Kia menghela nafas panjang, namun sepertinya tidak dapat menghilangkan rasa sesaknya ketika memandang gambar di grup whatsapp SMA nya dulu. Undangan yang dikirimkan oleh Teguh, mantan kekasihnya saat SMA dlu, yang sialnya adalah cinta pertama wanita ini, Azkia Rachel Poernomo. Lima tahun terpisah karena kuliah di kota yang berbeda, sama sekali tak pernah bertemu, nyata nya tak bisa dengan mudah menghapuskan rasa kecewa nya. Benar kata orang, cinta pertama memang sulit untuk dilupakan.
-Flashback-
Besok Kia akan bertolak ke Kota Yogyakarta, dimana dirinya akan menjalani kuliahnya. Dia sudah menghubungi Teguh, kekasihnya, untuk bertemu sekalian berpamitan.
“Sayang, ayo kita ketemu nanti sore. Ada yang mau kubicarakan.” Kia menghembuskan nafasnya dengan kasar untuk menghilangkan rasa gundahnya.
“Ok Sayang“ Balas Teguh singkat.
Sore hari yang mendung, angin mulai bertiup menandakan sebentar lagi hujan akan turun.
Kia meminum es cokelat favoritnya yang entah kenapa sore ini terasa pahit di lidahnya. Tak lama kekasihnya datang dengan sumringah.
Kia menggeser gelas berisi Iced Coffee Latte favorit kekasihnya itu sambil tersenyum.
“Makasih Sayang“ ucap Teguh sambil meminum nya. Senyum tak lepas dari wajah teduh kekasihnya itu. Yang justru membuat Kia semakin tak karuan untuk memulai obrolan. Sungguh bukan seperti Kia yang biasanya.
“Besok kamu berangkat ya? Jam berapa? Nanti aku antar ke Bandara ya.“
Kia menggeleng. Dia sudah menetapkan hatinya. Kia memegang prinsipnya untuk tidak menjalin hubungan jarak jauh dengan siapapun.
“Sayang, kamu tau kan kalo selama ini aku nggak pernah percaya dengan LDR?” ucap Kia lirih, tenggorokannya kering seketika saat melihat senyum di wajah manis kekasihnya pudar.
“Apa maksud kamu, sayang?“
Kia mati-matian menahan air mata nya. Dia tak ingin dilihat rapuh oleh kekasihnya yang pastinya akan semakin membuat Kia sulit meninggalkannya.
“Teguh...“ Kia menggigit bibirnya,
“Kurasa hubungan ini cukup sampai disini. Aku...”
Teguh mematung, tetapi tetap menatap wajah kekasih cantiknya yang kelihatan gelisah.
“Aku nggak bisa melanjutkan hubungan ini karena aku nggak bisa menjalin hubungan jarak jauh. Lebih baik kita lupakan aja hubungan ini.“
Teguh menggenggam tangan kekasihnya, ia paham betul bahwa wanita cantik ini sebenarnya masih mencintainya.
“Kenapa sayang? Kamu nggak percaya sama aku? Kamu nggak percaya sama kita? Tiga tahun kita menjalani hubungan ini, Sayang. Apa kamu menyerah begitu saja? Kamu nggak ingin mencoba berjuang?“ tanya Teguh tenang sambil menggenggam tangan Kia.
Kia memejamkan matanya. Kenapa? Apakah Kia tak percaya pada kekasihnya? Atau Kia tak percaya pada dirinya sendiri?
“Aku nggak bisa. Maafkan aku. Tapi hubungan kita harus berakhir.“ Ucap Kia sambil berdiri dan pergi dari kekasihnya, atau lebih tepatnya mantan kekasihnya itu.
---
Kia menengadahkan wajahnya, menahan air mata yang sudah memenuhi kelopak matanya. Kenapa sedih? Kia tak berhak kecewa karena memang dia yang mengakhiri hubungannya.
Kia melempar ponselnya ke dalam tas dan mulai menyibukkan diri dengan obat-obatan disekitarnya. Fokus Kia. Banyak resep yang sudah mengantri.
Kia mulai menyiapkan obat-obatan sesuai dengan resep yang masuk, dibantu oleh dua orang temannya.
