Kelas dimulai, Nana tidak mempertanyakan alasan Lea yang tiba-tiba bisa masuk ke ruangan mereka yang telah menempuh enam semester, namun setelah pelajaran dimulai akhirnya Nana paham kenapa Lea bisa masuk dikelas mereka. Ya, sebab Lea adalah genius yang mampu menyaingi orang-orang dikelas mereka.
Lea telah terbebas dari gangguan Nana. Namun sekarang Nana lah yang mengkhawatirkan Lea karena sikap teman-temannya termasuk Hannya.
“ Nana, nanti keruangan dosen ya!” tegas dosen yang baru saja keluar.
Dosen-dosen mengenal Nana sebagai mahasiswi yang ambisius dan memiliki aura yang kuat, berbeda dengan mahasiswi lemah yang memnadang Nana sebagai singa yang berada dipuncak rantai makanan.
Namun setelah kejadian semalam, Nana menjadi sadar bahwa sesuatu yang memang telah ditakdirkan diatas akan tetap berada diatas dan tidak bisa digulingkan kecuali takdir yang
Siapapun orangnya, pasti akan kesal. Terlebih lagi Nana yang memiliki sifat cenderung buruk dalam emosi. Siang yang sejuk tiba-tiba menjadi bara api yang membakar hatinya.“ Jangan dengarkan dia!” tegas Lea.Meski Nana terhenti karena ucapan itu, Namun Lea masih melanjutkan langkahnya. Ini adalah keputusan berat bagi Nana, tapi hal yang mengejutkan terjadi, kini Nana luluh dengan ucapan Lea dan berjalan menghampiri Lea yang masih dengan sikap tegasnya.Mereka kembali berjalan bersamaan, “ Apa kau tidak menerima ucapan gadis tadi, Nana!” tanya Lea dengan desakan.“ Heh!” terlihat Nana masih geram dengan apa yang terjadi, dia hanya memberikan isyarat kekesalan kepada Lea.“ Kenapa kau tidak suka? Bukankah yang dia ucapkan itu benar.”“ Terimalah” jelas Lea kembali.“ Keparat kau Lea! Aku telah mencoba menahan emosiku padamu!” jerit
‘ Tahun 2004, Juni 26, Rumah keluarga Chambellia mengalami kebakaran. Akibatnya, Tuan Chambellia dan istrinya beserta dua orang anaknya harus kehilangan nyawa.’ ‘ Lima Juli, penyelidikan membuahkan hasil yang mengejutkan. Diduga kebakaran memiliki motif yang disengaja. Polisi juga menemukan bukti bahwa Tuan Chambellia telah dibunuh disebelum kebakaran itu terjadi.’ ‘ Sembilan Juli, Polisi menemukan sidik jari seorang anak kecil yang tersisa disana.’ ‘ Lea Chambellia, diduga menjadi tersangka akibat pembunuhan tersebut. Dia adalah Putri dari Tuan Chambellia. Dia adalah gadis berusia Lima tahun.’ ‘ 15 Juli, polisi menetapkan bahwa Lea benar-benar pelaku pembunuhan terhadap kedua orang tuanya dan pembakar rumah mereka.’ ‘ Satu agustus, Perekonomian kota Wingsterlang menurun drastis akibat kematian Tuan Chambellia. Di hari yang sama Rebin Chambellia, mengambil ahli saham Tuan Chambellia.’
