Share

20 - Pencarian

Penulis: Ari Keling
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Pak Harun terus melangkah diikuti Gugun, Kiman, dan Candra. Mereka kembali menuju puncak. Mereka menapaki jalur menanjak berupa tanah dengan akar-akar pohon yang licin.

Langkah Pak Harun begitu cekatan. Sementara Gugun, Kiman, dan Candra sangat hati-hati, ditambah perasaan yang sungguh khawatir terhadap Anja, membuat ketiganya berjalan diselimuti kecemasan yang kian meninggi.

“Ada kemungkinan gak ya kalo Anja tersesat ke jalur lain?” tanya Gugun yang menatap punggung Pak Harun.

“Di jalur ini gak ada jalur lain, tapi kemungkinan terserat ke arah lain ya bisa aja,” sahut Pak Harun tanpa menoleh ke belakang. Dia terus berjalan memimpin pencarian.

“Susah dipercaya kalo Anja melipir dari jalur,” cetus Kiman.

Candra menimpali, “Iya, dia ‘kan bukan pendaki baru, masa gak bisa lihat jalur yang jelas kayak gini?”

“Kalo ternyata dia udah kebelet banget dan nyari tempat boker, gimana? Bisa aja ‘kan dia melipir nyari tempat?” tanya Gugun membuat kedua temannya terdiam berpikir.

Mereka terus menap
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mayat-Mayat Hidup   21 - Melaporkan Kehilangan

    Sinar matahari yang terik menembus sela-sela dedaunan dan ranting-ranting pohon yang melingkupi Gunung Pulosari. Gugun, Kiman, dan Candra meninggalkan tenda mereka yang berdiri di area kawah gunung tersebut. Mereka memang akan berniat kembali ke sana karena harus mencari Anja lagi. Mereka menuruni gunung hanya membawa tas kecil berisi air minum dan makanan ringan.Hampir jam satu siang itu ketiganya sampai di titik awal pendakian. Mereka lelah karena berusaha melangkah cepat dengan perasaan yang waswas. Mereka seperti dikejar oleh waktu yang setiap detiknya terasa mengerikan, terutama saat ingatan mereka tertuju pada nasib Anja.Gugun, Kiman, dan Candra langsung masuk ke pos pendaftaran yang kebetulan sepi. Di tempat itu hanya ada Pak Ukri yang sedang berjaga. Pria berumur 40 tahun itu sedang duduk santai sambil merokok dan sesekali menyeruput kopi hitam.“Pak, tolong kami, Pak,” kata Kiman yang langsung masuk ke pos mendekati Pak Ukri.“Emangnya ada apa?” tanya Pak Ukri. Pria kurus be

  • Mayat-Mayat Hidup   22 - Tim SAR

    Siang itu pendakian Gunung Pulosari mendadak ditutup sampai waktu yang tidak ditentukan. Keputusan itu diambil dan disetuju oleh pengelola, masyarakat, dan pihak kepolisian setempat. Tujuannya agar Tim SAR gabungan bisa lebih fokus dalam pencarian. Tim pencari dan penyelamatan itu terdiri dari pihak polisi, Basarnas, pengelola pendakian Gunung Pulosari, dan masyarakat setempat. Ada dua tim yang masing-masing terdiri dari delapan orang termasuk Gugun, Kiman, dan Candra. Setelah tim dibentuk dan mendapat pengarahan dari salah satu orang Basarnas, kedua tim itu pun mulai bergerak ke titik diduganya tempat Anja terjatuh. Sementara itu, waktu menunjukkan hampir jam tiga sore. Pergerakan Tim SAR dilingkupi keadaan yang teduh. Langit yang menaungi Gunung Pulosari ditutupi berarakan awan kelabu. Sesekali pula angin mendesir seolah membawa kabar bahwa hujan akan datang. Kedua tim penyelamat itu terus melangkah dengan gegas meski beberapa di antara mereka tak dapat meny

