“Semua pasukan, segera menempati posisi yang telah di tentukan!” Asisten Pramono memerintah setelah beberapa detik mengakhiri pembicaraannya dengan Gayang.
“Siap, Pak!” jawab mereka serentak dengan begitu tegas.Pasukan khusus itu melangkah dengan senyap. Mereka mengepung gedeng tersebut pada setiap titik untuk mengantisipasi buronan kabur.“Mereka di mana?” Pramono bertanya.“Mungkin sudah di dalam pak, karena mereka menjawab dengan suara yang pelan,” jawab asisten.“Terlalu gegabah, mana ada petugas keamanan yang ikut pertemuan antar gangster. Apalagi mereka bertiga itu petugas khusus kepolisian,” protes Pramono.“Bukannya itu sudah menjadi pekerjaan mereka pak?” tanya Asisten dengan ragu.Pramono hanya melirik sang Asisten saja, dia kemudian masuk ke dalam mobil yang dipenuhi dengan perlengkapan IT yang begitu canggih. Tidak lama setelah memastikan semua pasukan sudah berada“Merunduk!” halau Aneet sembari menarik tangan Gaying dan Gayang.Dor!Aneet melepaskan tembakan dari pistol yang dia ambil di samping kiri pinggang Gayang. Tembakan itu tepat mengenai pistol yang dibawa oleh Tomo dan terpental turun ke bawah.Dengan senyum yang dingin Aneet bangkit. Mengarahkan lurus pistol yang dia bawa ke tengah kepala Tomo.“Apa mau kamu?” tanya Tomo yang mulai ketakutan dengan kepala yang celingukan.“Aku ingin nyawamu,” jawab Aneet dengan nada lambat.“Aku tidak punya urusan sama kamu, jadi jangan ikut campur dengan urusanku,” ujar Tomo.Tawa kemenangan keluar dari bibir mungil Aneet. Senyum kepuasan menghiasi wajahnya sembari terus berjalan mendekati Tomo. Sementara Gaying dan Gayang melihat dengan heran apa yang sedang keponakannya tersebut lakukan.“Cuih!” Aneet meludah ketika posisinya dengan Tomo hanya berjarak beberapa meter. “Siapa b
Tubuh Tomo tersentak bersamaan tiga buah peluru yang bersarang di dadanya. Mata Tomo membuka dengan begitu lebar, bahkan manik matanya sempat melirik ke arah Cokky.“Ka-kamu,” ucap Tomo dengan jari telunjuk yang mengarah ke Cokky.Tidak lama setelah itu, tubuh Tomo terpelanting ke lantai dengan matanya yang masih terbelalak.Waktu seakan berhenti, situasi begitu hening. Semua pasang mata langsung menatap Cokky dengan penuh kecurigaan.“Annan, kamu tidak perlu berterima kasih kepadaku.” Cokky bertutur memecah suasana hening. “Kenapa kalian semua dia, tidak usah terkesan karena ini adalah kewajibanku membela wilayah angka.”“Saudara-saudaraku di wilayah angka, kalian semua saksinya jika telah terjadi pembunuhan di sini... Bagaimanapun negara ini adalah negara hukum, jadi pasti kejadian ini akan diusut oleh polisi.” Lambang menunjuk dengan tangan sambil memegang cerutu.“Tunggu! Tunggu!&rdqu
BRAK!Suara bantingan pintu yang terbuka paksa terdengar oleh Gayatri Pradipta Pasha. Aya biasa dia dipanggil langsung bergegas bangun dan membawa anaknya bersembunyi disebuah ruangan rahasia, yang ada didalam otaknya saat ini hanyalah bagaimana dia bisa menyelamatkan anaknya.Sesampai di ruang rahasia tersebut dia melihat ke layar monitor. Rumahnya memang sengaja dipasang cctv agar bisa memantau keadaan. Dilayar itu dia melihat banyak orang dengan membawa senjata.Aya sadar meskipun dirinya adalah seorang prajurit yang terlatih tapi dia tidak akan menang menghadapi semua orang itu sendirian. Aya kemudian memandangi buah hatinya. ‘Sayang jika ini memang pertemuanmu dengan ibu untuk terakhir kalinya. Ibu mohon jadilah gadis yang Pemberani, cerdas dan mandiri.’ ucapnya dalam hati.DOR! DOR! DOR!Suara tembakan membuyarkan lamunan Aya, dia kemudian berdiri dan mempersiapkan diri untuk menghadapi mereka.“Aneet, dengarkan Ibu!&
