BRAK!
Terlihat sebuah tangan menggebrak meja yang Aneet gunakan untuk makan. Aneet terkejut tapi hanya memejamkan matanya tanpa bereaksi berlebih. Dia mencoba mencari tahu siapa yang melakukan hal tersebut dengan mengangkat kepalanya.
Dilihatnya ada lima orang pria dengan tubuh yang lumayan tegap dengan setelan baju hitam berada di depannya, dia juga melihat meja di sekelilingnya yang tadinya rame menjadi sepi. Aneet hanya menaikkan bola matanya ke atas dan kembali lagi menikmati mienya.
“Hai! kamu tidak lihat apa kita mau makan di sini!” bentak Ojan yang mendekatkan wajahnya ke Aneet.
“kelihatannya dia orang baru di kota kita, sampai-sampai dia tidak tahu siapa kita,” bisik Samuel pada Ojan.
Aneet hembuskan nafas panjangnya lalu berkata. “Silakan saja jika mau makan, di sini kan masih banyak kursi kosong... jadi kalian bisa pilih suka – suka mau duduk di mana.”
“Tapi kami maunya di sini!” teriak Ojan lagi.
“Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh.” Aneet menghitung jumlah gangster itu. “Kalian kan cuma bertujuh sedangkan ini kursinya delapan, kalau cuma terpakai olehku kalian semua masih bisa duduk,” jawab Aneet dengan santai dan melanjutkan makannya.
Annan mendekat ke arah meja sambil memperhatikan pertengkaran antara Ojan dan Aneet, dia berjalan mendekat sembari menyalakan sebatang rokok. ‘Siapa anak ini? Di wajahnya sama sekali tidak menandakan rasa takut, padahal dia sudah di kepung oleh lima orang pria dewasa. Dia masih dengan santai melahap makannya. Siapa dia?’ ucapan dalam hati Annan
Muka Ojan menjadi merah karena amarahnya disepelekan oleh anak kecil. Tangannya mulai menggenggam dan dinaikkan ke atas bersiap memukul Aneet.
“Jangan!” desis Annan sambil menahan tangan Ojan. “Kita duduk bersama anak ini,” perintah Annan
“Tapi kak,” bantah Ojan
“Sudah duduk saja, kalau tidak suka kamu bisa pergi,” kata Annan dengan lirih.
Ojan tidak berani menjawab, dia hanya bisa merundukkan kepalanya dan berjalan duduk di kursi yang mejanya berlainan dengan Aneet.
Samuel, Raka, Ojan dan Fahmi duduk dalam satu meja yang terpisah sedikit jarak. Sementara Jarot duduk tepat di samping Aneet, Annan di depan Aneet dan Dana di samping Annan berhadapan dengan Jarot.
Setelah duduk Jarot mengamati Aneet dan berucap. “Kamu pesan minum dua?”
“Heem dua,” jawab Aneet dengan mulut penuh mie.
Jarot yang melihatnya hanya bisa bergeleng kepala dan menelan ludah. Sementara Aneet terus melanjutkan makannya.
Tok! Tok! Tok!
Annan mengetok-etok jarinya ke meja berusaha menarik perhatian Aneet tapi sama sekali Aneet tidak menghiraukan.
“Kamu baru ya di sini? Kamu tidak takut apa jika ada kelompok Gangster wilayah lima mengeroyokmu di sini?” tanya Annan sambil sedikit menyentuh tangan Aneet.
“Iya aku baru, baru tadi siang datang. Tapi dulu waktu kecil aku pernah tinggal di sini,” jawab Aneet sambil meletakkan sendoknya karena mie yang dimakan sudah habis. “Soal takut dikeroyok. Kenapa harus takut? Aku sama sekali tidak pernah ada masalah dengan gangster wilayah lima Siapa pemimpinya? Annan ya?” tanya balik Aneet.
“Iya Annan,” jawab Annan.
“Nah ditambah aku juga tidak ada masalah dengan pemimpinya, lagian pimpinan mafia sekelas Annan tidak akan mungkin mengeroyok orang tanpa alasan. Dilevel dia yang dipikirkan bukan lagi berkelahi biar disebut jagoan. Tapi...” omongan Aneet disela oleh Annan karena tidak sabar menunggu.