  • Mayat-Mayat Hidup   23 - Dua Tim Pencari Bergerak

    Selepas magrib kemarin hujan turun dengan lebat diselingi sesekali kilatan dan guntur yang menggelegar. Tim SAR berteduh dalam tenda yang didirikan di sisi kawah gunung, sementara lainnya masuk ke warung dan duduk di balai-balai. Sambil berdiskusi soal rencana pencarian selanjutnya, mereka juga menikmati kopi dan teh untuk menghangatkan tubuh. Hujan dengan intensitas tinggi itu akhirnya berhenti, sampai kemudian pencarian dilanjutkan bakda subuh. Tim pertama yang dipimpin Hamdan, kembali menuruni jurang. Dia, Cokro, Wawan, beserta dua rekannya dari Basarnas ingin mengejar jejak kepergian Anja dari dasar jurang. Mereka tentu paham barangkali benar ada jejak pada tanah, tapi bekas tapak sepatu Anja itu bisa jadi telah hilang akibat hujan. Namun, berbekal ilmu yang dimiliki, mereka tidak akan mudah menyerah. Sementara itu, hasil diskusi semalam, tim kedua yang dipimpin salah satu warga yang mengenal medan hutan mengajak anggota lainnya untuk kembali ke area air t

  • Mayat-Mayat Hidup   24 - Saat-Saat Kritis

    Kedua tim pencari terus bergerak ke arah berlawanan. Mereka mengamati seluruh area dengan saksama. Karena tak ada jalan setapak, mereka lebih berhati-hati dalam melangkah. Bagaimanapun area yang mereka tapaki bukanlah jalur yang sering atau belum pernah dilalui manusia. Barangkali di bagian-bagian tertentu terdapat hewan buas. Kedua tim tidak merasa lelah, terlebih cuaca pagi itu yang cukup cerah, sehingga menambah semangat dalam pencarian. Meski begitu, tak bisa dimungkiri beberapa di antara mereka kian khawatir. Semakin lama Anja ditemukan, semakin tipis pula harapan Anja hidup. Bagaimanapun, bertahan sendirian di dalam hutan bukanlah perkara gampang. “Monitor, Pak Aris.” HT yang dipegang salah satu polisi yang berada di tim kedua bersuara. Pak Aris langsung meraih HT dari pinggangnya. Dia mendekatkan alat komunikasi itu ke mulutnya. “Masuk, Mas Ham,” sahutnya kemudian harap-harap cemas. “Alhamdulillah kami udah nemuin si A

  • Mayat-Mayat Hidup   25 - Kebingungan

    Gugun menghentikan ceritanya. Dia mengusap wajah dengan gelisah. Dia tercenung karena masih tak mau memercayai kenyataan ini. Dia menyesal telah melakukan pendakian. Kalau saja tidak mendaki gunung, barangkali keadaan kacau ini tidak akan pernah terjadi. Apa yang dia pikirkan itu muncul dari keputusasaan akan keadaan yang terus menekan, seakan-akan dia tak bisa keluar dari situasi mengerikan ini.“Apa jangan-jangan temanmu itu bukan orang?” tanya Bu Novi membuyarkan lamunan Gugun.“Apa maksud, Ibu?” Gugun balik bertanya karena tak paham.Pak Sapto dan Suster Ana juga menatap Bu Novi dengan sorot mata meminta penjelasan.“Mungkin cowok yang kalian temukan di hutan itu bukan si Anja? Dia itu manusia jadi-jadian,” terka Bu Novi dengan wajah serius.“Apa iya di hutan ada manusia jadi-jadian kayak gitu?” kata Pak Sapto sangsi.“Mungkin aja,” sahut Bu Novi cepat. “Apa, sih, yang gak ada di Indonesia? Di sini banyak yang aneh-aneh di luar nalar kita, Pak.”Pak Sapto terdiam. Dia meny