Angin bertiup lumayan kencang saat ini, membuat terbang semua benda-benda ringan. Di landasan pacu pesawat sudah menanti rombongan yang akan menjemput mereka. Terlihat Guntur dan Anna serta beberapa pengawalnya. Dengan digandeng oleh kedua pamannya Aneet menuruni tangga pesawat.‘Ayah! Aneet pulang. Aneet ingin ketemu Ayah.’ dalam hati Aneet berucap saat kakinya menginjakkan landasan pacu pesawat.Aneet mengambil nafas panjangnya lagi kemudian dia berlari menghampiri oma dan opanya yang sudah menunggu, Aneet memeluk mereka berdua dengan sangat erat untuk melepaskan rasa rindu.“Oma, Opa.” ucap Aneet saat berada dipelukan oma dan opanya.“Oma rindu sekali dengan Aneet.” kata Anna, Septiana Baskara adalah nama oma dari aneet yang biasa disapa dengan Ana. Ana adalah seorang wanita kareir yang membantu bisnis berlian suaminya. Sementara Guntur Pradipta Pasha adalah pimpinan Pasha grub perusahan yang punya banyak anak cabang. Dia juga termasuk orang yang disegani dikalangan para mafia.Seb
Tik! Tik! Tik!Tetesan Air hujan jatuh mengenai pipi Jarot yang membuatnya sedikit terkejut dan refleks memegang pipinya. Ditadahkan kepalanya ke atas untuk melihat kondisi, benar saja langit sudah mulai gelap pertanda hujan akan segera turun.“Kak Annan, ayo kita pergi! Sudah mau hujan.” ajak Jarot sembari memegang bahu Annan yang duduk di samping makam Aya.“Kamu duluan aja, sebentar lagi aku nyusul.” Kata Annan“Jarot tunggu di mobil kak.” balasnya yang lalu berjalan meninggalkan AnnanAnnan memegang nisan dengan tulisan Gayatri Pradipta Pasha binti Guntur Pradipta Pasha lalu dia berkata. “dua belas tahun kamu tinggalkan aku Aya, begitu juga dengan putri kita. Aya hari ini aku benar-benar sangat merindukan Aneet. Jika kamu sayang padaku tolong bantu aku ketemu dengan Aneet.”Hujan mulai turun agak banyak, Annan menghapus air matanya lalu berlari meninggalkan makam Aya.“Jalan Jar!&rdquo
BRAK! Terlihat sebuah tangan menggebrak meja yang Aneet gunakan untuk makan. Aneet terkejut tapi hanya memejamkan matanya tanpa bereaksi berlebih. Dia mencoba mencari tahu siapa yang melakukan hal tersebut dengan mengangkat kepalanya. Dilihatnya ada lima orang pria dengan tubuh yang lumayan tegap dengan setelan baju hitam berada di depannya, dia juga melihat meja di sekelilingnya yang tadinya rame menjadi sepi. Aneet hanya menaikkan bola matanya ke atas dan kembali lagi menikmati mienya. “Hai! kamu tidak lihat apa kita mau makan di sini!” bentak Ojan yang mendekatkan wajahnya ke Aneet. “kelihatannya dia orang baru di kota kita, sampai-sampai dia tidak tahu siapa kita,” bisik Samuel pada Ojan. Aneet hembuskan nafas panjangnya lalu berkata. “Silakan saja jika mau makan, di sini kan masih banyak kursi kosong... jadi kalian bisa pilih suka – suka mau duduk di mana.” “Tapi kami maunya di sini!” teriak Ojan lagi. “Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh.” Aneet menghitung jumlah gan