“Tapi apa?” Sahut Annan dengan cepat.
“Tapi lebih bagaimana caranya dia bisa kembali ke kehidupan orang biasa, bisa bahagia dengan orang – orang yang dia sayang,” jelas Aneet. “Tapi mungkin juga karena tidak tahu jalan kembali dia hanya bertahan dan tidak ingin mencari masalah,” lanjut Aneet berbicara.
Mereka yang mendengar jawaban dari Aneet langsung terperangah tidak terkecuali Annan yang langsung meletakkan rokoknya di asbak. Dia langsung menyandarkan badannya ke kursi dan menyibakkan rambutnya ke belakang dengan tangan kanannya.
‘Anak ini benar – benar membuatku penasaran. Kamu siapa he gadis kecil?’ tanya Annan lamunannya
“Mienya datang kak,” sela pelayan dan menaruh mienya di meja
“Ayo dimakan?” ucap Jarot. “Hei gadis kecil, kamu mau tambah lagi tidak mienya.?” tanya Jarot pada Aneet.
“Kalau mau tambah, tambah saja. Nanti biar aku yang bayar,” sambung Annan.
“Eh gak ah, aku sudah kenyang. Sudah mau meledak perutnya,” jawab Aneet sambil mengelus-elus perutnya.
Annan bersama teman – temannya menikmati mie yang sudah ada di meja mereka sedangkan Aneet, dia masih asyik meminum es jeruk manis yang sekarang tinggal satu jelas.
Dari kejauhan Aneet melihat segerombolan laki-laki berjalan mendekat ke arahnya. Akan tetapi hal tersebut tidak disadari oleh Annan dan kawan-kawannya.
Gerombolan yang baru datang adalah gangster dari wilayah dua. Sejak dulu menjadi pesaing abadi kelompok wilayah lima. Kepala cabang wilayah dua adalah cokky yang selalu iri dengan kesuksesan yang selalu datang pada wilayah lima dengan kepala cabangnya Annan.
“Di sini kalian rupanya,” ucap salah seorang dari wilayah dua.
Annan dan Jarot langsung menghentikan makannya, mereka langsung berdiri dan Jarot berjalan menuju samping Annan.
“Kenapa? Bukanya kita sama sekali sudah tidak ada urusan,” ucap Jarot dengan nada tinggi.
“Itu menurut loe, kalau menurut bos gue urusan kita belum selesai,” ucap orang wilayah dua dengan menunjukkan ke arah wajah Jarot.
“Banyak mulut!” kata Jarot dengan gerakan tubuh yang seolah-olah pergi tapi mengayunkan pukulan ke arah lawan
Plak!
Plak!
Plak!
Pukulan Jarot mengenai beberapa orang anggota wilayah dua dan membuat perkelahian pecah di sana. Dana, Raka dan Fahmi terlihat pergi terlebih dahulu meninggalkan tempat ini. Fahmi dan Raka memang diberi tugas oleh Annan untuk menyelamatkan Dana jika terjadi perkelahian. Sementara Aneet gadis muda nan cantik itu tetap nyaman duduk di kursinya sembari menikmati es jeruk manisnya.
‘Bocah itu sama sekali tidak terlihat takut di wajahnya. Padahal dia lagi ada di tengah perkelahian. Dia tidak bergeming dari tempat duduknya,’ Annan berucap dalam lamunannya.
Blam!
Satu pukulan yang mendarat di wajah Annan membuyarkan lamunannya. Annan lalu membalasnya dengan beberapa kali pukulan yang mengenai wajah pemukul dan menendangnya keras-keras hingga orang wilayah dua itu terhempas ke belakang dan tidak sadarkan diri.
Slap!
*Akh... Aw!” Aneet berteriak saat sebuah tamparan dari wilayah dua mendarat di pipinya. Annan yang melihat hal tersebut berusaha mendekat ingin membantu Aneet tapi selalu terhalang oleh musuh yang menyerang.
Aneet menarik nafasnya lalu berdiri sambil memegang pipinya yang sakit.
“Brengsek!” teriak Aneet.