“Ki, tolong ambilin RL (Infus Ringer Laktat) dua dong“
“Ki... Kia...” seru Rian.
Kia tersadar dari lamunannya dan mendongak.
“Ha? Apa?”
“Lo kenapa kok nggak fokus gitu, diem aja dari tadi? Gue minta tolong ambilin RL dua, tuh di dekat lo.”
Kia tetap diam namun beranjak mengambilkan yang diminta temannya itu. Rian hanya mengangkat bahu, merasa kesal karena tidak mendapat tanggapan apapun dari Kia.
Sore itu, Kia melangkahkan kakinya dengan cepat ke arah parkiran RS tempatnya bekerja. Ingin segera pulang dan tidur. Namun ekor matanya menangkap sesosok lelaki yang sangat dikenalnya. Yang anehnya hatinya berteriak ingin menghampiri lelaki itu, namun kakinya terus melangkah menjauh.
“KIA“ seru lelaki itu.
Deg. Hatinya serasa berhenti berdetak. Namun pikirannya terus memerintahkan kakinya untuk menjauh, berpura-pura tidak mendengar namanya yang dipanggil oleh suara merdu lelaki itu.
Saking inginnya menjauh, tanpa sadar Kia kini setengah berlari dan segera masuk kemudian mengunci pintu mobilnya. Ketika dia menjalankan mobilnya keluar dari area Rumah Sakit, ekor mata Kia masih dapat menangkap bayangan seseorang yang pernah sangat berarti dihatinya. Teguh, Mantan Kekasihnya. Cinta Pertamanya.
Ini adalah pertemuan pertama mereka, atau bisa dibilang nyaris bertemu, sejak Kia kembali ke Banjarbaru, ke kota kelahirannya. Kia memilih untuk bekerja di salah satu perusahaan farmasi di Kota Bandung, segera setelah dia menyelesaikan kuliah apotekernya. Dua tahun lamanya Kia bekerja di Bandung, setelah lima tahun dia kuliah di Yogyakarta. Tidak heran ia tidak pernah bertemu dengan mantan kekasihnya itu. Kia sendiri baru sebulan yang lalu kembali ke Banjarbaru dan baru dua minggu ini dia bekerja di salah satu Rumah Sakit swasta di sana.
Entah apa yang ada di pikiran Kia hingga dia tidak menyadari bahwa mobilnya sudah jauh melewati jalan menuju rumahnya. Hingga saat lampu hijau menyala, Kia menyadari bahwa dia kelewatan.
“Shit!” umpatnya dalam hati. Sambil menginjak pedal gas mobilnya, melaju semakin menjauh dari jalan menuju rumahnya.
Hei, bukankah tadi Kia bergegas untuk pulang ke rumah, kenapa kini dia justru sudah memarkirkan mobilnya di basement mall?
Kia menyandarkan kepalanya di setir mobil sambil terpejam. Mencoba membuang jauh apa yang ada di pikirannya. Apalagi kalau bukan mantan kekasihnya yang akan menikah dua minggu lagi?
Hei, Azkia… Apa yang terjadi? Kau yang mengakhiri hubungan itu. Kau yang memutuskan untuk menghindari segala komunikasi dengan lelaki itu sejak 7 tahun yang lalu. Lalu apa ini? Perasaan apa yang kini bergemuruh di dadanya.
Kia melayangkan ingatannya kembali ke masa lalu. Dimana dia masih bersama Teguh kesayangan nya. Berbagi segala senang dan sedih bersama. Ketika dia mengalami masalah yang juga ternyata pernah dialami sang kekasih.
Kia tanpa sengaja menemukan beberapa pesan di ponsel ayahnya, pesan singkat dengan wanita lain selain bunda. Kia marah, namun tak bisa bertindak banyak. Bagaimana tidak, jika sang Bunda yang mengetahui perselingkuhan ayahnya saja masih dapat tenang seolah tidak terjadi apapun. Sungguh, Bunda adalah wanita luar biasa dimata Kia.
Hingga kini Kia hanya dapat bersandiwara seolah tidak terjadi apa-apa. Seolah ia tak pernah tahu keretakan rumah tangga orang tuanya saat itu. Yang ternyata juga dialami oleh kekasihnya.