Annan, Jarot, Ojan, Samuel dan Aneet terus berjalan menjauhi tempat mereka berkelahi tadi. Hingga mereka berlima sampai pada sebuah taman yang diluarnya berderet jajanan malam dengan aneka menu.Aroma dari jajan yang berderet itu benar-benar menusuk hidung dan membangkitkan selera makan.“Kak, berhenti dulu ya? Istirahat dulu. Haus!” pinta Ojan dengan nafas yang terengah-engah.“Ojan! Baru segini saja udah tidak kuat?! Kamu harus sering olahraga.” protes Annan sambil menepuk punggung ojan yang meringkuk. “Ya sudah, kamu beli minum dulu sana.” ucap Annan“Hei gadis kecil! Kamu mau minum apa?” tanya Samuel.“Gak paman, terima kasih. Aku masih kenyang.” jawab Aneet.Mereka berdua lalu pergi sementara Annan mengajak Aneet dan Jarot duduk disebuah gacebo yang tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.“Em... BTW mereka tadi siapa ya? Paman-paman semua ada masalah apa sama orang-ora
Kukuruyuk! Petok! Petok!Cuit! Cuit! Cuiit!Cit! Cit! Cit!Suara Alaram pagi sudah terdengar di kediaman keluarga Guntur. Gaying, Gayang dan Aneet yang tidur bertiga dengan kompaknya menutup telinga dengan menggunakan bantal yang mereka gunakan untuk Alas.Sejak ditinggal oleh Aya ibu Aneet, setiap hari dia memang tidur dengan kedua pamanya sampai sekarang.Cring!Sinar matahari mulai memasuki kamar mereka ketika Ana membuka jendela besar di kamar mereka bertiga. Dia menggelengkan kepala saat mengetahui dua anak dan cucunya menutup muka mereka dengan bantal.“Ayo bangun-bangun!” ucap Ana sambil menepuk-nepukkan kedua tangannya.“Uh... Mamah, masih pagi Mah! Kenapa udah bising aja?” protes Gayang.“Ini udah siang, Ayo buruan bangun. Papah sudah menunggu kalian dibawah.” ucap Ana sambil menggoyang-goyangkan kaki Gayang.“Oma... Jam berapa ini? Perasaan Aneet baru tidur satu jam kenapa sudah pagi saja.” ucap Aneet sambil bangkit dari tidurnya, dia duduk de
Tubuh Tomo tersentak bersamaan tiga buah peluru yang bersarang di dadanya. Mata Tomo membuka dengan begitu lebar, bahkan manik matanya sempat melirik ke arah Cokky.“Ka-kamu,” ucap Tomo dengan jari telunjuk yang mengarah ke Cokky.Tidak lama setelah itu, tubuh Tomo terpelanting ke lantai dengan matanya yang masih terbelalak.Waktu seakan berhenti, situasi begitu hening. Semua pasang mata langsung menatap Cokky dengan penuh kecurigaan.“Annan, kamu tidak perlu berterima kasih kepadaku.” Cokky bertutur memecah suasana hening. “Kenapa kalian semua dia, tidak usah terkesan karena ini adalah kewajibanku membela wilayah angka.”“Saudara-saudaraku di wilayah angka, kalian semua saksinya jika telah terjadi pembunuhan di sini... Bagaimanapun negara ini adalah negara hukum, jadi pasti kejadian ini akan diusut oleh polisi.” Lambang menunjuk dengan tangan sambil memegang cerutu.“Tunggu! Tunggu!&rdqu
“Merunduk!” halau Aneet sembari menarik tangan Gaying dan Gayang.Dor!Aneet melepaskan tembakan dari pistol yang dia ambil di samping kiri pinggang Gayang. Tembakan itu tepat mengenai pistol yang dibawa oleh Tomo dan terpental turun ke bawah.Dengan senyum yang dingin Aneet bangkit. Mengarahkan lurus pistol yang dia bawa ke tengah kepala Tomo.“Apa mau kamu?” tanya Tomo yang mulai ketakutan dengan kepala yang celingukan.“Aku ingin nyawamu,” jawab Aneet dengan nada lambat.“Aku tidak punya urusan sama kamu, jadi jangan ikut campur dengan urusanku,” ujar Tomo.Tawa kemenangan keluar dari bibir mungil Aneet. Senyum kepuasan menghiasi wajahnya sembari terus berjalan mendekati Tomo. Sementara Gaying dan Gayang melihat dengan heran apa yang sedang keponakannya tersebut lakukan.“Cuih!” Aneet meludah ketika posisinya dengan Tomo hanya berjarak beberapa meter. “Siapa b
