Pagi menyapa, mentari dengan bahagianya menampakkan sedikit sinarnya. Lea beranjak dari tempat tidurnya dan membuka sedikit gordyn jendela dikamarnya. Dia mencoba menghirup aroma embun dan merasakan sedikit hangatnya mentari pagi itu, hati Lea begitu tenang dan tentram. Sekitar kurang lebih lima belas menit menatapi pagi yang indah itu. Dia mulai membilas tubuhnya dikamar mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kampus. Begitu juga teman-teman Lea yang bergilir untuk mandi.
Lea merasakan bahwa hari ini seperti ada sesuatu yang kurang lengkap, dia mencoba mengingat-ngingatnya hingga dia sadar bahwa Callista tidak ada dikamar. Dia mencoba keluar kamar dan keliling mencarinya.
“ Pak Joko, lihat Callista tidak?” tanyanya pada Pak Joko yang sedang memanasi mobil dihalaman rumah. Pak Joko menggelengkan kepalanya.
Lea kembali masuk kedalam rumah, disana dia bertemu dengan Nana,
“ Ah, Nana ya. Nana kamu ada lihat Callista!” tanya Lea lembut pada Nana.
Mendengar ucapan itu, Nana mengerutkan dahinya dan mencoba berfikir, lalu dia memberitahukan pada Lea, bahwa tadi shubuh dia melihat seseorang mengenakan jacket hitam berbalut mantel keliar dari rumah, dia memberitahukan bahwa kemungkinan itu adalah Callista.
“ Ah iya, terima kasih.” Sahut Lea.
Dia meninggalkan Nana yang sedang duduk diruang tamu, hati Lea tidak tenang dan gusar, dia mengkhawatirkan Callista untuk saat ini. Lea kembali kekamarnya dan memberitahukan pada teman-temannya yang lain bahwa Callista pergi meninggalkan rumah. Grace menasihati Lea untuk tidak mengkhawatirkan Callista, sebab Callista adalah gadis yang tidak mudah dihasut ataupun dilecehkan seseorang. Alhasil Lea sedikit tenang mendengarnya.
Nana masih merasa aneh, kali ini dia melihat Lea dengan sikap yang lembut, tidak seperti malam tadi yang terbuka dan lugas.
Setelah bersiap-siap, Lea dan teman-temannya mulai keluar kamar dan menuju kehalaman rumah, dimana Pak Joko memanaskan mobilnya. Namun di ruang tamu, Lea melihat Nana yang sedang memasuki buku-bukunya kedalam tas diatas meja ruang tamu dan masih santai.
Lea mencoba menegur Nana dan menyuruhnya untuk berangkat kekampus dengan segera.
“ Nona Lea, maksudku Lea. Sarapan dulu, ini masih setengah tujuh lewat. Ibu sudah menghidangkan sarapan disana. Kamu jangan terburu-buru, santai saja” ucap Nana lembut.
Lea menatap kearah jamnya, dan melirik kearah temannyanya. Grace memberitahu bahwa itu saran yang bagus.
Lea pun menuju meja makan bersama teman-temannya dan duduk cantik disana, mereka menunggu Bu Joko mempersiapkan hidangan di meja makan.
Nana mulai menyusul bersamaan Pak joko dan juga anak laki-laki Pak Joko, sedangkan anak bungku Pak Joko masih terlelap diataas kasur empuk didalam kamar.
“ Selamat makan!” jerit Lea, dia kemudian berdoa dan menyantap hidangan pagi itu.
Nana, menyelesaikan makanannya terlebih dahulu dan pamit kepada orang tuanya untuk berangkat kekampus, namun Lea menahannya.
“ Nana, kamu mau pegi kekampus?” sahut Lea yang masih menyantap hidangan.
Nana hanya mengangguk dan mengiyakan ucapan Lea.
“ Kenapa kamu tidak bergabung bersama kami saja.” Tawar Lea, Lea memaksa Nana dengan ucapannya hingga Nana dengan terpaksa mengikuti kemauan Lea. Kini, Nana kembali duduk dan menunggu Lea menikmati makanannya.
