-Teguh POV-
Hatiku bersorak ketika dari jauh kulihat sosok yang sudah lama sangat kurindukan. Mungkin takdir memang membawaku kesini, untuk bertemu dengannya. Gadis yang sejak SMA sudah mencuri segenap hatiku, bahkan hingga saat ini.
Melihatnya saja sudah membuat darahku berdesir dan jantungku berdetak tidak normal. Melihat sosoknya yang masih seperti dulu, gadisku yang dulu. Tidak ada yang berubah selama kurang lebih 7 tahun ini. Hanya rambut panjang bergelombangnya saja yang sedikit berubah, jika dulu warna nya hitam, sekarang rambut yang wanginya selalu menjadi favoritnku itu berwarna kecoklatan. Golden brown. Membuat wajah nya yang semakin dewasa menjadi tampak manis.
Tadi di kantor aku mendapat telepon bahwa terjadi kesalahan pengiriman barang oleh staf ku. Barang yang seharusnya dikirim ke rumah sakit milik pemerintah di Banjarbaru ini, justru dikirim ke salah satu Rumah Sakit swasta yang memang letaknya tidak terlalu jauh dari alamat yang seharusnya. Mungkin stafku terlalu lelah, karena akhir-akhir ini memang pengiriman sedang over capacity.
Karena hari sudah sore dan memang searah dengan jalanku pulang, maka aku memutuskan untuk mengambil barang itu. Diluar dugaan, ternyata aku justru melihat sosok yang selama ini kurindukan.
“KIA…” aku memanggilnya dan aku bisa melihat sekilas langkahnya terhenti, namun tanpa menoleh dia langsung mempercepat langkahnya dan masuk ke mobil Honda Jazz Putih di parkiran dan langsung pergi.
Hatiku sedikit sesak seolah tak mau menerima apa yang tertangkap oleh bola mataku. Ya, Kia masih menghindariku. Entah apa salahku. Aku mempercepat langkahku, aku akan mengejarnya. Cukup sudah selama ini dia menghindar. Aku harus menemuinya, aku tidak bisa terus-terusan seperti ini karena dia selalu hadir dan mengganggu pikiranku. Bahkan hingga saat ini, saat aku akan menikah dua minggu lagi.
Itu dia, aku melihat mobilnya. Kemana dia pergi? Bukankah ini bukan jalan menuju rumahnya?
Aku terus mengikutinya hingga akhirnya dia membelokkan mobilnya memasuki kawasan mall. Aku sudah memarkir mobilku dengan jarak beberapa mobil darinya. Dan ketika aku sudah siap menghampirinya, aku tertegun melihatnya. Gadisku. Dia tidak langsung turun, namun malah menundukkan kepalanya. Menenggelamkan wajahnya di setir mobil, tertelungkup dengan kedua tangannya. Apakah kamu sedang ada masalah, sayang?
Sayang? Ya, aku masih menyayanginya saat ini. Meskipun bertahun-tahun dia menghindar, hingga memblokir nomor ponselku. Tapi aku masih sering memperhatikannya lewat instagramnya, atau teman-temannya.
Aku mengikuti langkah kakinya menuju salah satu kedai es krim. Ah, gadisku masih seperti dulu. Yang ketika sedang sedih, resah atau galau, dia akan memakan es krim, yang katanya dapat mengembalikan mood nya. Dan lagi-lagi aku terkejut, karena es krim yang dipesan hanya dimakannya sedikit, mungkin beberapa suapan. Sementara dia kembali asyik dengan pikirannya sepertinya.
Entah apa yang menjadi bebannya saat ini. Ingin rasanya aku menghampirinya dan memberikan bahuku untuknya bersandar. Karena aku yakin, sesuatu hal telah terjadi dan sangat mengganggu pikirannya. Namun keinginan itu harus kutahan, mengingat dia masih menghindariku. Mungkin aku harus sedikit bersabar.
-Teguh POV end-
---
Minggu pagi, Kia masih enggan bangkit dari balik selimutnya yang hangat. Masih betah memejamkan matanya, meskipun sebenarnya tidak tertidur. Dia hanya ingin menikmati hari liburnya dengan santai. Meskipun jam sudah menunjukkan angka delapan, sungguh Kia tidak ada niat sedikitpun untuk bangun dari tempat tidurnya yang entah kenapa terasa memiliki gaya gravitasi yang lebih kuat daripada tempat manapun di bumi ini.
Tak lama, Kia membuka matanya begitu mendengar langkah kaki mendekat kearah kamarnya. Pasti Bunda.
“Azkia, sayang… Kamu mau bangun jam berapa? Anak perawan gak boleh bangun siang, nanti jodohnya dipatok ayam”
“Kia sudah bangun Bunda. Emangnya jodoh Kia cacing dipatok ayam?“ seru Kia kesal.
