Jarot sudah mulai mengarahkan pistolnya ke arah sasaran, dengan sungguh – sungguh dia mencoba membidik sasarannya.
Dor!Pelatuk telah ditariknya, tembakan pertamanya sangat jauh sekali dari sasaran.“Ayo Paman Jar, semangat!” teriak Aneet memberikan semangat.“Susah!” keluh jarot.“Ayo paman dua lagi, paman harus konsentrasi dan tenang. Bidik sasaran.” seru Aneet dengan semangat.Dor!Dor!Tak begitu berbeda dengan hasil pertama, tembakan kedua dan ketiganya juga hanya bergerak beberapa inchi saya dari tembakan awalnya.Jarot sudah putus asa dengan ketiga habis buruknya dan ingin menyudahinya karena malu. Akan tetapi Ying dan Yang memberikan semangat dan tetapi menyuruhnya berlatih. Tingkah lucu yang dibuat oleh ketiga pamannya membuat Aneet ikut ketawa.“Aneet! Maafin Ayah ya.” ucap Annan yang membuat Aneet mengarahkan pandangannya ke Annan. “Maafin Ayah, waktu orang &ndash“Selamat malam dokter, saya Guntur. Bisa tolong kiriman ambulans dan beberapa tenaga medis. Nanti saya share loc via pesan.”“Iya Pak, agak segera kami persiapkan.”***Suasana apartemen berubah menjadi panik saat Jarot, Same dan raka membawa Annan dalam kondisi pingsan dan bersimbah darah.Mereka letakkan Annan ditempat tidur. Jarot berusaha membersihkan darah yang mengalir di pelipis kanan. Sementara Same dan Raka membuka jaket dan baju yang Annan kenakan. Betapa terkejutnya mereka melihat dada Annan yang tergores cukup panjang.Wee... Woo... Wee... WooSuara ambulans terdengar dari atas apartemen. Beberapa orang tenaga medis keluar dari sana dengan membawa beberapa peralatan.“Ada petugas medis yang berjalan menuju sini Jar.” kata Ojan memberi informasi.“Siapa yang memanggil?” tanya Jarot sambil terus mengelap darah yang keluar.Beberapa Anak buah Annan mencoba menghalangi petugas medis
Empat jam lamanya Aneet dan Annan berdiskusi soal sistem yang akan dipasang. Sebelum akhirnya diskusi berhenti karena Dana pacar Annan yang sudah diusir masuk ke dalam kamar dengan membawa semangkuk sop.‘Awas saja, akan aku tumpahkan sop ini kebajumu.’ ucap dalam hati Dana yang merasa cemburu karena kedekatan Aneet dan Annan.Aneet sudah menunjukkan muka tidak suka dengan Dana dengan sedikit menjauhkan buku di pangkuan Annan.“Ibumu tetap yang terbaik buat Ayah.” bisik Annan sangat lirih ditelinga Aneet.“Tapi benar, aku sangat tidak suka dengan orang ini. Menyebalkan sekali!” bisik balik Aneet ke telinga Annan“Sayang, ayo kita makan dulu.” Ucap Dana. Dia lalu menyuapi Annan sembari menadahkan mangkuk di dekat dada AnnanPlug!“Auw!” pekik Aneet yang tangan kanannya kepanasan karena ketumpahan sop. “Damn! Panas sekali!” teriak Aneet“Bisa tidak sih kamu!” ter
Mata Annan terus menatap bros bunga Lilly yang ada di kerah baju Aneet, dia membandingkan dengan apa yang dia lihat di poto yang dikirim oleh Sarah.‘Iya, sama persis. Berarti putriku ada hubungannya dengan peristiwa pemukulan Dayat.’ Gejolak batin Annan.Annan ingin lebih memastikan kebenarannya, dia melangkah mendekati Aneet yang sedang dikompres tangannya oleh yang.“Yang, biar kakak yang mengobati.” pinta Annan, pandangan mata Annan sama sekali tidak lepas dari Bross lilly yang dikenakan Aneet.“Iya Kak, ini komperes dan Salepnya.” Yang memberikan Annan semua alat yang digunakannya.Annan menoleh ke arah Yang untuk mengambilnya, ternyata Yang juga memakai bros yang sama dengan Aneet. Karena penasaran Annan juga melihat Ying dan Annan juga mendapati hal yang sama.‘Berarti bross lilly ini ada tanda identitas mereka.’ Ucap Anan dalam hatinya“Kak! Ini alatnya.” tegur Yang,