Kia menggelengkan kepalanya kasar. Sangat gusar dan benci melihat tingkah lelaki dewasa disekitarnya. Apakah semua lelaki sama? Apakah semua rumah tangga pernah dihinggapi masalah perselingkuhan? Entahlah, saat itu Kia masih belum sepenuhnya mengerti pola pikir orang dewasa. Jika dengan istrinya yang selalu disisinya saja lelaki dapat berpaling, apalagi jika berjauhan?
Lamunannya terhenti, kini Kia membuka pintu mobilnya setelah terlebih dahulu mengganti high heels nya dengan sandal jepit merah muda. Melipat lengan kemeja nya hingga ke siku, tak lupa mengikat rambutnya seperti ekor kuda. Lalu berjalan tak semangat menuju salah satu kedai es krim di kawasan mall tersebut.
“Mba, coklat stroberi ya.” Pesan Kia sambil merogoh dompetnya. Lalu mengedarkan pandangannya mengamati orang-orang disekitarnya.
Sepertinya hanya tangan dan mulutnya saja yang bergerak seolah menikmati es krim di depannya. Sementara pikirannya kembali melayang jauh menembus waktu, kembali ke masa lalu beberapa tahun yang silam.
Saat itu...
Kia berlari mengejar pintu lift perpustakaannya yang segera menutup. Memanggil sahabatnya untuk menahan pintu lift untuknya.
“Rani, tunggu !!!“
Kia langsung melebarkan langkahnya agar dapat melewati pintu lift yang hampir menutup itu. Lupa kalau rok yang dia pakai sempit hingga dia hampir terjatuh jika tak merengkuh lengan lelaki di dalam lift tersebut.
“Azkia, hati-hati… Lo kenapa telat sih?“ Omel Rani.
Kia menoleh sambil membungkukkan badannya kearah lelaki yang tadi dicengkeramnya.
“Maaf Mas, aku nggak sengaja.“
Lelaki itu hanya tersenyum sambil mengangguk, tanpa mengucapkan sepatah kata sedikitpun.
“Iya, Ran. Gue udah nyampe dari 15 menit yang lalu. Tapi…“ Kia menggantungkan kalimatnya, mengingat dia tidak hanya berdua dengan sahabatnya.
Rani mengerti, dia lalu menarik lengan Kia tepat ketika pintu lift terbuka. “Yuk ah, kasian anak-anak udah nungguin.”
Ketika tugas-tugas kuliahnya selesai, Kia dan Rani bejalan menuju kantin yang ada di lantai dasar perpustakaan kampusnya itu.
Kia menyedot teh botolnya dengan rakus sebelum akhirnya memulai, “Teguh tadi hubungin gue, Ran.“
“Gue bingung, udah hampir setahun ini kita putus, tapi dia masih sering whatsapp gue. Meskipun gue nggak pernah sekalipun balas.”
“Emang dia bilang apa lagi sekarang?“ Rani mulai bosan, dia tahu sahabatnya itu masih mencintai Teguh. Tapi alasan Kia tidak ingin membina hubungan jarak jauh sungguh Rani tidak bisa menerimanya. Karena banyak kok yang LDR tapi hubungannya berhasil.
“Dia bilang ini terakhir kalinya dia hubungin gue. Dia bilang, sia-sia aja meminta ke gue hanya untuk berteman, tapi nggak pernah di respon selama ini. Dia merasa nggak berarti lagi dimata gue. Dan untuk apa bertahan kalo dia berjuang sendirian? Sementara yng dia pertahankan, nggak pernah sedikitpun memandang usaha dia.”
“Lo nggak bisa salahin dia, tau. Lo nggak bisa terus-terusan diam. Paling nggak lo ngomong, kalo lo masih cinta dia.“
“WHAT?” Kia menggeleng.
“Jangan boong deh, gue tau lo masih cinta ama dia. Lo cuma kalah sama ego lo yang meragukan apakah hubungan kalian akan berjalan dengan baik atau nggak, karena terpisah jarak kayak gini.”