“ Terima kasih Bu, ini enak loh.” Ucap Valencia, Bu Joko tersenyum mendengarnya.
“ Kalau enak, biar ibu bawakan kamu bekal ya!” aju Bu Joko.
Lea hanya mengangguk dengan senang, Bu Joko juga menawarkan Nana untuk membawa bekal, namun Nana menggelengkan kepalanya dengan sangat cepat.
“ Kamu malu?” tanya Pak Joko dengan senyuman.
Nana hanya diam dan menggelengkan kepalanya untuk kedua kalinya. Setelah semua telah selesai, merekapun berangkat menuju kampus. Di perjalanan Lea hanya menatap pasrah keluar jendela mobil, dia melihat segala aktifitas publik yang sangat memuakkan. Bagaimana tidak, dia menatap macetnya jalan dipagi hari dengan berbagai macam emosi didalamnya, suara klakson yang mengganggu, ekspresi yang terburu-buru dan tidak sabaran pengendara motor.
Pukul menunjukkan 07.14, mobil mereka masih terhambat dijalan karena macet, hati Lea semakin dongkol melihat pengendara motor yang memaksa masuk dicelah sempit antara dua mobil, perlahan kaca mobil Lea turunkan hingga benar-benar turun sepenuhnya.
“ Pak!” tegur Lea,
Pengendara motor itu menatap kearah Lea dengan perasaan yang membara, emosi pengendara itu sedang tidak normal karena dia juga sudah mulai terlambat untuk masuk kerja. Dia mencoba mengabaikan panggilan Lea dan masih memaksa untuk melewati celah sempit itu. Hingga kejadian yang tak mengenakkan terjadi. Pengendara itu menyenggol dan membuat pecah spion mobil Lea.
Sebelumnya, Nana sudah memperhatikan Lea yang membuka kaca mobil tiba-tiba, begitupula Pak Joko. Namun, mereka tidak tahu kalau Lea akan memberikan ceramah pagi kepada pengendara motor itu.
“ Kan!”
“ Bapak Gimana sih? Tadi sudah saya tegur, tapi bapak tidak mau dengar juga. Jika begini jadinya kan malah merugikan orang lain! Kalau bapak tidak mau terhambat karena macet, pergi shubuh sana! ” jerit Lea dengan mimik kesal.
Nana, Pak Joko dan lainnya terkejut mendengar ucapan yang keluar dari mulut Lea, orang-orang disekitar juga mendengar celotehan Lea yang menggunakan tangga nada mayor. Bukannya meminta maaf, bapak itu malah kabur dengan mengambil beberapa celah jalan lainnya dan tidak bertanggung jawab.
“ Sudah, sudah Nona Lea. Spionnya bisa diganti kok, gak usah kesal lagi.” Ucap Pak Joko menenangkan.
Lea menutup kembali kaca mobil dan melipat kedua tangannya dibawah dada lalu kembali memandang jalan yang padat itu dengan perasaan geram.
Mobil berhenti 100 meter sebelum gerbang masuk universitas atas permintaan Nana, Nana turun dari mobil dan pamit kepada Pak Joko sedangkan Lea dan teman-temannya masih terlihat didalam mobil. Ini adalah hari kedua bagi Lea menghadiri universitas yang sebelumnya tampak seperti neraka. Valencia memandangi Nana dengan tatapan sedikit tajam sembari melayangkan ucapan satire,
“ Aku rasa hari terlalu bagus untukmu, sehingga kau ingin menikmati langit lebih lama dengan berjalan kaki lebih jauh!” sindirnya, Nana hanya diam dan tidak mampu menjawab ucapan itu.
Benar yang diucapkan Valencia, Nana hanya tidak mau orang- orang kampus menatapnya berjalan bersama-sama Lea.
“ Aku perlu waktu. Tapi tidak sekarang.” Ucap Nana perlahan.
Mobil kembali jalan dan berhenti tepat didepan gerbang kampus itu, Lea kini turun bersama teman-temannya.