Setelah selesai koordinasi semuanya berbaur menjadi satu. Tidak ada perbedaan mana anak buah dan mana pimpinan, mereka tumpah menjadi satu dalam pesta tersebut. Bagaikan saudara yang selalu akur dan damai. Tapi hal tersebut tidak berlaku bagi Cokky, dia selalu menganggap jika Annan ada pesaingnya yang selalu menghalangi kesuksesannya.Cokky yang merasa penasaran dengan tiga orang baru yang dibawa oleh guntur mencoba mencari tahu dengan mendatangi meja guntur.“Pak Guntur, anak buahnya baru ya.” tanya Cokky“Mereka bertiga? Mereka bukan anak buahku. Dua orang kembar ini Gaying dan Gayang Pradipta Pasha mereka putraku. Dan yang cewek itu Ganetta Tan Harsa cucuku. Kenapa?” tanya balik Guntur setelah menjawab pertanyaan Cokky.“Anaknya Annan?” tanya Cokky lagi.“Iya, aku anaknya Ganandra dan Gayatri. Kenapa kamu heran aku masih bernafas di sini?” sahut Aneet. Aneet mengetahui jika cokky adalah salah seora
“Semuanya jadi lima juta empat ratus dua puluh delapan ribu.” kata kasir sembari memasukkan sisa belanjaan di kantong plastik.“Ayah, minta tolong ya.” pinta Aneet dengan tersenyum lebar.Annan mendekati kasir sambil tersenyum dan menggeleng – gelengkan kepalanya.“Ngerjain orang tua.” ucap Annan sambil menghadiahkan bogem lembut ke kepala Aneet. “Pakai kartu bisa kan mbak?” lanjut Annan bertanya pada kasir sambil memberikan kartu debitnya.“Bisa Pak.” jawab kasir sambil mengambil kartu dari Annan dan menggesekkannya pada mesin edisi. “Ini ya Pak totalnya lima juta empat ratus dua puluh delapan ribu. Silakan pinnya pak.” Annan langsung menekan tombol angka pada mesin edc dan menyerahkan mesin kembali mesinnya kepada kasir. “Ini nota dan kartunya pak terima kasih.”Annan tersenyum lalu mengambil kartu dan notanya. Gaying, Gayang, Raka dan Ojan sudah pergi dahulu membawa belanjaan. Aneet yang membawa belanjaan terakhir terlihat melihat – lihat baku sambil menunggu
Di white house...Karena diguyur hujan deras yang tak kunjung berhenti dari tadi pagi buta, udara terasa jadi begitu dingin.Aneet terlihat keluar dari kamar dengan menggunakan sweter warna merah muda. Berjalan dari kamar menuju ke arah dapur, sesekali dia menggesek – gesekkan kedua telapak tangannya untuk mendapatkan sedikit kehangatan.“Pagi Aneet!” sapa Gaying“Pagi juga paman – paman Aneet.” sapa balik Aneet. Bergantian Aneet memberi ciuman selamat pagi pada kedua pamannya.“Mau kopi?” tanya Gayang sambil tolah – toleh mencari sesuatu hingga kepalanya melewati meja pantri dapur.“Ich Paman cari apa?” tanya Aneet dengan nada protes sambil memukul lengan Gayang. “Paman! Aneet mau susu. Udah donk cari apa sih paman?” lanjutnya“Heran aku! Kamu cari apa woy?” Gaying juga ikut – ikutan Protes dengan tingkah Gayang“Ayahmu mana?” tanya Gayang“Dia...? He he he! Masih tidurlah.” jawab Aneet. “Ayo paman katanya mau buatin Aneet susu.” Pinta A