Pow!
Plak!
Blam!
Aneet memukul orang yang membuat sakit pipinya. Beberapa pukulan lain juga mendarat kembali di pipi dan perut orang tersebut. Dan satu uppercut dibagian ulu hati membuat orang itu tumbang tidak bergerak.
“Bangsat!” ucap Aneet di depan orang itu.
“Udah terlanjur basah!” gerutu Aneet. Dia lalu itu dalam perkelahian tersebut, Aneet juga berhasil menumbangkan beberapa orang lainnya dengan jurus-jurus bela diri yang selama ini dibekalkan oleh dirinya.
Tanpa Aneet sadari jika aksinya tersebut dilihat oleh Annan dan kawan-kawannya. Sekarang hampir semua orang dari wilayah dua tumbang dan sebagian dari mereka yang terpisah lari terbirit-birit
“Kalian tidak apa-apa?” tanya Annan
“Okey kak!” jawab serentak Samuel, ojan dan Jarot. “Wuis! hebat juga kamu!” kata Jarot kepada Aneet.
Aneet hanya menjawabnya dengan tersenyum sambil merapikan bajunya.
“Kita pergi dulu dari sini, nanti takutnya mereka bawa anak buah lebih banyak,” ajak Annan.
“Tunggu dulu!” pinta Aneet, dia kemudian berjalan ke arah pemilik mie. Aneet menyodorkan sejumlah uang lalu berkata. “Pak ini untuk ganti kerugian ini ya. Mohon maaf membuat rusuh.”
Jarot dan Annan saling bertatapan, mereka berdua makin penasaran dengan gadis muda ini. Mereka berlima pergi meninggalkan tempat tersebut.
*** Bersambung ***
Annan, Jarot, Ojan, Samuel dan Aneet terus berjalan menjauhi tempat mereka berkelahi tadi. Hingga mereka berlima sampai pada sebuah taman yang diluarnya berderet jajanan malam dengan aneka menu.Aroma dari jajan yang berderet itu benar-benar menusuk hidung dan membangkitkan selera makan.“Kak, berhenti dulu ya? Istirahat dulu. Haus!” pinta Ojan dengan nafas yang terengah-engah.“Ojan! Baru segini saja udah tidak kuat?! Kamu harus sering olahraga.” protes Annan sambil menepuk punggung ojan yang meringkuk. “Ya sudah, kamu beli minum dulu sana.” ucap Annan“Hei gadis kecil! Kamu mau minum apa?” tanya Samuel.“Gak paman, terima kasih. Aku masih kenyang.” jawab Aneet.Mereka berdua lalu pergi sementara Annan mengajak Aneet dan Jarot duduk disebuah gacebo yang tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.“Em... BTW mereka tadi siapa ya? Paman-paman semua ada masalah apa sama orang-ora
Kukuruyuk! Petok! Petok!Cuit! Cuit! Cuiit!Cit! Cit! Cit!Suara Alaram pagi sudah terdengar di kediaman keluarga Guntur. Gaying, Gayang dan Aneet yang tidur bertiga dengan kompaknya menutup telinga dengan menggunakan bantal yang mereka gunakan untuk Alas.Sejak ditinggal oleh Aya ibu Aneet, setiap hari dia memang tidur dengan kedua pamanya sampai sekarang.Cring!Sinar matahari mulai memasuki kamar mereka ketika Ana membuka jendela besar di kamar mereka bertiga. Dia menggelengkan kepala saat mengetahui dua anak dan cucunya menutup muka mereka dengan bantal.“Ayo bangun-bangun!” ucap Ana sambil menepuk-nepukkan kedua tangannya.“Uh... Mamah, masih pagi Mah! Kenapa udah bising aja?” protes Gayang.“Ini udah siang, Ayo buruan bangun. Papah sudah menunggu kalian dibawah.” ucap Ana sambil menggoyang-goyangkan kaki Gayang.“Oma... Jam berapa ini? Perasaan Aneet baru tidur satu jam kenapa sudah pagi saja.” ucap Aneet sambil bangkit dari tidurnya, dia duduk de
Cciiitttt!!! Set! Mobil yang dikendarai oleh Gaying berhenti secara mendadak. Hal tersebut membuat badan Gayang dan Aneet sontak terpental ke depan. “Auw!” teriak Gayang dan Aneet, ketika tubuhnya membentur benda yang ada didepannya. “Ying! Gila loe ya! Mau bunuh kita loe! Kalau gak bisa nyetir bilang aja, biar gue yang gantiin!” protes marah Gayang yang menahan sakit dikepalanya karena kepalanya membentur dasbor depan. “Aneet kamu baik – baik saja?” tanya Gaying yang membalikkan badannya ke belakang untuk memastikan kondisi keponakannya. “Gak apa-apa paman, cuma kepala aja nih agak mantap.” keluh Aneet sambil memegang dahinya. “Sorry – sorry, tidak bermaksud gue. Cuma pintu gerbangnya sudah kelewatan di belakang!” ucap Gaying dengan wajah merasa bersalah. Gaying menyalakan lampu sand untuk memberi tanda bahwa mobilnya akan mundur. Dengan pelan dia mengundurkan mobilnya hingga sampai tepat di depan gerbang pas.