“ Nona Lea. Kuharap kau bisa akrab dengan anakku. Aku minta maaf atas perlakuan dia sebelum dan sebelumnya.” Ucap pak Joko dari dalam mobil.
“ Aku harap begitu. Kami hanya butuh waktu Pak.” Ucap Lea lirih.
Lea membelakangi mobil dan mulai memasuki perkarangan universitas, mobil Lea perlahan menjauh dari kampus itu. Ponsel Lea berdering kembali, sebuah pesan singkat masuk kedalam ponsel.
“ Lea. Maafkan Paman, tapi sekarang seertinya kamu harus pindah keruangan 10A lantai Dua. Jangan pertanyakan itu, nanti Paman akan jelaskan.”
Lea hanya membaca pesan itu dan menuruti perintah Pamannya. Tidak ada alasan bagi Lea untuk membantahnya hari itu. Hal yang paling aneh pun terjadi, teman-teman Lea juga ikut bersamanya dengan alasan yang hampir mirip.
Suasana ruangan tersebut terlihat sedikit lebih ramai dan mahasiswa dan siswi disana terlihat sangat akrab satu sama lain. Lea duduk disebuah bangku kosong yang menurutnya tak berpenghuni. Dia menundukkan pandangannya dan mencoba mengeluarkan novel yang dia bawa kali ini. Sembari menunggu mata kuliah pertama, dia menyempatkan diri untuk membaca buku itu.
Seorang gadis masuk kedalam ruangan tersebut, pandangannya tertuju pada bangku yang biasanya dia gunakan untuk belajar. Dia berjalan mendekati dan menegur pelan seorang gadis yang telah mengambil posisinya.
“ Maaf. Bisakah kamu pindah?” ucapnya pelan kepada Lea yang menduduki bangkunya.
Wajah Lea tertutupi buku dan buku itu pula menghalangi pandangannya dari gadis yang menyapanya, Lea meletakkan buku dan menatap kearah gadis itu.
“ Ah maaf” ucap Lea.
Lea berdiri dan mengambil tasnya, dia berniat untuk mencari bangku lain akan tetapi sebuah tangan menyentuh pundaknya.
“ Aku memintamu pindah. Tapi kamu harus bertanggung jawab karena sudah menduduki bangkuku tanpa izin sebelumnya!” Sahut gadis yang sebelumnya meminta Lea pindah.
Dari awal Lea sudah curiga, dia menatap mata gadis itu yang terlihat tidak senang dengan keberadaan Lea. Nada gadis itu cukup tinggi, hal itu membuat orang- orang disekitar menatap kearah Lea.
“ Jadi, hal apa yang kamu maksud?” ucap Lea yang membelakangi gadis tersebut.
“ Tidak usah repot. Aku hanya ingin kamu membelikanku beberapa buah roti dan cemilan saat istirahat dan ingat namaku adalah Hannya.” Sambung gadis itu.
“ Baiklah. Tapi, aku tidak butuh namamu.” Sambung Lea dan menggoyangkan tubuhnya hingga membuat genggaman Hannya terlepas.
Wajah Hannya terlihat kesal dengan perlakuan Lea, dia bergumam dan mengumpat kearah Lea yang membuat hati Lea terbakar api emosi.
“ Bisakah kau mengulang apa yang kamu bilang?” tanya Lea sopan dengan emosi yang membara.
“ Bukannya kau mendengarnya? Aku bilang kau Jalang tidak tahu terima kasih, sudah kukasih keringanan dan kebaikan hatiku, kau malah menjadi sombong seperti ini.” Sahut Hannya dan memancing asap agar terbang tinggi.
Jika saja Grace tidak menyadarkannya, mungkin Lea akan adu tinju dengan gadis itu. Ya, Grace mencoba untuk membuat Lea tenang dan mengabaikan apa yang baru saja terjadi.
Lea hanya berjalan dan duduk disebuah bangku ketiga dari depan dekat dengan jendela yang mengarah keluar ruangan dengan pemandangan taman kampus. Itu adalah tempat yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
Hannya pula mencoba menahan emosinya, tapi anehnya dia sedikit tersenyum saat melihat Lea mengambil bangku itu.