“Cepat mandi, Bunda udah bikin sarapan nih.”
“Iya Bunda…” sahut Kia malas sambil menyeret kakinya menuju kamar mandi.
Tak lama, Kia sudah duduk di meja makan. Wajahnya terlihat lebih segar. Rambut bergelombangnya masih basah. Dengan rakus Kia menyuap nasi goreng ke mulutnya dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya disibukkan dengan ponselnya. Memantau sosmednya yang sudah lama berdebu karena jarang dibuka.
Kia membuka akun instagram miliknya. Melihat foto teman-temannya, bertebaran di feed. Sambil tersenyum, mengingat teman-temannya yang dia rindukan. Terutama Rani. Kia masih sering berhubungan via whatsapp dengan Rani yang kini sudah menikah dan sedang hamil. Di akun instagram Rani terlihat foto maternity nya dengan perut yang sudah mulai membuncit. Namun ibu hamil itu terlihat semakin cantik. Mungkin nanti kalau Rani melahirkan, Kia akan terbang ke Yogyakarta menemuinya.
Tangan Kia masih terus memainkan ponselnya, dan gerakan jempolnya tiba-tiba terhenti melihat foto seorang lelaki yang dulu pernah disukainya.
-Flashback-
Ya, setelah putus dari Teguh, Kia memang diam-diam pernah menyukai seorang lelaki yang tidak lain adalah dosennya. Jangan dikira dosen yang dimaksud disini sudah tua, dengan kacamata tebal dan rambut yang mulai memutih. Tidak. Dosennya ini masih muda, hanya terpaut 3 tahun dari Kia. Tubuhnya tidak terlalu tinggi mungkin hanya berbeda sekitar 7 cm dari Kia yang tingginya 160 cm. Namun wajahnya manis, dengan lesung pipi yang akan muncul ketika dia berbicara. See..? Bukan tertawa atau tersenyum, bahkan berbicara saja lesung pipinya akan muncul menambah ketampanan lelaki itu. Namanya Arga. Karena masih muda, dia tidak mau dipanggil Pak. Dia menganggap mahasiswanya adalah adik-adik tingkatnya, sehingga seluruh mahasiswa memanggilnya Mas Arga.
Selain menjadi dosen, Arga juga menjadi penanggung jawab di Apotek milik yayasan kampusnya. Kia menyukai Arga ketika dia dapat jadwal PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker) di Apotek tersebut. Seringnya bertemu, berdiskusi dan bekerja sama dengan Arga lama-lama membuat Kia menyukainya. Entah perasaan Kia hanya sekedar kagum atau memang menyukai Arga. Yang pasti, Kia menjadi bersemangat menjalani hari-hari yang biasanya melelahkan.
Namun seperti yang dulu, Kia tidak berubah. Dia hanya memendam perasaannya tanpa ada yang tau, bahkan sahabatnya Rani.Kia menyadari bahwa perasaannya tidak bisa terlalu jauh. Karena sungguh tidak mungkin Kia bisa menjalin hubungan dengan Arga. Kenapa?
Pertama, karena belum tentu Arga juga menyukainya.
Arga adalah tipe lelaki yang baik pada semua orang. Ralat, semua wanita. Bahkan mahasiswanya sendiri terkadang bisa salah paham dengan perlakuan baik dosen tampan tersebut.Dan melihat hal ini, Kia tidak bisa membiarkan perasaannya tumbuh berlama-lama.
Kedua, bayang-bayang masa lalu Kia masih terus menghantuinya. Bayang-bayang kebersamaannya dengan Teguh masih sering membuat Kia tersenyum sendiri. Kadang menangis sendiri menahan rindu tanpa bisa mengucap bahwa dia sangat rindu pada Teguh.
Ketiga, setelah satu bulan masa PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker, semacam magang) berjalan, Kia mengetahui satu hal. Dosen tampannya itu ternyata sudah memiliki kekasih. Seorang dokter spesialis mata, yang juga berpraktek di Apotek yang sama. Saat Kia mengetahui hal itu, perasaannya bercampur aduk. Antara sedih dan senang. Sedih karena Arga ternyata sudah memiliki kekasih. Senang karena akhirnya dia memiliki alasan kuat untuk membunuh perasaan nya sebelum terlalu jauh.
Malam itu, malam terakhir Kia PKPA di Apotek dan dia memasuki ruangan Arga. Menyerahkan beberapa laporan dan berpamitan. Karena setelah ini, Kia mendapat pembagian kelompok PKPA bidang Rumah Sakit di Tangerang selama 3 bulan.
