Udara malam menyeruak masuk ke ruang tengah dimana saat ini Elang sedang duduk menyendiri. Dia membiarkan pintu samping yang membatasi antara balkon dan ruang tengah terbuka. Membiarkan angin malam masuk menemaninya sambil mengamati beberapa orang yang sedang berenang di kolam renang.
Satu bulan setelah lamaran Elang diterima Kia, mereka melangsungkan pernikahan. Ijab kabul diucapkan dengan perlahan namun tegas dan tenang. Suara Elang terdengar mengalun merdu di telinga Kia saat lelaki itu mengucapkan ijab kabul di hadapan penghulu. Mata Kia terpejam, setitik air mata jatuh di sudut matanya. Kia tidak tahu air mata ini karena sedih atau bahagia.
Telinga Kia samar mendengar adzan subuh berkumandang dari salah satu masjid besar yang berlokasi di dekat hotel yang mereka tempati. Matanya mengerjap perlahan, dan sedetik kemudian tubuhnya menegang saat merasakan hembusan nafas hangat di tengkuknya. Tangan kokoh melingkari pinggangnya, membuat Kia dengan susah payah membalikkan tubuhnya. Sdetik kemudian, Kia tersenyum memandangi wajah suaminya yang masih terlelap. Wajah suaminya saat tidur terlihat begitu damai. Kia ingat, sorot tajam dari kedua bola mata Elang yang terkadang mengintimidasi, seketika lenyap dalam pikiran Kia. Kini saat
Kia maupun Elang sudah sering menikmati indahnya cuaca dan sejuknya udara pagi yang khas. Namun suasana kali ini terasa berbeda. Saat Kia melangkahkan kakinya dengan perlahan karena menahan rasa nyeri di pangkal pahanya, semilir angin menerpa wajah cantiknya, menerbangkan rambut indahnya yang tergerai. Meskipun mentari sedikit enggan menampakkan sinarnya karena mendung, bagi Kia tetap ini adalah pagi terindah yang pernah dia rasakan. Elang menghampiri Kia lalu memeluknya dari belakang. Menghirup aroma segar dari rambut panjang Kia, membuatnya memejamkan mata.
Kia menghela nafas panjang, namun sepertinya tidak dapat menghilangkan rasa sesaknya ketika memandang gambar di grup whatsapp SMA nya dulu. Undangan yang dikirimkan oleh Teguh, mantan kekasihnya saat SMA dlu, yang sialnya adalah cinta pertama wanita ini, Azkia Rachel Poernomo. Lima tahun terpisah karena kuliah di kota yang berbeda, sama sekali tak pernah bertemu, nyata nya tak bisa dengan mudah menghapuskan rasa kecewa nya. Benar kata orang, cinta pertama memang sulit untuk dilupakan.
-Teguh POV-Hatiku bersorak ketika dari jauh kulihat sosok yang sudah lama sangat kurindukan. Mungkin takdir memang membawaku kesini, untuk bertemu dengannya. Gadis yang seja
Kia bersenandung riang sambil melangkahkan kakinya. Entah kenapa pagi ini suasana hatinya begitu bagus. Secerah cuaca pagi ini, matahari bersinar cerah langit terlihat bersih dan biru. Sesekali angin bertiup menerpa wajahnya, sejuk.
Siang yang terik, Teguh melangkah masuk ke salah satu kafe yang sering dia datangi bersama Kalila, kekasihnya. Kafe ini menyediakan tempat yang nyaman buat ngobrol, karena suasana nya tidak terlalu ramai. Selain itu, hidangan dari kafe ini semuanya enak. Cocok dengan selera Teguh.
Kia menunduk tak sanggup menatap lelaki di depannya. Keadaan ini sama seperti 7 tahun yang lalu, saat Kia ingin mengakhiri hubungan mereka. Kafe tempat mereka bertemu saat ini pun sama. Bahkan Teguh memesan minuman yang sama. Iced Coffee Latte dan Es Cokelat favorit Kia.