“Shht... Kalau boleh tahu nama kamu siapa?” sapa gadis didepan Lea, “ Kau bisa membacanya di name tagku. Riahna.” Sapa Lea kembali sembari menyebut nama gadis itu yang dia lihat di nametag Riahna.
“ Oke, salam kenal Lea.”
“ Maaf kalau aku lancang, tapi kamu harus pindah sebelum hal buruk terjadi. Sebab, gadis yang duduk dibangkumu jauh lebih berbahaya daripada Hannya.” Beritahunya pelan, Lea hanya mendengar sarannya dengan santai.
Belum sempat Lea pindah, Riahna langsung membalikkan badannya dan bergumam sedikit dengan perasaan merinding.
“ Dia datang!” ucap Riahna pelan.
Lea sedikit tersentak mendengar ucapan itu dan lsngsung mengarahkan pandangannya kearah pintu masuk. Gadis itu semakin dekat dengan Lea, Hannya semakin tersenyum riang dan ingin menyaksikan apa yang terjadi selanjutnya pada Lea. Lea hanya tersenyum dan berdiri, kini Lea hanya ingin mencari bangku Lain.
“ Stop!” sapanya pada Lea, “ Ah, maaf. Aku tidak bermaksud mengambil bangkumu.” Sambut Lea dengan senyum.
“ Bukan itu maksudku. Jika kau ingin duduk disana, kenapa kau harus pergi?” balas gadis itu yang ternyata adalah Nana.
Gadis yang paling berbahaya yang Riahna beritahu sebelumnya ternyata adalah, mendengar ucapan Nana barusan, Riahna dan beberapa orang termasuk Hannya sedikit terkejut dan kaget dibuatnya. Mereka merasa sedang terjadi sesuatu pada Nana sehingga Nana bisa selembut itu.
Lea kembali menduduki bangku tersebut dan Nana meminta orang yang duduk dibelakang bangku Lea untuk memberikan bangkunya kepada Nana, tentu saja gadis tersebut mempersihlakan Nana untuk menempatinya.
“ Tunggu! Nana. Kenapa kau selembut itu pada dia? Bukannya itu keterlaluan untuk mengambil bangku orang lain?” tegur Hannya kesal.
“ Maksudmu? Kau menyindirku karena aku merebut bangku Lidya?” Balas Nana.
“ Bukan, maksudku kenapa kau membiarkan orang lain mendapatkan bangkumu?” Hannya semakin kesal, dia kira Nana akan memberikan sesuatu yang dia pikirkan kepada Lea seperti tamparan atau bahkan menjadi kacung Nana selama diruangan ini. Tapi, kenyataannya terbalik.
“ Sudahlah, lagipula bangku-bangku disini akan diisi siapa yang terdahulu datang. Bukan menjadi hak pribadi, dan aku juga sudah meminta izin kepada Lidya tanpa paksaan.” Ucap Nana pelan.
Hannya berdiri dari bangkunya dan mendekati Lea, dia merentangkan tangannya di atas meja Lea yang terhubung dengan bangku Lea.
Dbrak
Suara tangannya begitu kuat dan membuat Nana tidak habis pikirelihat tingkah Hannya,
“ Kalau begitu, kau belikan aku masi bungkus diluar kampus saat jam istirahat!” bentak Hannya kepada Lea,
Beberapa menit sebelumnya setelah Lea duduk dibangku itu, dia memasang headset untuk mendengarkan musik, sehingga dia tidak tahu apa yang dilakukan Hannya didepannya. Lea dengan santai melepas headsetnya dan dengan heran menatap mata tajan Hannya.
Mahasiswa dan siswi disana terlihat tidak peduli dengan masalah Lea saat itu,
“ Biar aku yang menggantikannya. Dia mahasiswi baru, dia pasti belum tahu lokasi disini.” Jawab Riahna membantu.