Malam ini udara di ibu kota lumayan sangat dingin. Tanpa terasa sudah satu jam Aneet berdiri mematung di seberang bangun Bar milik Annan. Dirinya bimbang apakah ingin masuk atau melewatinya.“Masuk ah, minimal dengan masuk kesana aku bisa melihat ayah walau cuma sebentar. Semoga saat ini ayah di dalam.” kata Aneet memantapkan hatinya.Aneet menarik tali tang punggungnya kedepan. Mengambil nafas dalam – dalam lalu menghembuskannya lewat mulut. Aneet langkahkan kakinya menyebari jalan dan terus berjalan menuju Bar tersebut.Tiba didepan Aneet berhenti sejenak, dia pejamkan matanya dan mengela nafasnya untuk kembali memantapkan hatinya.Sampai dipintu Aneet yang terlihat baru pertama datang diminta identitasnya oleh resepsionis. Aneet yang seorang itelijen pasti punya identitas ganda. Dia yang sebenarnya belum berusia tujuh belas tau bisa masuk karena memakai identitasnya yang lain.“Silahkan, ini identitasnya. Sebelum masuk silahkan unt
Annan langsung memeluk Aneet yang sedang panik dan wajahnya menampakkan kesedihan. Dia peluk dengan erat putrinya yang sudah lebih dari dua belas tahun tidak dia jumpai. Saat ini Annan benar – benar yakin jika gadis kecil yang berada di hadapannya sekarang adalah Ganeeta Tan Harsa putrinya dari seorang wanita yang sangat dia cintai Gayatri Pradipta Pasha.“Sudah jangan sedih dan bingung lagi.” ucap Annan sambil melepaskan pelukannya. “Ini kalung yang kamu cari bukan.” lanjut Annan sambil memberikan kalung yang dia temukan di punggungnya ke atas tangan Aneet.Aneet langsung mengubah wajah sedih dan kecemasan itu menjadi wajah yang datar tanpa ekspresi, lalu mengamati kalung yang diterimanya dari Anan.“Aaaaa!!!” teriak Aneet sembari tersenyum dan melompat kegirangan. Dia langsung menghapus peluh yang ada di wajah dengan bajunya.Muach!Muach!Aneet mencium pipi Annan dan Jarot bergantian.“Makasi
Muach!Muach!Muach!Annan mencium kedua pipi dan dahi purtinya bergantian. Sesaat setelah melepaskan pelukkannya kepada Aneet. Ciuman itu membuat Aneet tersadar dari lamunannya, Dia menatap wajah Annan dengan sungguh – sungguh mencoba mengembalikan memori ingatnya bentuk wajah sang Ayah.“Ayah rindu sekali sama Aneet.” ucap Annan sambil memegang wajah Aneet dengan kedua tangannya. “Putri kecil Ayah sekarang sudah tubuh jadi gadis luar biasa.” lanjut AnnanAneet hanya terdiam, sesekali dia memejamkan matanya untuk merasakan kelembutan tangan sang Ayah yang dia rindukan.Tapi disisi lain hatinya juga bergejolak marah dengan sejuta pertanyaan dimana keberadaannya saat mereka di keroyok oleh orang – orang itu.Aneet menghembuskan nafasnya dengan panjang mencoba menenangkan perasaanya yang bercampur antara rasa benci dan rasa kerinduan.“Boleh paman Jarot ikut peluk?” tanya Jarot me