Hingga siang tiba hujan tidak kunjung reda. Meskipun tidak sederas tadi pagi tapi cukup menunda aktivitas di luar ruangan. Sembari menunggu makan siang yang belum datang, mereka melakukan aktivitasnya masing – masing.Aneet bersama Gaying dan Gayang sedang duduk di teras belakang sambil memandangi rintikan air hujan yang turun. Mereka memang selalu kompak dan sangat akrab, Aneet terlihat duduk di depan Gayang dan sang paman memeluk erat keponakannya agar tidak kedinginan.Jarot yang melihat hal tersebut berjalan mendekati mereka, Jarot juga tidak nyaman dengan sikap dia Annan dan tatapan matanya yang tajam.“Hai! Boleh gabung?” tanya Jarot dengan nada lirih dan tersenyum.Mereka bertiga langsung kompak melihat ke arah sumber suara.“Wah boleh dong kak Jarot, ayo mari – mari duduk.” kata Gaying sambil mengambilkan alas untuk duduk.“Kalau ngelihat seperti ini pacarmu tidak cemburu Yang?” tanya jarot b
Pandangan mata semua anggota wilayah lima terus tertuju apa Annan. Mereka merasa bingung dan bertanya apa yang terjadi.“Ayah,” panggil Aneet sambil memegang tangannya yang menggenggam seakan – akan siap memukul seseorang.“Ayo sayang!” Annan yang kembali tersadar dari lamunannya langsung menarik tangan Aneet.Mereka lalu berlari menuju mobil yang disiapkan Gaying dan Gayang.“Aneet! Ada apa ini?” tanya Sarah yang kelihatan bingung.“Tiga bar milik ayah kebakaran.” jawab Aneet sambil berlari di belakang Annan.Sampai di depan mobil Gaying langsung memberikan mantel kepada Aneet dan Annan, di mantel itu sudah ada alat – alat yang dibutuhkan untuk melawan. Mereka berempat pergi tanpa menghiraukan white house. Gayang langsung menginjak pedal gasnya untuk menuju Bar pusat milik Annan.“Sebagian jaga di sini, terus sebagian ikut kita.” kata Willy mengarahkan.&l
Tubuh Tomo tersentak bersamaan tiga buah peluru yang bersarang di dadanya. Mata Tomo membuka dengan begitu lebar, bahkan manik matanya sempat melirik ke arah Cokky.“Ka-kamu,” ucap Tomo dengan jari telunjuk yang mengarah ke Cokky.Tidak lama setelah itu, tubuh Tomo terpelanting ke lantai dengan matanya yang masih terbelalak.Waktu seakan berhenti, situasi begitu hening. Semua pasang mata langsung menatap Cokky dengan penuh kecurigaan.“Annan, kamu tidak perlu berterima kasih kepadaku.” Cokky bertutur memecah suasana hening. “Kenapa kalian semua dia, tidak usah terkesan karena ini adalah kewajibanku membela wilayah angka.”“Saudara-saudaraku di wilayah angka, kalian semua saksinya jika telah terjadi pembunuhan di sini... Bagaimanapun negara ini adalah negara hukum, jadi pasti kejadian ini akan diusut oleh polisi.” Lambang menunjuk dengan tangan sambil memegang cerutu.“Tunggu! Tunggu!&rdqu
“Merunduk!” halau Aneet sembari menarik tangan Gaying dan Gayang.Dor!Aneet melepaskan tembakan dari pistol yang dia ambil di samping kiri pinggang Gayang. Tembakan itu tepat mengenai pistol yang dibawa oleh Tomo dan terpental turun ke bawah.Dengan senyum yang dingin Aneet bangkit. Mengarahkan lurus pistol yang dia bawa ke tengah kepala Tomo.“Apa mau kamu?” tanya Tomo yang mulai ketakutan dengan kepala yang celingukan.“Aku ingin nyawamu,” jawab Aneet dengan nada lambat.“Aku tidak punya urusan sama kamu, jadi jangan ikut campur dengan urusanku,” ujar Tomo.Tawa kemenangan keluar dari bibir mungil Aneet. Senyum kepuasan menghiasi wajahnya sembari terus berjalan mendekati Tomo. Sementara Gaying dan Gayang melihat dengan heran apa yang sedang keponakannya tersebut lakukan.“Cuih!” Aneet meludah ketika posisinya dengan Tomo hanya berjarak beberapa meter. “Siapa b