“ Tidak! Tidak bagi Lea ataupun Riahna. Memangnya kalian kacung Hannya!” jerit Nana melarangnya,
Lea kembali tersenyum yang justru membuat Hannya semakin kesal dan melayangkan pukulan kepipi Lea, dengan cepat Lea menghalangi tamparan Hannya dengan tangannya dan dengan spontan Nana menendang kaki Hannya hingga dia teesungkur.
Nana sempat kaget melihat reaksi Lea yang mampu menahan serangan Hannya itu. Hannya yang terjatuh menatap penuh heran kearah Nana, dia tidak menyangka kalau Nana berada dipihak Lea. Hannya merapstkan kedua giginya dan menggertak, segudang dendam dia simpan dan akan dia luapkan saat waktu yang tepat kepada Lea maupun Nana.
Tidak lama kemudian seorang pria masuk dan melihat apa yang terjadi, dia dengan cepat membangunkan tubuh Hannya yang terjatuh tanpa menghiraukan orang-orang sekitar. Betapa terkejutnya setelah dia membantu Hannya dia melihat Lea berada diruangannya.
“ Lea!” jeritnya.
“ Valen. Senang bertemu kamu disini.” Balas Lea,
Hannya kembali kesal dan menggoyangkan tubuhnya hingga jari-jemari Valen yang membantu mengangkat tubuhnya terlepas.
Valen meminta Nana untuk tidak menganggu Lea lagi, tapi yang dia dapat kali ini malah semakin membingungkan. Ya, sebab Lea berkata bahwa Nana membantunya dari gangguan yang diaebabkan Hannya.
“ kalau begitu. Syukurlah” sahut Valen.
Teman-teman Nana lainnya hanya tersenyum melihat sikap Lea yang seperti itu, ya Valencia juga banyak membantu Lea kali ini.
Kelas dimulai, Nana tidak mempertanyakan alasan Lea yang tiba-tiba bisa masuk ke ruangan mereka yang telah menempuh enam semester, namun setelah pelajaran dimulai akhirnya Nana paham kenapa Lea bisa masuk dikelas mereka. Ya, sebab Lea adalah genius yang mampu menyaingi orang-orang dikelas mereka.Lea telah terbebas dari gangguan Nana. Namun sekarang Nana lah yang mengkhawatirkan Lea karena sikap teman-temannya termasuk Hannya.“ Nana, nanti keruangan dosen ya!” tegas dosen yang baru saja keluar.Dosen-dosen mengenal Nana sebagai mahasiswi yang ambisius dan memiliki aura yang kuat, berbeda dengan mahasiswi lemah yang memnadang Nana sebagai singa yang berada dipuncak rantai makanan.Namun setelah kejadian semalam, Nana menjadi sadar bahwa sesuatu yang memang telah ditakdirkan diatas akan tetap berada diatas dan tidak bisa digulingkan kecuali takdir yang
Siapapun orangnya, pasti akan kesal. Terlebih lagi Nana yang memiliki sifat cenderung buruk dalam emosi. Siang yang sejuk tiba-tiba menjadi bara api yang membakar hatinya.“ Jangan dengarkan dia!” tegas Lea.Meski Nana terhenti karena ucapan itu, Namun Lea masih melanjutkan langkahnya. Ini adalah keputusan berat bagi Nana, tapi hal yang mengejutkan terjadi, kini Nana luluh dengan ucapan Lea dan berjalan menghampiri Lea yang masih dengan sikap tegasnya.Mereka kembali berjalan bersamaan, “ Apa kau tidak menerima ucapan gadis tadi, Nana!” tanya Lea dengan desakan.“ Heh!” terlihat Nana masih geram dengan apa yang terjadi, dia hanya memberikan isyarat kekesalan kepada Lea.“ Kenapa kau tidak suka? Bukankah yang dia ucapkan itu benar.”“ Terimalah” jelas Lea kembali.“ Keparat kau Lea! Aku telah mencoba menahan emosiku padamu!” jerit
‘ Tahun 2004, Juni 26, Rumah keluarga Chambellia mengalami kebakaran. Akibatnya, Tuan Chambellia dan istrinya beserta dua orang anaknya harus kehilangan nyawa.’ ‘ Lima Juli, penyelidikan membuahkan hasil yang mengejutkan. Diduga kebakaran memiliki motif yang disengaja. Polisi juga menemukan bukti bahwa Tuan Chambellia telah dibunuh disebelum kebakaran itu terjadi.’ ‘ Sembilan Juli, Polisi menemukan sidik jari seorang anak kecil yang tersisa disana.’ ‘ Lea Chambellia, diduga menjadi tersangka akibat pembunuhan tersebut. Dia adalah Putri dari Tuan Chambellia. Dia adalah gadis berusia Lima tahun.’ ‘ 15 Juli, polisi menetapkan bahwa Lea benar-benar pelaku pembunuhan terhadap kedua orang tuanya dan pembakar rumah mereka.’ ‘ Satu agustus, Perekonomian kota Wingsterlang menurun drastis akibat kematian Tuan Chambellia. Di hari yang sama Rebin Chambellia, mengambil ahli saham Tuan Chambellia.’