“Semua pasukan, segera menempati posisi yang telah di tentukan!” Asisten Pramono memerintah setelah beberapa detik mengakhiri pembicaraannya dengan Gayang.“Siap, Pak!” jawab mereka serentak dengan begitu tegas.Pasukan khusus itu melangkah dengan senyap. Mereka mengepung gedeng tersebut pada setiap titik untuk mengantisipasi buronan kabur.“Mereka di mana?” Pramono bertanya.“Mungkin sudah di dalam pak, karena mereka menjawab dengan suara yang pelan,” jawab asisten.“Terlalu gegabah, mana ada petugas keamanan yang ikut pertemuan antar gangster. Apalagi mereka bertiga itu petugas khusus kepolisian,” protes Pramono.“Bukannya itu sudah menjadi pekerjaan mereka pak?” tanya Asisten dengan ragu.Pramono hanya melirik sang Asisten saja, dia kemudian masuk ke dalam mobil yang dipenuhi dengan perlengkapan IT yang begitu canggih. Tidak lama setelah memastikan semua pasukan sudah berada
Beberapa orang yang membawa pemukul bola pada olahraga kasti keluar dari mobil yang berukuran lebih besar itu.Bruk! Bruk! Bruk!Prang!“Aahhh!” Yuli berteriak ketika dia terkejut setelah jendela kaca di sebelahnya mendapatkan pukulan dari pria-pria yang sengaja mengikuti mobil mereka.“Kak Willy, apa yang harus kita lakukan?” tanya Dayat dengan wajahnya yang ketakutan.“Bagaimana ini Wil?” Sarah yang mulai cemas juga bertanya pada orang tertua di wilayah lima tersebut.“Kalau kita keluar melawan mereka, kita semua hanya akan mati konyol,” ujar Willy sembari celingukan untuk mengetahui kekuatan lawan. “Telepon Annan, kita cari bantuan.” Willy memerintah Sarah.“Tidak akan sempat, mobilku tidak akan mampu menahan pukulan terlalu lama,” sanggah Sarah.“Ada mobil mendekat ke sini!” seru Brian.Harapan seketika muncul di benak mereka setelah melihat Gayi
“Jarot! Ayo kita ke gedung pemilihan,” ajak Annan sambil memakai jam tangan yang hampir sama dengan Jarot, cuma berbeda warna saja.“Mari kak,” sahut Jarot, lalu berjalan beriringan dengan Annan. “Kak Annan menunggu di sini apa ikut ambil mobil?” tanya Jarot saat berada di teras depan.“Ikut saja!” jawab Annan singkat.Mobil milik Annan yang akan mereka gunakan terparkir satu sisi dengan Aneet yang sedang merendam kakinya di kolam renang.Ketika Jarot hendak membuka pintu dia tak sengaja melihat Aneet. “Kak Annan! Sebentar ya.”Jarot lalu menutup kembali pintu mobilnya lalu melangkah mendekati Aneet.“Sayang! Kamu sedang apa di situ?” tanya Jarot. Aneet menaikkan kakinya dari dalam kolam dan berdiri menyambut Jarot yang datang ke arahnya.“Mau berenang Paman.” Aneet menjawab dengan alibi apa yang terlintas di otaknya.“Paman berangkat dulu ya. Doakan pama