Valencia, Rose, Veronica, Grace, Amanda dan Calista tampak berbaring diatas kasur berukuran king size milik Lea. Memang hari itu adalah hari yang melelahkan bagi mereka, terutama bagi Lea. Tapi, kesetiaan teman-teman Lea membuat lelah itu terbagi menjadj potongan-potongan kenangan yang tak akan terlupakan. Tak berselang setelah Lea ikut rebahan bersama teman-temannya, pintu kamar terketuk. Knock knock Suara itu terdengar tiga kali, lalu Lea berjalan kearah pintu dan membukanya. Mata gadis itu sedikit terbelalak melihat luasnya kamar milik Lea. Dia lupa dengan apa yang ingin dia sampaikan. “ Nana!” tegur Lea yang melamun. Nana kembali dalam kesadarannya, Lea berfikir bahwa Nana melamun karena dia tidak menyangka kalau Lea mrmbawa teman sebanyak itu. Padahal Nana hanya terkejut melihat kamar yang luas seperti ukuran rumah kontrak mereka sebelum tinggal di rumah Lea. “ Oh maaf. Apa anda ingin segera pergi?” balas N
Mentari seperti bola putih besar yang perlahan menguning. Diperjalanan menuju rumah, Nana merasa iba dengan apa yang dirasakan Lea. Ini adalah pertama kalinya bagi Nana mendapat perasaan iba seperti ini. Biasanya dia sama sekali tidak peduli dengan orang-orang sisekitarnya kecuali keluarganya. Biasanya dia hanya memiliki sifat keras yang tak ada satupun boleh menyainginnya. Namun, kali ini berbeda. Dia merasakan perbedaan kelas yang terlalu jauh yang bahkan dia tidak mampu untuk iri terhadap hal tersebut. Hatinya gusar, Lea masih terus menerus menangis dan memeluk boneka kotor itu. Brakkk Tiba-tiba boneka beruang itu melayang kearah bangku depan mobil dengan sangat cepat. Segudang perasaan yang tak dirasakan Nana, kini semakin nyata. Setiap panca indranya perlahan-lahan menarik dirinya untuk terus peduli dengan sikap Lea. Dia bahkan merasa bersalah atas apa
Ring ring….Terdengar pelan musik dari nada dering ponsel milik Pak Joko. Dia meletakkan sendok yang dia pegang dan mulai merogoh kantung miliknya. Tatapan matanya terlihat sangat fokus, dia mengangkat ponsel itu dengan wajah yang bercampurkan seluruh emosi. Di luar hujan mulai turun, Pak Joko mengangkat ponselnya dan izin untuk menjauh dari meja makan.Lea memfokuskan kedua matanya, dia memandang kearah Pak Joko. Hatinya menduga bahwa itu pasti panggilan dari Rebin.“ Ya, sangat baik Tuan. Nyonya Lea bahkan membawa teman-temannya kemari dan ikut tinggal dirumah bersama kami.”“ Oke Tuan, Sama-sama. Seharusnya saya yang berterima kasih.” Balas Pak Joko.Panggilan terputus, Pak Joko kembali ke meja makan. Tidak beberapa lama kemudian ponsel Lea yang diletak di atas meja makan berdering. Mata Lea tertuju kembali kelayar
Pagi menyapa, mentari dengan bahagianya menampakkan sedikit sinarnya. Lea beranjak dari tempat tidurnya dan membuka sedikit gordyn jendela dikamarnya. Dia mencoba menghirup aroma embun dan merasakan sedikit hangatnya mentari pagi itu, hati Lea begitu tenang dan tentram. Sekitar kurang lebih lima belas menit menatapi pagi yang indah itu. Dia mulai membilas tubuhnya dikamar mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kampus. Begitu juga teman-teman Lea yang bergilir untuk mandi. Lea merasakan bahwa hari ini seperti ada sesuatu yang kurang lengkap, dia mencoba mengingat-ngingatnya hingga dia sadar bahwa Callista tidak ada dikamar. Dia mencoba keluar kamar dan keliling mencarinya. “ Pak Joko, lihat Callista tidak?” tanyanya pada Pak Joko yang sedang memanasi mobil dihalaman rumah. Pak Joko menggelengkan kepalanya. Lea kembali masuk kedalam rumah, disana dia bertemu dengan Nana, “ Ah, Nana ya. Nana kamu ada lihat Callista!” t