Kia terdiam. Kata-kata Rani tepat sasaran hingga membuat nafasnya sesak seketika.
Dalam hati kia tanpa sadar berkata “Karena kalo gue masih berteman dengan dia, hati gue akan lebih sulit untuk melupakannya.”
Kia lalu mengambil ponselnya, lalu mencari kontak Teguh di whatsapp nya dan memencet BLOCK.
---
Ponsel Kia berdering, mengagetkan nya dari Lamunannya.
“Kia, kamu dimana? Kenapa belum pulang?” terdengar suara Bunda khawatir, karena hari sudah menjelang malam, dan Kia belum juga pulang.
“Lagi jalan, Bun. Di mall. Bentar lagi pulang.” Ucap Kia sambil melirik jam tangannya lalu melotot. Hampir 2 jam dia duduk sendirian di sini. Kia lalu bangkit dan pergi.
Kia tak sadar bahwa sejak tadi ada sepasang mata yang mengamatinya. Bahkan jarak mereka tidak terlalu jauh. Namun Kia terlalu fokus pada lamunannya hingga tak menyadarinya. Seulas senyum terbingkai di wajah orang itu. Wajah teduh yang sejak lama merindukan sosok Kia. Sejak 7 tahun yang lalu.
Dia tau jika Kia akan pergi seperti di parkiran Rumah sakit tadi jika dia menyapa Kia. Jadi dia lebih memilih diam dan mengamati Kia. Berlama-lama memandangi wajahnya seolah membayar kerinduan yang sudah lama tertahan.
Hingga saat Kia beranjak pergi, lelaki itupun juga pergi.
---
-Teguh POV-Hatiku bersorak ketika dari jauh kulihat sosok yang sudah lama sangat kurindukan. Mungkin takdir memang membawaku kesini, untuk bertemu dengannya. Gadis yang seja
Kia bersenandung riang sambil melangkahkan kakinya. Entah kenapa pagi ini suasana hatinya begitu bagus. Secerah cuaca pagi ini, matahari bersinar cerah langit terlihat bersih dan biru. Sesekali angin bertiup menerpa wajahnya, sejuk.
Siang yang terik, Teguh melangkah masuk ke salah satu kafe yang sering dia datangi bersama Kalila, kekasihnya. Kafe ini menyediakan tempat yang nyaman buat ngobrol, karena suasana nya tidak terlalu ramai. Selain itu, hidangan dari kafe ini semuanya enak. Cocok dengan selera Teguh.
Kia menunduk tak sanggup menatap lelaki di depannya. Keadaan ini sama seperti 7 tahun yang lalu, saat Kia ingin mengakhiri hubungan mereka. Kafe tempat mereka bertemu saat ini pun sama. Bahkan Teguh memesan minuman yang sama. Iced Coffee Latte dan Es Cokelat favorit Kia.
-Kalila POV-Beberapa hari ini aku disibukkan dengan pekerjaanku, sehingga waktu untuk bertemu dengan calon suamiku sangat berkurang. Sepertinya Mas Teguh pun sama, disibukkan
Kalila menghindar ketika Teguh mengarahkan tangannya untuk mengusap kepala Kalila. Pandangannya masih tertuju ke depan. Enggan untuk menatap calon suaminya. Hatinya sesak karena masih teringat kejadian itu.
Kia melirik sebuah benda yang tergeletak dengan manis di samping komputer di meja kerjanya. Pagi itu suasana masih sepi. Belum banyak yang datang. Kia melangkah lalu mengambil benda itu. Sebuah undangan dengan cover berwarna biru muda, dengan tinta silver bertuliskan Teguh & Kalila. Kia melirik cover undangan itu. Azkia Rachel Poernomo, S.Farm., Apt. Ya, namanya. Berarti undangan ini memang ditujukan untuknya.