Valencia, Rose, Veronica, Grace, Amanda dan Calista tampak berbaring diatas kasur berukuran king size milik Lea. Memang hari itu adalah hari yang melelahkan bagi mereka, terutama bagi Lea. Tapi, kesetiaan teman-teman Lea membuat lelah itu terbagi menjadj potongan-potongan kenangan yang tak akan terlupakan. Tak berselang setelah Lea ikut rebahan bersama teman-temannya, pintu kamar terketuk. Knock knock Suara itu terdengar tiga kali, lalu Lea berjalan kearah pintu dan membukanya. Mata gadis itu sedikit terbelalak melihat luasnya kamar milik Lea. Dia lupa dengan apa yang ingin dia sampaikan. “ Nana!” tegur Lea yang melamun. Nana kembali dalam kesadarannya, Lea berfikir bahwa Nana melamun karena dia tidak menyangka kalau Lea mrmbawa teman sebanyak itu. Padahal Nana hanya terkejut melihat kamar yang luas seperti ukuran rumah kontrak mereka sebelum tinggal di rumah Lea. “ Oh maaf. Apa anda ingin segera pergi?” balas N
Mentari seperti bola putih besar yang perlahan menguning. Diperjalanan menuju rumah, Nana merasa iba dengan apa yang dirasakan Lea. Ini adalah pertama kalinya bagi Nana mendapat perasaan iba seperti ini. Biasanya dia sama sekali tidak peduli dengan orang-orang sisekitarnya kecuali keluarganya. Biasanya dia hanya memiliki sifat keras yang tak ada satupun boleh menyainginnya. Namun, kali ini berbeda. Dia merasakan perbedaan kelas yang terlalu jauh yang bahkan dia tidak mampu untuk iri terhadap hal tersebut. Hatinya gusar, Lea masih terus menerus menangis dan memeluk boneka kotor itu. Brakkk Tiba-tiba boneka beruang itu melayang kearah bangku depan mobil dengan sangat cepat. Segudang perasaan yang tak dirasakan Nana, kini semakin nyata. Setiap panca indranya perlahan-lahan menarik dirinya untuk terus peduli dengan sikap Lea. Dia bahkan merasa bersalah atas apa
Ring ring….Terdengar pelan musik dari nada dering ponsel milik Pak Joko. Dia meletakkan sendok yang dia pegang dan mulai merogoh kantung miliknya. Tatapan matanya terlihat sangat fokus, dia mengangkat ponsel itu dengan wajah yang bercampurkan seluruh emosi. Di luar hujan mulai turun, Pak Joko mengangkat ponselnya dan izin untuk menjauh dari meja makan.Lea memfokuskan kedua matanya, dia memandang kearah Pak Joko. Hatinya menduga bahwa itu pasti panggilan dari Rebin.“ Ya, sangat baik Tuan. Nyonya Lea bahkan membawa teman-temannya kemari dan ikut tinggal dirumah bersama kami.”“ Oke Tuan, Sama-sama. Seharusnya saya yang berterima kasih.” Balas Pak Joko.Panggilan terputus, Pak Joko kembali ke meja makan. Tidak beberapa lama kemudian ponsel Lea yang diletak di atas meja makan berdering. Mata Lea tertuju kembali kelayar