Jarot sudah mulai mengarahkan pistolnya ke arah sasaran, dengan sungguh – sungguh dia mencoba membidik sasarannya.Dor!Pelatuk telah ditariknya, tembakan pertamanya sangat jauh sekali dari sasaran.“Ayo Paman Jar, semangat!” teriak Aneet memberikan semangat.“Susah!” keluh jarot.“Ayo paman dua lagi, paman harus konsentrasi dan tenang. Bidik sasaran.” seru Aneet dengan semangat.Dor!Dor!Tak begitu berbeda dengan hasil pertama, tembakan kedua dan ketiganya juga hanya bergerak beberapa inchi saya dari tembakan awalnya.Jarot sudah putus asa dengan ketiga habis buruknya dan ingin menyudahinya karena malu. Akan tetapi Ying dan Yang memberikan semangat dan tetapi menyuruhnya berlatih. Tingkah lucu yang dibuat oleh ketiga pamannya membuat Aneet ikut ketawa.“Aneet! Maafin Ayah ya.” ucap Annan yang membuat Aneet mengarahkan pandangannya ke Annan. “Maafin Ayah, waktu orang &ndash
“Selamat malam dokter, saya Guntur. Bisa tolong kiriman ambulans dan beberapa tenaga medis. Nanti saya share loc via pesan.”“Iya Pak, agak segera kami persiapkan.”***Suasana apartemen berubah menjadi panik saat Jarot, Same dan raka membawa Annan dalam kondisi pingsan dan bersimbah darah.Mereka letakkan Annan ditempat tidur. Jarot berusaha membersihkan darah yang mengalir di pelipis kanan. Sementara Same dan Raka membuka jaket dan baju yang Annan kenakan. Betapa terkejutnya mereka melihat dada Annan yang tergores cukup panjang.Wee... Woo... Wee... WooSuara ambulans terdengar dari atas apartemen. Beberapa orang tenaga medis keluar dari sana dengan membawa beberapa peralatan.“Ada petugas medis yang berjalan menuju sini Jar.” kata Ojan memberi informasi.“Siapa yang memanggil?” tanya Jarot sambil terus mengelap darah yang keluar.Beberapa Anak buah Annan mencoba menghalangi petugas medis
Tubuh Tomo tersentak bersamaan tiga buah peluru yang bersarang di dadanya. Mata Tomo membuka dengan begitu lebar, bahkan manik matanya sempat melirik ke arah Cokky.“Ka-kamu,” ucap Tomo dengan jari telunjuk yang mengarah ke Cokky.Tidak lama setelah itu, tubuh Tomo terpelanting ke lantai dengan matanya yang masih terbelalak.Waktu seakan berhenti, situasi begitu hening. Semua pasang mata langsung menatap Cokky dengan penuh kecurigaan.“Annan, kamu tidak perlu berterima kasih kepadaku.” Cokky bertutur memecah suasana hening. “Kenapa kalian semua dia, tidak usah terkesan karena ini adalah kewajibanku membela wilayah angka.”“Saudara-saudaraku di wilayah angka, kalian semua saksinya jika telah terjadi pembunuhan di sini... Bagaimanapun negara ini adalah negara hukum, jadi pasti kejadian ini akan diusut oleh polisi.” Lambang menunjuk dengan tangan sambil memegang cerutu.“Tunggu! Tunggu!&rdqu
“Merunduk!” halau Aneet sembari menarik tangan Gaying dan Gayang.Dor!Aneet melepaskan tembakan dari pistol yang dia ambil di samping kiri pinggang Gayang. Tembakan itu tepat mengenai pistol yang dibawa oleh Tomo dan terpental turun ke bawah.Dengan senyum yang dingin Aneet bangkit. Mengarahkan lurus pistol yang dia bawa ke tengah kepala Tomo.“Apa mau kamu?” tanya Tomo yang mulai ketakutan dengan kepala yang celingukan.“Aku ingin nyawamu,” jawab Aneet dengan nada lambat.“Aku tidak punya urusan sama kamu, jadi jangan ikut campur dengan urusanku,” ujar Tomo.Tawa kemenangan keluar dari bibir mungil Aneet. Senyum kepuasan menghiasi wajahnya sembari terus berjalan mendekati Tomo. Sementara Gaying dan Gayang melihat dengan heran apa yang sedang keponakannya tersebut lakukan.“Cuih!” Aneet meludah ketika posisinya dengan Tomo hanya berjarak beberapa meter. “Siapa b