  • Mayat-Mayat Hidup   26 - Terperangkap

    “Jangan berisik,” kata Gugun sambil meletakkan telunjuk ke bibir. Dia kembali menarik tirai sehingga Pak Diko, Bu Novi, dan Suster Ana tak lagi melihat ke pintu kaca. Keheningan keempatnya menjadikan keadaan makin tegang, sampai-sampai bernapas pun begitu hati-hati, seolah takut embusan dan helaan udara menimbulkan suara yang kian membuat para zombi mendatangi mereka.Sementara itu, zombi laki-laki di depan pintu ruang rawat inap itu masih saja berusaha masuk. Zombi itu terus membenturkan kepalanya ke pintu, sehingga suaranya mengusik ketenangan Wati yang sedang tidur.“Pak,” kata Wati seraya menoleh ke kiri, di mana suara gedoran pintu itu berasal. “Bapak!” katanya lagi dengan suara lebih keras.Pak Sapto terkejut. “Itu Wati, anak saya,” katanya dengan suara pelan.Gugun, Bu Novi, dan Suster Ana menatap Pak Sapto dengan paras meminta Pak Sapto segera menemui Wati. Ketiganya tak mau kalau suara Wati malah membuat para zombi menjebol pintu.Pak Sapto merayap melewati kolong ranjang un

  • Mayat-Mayat Hidup   27 - Kekacauan Tak Terkendali

    Dua lelaki berlari keluar dari rumah sakit. Keduanya panik dikejar beberapa zombi. Saking takutnya, alih-alih berlari menyusuir trotoar, mereka malah menyeberang jalan raya tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri terlebih dahulu. Kiranya bisa menghindari kejaran para mayat hidup itu, salah satu lelaki justru tertabrak mobil sedan. Sementara lelaki satunya berhasil menyeberang jalan, tetapi menimbulkan tabrakan beruntun yang mengakibatkan tujuh mobil terhenti di tengah jalan raya.Lelaki yang tertabrak sedan terpental dan terkapar. Belum sempat berteriak minta tolong, dia langsung dikerumuni para zombi. Bukan hanya lehernya yang digigit, tetapi juga lengan dan pipi. Seorang pria dan istrinya keluar dari sedan hendak menolong lelaki yang tertabrak, tapi keduanya malah diserang para zombi.Dari rumah sakit keluar lagi segerombolan zombi. Para mayat hidup itu ada yang mengenakan kaus biasa, kemeja kantoran, seragam sekuriti, pakaian suster dan dokter. Zombi-zombi itu menyerang ora

  • Mayat-Mayat Hidup   28 - Semakin Mengerikan

    Zombi laki-laki yang mengenakan seragam petugas kebersihan rumah sakit melangkah perlahan di koridor yang menghubungkan ruang rawat inap dengan kamar jenazah. Dia terpisah dengan zombi lainnya yang menyerang beberapa ruang rawat inap dan keluar dari rumah sakit. Di ujung matanya meneteskan darah. Kedua lubang hidung dan telinganya pun mengeluarkan darah. Giginya bergemeletuk sepereti hendak siap menerkam siapa saja. Kedua tungkainya yang agak lunglai terhenti ketika dia mendapati ada dua lelaki yang berdiri beberapa meter di depannya. Air liur menetes di ujung bibirnya. Kepalanya meneleng ke kiri, sementara pandangannya lurus ke depan menyorot mata dua lelaki itu. Kedua lengannya terangkat lurus ke depan. Giginya bergemeletuk dengan cepat. Ketika mendapati ketakutan di paras dua lelaki itu, dia langsung berlari terhuyung-huyung hendak menyerang.Pak Diko dan Kiman terlonjak kaget dan langsung berbalik mendapati zombi yang mengejar mereka. Dengan panik keduanya memanggil Suster Indri

Bab terbaru

  • Mayat-Mayat Hidup   83 - Menghindari Kematian

    Zombi laki-laki dengan wajah penuh darah mendelik tajam ke ujung koridor. Dia berjalan tertatih-tatih dengan caping hidung kembang kempis. Dia mengendus bau seseorang yang berada beberapa meter darinya. Kedua tangannya terulur ke depan dengan sikap siap menerkam. Kendati langkahnya terhuyung, tetap saja dia tampak ganas dan mengancam.Setibanya di depan area suster, zombi ini mendapati seorang laki-laki yang baru saja memakan wafer. Seketika mata merahnya makin nyalang. Giginya bergemeletuk siap menerkam. Di ujung bibirnya air liur menetes bercampur darah. Dia menggeram siap menyerang, sehingga laki-laki itu terkejut dan menyadari kehadirannya. Dia mendapati ketakutan di wajah laki-laki itu. Dia bisa mencium kengerian yang terpancar dari sikap laki-laki tersebut. Dengan gerakan mendadak dia menyerang laki-laki itu sambil menggeram lebih keras.Kiman yang tak siap dengan serangan zombi itu menjadi syok dan tak bisa bergerak, sehingga dia diterjang zombi tersebut. Dia terjatuh ke bel