“Semua pasukan, segera menempati posisi yang telah di tentukan!” Asisten Pramono memerintah setelah beberapa detik mengakhiri pembicaraannya dengan Gayang.“Siap, Pak!” jawab mereka serentak dengan begitu tegas.Pasukan khusus itu melangkah dengan senyap. Mereka mengepung gedeng tersebut pada setiap titik untuk mengantisipasi buronan kabur.“Mereka di mana?” Pramono bertanya.“Mungkin sudah di dalam pak, karena mereka menjawab dengan suara yang pelan,” jawab asisten.“Terlalu gegabah, mana ada petugas keamanan yang ikut pertemuan antar gangster. Apalagi mereka bertiga itu petugas khusus kepolisian,” protes Pramono.“Bukannya itu sudah menjadi pekerjaan mereka pak?” tanya Asisten dengan ragu.Pramono hanya melirik sang Asisten saja, dia kemudian masuk ke dalam mobil yang dipenuhi dengan perlengkapan IT yang begitu canggih. Tidak lama setelah memastikan semua pasukan sudah berada
Beberapa orang yang membawa pemukul bola pada olahraga kasti keluar dari mobil yang berukuran lebih besar itu.Bruk! Bruk! Bruk!Prang!“Aahhh!” Yuli berteriak ketika dia terkejut setelah jendela kaca di sebelahnya mendapatkan pukulan dari pria-pria yang sengaja mengikuti mobil mereka.“Kak Willy, apa yang harus kita lakukan?” tanya Dayat dengan wajahnya yang ketakutan.“Bagaimana ini Wil?” Sarah yang mulai cemas juga bertanya pada orang tertua di wilayah lima tersebut.“Kalau kita keluar melawan mereka, kita semua hanya akan mati konyol,” ujar Willy sembari celingukan untuk mengetahui kekuatan lawan. “Telepon Annan, kita cari bantuan.” Willy memerintah Sarah.“Tidak akan sempat, mobilku tidak akan mampu menahan pukulan terlalu lama,” sanggah Sarah.“Ada mobil mendekat ke sini!” seru Brian.Harapan seketika muncul di benak mereka setelah melihat Gayi
“Jarot! Ayo kita ke gedung pemilihan,” ajak Annan sambil memakai jam tangan yang hampir sama dengan Jarot, cuma berbeda warna saja.“Mari kak,” sahut Jarot, lalu berjalan beriringan dengan Annan. “Kak Annan menunggu di sini apa ikut ambil mobil?” tanya Jarot saat berada di teras depan.“Ikut saja!” jawab Annan singkat.Mobil milik Annan yang akan mereka gunakan terparkir satu sisi dengan Aneet yang sedang merendam kakinya di kolam renang.Ketika Jarot hendak membuka pintu dia tak sengaja melihat Aneet. “Kak Annan! Sebentar ya.”Jarot lalu menutup kembali pintu mobilnya lalu melangkah mendekati Aneet.“Sayang! Kamu sedang apa di situ?” tanya Jarot. Aneet menaikkan kakinya dari dalam kolam dan berdiri menyambut Jarot yang datang ke arahnya.“Mau berenang Paman.” Aneet menjawab dengan alibi apa yang terlintas di otaknya.“Paman berangkat dulu ya. Doakan pama