“Semua pasukan, segera menempati posisi yang telah di tentukan!” Asisten Pramono memerintah setelah beberapa detik mengakhiri pembicaraannya dengan Gayang.“Siap, Pak!” jawab mereka serentak dengan begitu tegas.Pasukan khusus itu melangkah dengan senyap. Mereka mengepung gedeng tersebut pada setiap titik untuk mengantisipasi buronan kabur.“Mereka di mana?” Pramono bertanya.“Mungkin sudah di dalam pak, karena mereka menjawab dengan suara yang pelan,” jawab asisten.“Terlalu gegabah, mana ada petugas keamanan yang ikut pertemuan antar gangster. Apalagi mereka bertiga itu petugas khusus kepolisian,” protes Pramono.“Bukannya itu sudah menjadi pekerjaan mereka pak?” tanya Asisten dengan ragu.Pramono hanya melirik sang Asisten saja, dia kemudian masuk ke dalam mobil yang dipenuhi dengan perlengkapan IT yang begitu canggih. Tidak lama setelah memastikan semua pasukan sudah berada
Beberapa orang yang membawa pemukul bola pada olahraga kasti keluar dari mobil yang berukuran lebih besar itu.Bruk! Bruk! Bruk!Prang!“Aahhh!” Yuli berteriak ketika dia terkejut setelah jendela kaca di sebelahnya mendapatkan pukulan dari pria-pria yang sengaja mengikuti mobil mereka.“Kak Willy, apa yang harus kita lakukan?” tanya Dayat dengan wajahnya yang ketakutan.“Bagaimana ini Wil?” Sarah yang mulai cemas juga bertanya pada orang tertua di wilayah lima tersebut.“Kalau kita keluar melawan mereka, kita semua hanya akan mati konyol,” ujar Willy sembari celingukan untuk mengetahui kekuatan lawan. “Telepon Annan, kita cari bantuan.” Willy memerintah Sarah.“Tidak akan sempat, mobilku tidak akan mampu menahan pukulan terlalu lama,” sanggah Sarah.“Ada mobil mendekat ke sini!” seru Brian.Harapan seketika muncul di benak mereka setelah melihat Gayi
“Jarot! Ayo kita ke gedung pemilihan,” ajak Annan sambil memakai jam tangan yang hampir sama dengan Jarot, cuma berbeda warna saja.“Mari kak,” sahut Jarot, lalu berjalan beriringan dengan Annan. “Kak Annan menunggu di sini apa ikut ambil mobil?” tanya Jarot saat berada di teras depan.“Ikut saja!” jawab Annan singkat.Mobil milik Annan yang akan mereka gunakan terparkir satu sisi dengan Aneet yang sedang merendam kakinya di kolam renang.Ketika Jarot hendak membuka pintu dia tak sengaja melihat Aneet. “Kak Annan! Sebentar ya.”Jarot lalu menutup kembali pintu mobilnya lalu melangkah mendekati Aneet.“Sayang! Kamu sedang apa di situ?” tanya Jarot. Aneet menaikkan kakinya dari dalam kolam dan berdiri menyambut Jarot yang datang ke arahnya.“Mau berenang Paman.” Aneet menjawab dengan alibi apa yang terlintas di otaknya.“Paman berangkat dulu ya. Doakan pama
“Halo kantor polisi.... Pak ini dengan rumah sakit kepolisian. Pak telah terjadi pembunuhan di sini, korban atas nama Sultan yang merupakan tersangka titipan dari kepolisian kota.” Seorang perawat berbicara.Setelah beberapa saat telah terdiam mendengarkan lawan bicaranya merespons diujung telepon perawat tersebut menutup teleponnya.Polisi yang sedang bertugas dan menerima laporan tersebut. Meneruskan laporannya kepada Pramono sebagai penanggung jawab wilayah. Pramono ditemani oleh asistennya bergerak ke rumah sakit setelah mendapatkan laporan tersebut.“Silakan Pak!” seorang polisi yang sudah datang terlebih dahulu mempersilahkan Pramono masukDengan pelan Pramono membuka bantal yang menutupi wajah sultan. Dahi Pramono berkerut dan sedikit membuang wajahnya, ketika dia melihat ekspresi wajah ekstrim sultan.“Kuburkan dia dengan layak!” perintah Pramono, “Yang paling penting cari pelakunya sampai dapat,” titah