“Mas, ini laporan-laporan aku. Yang sebelumnya masih kurang, sudah aku revisi.”
Inilah enaknya punya dosen muda. Dia tidak suka dengan bahasa formal semacam saya, anda, dan lain-lain. Mereka bebas ber aku-kamu dengan dosen muda tersebut. Namun masih dalam batas yang sopan.
Arga mengambil laporan dari tangan Kia lalu mengeceknya, “Oke. Udah Bagus ini. Setelah ini kamu dapet RS mana?”
“Tangerang, Mas. Mungkin dalam minggu ini berangkat.”
“Udah dapet kos di sana? Kalian berapa orang?” Tanya Arga.
“Kelompok aku 7 orang, Mas. Cewek semua. Kita udah dapet rumah kontrakan kok, lokasinya deket sama rumah sakit. Jalan kaki sebentar juga nyampe.”
“Oo gitu, ya udah. Kamu hati-hati di sana. Jaga diri baik-baik. Makan yang teratur, jaga kesehatan. Sama temen harus kompak.” Pesan Arga.
“See? Siapa yang tidak salah paham kalo dia perhatian gini sama mahasiswanya.” Sahut Kia dalam hati.
Tok…Tok…Tok…
“Ya?”
Kepala dokter cantik itu nongol dari balik pintu dengan senyum merekah, “Mas, anterin aku pulang ya… Aku gak bawa kendaraan.”
Arga terseyum manis pada kekasihnya itu, “Iya sayang.”
Aku jadi malu dan canggung sendiri, akhirnya langsung berpamitan.
“Mas, aku pulang dulu ya. Terima kasih atas ilmu dan bimbingannya selama aku belajar di Apotek ini. Mohon maaf kalo selama di sini aku banyak melakukan kesalahan.”
Arga mengangguk, “Iya, hati-hati di jalan ya. Sukses PKPA selanjutnya, supaya bisa lulus memuaskan.”
Kia tersenyum, lalu beranjak dari ruangan itu. Mengambil tasnya, lalu berjalan pulang menuju kost-an nya yang jaraknya memang tidak jauh. Baru beberapa langkah, kakinya terhenti karena hujan mulai turun.
Namun bukannya berteduh, Kia justru mendongakkan kepalanya ke atas. Ke langit malam yang mencurahkan tetesan air hujan. Dimana tetesan itu terlihat sangat indah disinari lampu jalan yang kekuningan.
Kia menghembuskan nafasnya pelan. Tersenyum, namun air matanya jatuh setetes. Sungguh Kia tidak mengerti apa yang dirasakannya saat ini.
-Flashback end-
Kia bersenandung riang sambil melangkahkan kakinya. Entah kenapa pagi ini suasana hatinya begitu bagus. Secerah cuaca pagi ini, matahari bersinar cerah langit terlihat bersih dan biru. Sesekali angin bertiup menerpa wajahnya, sejuk.
Siang yang terik, Teguh melangkah masuk ke salah satu kafe yang sering dia datangi bersama Kalila, kekasihnya. Kafe ini menyediakan tempat yang nyaman buat ngobrol, karena suasana nya tidak terlalu ramai. Selain itu, hidangan dari kafe ini semuanya enak. Cocok dengan selera Teguh.
Kia menunduk tak sanggup menatap lelaki di depannya. Keadaan ini sama seperti 7 tahun yang lalu, saat Kia ingin mengakhiri hubungan mereka. Kafe tempat mereka bertemu saat ini pun sama. Bahkan Teguh memesan minuman yang sama. Iced Coffee Latte dan Es Cokelat favorit Kia.
-Kalila POV-Beberapa hari ini aku disibukkan dengan pekerjaanku, sehingga waktu untuk bertemu dengan calon suamiku sangat berkurang. Sepertinya Mas Teguh pun sama, disibukkan
Kalila menghindar ketika Teguh mengarahkan tangannya untuk mengusap kepala Kalila. Pandangannya masih tertuju ke depan. Enggan untuk menatap calon suaminya. Hatinya sesak karena masih teringat kejadian itu.
Kia melirik sebuah benda yang tergeletak dengan manis di samping komputer di meja kerjanya. Pagi itu suasana masih sepi. Belum banyak yang datang. Kia melangkah lalu mengambil benda itu. Sebuah undangan dengan cover berwarna biru muda, dengan tinta silver bertuliskan Teguh & Kalila. Kia melirik cover undangan itu. Azkia Rachel Poernomo, S.Farm., Apt. Ya, namanya. Berarti undangan ini memang ditujukan untuknya.