Siapapun orangnya, pasti akan kesal. Terlebih lagi Nana yang memiliki sifat cenderung buruk dalam emosi. Siang yang sejuk tiba-tiba menjadi bara api yang membakar hatinya.“ Jangan dengarkan dia!” tegas Lea.Meski Nana terhenti karena ucapan itu, Namun Lea masih melanjutkan langkahnya. Ini adalah keputusan berat bagi Nana, tapi hal yang mengejutkan terjadi, kini Nana luluh dengan ucapan Lea dan berjalan menghampiri Lea yang masih dengan sikap tegasnya.Mereka kembali berjalan bersamaan, “ Apa kau tidak menerima ucapan gadis tadi, Nana!” tanya Lea dengan desakan.“ Heh!” terlihat Nana masih geram dengan apa yang terjadi, dia hanya memberikan isyarat kekesalan kepada Lea.“ Kenapa kau tidak suka? Bukankah yang dia ucapkan itu benar.”“ Terimalah” jelas Lea kembali.“ Keparat kau Lea! Aku telah mencoba menahan emosiku padamu!” jerit
Kelas dimulai, Nana tidak mempertanyakan alasan Lea yang tiba-tiba bisa masuk ke ruangan mereka yang telah menempuh enam semester, namun setelah pelajaran dimulai akhirnya Nana paham kenapa Lea bisa masuk dikelas mereka. Ya, sebab Lea adalah genius yang mampu menyaingi orang-orang dikelas mereka.Lea telah terbebas dari gangguan Nana. Namun sekarang Nana lah yang mengkhawatirkan Lea karena sikap teman-temannya termasuk Hannya.“ Nana, nanti keruangan dosen ya!” tegas dosen yang baru saja keluar.Dosen-dosen mengenal Nana sebagai mahasiswi yang ambisius dan memiliki aura yang kuat, berbeda dengan mahasiswi lemah yang memnadang Nana sebagai singa yang berada dipuncak rantai makanan.Namun setelah kejadian semalam, Nana menjadi sadar bahwa sesuatu yang memang telah ditakdirkan diatas akan tetap berada diatas dan tidak bisa digulingkan kecuali takdir yang
Pagi menyapa, mentari dengan bahagianya menampakkan sedikit sinarnya. Lea beranjak dari tempat tidurnya dan membuka sedikit gordyn jendela dikamarnya. Dia mencoba menghirup aroma embun dan merasakan sedikit hangatnya mentari pagi itu, hati Lea begitu tenang dan tentram. Sekitar kurang lebih lima belas menit menatapi pagi yang indah itu. Dia mulai membilas tubuhnya dikamar mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kampus. Begitu juga teman-teman Lea yang bergilir untuk mandi. Lea merasakan bahwa hari ini seperti ada sesuatu yang kurang lengkap, dia mencoba mengingat-ngingatnya hingga dia sadar bahwa Callista tidak ada dikamar. Dia mencoba keluar kamar dan keliling mencarinya. “ Pak Joko, lihat Callista tidak?” tanyanya pada Pak Joko yang sedang memanasi mobil dihalaman rumah. Pak Joko menggelengkan kepalanya. Lea kembali masuk kedalam rumah, disana dia bertemu dengan Nana, “ Ah, Nana ya. Nana kamu ada lihat Callista!” t