Siapapun orangnya, pasti akan kesal. Terlebih lagi Nana yang memiliki sifat cenderung buruk dalam emosi. Siang yang sejuk tiba-tiba menjadi bara api yang membakar hatinya.“ Jangan dengarkan dia!” tegas Lea.Meski Nana terhenti karena ucapan itu, Namun Lea masih melanjutkan langkahnya. Ini adalah keputusan berat bagi Nana, tapi hal yang mengejutkan terjadi, kini Nana luluh dengan ucapan Lea dan berjalan menghampiri Lea yang masih dengan sikap tegasnya.Mereka kembali berjalan bersamaan, “ Apa kau tidak menerima ucapan gadis tadi, Nana!” tanya Lea dengan desakan.“ Heh!” terlihat Nana masih geram dengan apa yang terjadi, dia hanya memberikan isyarat kekesalan kepada Lea.“ Kenapa kau tidak suka? Bukankah yang dia ucapkan itu benar.”“ Terimalah” jelas Lea kembali.“ Keparat kau Lea! Aku telah mencoba menahan emosiku padamu!” jerit
Kelas dimulai, Nana tidak mempertanyakan alasan Lea yang tiba-tiba bisa masuk ke ruangan mereka yang telah menempuh enam semester, namun setelah pelajaran dimulai akhirnya Nana paham kenapa Lea bisa masuk dikelas mereka. Ya, sebab Lea adalah genius yang mampu menyaingi orang-orang dikelas mereka.Lea telah terbebas dari gangguan Nana. Namun sekarang Nana lah yang mengkhawatirkan Lea karena sikap teman-temannya termasuk Hannya.“ Nana, nanti keruangan dosen ya!” tegas dosen yang baru saja keluar.Dosen-dosen mengenal Nana sebagai mahasiswi yang ambisius dan memiliki aura yang kuat, berbeda dengan mahasiswi lemah yang memnadang Nana sebagai singa yang berada dipuncak rantai makanan.Namun setelah kejadian semalam, Nana menjadi sadar bahwa sesuatu yang memang telah ditakdirkan diatas akan tetap berada diatas dan tidak bisa digulingkan kecuali takdir yang
Pagi menyapa, mentari dengan bahagianya menampakkan sedikit sinarnya. Lea beranjak dari tempat tidurnya dan membuka sedikit gordyn jendela dikamarnya. Dia mencoba menghirup aroma embun dan merasakan sedikit hangatnya mentari pagi itu, hati Lea begitu tenang dan tentram. Sekitar kurang lebih lima belas menit menatapi pagi yang indah itu. Dia mulai membilas tubuhnya dikamar mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kampus. Begitu juga teman-teman Lea yang bergilir untuk mandi. Lea merasakan bahwa hari ini seperti ada sesuatu yang kurang lengkap, dia mencoba mengingat-ngingatnya hingga dia sadar bahwa Callista tidak ada dikamar. Dia mencoba keluar kamar dan keliling mencarinya. “ Pak Joko, lihat Callista tidak?” tanyanya pada Pak Joko yang sedang memanasi mobil dihalaman rumah. Pak Joko menggelengkan kepalanya. Lea kembali masuk kedalam rumah, disana dia bertemu dengan Nana, “ Ah, Nana ya. Nana kamu ada lihat Callista!” t
Ring ring….Terdengar pelan musik dari nada dering ponsel milik Pak Joko. Dia meletakkan sendok yang dia pegang dan mulai merogoh kantung miliknya. Tatapan matanya terlihat sangat fokus, dia mengangkat ponsel itu dengan wajah yang bercampurkan seluruh emosi. Di luar hujan mulai turun, Pak Joko mengangkat ponselnya dan izin untuk menjauh dari meja makan.Lea memfokuskan kedua matanya, dia memandang kearah Pak Joko. Hatinya menduga bahwa itu pasti panggilan dari Rebin.“ Ya, sangat baik Tuan. Nyonya Lea bahkan membawa teman-temannya kemari dan ikut tinggal dirumah bersama kami.”“ Oke Tuan, Sama-sama. Seharusnya saya yang berterima kasih.” Balas Pak Joko.Panggilan terputus, Pak Joko kembali ke meja makan. Tidak beberapa lama kemudian ponsel Lea yang diletak di atas meja makan berdering. Mata Lea tertuju kembali kelayar