“Kamu?” Kia sedikit berteriak karena tidak percaya dengan pandangannya.Di kursi sebelahnya sudah ada lelaki tampan dengan setelan jas rose gold, yang men
Kia mengedipkan kedua matanya, merasa silau karena sinar matahari yang sudah memasuki jendela kamarnya. Kepalanya sedikit pusing, mungkin karena terlalu banyak menangis tadi malam. Kedua matanya pun masih sembap, dan bagian kantung matanya terlihat membesar. Harusnya tadi malam dia mengompres kedua matanya sebelum jatuh tertidur.
Kia maupun Elang sudah sering menikmati indahnya cuaca dan sejuknya udara pagi yang khas. Namun suasana kali ini terasa berbeda. Saat Kia melangkahkan kakinya dengan perlahan karena menahan rasa nyeri di pangkal pahanya, semilir angin menerpa wajah cantiknya, menerbangkan rambut indahnya yang tergerai. Meskipun mentari sedikit enggan menampakkan sinarnya karena mendung, bagi Kia tetap ini adalah pagi terindah yang pernah dia rasakan. Elang menghampiri Kia lalu memeluknya dari belakang. Menghirup aroma segar dari rambut panjang Kia, membuatnya memejamkan mata.
Telinga Kia samar mendengar adzan subuh berkumandang dari salah satu masjid besar yang berlokasi di dekat hotel yang mereka tempati. Matanya mengerjap perlahan, dan sedetik kemudian tubuhnya menegang saat merasakan hembusan nafas hangat di tengkuknya. Tangan kokoh melingkari pinggangnya, membuat Kia dengan susah payah membalikkan tubuhnya. Sdetik kemudian, Kia tersenyum memandangi wajah suaminya yang masih terlelap. Wajah suaminya saat tidur terlihat begitu damai. Kia ingat, sorot tajam dari kedua bola mata Elang yang terkadang mengintimidasi, seketika lenyap dalam pikiran Kia. Kini saat
Satu bulan setelah lamaran Elang diterima Kia, mereka melangsungkan pernikahan. Ijab kabul diucapkan dengan perlahan namun tegas dan tenang. Suara Elang terdengar mengalun merdu di telinga Kia saat lelaki itu mengucapkan ijab kabul di hadapan penghulu. Mata Kia terpejam, setitik air mata jatuh di sudut matanya. Kia tidak tahu air mata ini karena sedih atau bahagia.
Udara malam menyeruak masuk ke ruang tengah dimana saat ini Elang sedang duduk menyendiri. Dia membiarkan pintu samping yang membatasi antara balkon dan ruang tengah terbuka. Membiarkan angin malam masuk menemaninya sambil mengamati beberapa orang yang sedang berenang di kolam renang.
Elang kini melangkah dengan gagahnya dengan tangan kanan menggendong Kiandra, dan tangan kiri menyeret sebuah koper. Langkahnya tergesa-gesa menuju pintu keberangkatan di bandara. Di sampingnya, Kia mengikuti dengan setengah berlari menjajari langkah kaki Elang yg panjang. Kia tidak membawa koper seperti Elang, dia hanya membawa sebuah handbag kecil dan slingbag tergantung di bahu kirinya. Kia masih mengenakan setelan rapi seperti tadi pagi saat akan berangkat ke kantor. Kemeja biru muda, dipadu dengan rok selutut berwarna abu tua. Kaki indahnya beralaskan highheels setinggi 8 cm. Yang me
"Jadi gimana, hubungan lo sama Elang?" suara lembut milik Rani membuat Kia tersipu meskipun tidak ada yang bisa melihatnya. Karena dia saat ini hanya sendirian, di ruangan nya. Dengan posisi membelakangi meja, menatap jendela.
Pagi ini Kia diantar Elang menuju tempat kerjanya yang baru.Ya, Kia akhirnya memilih resign dari RS Jasmine dan mengelola bisnis peninggalan orang tuanya. Posisi Kia saat i
Menikah adalah nasib, jatuh cinta adalah takdir. Kita bisa berencana akan menikah dengan siapa. Namun kita tidak bisa tau kepada siapa kita akan jatuh cinta. Seperti Elang yang pada kenyataannya telah menyimpan cinta pada Kia bahkan jauh sebelum mereka saling mengenal seperti sekarang. Meskipun untuk sampai pada titik saat ini, jalannya cukup panjang namun tidak ada yang disesali lelaki itu. Terlebih kehadiran putrinya, Kiandra, adalah berkah terbesar yang selalu disyukurinya.
Langkah kaki Kia terasa ringan menapaki lorong rumah sakit, dihirupnya udara pagi dalam-dalam, lalu dihembuskannya perlahan. Hujan tadi malam menyisakan hawa dingin yang menyejukkan, pagi ini. Meskipun mendung sudah hilang, berganti dengan langit biru yang bersih namun kesejukan terasa nikmat bagi Kia pagi ini.