Di tempat persembunyiannya, Tomo yang masih merasakan sakit ditangannya karena luka tembak yang dihadiahkan oleh Aneet. Terpaksa tetap mengadakan koordinasi dengan seluruh pimpinan gangs wilayah dua. Dia lalu menyuruh Cokky untuk segera menghubungi para pimpinan gangs di bawah naungannya.“Bagaimana kak Tomo kondisinya?” tanya Hendra“Ya... Seperti yang kamu lihat.” Tomo menunjukkan tangan kanannya yang terbalut perban dengan sedikit bercak merah. “Brengsek! Gadis kecil anaknya Annan itu, berani – beraninya menyarangku!” lanjutnya mengumpat Aneet dengan geram dan salah satu tangannya mengepal.“Ini aku bawa obat pereda rasa sakit, semoga bisa membantu.” Hendra meletakkan sebuah kantung plastik transparan di meja yang berisi beberapa jenis obat.“Terima kasih, Hend!” ucap Tomo.Mengisi waktu sambil menunggu yang lain berkumpul, Tomo menyempatkan terlebih dahulu untuk meminum obat ya
“Tapi Yah!” Aneet masih sangat ingin membuat orang yang berada di dalam mobil itu berhenti, untuk mengetahui dalang di balik peristiwa ini.“Sayang! Mereka sudah jauh, kalau dipaksa bisa membahayakan pengguna jalan yang lain... Kita urus yang sudah tertangkap dulu, kita cari informasi dari mereka,” ucap Annan membujuk sang putri dengan memegang tangan Aneet yang saat ini memegang pistol.Annan mengajak sang putri untuk pergi dari jalan agar tidak mengganggu pengguna jalan lain. Dengan lembut Annan menggandeng tangan Aneet untuk melangkah.Kelima orang bertopeng itu diamankan oleh Gaying, Gayang dan Jarot di sudut toko. Empat orang dengan tangan terikat sabuk dan satu orang di sampingnya terkapar dengan luka tembak tapi dia tidak membuatnya meregang nyawa karena Annan sengaja menembak pada bagian tangan yang memegang pistol.Bak! Bak! Bak!Kaki Jarot menendang ke arah empat orang dengan tangan terikat, dia masih terbakar emosi dengan t
Pramono yang penasaran dengan terburu – buru mengambil berkas tersebut.“Bangsat! Ternyata dia orangnya!” umpat Pramono setelah melihat dan pelajari dokumen yang Aneet berikan.“Bapak pasti tidak menyangkakan?” celetuk Aneet. “Jika dalam setahun ini operasi yang bapak lakukan selalu gagal karena orang ini telah memberi informasi kepada target bapak.” Aneet melanjutkan pembicaraannya dengan pandangan yang serius.“Terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini,” tutur Pramono sembari menjabat tangan Aneet. “Oh ya, sampaikan salam dan terima kasihku kepada Ying dan Yang,” sambung Pramono yang membalas pandangan Aneet juga dengan serius.“Dengan senang hati pak,” balas Aneet dengan senyum.Pramono berpamitan untuk kembali ke kantor polisi dan berjanji kepada Aneet untuk menyelesaikan masalah ini dengan segera.Aneet yang masih memegang pergelangan tangan Anees, meng