“Kamu?” Kia sedikit berteriak karena tidak percaya dengan pandangannya.Di kursi sebelahnya sudah ada lelaki tampan dengan setelan jas rose gold, yang men
Kia maupun Elang sudah sering menikmati indahnya cuaca dan sejuknya udara pagi yang khas. Namun suasana kali ini terasa berbeda. Saat Kia melangkahkan kakinya dengan perlahan karena menahan rasa nyeri di pangkal pahanya, semilir angin menerpa wajah cantiknya, menerbangkan rambut indahnya yang tergerai. Meskipun mentari sedikit enggan menampakkan sinarnya karena mendung, bagi Kia tetap ini adalah pagi terindah yang pernah dia rasakan. Elang menghampiri Kia lalu memeluknya dari belakang. Menghirup aroma segar dari rambut panjang Kia, membuatnya memejamkan mata.
Telinga Kia samar mendengar adzan subuh berkumandang dari salah satu masjid besar yang berlokasi di dekat hotel yang mereka tempati. Matanya mengerjap perlahan, dan sedetik kemudian tubuhnya menegang saat merasakan hembusan nafas hangat di tengkuknya. Tangan kokoh melingkari pinggangnya, membuat Kia dengan susah payah membalikkan tubuhnya. Sdetik kemudian, Kia tersenyum memandangi wajah suaminya yang masih terlelap. Wajah suaminya saat tidur terlihat begitu damai. Kia ingat, sorot tajam dari kedua bola mata Elang yang terkadang mengintimidasi, seketika lenyap dalam pikiran Kia. Kini saat
Satu bulan setelah lamaran Elang diterima Kia, mereka melangsungkan pernikahan. Ijab kabul diucapkan dengan perlahan namun tegas dan tenang. Suara Elang terdengar mengalun merdu di telinga Kia saat lelaki itu mengucapkan ijab kabul di hadapan penghulu. Mata Kia terpejam, setitik air mata jatuh di sudut matanya. Kia tidak tahu air mata ini karena sedih atau bahagia.
Udara malam menyeruak masuk ke ruang tengah dimana saat ini Elang sedang duduk menyendiri. Dia membiarkan pintu samping yang membatasi antara balkon dan ruang tengah terbuka. Membiarkan angin malam masuk menemaninya sambil mengamati beberapa orang yang sedang berenang di kolam renang.
Elang kini melangkah dengan gagahnya dengan tangan kanan menggendong Kiandra, dan tangan kiri menyeret sebuah koper. Langkahnya tergesa-gesa menuju pintu keberangkatan di bandara. Di sampingnya, Kia mengikuti dengan setengah berlari menjajari langkah kaki Elang yg panjang. Kia tidak membawa koper seperti Elang, dia hanya membawa sebuah handbag kecil dan slingbag tergantung di bahu kirinya. Kia masih mengenakan setelan rapi seperti tadi pagi saat akan berangkat ke kantor. Kemeja biru muda, dipadu dengan rok selutut berwarna abu tua. Kaki indahnya beralaskan highheels setinggi 8 cm. Yang me
"Jadi gimana, hubungan lo sama Elang?" suara lembut milik Rani membuat Kia tersipu meskipun tidak ada yang bisa melihatnya. Karena dia saat ini hanya sendirian, di ruangan nya. Dengan posisi membelakangi meja, menatap jendela.
Pagi ini Kia diantar Elang menuju tempat kerjanya yang baru.Ya, Kia akhirnya memilih resign dari RS Jasmine dan mengelola bisnis peninggalan orang tuanya. Posisi Kia saat i
Menikah adalah nasib, jatuh cinta adalah takdir. Kita bisa berencana akan menikah dengan siapa. Namun kita tidak bisa tau kepada siapa kita akan jatuh cinta. Seperti Elang yang pada kenyataannya telah menyimpan cinta pada Kia bahkan jauh sebelum mereka saling mengenal seperti sekarang. Meskipun untuk sampai pada titik saat ini, jalannya cukup panjang namun tidak ada yang disesali lelaki itu. Terlebih kehadiran putrinya, Kiandra, adalah berkah terbesar yang selalu disyukurinya.
Langkah kaki Kia terasa ringan menapaki lorong rumah sakit, dihirupnya udara pagi dalam-dalam, lalu dihembuskannya perlahan. Hujan tadi malam menyisakan hawa dingin yang menyejukkan, pagi ini. Meskipun mendung sudah hilang, berganti dengan langit biru yang bersih namun kesejukan terasa nikmat bagi Kia pagi ini.