Kia maupun Elang sudah sering menikmati indahnya cuaca dan sejuknya udara pagi yang khas. Namun suasana kali ini terasa berbeda. Saat Kia melangkahkan kakinya dengan perlahan karena menahan rasa nyeri di pangkal pahanya, semilir angin menerpa wajah cantiknya, menerbangkan rambut indahnya yang tergerai. Meskipun mentari sedikit enggan menampakkan sinarnya karena mendung, bagi Kia tetap ini adalah pagi terindah yang pernah dia rasakan. Elang menghampiri Kia lalu memeluknya dari belakang. Menghirup aroma segar dari rambut panjang Kia, membuatnya memejamkan mata.
Telinga Kia samar mendengar adzan subuh berkumandang dari salah satu masjid besar yang berlokasi di dekat hotel yang mereka tempati. Matanya mengerjap perlahan, dan sedetik kemudian tubuhnya menegang saat merasakan hembusan nafas hangat di tengkuknya. Tangan kokoh melingkari pinggangnya, membuat Kia dengan susah payah membalikkan tubuhnya. Sdetik kemudian, Kia tersenyum memandangi wajah suaminya yang masih terlelap. Wajah suaminya saat tidur terlihat begitu damai. Kia ingat, sorot tajam dari kedua bola mata Elang yang terkadang mengintimidasi, seketika lenyap dalam pikiran Kia. Kini saat
Satu bulan setelah lamaran Elang diterima Kia, mereka melangsungkan pernikahan. Ijab kabul diucapkan dengan perlahan namun tegas dan tenang. Suara Elang terdengar mengalun merdu di telinga Kia saat lelaki itu mengucapkan ijab kabul di hadapan penghulu. Mata Kia terpejam, setitik air mata jatuh di sudut matanya. Kia tidak tahu air mata ini karena sedih atau bahagia.
Udara malam menyeruak masuk ke ruang tengah dimana saat ini Elang sedang duduk menyendiri. Dia membiarkan pintu samping yang membatasi antara balkon dan ruang tengah terbuka. Membiarkan angin malam masuk menemaninya sambil mengamati beberapa orang yang sedang berenang di kolam renang.
Elang kini melangkah dengan gagahnya dengan tangan kanan menggendong Kiandra, dan tangan kiri menyeret sebuah koper. Langkahnya tergesa-gesa menuju pintu keberangkatan di bandara. Di sampingnya, Kia mengikuti dengan setengah berlari menjajari langkah kaki Elang yg panjang. Kia tidak membawa koper seperti Elang, dia hanya membawa sebuah handbag kecil dan slingbag tergantung di bahu kirinya. Kia masih mengenakan setelan rapi seperti tadi pagi saat akan berangkat ke kantor. Kemeja biru muda, dipadu dengan rok selutut berwarna abu tua. Kaki indahnya beralaskan highheels setinggi 8 cm. Yang me
"Jadi gimana, hubungan lo sama Elang?" suara lembut milik Rani membuat Kia tersipu meskipun tidak ada yang bisa melihatnya. Karena dia saat ini hanya sendirian, di ruangan nya. Dengan posisi membelakangi meja, menatap jendela.
Pagi ini Kia diantar Elang menuju tempat kerjanya yang baru.Ya, Kia akhirnya memilih resign dari RS Jasmine dan mengelola bisnis peninggalan orang tuanya. Posisi Kia saat i
Menikah adalah nasib, jatuh cinta adalah takdir. Kita bisa berencana akan menikah dengan siapa. Namun kita tidak bisa tau kepada siapa kita akan jatuh cinta. Seperti Elang yang pada kenyataannya telah menyimpan cinta pada Kia bahkan jauh sebelum mereka saling mengenal seperti sekarang. Meskipun untuk sampai pada titik saat ini, jalannya cukup panjang namun tidak ada yang disesali lelaki itu. Terlebih kehadiran putrinya, Kiandra, adalah berkah terbesar yang selalu disyukurinya.
Langkah kaki Kia terasa ringan menapaki lorong rumah sakit, dihirupnya udara pagi dalam-dalam, lalu dihembuskannya perlahan. Hujan tadi malam menyisakan hawa dingin yang menyejukkan, pagi ini. Meskipun mendung sudah hilang, berganti dengan langit biru yang bersih namun kesejukan terasa nikmat bagi Kia pagi ini.