.’ ‘ Sembilan Juli, Polisi menemukan sidik jari seorang anak kecil yang tersisa disana.’ ‘ Lea Chambellia, diduga menjadi tersangka akibat pembunuhan tersebut. Dia adalah Putri dari Tuan Chambellia. Dia adalah gadis berusia Lima tahun.’ ‘ 15 Juli, polisi menetapkan bahwa Lea benar-benar pelaku pembunuhan terhadap kedua orang tuanya dan pembakar rumah mereka.’ ‘ Satu agustus, Perekonomian kota Wingsterlang menurun drastis akibat kematian Tuan Chambellia. Di hari yang sama Rebin Chambellia, mengambil ahli saham Tuan Chambellia.’