Mentari seperti bola putih besar yang perlahan menguning. Diperjalanan menuju rumah, Nana merasa iba dengan apa yang dirasakan Lea. Ini adalah pertama kalinya bagi Nana mendapat perasaan iba seperti ini. Biasanya dia sama sekali tidak peduli dengan orang-orang sisekitarnya kecuali keluarganya. Biasanya dia hanya memiliki sifat keras yang tak ada satupun boleh menyainginnya. Namun, kali ini berbeda. Dia merasakan perbedaan kelas yang terlalu jauh yang bahkan dia tidak mampu untuk iri terhadap hal tersebut. Hatinya gusar, Lea masih terus menerus menangis dan memeluk boneka kotor itu. Brakkk Tiba-tiba boneka beruang itu melayang kearah bangku depan mobil dengan sangat cepat. Segudang perasaan yang tak dirasakan Nana, kini semakin nyata. Setiap panca indranya perlahan-lahan menarik dirinya untuk terus peduli dengan sikap Lea. Dia bahkan merasa bersalah atas apa
Valencia, Rose, Veronica, Grace, Amanda dan Calista tampak berbaring diatas kasur berukuran king size milik Lea. Memang hari itu adalah hari yang melelahkan bagi mereka, terutama bagi Lea. Tapi, kesetiaan teman-teman Lea membuat lelah itu terbagi menjadj potongan-potongan kenangan yang tak akan terlupakan. Tak berselang setelah Lea ikut rebahan bersama teman-temannya, pintu kamar terketuk. Knock knock Suara itu terdengar tiga kali, lalu Lea berjalan kearah pintu dan membukanya. Mata gadis itu sedikit terbelalak melihat luasnya kamar milik Lea. Dia lupa dengan apa yang ingin dia sampaikan. “ Nana!” tegur Lea yang melamun. Nana kembali dalam kesadarannya, Lea berfikir bahwa Nana melamun karena dia tidak menyangka kalau Lea mrmbawa teman sebanyak itu. Padahal Nana hanya terkejut melihat kamar yang luas seperti ukuran rumah kontrak mereka sebelum tinggal di rumah Lea. “ Oh maaf. Apa anda ingin segera pergi?” balas N
‘ Tahun 2004, Juni 26, Rumah keluarga Chambellia mengalami kebakaran. Akibatnya, Tuan Chambellia dan istrinya beserta dua orang anaknya harus kehilangan nyawa.’ ‘ Lima Juli, penyelidikan membuahkan hasil yang mengejutkan. Diduga kebakaran memiliki motif yang disengaja. Polisi juga menemukan bukti bahwa Tuan Chambellia telah dibunuh disebelum kebakaran itu terjadi.’ ‘ Sembilan Juli, Polisi menemukan sidik jari seorang anak kecil yang tersisa disana.’ ‘ Lea Chambellia, diduga menjadi tersangka akibat pembunuhan tersebut. Dia adalah Putri dari Tuan Chambellia. Dia adalah gadis berusia Lima tahun.’ ‘ 15 Juli, polisi menetapkan bahwa Lea benar-benar pelaku pembunuhan terhadap kedua orang tuanya dan pembakar rumah mereka.’ ‘ Satu agustus, Perekonomian kota Wingsterlang menurun drastis akibat kematian Tuan Chambellia. Di hari yang sama Rebin Chambellia, mengambil ahli saham Tuan Chambellia.’