Ring ring….Terdengar pelan musik dari nada dering ponsel milik Pak Joko. Dia meletakkan sendok yang dia pegang dan mulai merogoh kantung miliknya. Tatapan matanya terlihat sangat fokus, dia mengangkat ponsel itu dengan wajah yang bercampurkan seluruh emosi. Di luar hujan mulai turun, Pak Joko mengangkat ponselnya dan izin untuk menjauh dari meja makan.Lea memfokuskan kedua matanya, dia memandang kearah Pak Joko. Hatinya menduga bahwa itu pasti panggilan dari Rebin.“ Ya, sangat baik Tuan. Nyonya Lea bahkan membawa teman-temannya kemari dan ikut tinggal dirumah bersama kami.”“ Oke Tuan, Sama-sama. Seharusnya saya yang berterima kasih.” Balas Pak Joko.Panggilan terputus, Pak Joko kembali ke meja makan. Tidak beberapa lama kemudian ponsel Lea yang diletak di atas meja makan berdering. Mata Lea tertuju kembali kelayar
Mentari seperti bola putih besar yang perlahan menguning. Diperjalanan menuju rumah, Nana merasa iba dengan apa yang dirasakan Lea. Ini adalah pertama kalinya bagi Nana mendapat perasaan iba seperti ini. Biasanya dia sama sekali tidak peduli dengan orang-orang sisekitarnya kecuali keluarganya. Biasanya dia hanya memiliki sifat keras yang tak ada satupun boleh menyainginnya. Namun, kali ini berbeda. Dia merasakan perbedaan kelas yang terlalu jauh yang bahkan dia tidak mampu untuk iri terhadap hal tersebut. Hatinya gusar, Lea masih terus menerus menangis dan memeluk boneka kotor itu. Brakkk Tiba-tiba boneka beruang itu melayang kearah bangku depan mobil dengan sangat cepat. Segudang perasaan yang tak dirasakan Nana, kini semakin nyata. Setiap panca indranya perlahan-lahan menarik dirinya untuk terus peduli dengan sikap Lea. Dia bahkan merasa bersalah atas apa
Valencia, Rose, Veronica, Grace, Amanda dan Calista tampak berbaring diatas kasur berukuran king size milik Lea. Memang hari itu adalah hari yang melelahkan bagi mereka, terutama bagi Lea. Tapi, kesetiaan teman-teman Lea membuat lelah itu terbagi menjadj potongan-potongan kenangan yang tak akan terlupakan. Tak berselang setelah Lea ikut rebahan bersama teman-temannya, pintu kamar terketuk. Knock knock Suara itu terdengar tiga kali, lalu Lea berjalan kearah pintu dan membukanya. Mata gadis itu sedikit terbelalak melihat luasnya kamar milik Lea. Dia lupa dengan apa yang ingin dia sampaikan. “ Nana!” tegur Lea yang melamun. Nana kembali dalam kesadarannya, Lea berfikir bahwa Nana melamun karena dia tidak menyangka kalau Lea mrmbawa teman sebanyak itu. Padahal Nana hanya terkejut melihat kamar yang luas seperti ukuran rumah kontrak mereka sebelum tinggal di rumah Lea. “ Oh maaf. Apa anda ingin segera pergi?” balas N
‘ Tahun 2004, Juni 26, Rumah keluarga Chambellia mengalami kebakaran. Akibatnya, Tuan Chambellia dan istrinya beserta dua orang anaknya harus kehilangan nyawa.’ ‘ Lima Juli, penyelidikan membuahkan hasil yang mengejutkan. Diduga kebakaran memiliki motif yang disengaja. Polisi juga menemukan bukti bahwa Tuan Chambellia telah dibunuh disebelum kebakaran itu terjadi.’ ‘ Sembilan Juli, Polisi menemukan sidik jari seorang anak kecil yang tersisa disana.’ ‘ Lea Chambellia, diduga menjadi tersangka akibat pembunuhan tersebut. Dia adalah Putri dari Tuan Chambellia. Dia adalah gadis berusia Lima tahun.’ ‘ 15 Juli, polisi menetapkan bahwa Lea benar-benar pelaku pembunuhan terhadap kedua orang tuanya dan pembakar rumah mereka.’ ‘ Satu agustus, Perekonomian kota Wingsterlang menurun drastis akibat kematian Tuan Chambellia. Di hari yang sama Rebin Chambellia, mengambil ahli saham Tuan Chambellia.’