“Halo kantor polisi.... Pak ini dengan rumah sakit kepolisian. Pak telah terjadi pembunuhan di sini, korban atas nama Sultan yang merupakan tersangka titipan dari kepolisian kota.” Seorang perawat berbicara.Setelah beberapa saat telah terdiam mendengarkan lawan bicaranya merespons diujung telepon perawat tersebut menutup teleponnya.Polisi yang sedang bertugas dan menerima laporan tersebut. Meneruskan laporannya kepada Pramono sebagai penanggung jawab wilayah. Pramono ditemani oleh asistennya bergerak ke rumah sakit setelah mendapatkan laporan tersebut.“Silakan Pak!” seorang polisi yang sudah datang terlebih dahulu mempersilahkan Pramono masukDengan pelan Pramono membuka bantal yang menutupi wajah sultan. Dahi Pramono berkerut dan sedikit membuang wajahnya, ketika dia melihat ekspresi wajah ekstrim sultan.“Kuburkan dia dengan layak!” perintah Pramono, “Yang paling penting cari pelakunya sampai dapat,” titah
Di tempat persembunyiannya, Tomo yang masih merasakan sakit ditangannya karena luka tembak yang dihadiahkan oleh Aneet. Terpaksa tetap mengadakan koordinasi dengan seluruh pimpinan gangs wilayah dua. Dia lalu menyuruh Cokky untuk segera menghubungi para pimpinan gangs di bawah naungannya.“Bagaimana kak Tomo kondisinya?” tanya Hendra“Ya... Seperti yang kamu lihat.” Tomo menunjukkan tangan kanannya yang terbalut perban dengan sedikit bercak merah. “Brengsek! Gadis kecil anaknya Annan itu, berani – beraninya menyarangku!” lanjutnya mengumpat Aneet dengan geram dan salah satu tangannya mengepal.“Ini aku bawa obat pereda rasa sakit, semoga bisa membantu.” Hendra meletakkan sebuah kantung plastik transparan di meja yang berisi beberapa jenis obat.“Terima kasih, Hend!” ucap Tomo.Mengisi waktu sambil menunggu yang lain berkumpul, Tomo menyempatkan terlebih dahulu untuk meminum obat ya
“Tapi Yah!” Aneet masih sangat ingin membuat orang yang berada di dalam mobil itu berhenti, untuk mengetahui dalang di balik peristiwa ini.“Sayang! Mereka sudah jauh, kalau dipaksa bisa membahayakan pengguna jalan yang lain... Kita urus yang sudah tertangkap dulu, kita cari informasi dari mereka,” ucap Annan membujuk sang putri dengan memegang tangan Aneet yang saat ini memegang pistol.Annan mengajak sang putri untuk pergi dari jalan agar tidak mengganggu pengguna jalan lain. Dengan lembut Annan menggandeng tangan Aneet untuk melangkah.Kelima orang bertopeng itu diamankan oleh Gaying, Gayang dan Jarot di sudut toko. Empat orang dengan tangan terikat sabuk dan satu orang di sampingnya terkapar dengan luka tembak tapi dia tidak membuatnya meregang nyawa karena Annan sengaja menembak pada bagian tangan yang memegang pistol.Bak! Bak! Bak!Kaki Jarot menendang ke arah empat orang dengan tangan terikat, dia masih terbakar emosi dengan t
Pramono yang penasaran dengan terburu – buru mengambil berkas tersebut.“Bangsat! Ternyata dia orangnya!” umpat Pramono setelah melihat dan pelajari dokumen yang Aneet berikan.“Bapak pasti tidak menyangkakan?” celetuk Aneet. “Jika dalam setahun ini operasi yang bapak lakukan selalu gagal karena orang ini telah memberi informasi kepada target bapak.” Aneet melanjutkan pembicaraannya dengan pandangan yang serius.“Terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini,” tutur Pramono sembari menjabat tangan Aneet. “Oh ya, sampaikan salam dan terima kasihku kepada Ying dan Yang,” sambung Pramono yang membalas pandangan Aneet juga dengan serius.“Dengan senang hati pak,” balas Aneet dengan senyum.Pramono berpamitan untuk kembali ke kantor polisi dan berjanji kepada Aneet untuk menyelesaikan masalah ini dengan segera.Aneet yang masih memegang pergelangan tangan Anees, meng