“Halo kantor polisi.... Pak ini dengan rumah sakit kepolisian. Pak telah terjadi pembunuhan di sini, korban atas nama Sultan yang merupakan tersangka titipan dari kepolisian kota.” Seorang perawat berbicara.Setelah beberapa saat telah terdiam mendengarkan lawan bicaranya merespons diujung telepon perawat tersebut menutup teleponnya.Polisi yang sedang bertugas dan menerima laporan tersebut. Meneruskan laporannya kepada Pramono sebagai penanggung jawab wilayah. Pramono ditemani oleh asistennya bergerak ke rumah sakit setelah mendapatkan laporan tersebut.“Silakan Pak!” seorang polisi yang sudah datang terlebih dahulu mempersilahkan Pramono masukDengan pelan Pramono membuka bantal yang menutupi wajah sultan. Dahi Pramono berkerut dan sedikit membuang wajahnya, ketika dia melihat ekspresi wajah ekstrim sultan.“Kuburkan dia dengan layak!” perintah Pramono, “Yang paling penting cari pelakunya sampai dapat,” titah
Di tempat persembunyiannya, Tomo yang masih merasakan sakit ditangannya karena luka tembak yang dihadiahkan oleh Aneet. Terpaksa tetap mengadakan koordinasi dengan seluruh pimpinan gangs wilayah dua. Dia lalu menyuruh Cokky untuk segera menghubungi para pimpinan gangs di bawah naungannya.“Bagaimana kak Tomo kondisinya?” tanya Hendra“Ya... Seperti yang kamu lihat.” Tomo menunjukkan tangan kanannya yang terbalut perban dengan sedikit bercak merah. “Brengsek! Gadis kecil anaknya Annan itu, berani – beraninya menyarangku!” lanjutnya mengumpat Aneet dengan geram dan salah satu tangannya mengepal.“Ini aku bawa obat pereda rasa sakit, semoga bisa membantu.” Hendra meletakkan sebuah kantung plastik transparan di meja yang berisi beberapa jenis obat.“Terima kasih, Hend!” ucap Tomo.Mengisi waktu sambil menunggu yang lain berkumpul, Tomo menyempatkan terlebih dahulu untuk meminum obat ya
“Tapi Yah!” Aneet masih sangat ingin membuat orang yang berada di dalam mobil itu berhenti, untuk mengetahui dalang di balik peristiwa ini.“Sayang! Mereka sudah jauh, kalau dipaksa bisa membahayakan pengguna jalan yang lain... Kita urus yang sudah tertangkap dulu, kita cari informasi dari mereka,” ucap Annan membujuk sang putri dengan memegang tangan Aneet yang saat ini memegang pistol.Annan mengajak sang putri untuk pergi dari jalan agar tidak mengganggu pengguna jalan lain. Dengan lembut Annan menggandeng tangan Aneet untuk melangkah.Kelima orang bertopeng itu diamankan oleh Gaying, Gayang dan Jarot di sudut toko. Empat orang dengan tangan terikat sabuk dan satu orang di sampingnya terkapar dengan luka tembak tapi dia tidak membuatnya meregang nyawa karena Annan sengaja menembak pada bagian tangan yang memegang pistol.Bak! Bak! Bak!Kaki Jarot menendang ke arah empat orang dengan tangan terikat, dia masih terbakar emosi dengan t
Pramono yang penasaran dengan terburu – buru mengambil berkas tersebut.“Bangsat! Ternyata dia orangnya!” umpat Pramono setelah melihat dan pelajari dokumen yang Aneet berikan.“Bapak pasti tidak menyangkakan?” celetuk Aneet. “Jika dalam setahun ini operasi yang bapak lakukan selalu gagal karena orang ini telah memberi informasi kepada target bapak.” Aneet melanjutkan pembicaraannya dengan pandangan yang serius.“Terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini,” tutur Pramono sembari menjabat tangan Aneet. “Oh ya, sampaikan salam dan terima kasihku kepada Ying dan Yang,” sambung Pramono yang membalas pandangan Aneet juga dengan serius.“Dengan senang hati pak,” balas Aneet dengan senyum.Pramono berpamitan untuk kembali ke kantor polisi dan berjanji kepada Aneet untuk menyelesaikan masalah ini dengan segera.Aneet yang masih memegang pergelangan tangan Anees, meng