  • Mayat-Mayat Hidup   82 - Senyap Mencekam

    Pak Sapto mengusap wajah sembari mengembuskan napas panjang. Entah bagaimana sedari tadi dia memercayai Gugun sebagai teman curhat. Dia menceritakan semua keresahan hati atas masalah yang dihadapi dalam rumah tangganya. Meski menyisakan kekesalan dan kesedihan, tetapi kali ini dia merasa cukup lega, seolah-olah baru saja memuntahkan segala beban yang sudah lama tersimpan.Sementara Gugun tidak menyangka baru saja mendengar kisah Pak Sapto yang akhirnya bercerai dengan Bu Erna. Niatnya yang sekadar menemai waktu jaga Pak Sapto, malah mendapat cerita yang membuatnya semakin berhitung soal pernikahan. Diam-diam dia jadi khawatir unruk berumah tangga. Saat berpikir begitu, dia tersadar akan dua hal. Pertama, dia tidak punya pacar. Kedua, situasinya masih sangat berbahaya dan dia tidak tahu apakah bisa selamat, lalu bertemu perempuan yang dicintai sampai menikah. Dia merasa telah berpikir terlalu jauh akan hal itu. Kini dia menyadarkan diri sendiri untuk fokus pada keselamatan terlebih d

  • Mayat-Mayat Hidup   81 - Tamat

    Penciumannya mendapati harum masakan. Otaknya lantas memerintahkan matanya terbuka perlahan. Dengan heran Pak Sapto terjaga dari tidurnya. Dia yang telentang di lantai ruang depan bergerak perlahan untuk duduk. Dia melihat Wati tersenyum padanya. Anaknya itu duduk dengan wajah segar sehabis mandi. Dia masih bingung telah tersaji nasi hangat, cah kangkung, telor ceplok diberi bumbu cabai, serta ikan bandeng goreng. Semua makanan itu jelas masih hangat dan menggugah selera. Dia menelan ludah karena perutnya mendadak minta diisi.Bu Erna datang dari ruang tengah sambil membawa seteko teh hangat. “Makan dulu,” katanya pada Pak Sapto dengan ramah. Dia duduk di sebelah Wati, lalu menuangkan teh hangat ke dalam gelas dan menaruhnya di dekat Pak Sapto.Pak Sapto tersenyum canggung. Dia meneguk teh hangat itu perlahan. Dia masih bingung dengan sikap Bu Erna yang mendadak baik. Dia jadi bertanya-tanya, apa yang membuat istrinya itu pulang, lalu bisa dan mau menyediakan makanan sebegini mewah

  • Mayat-Mayat Hidup   80 - Mengejutkan

    Sedari pagi Pak Sapto mengojek. Meski penghasilannya tetap sedikit, dia merasa lega. Pasalnya, nanti malam dia akan bertemu dengan pembeli motornya. Hari ini seperti menjadi hari perpisahan dengan motornya itu. Kendati lahir perasaan senang, tetapi dia juga sedih. Dia bahagia karena telah mendapat jalan keluar dari masalahnya. Dia sudah mendapatkan solusi terbaik meski risikonya harus merelakan motor yang sudah bertahun-tahun bersamanya.Dia sempat berpikir menemui Pak Hardi dan Mak Gaple untuk memberi tahu mereka bahwa akan membayar utangnya nanti malam. Namun, dia urung karena diserang perasaan malu. Dia pun memutuskan nanti saja setelah mendapat uang pembayaran motor, dia langsung menemui kedua orang itu dan melunasi utangnya. Meski tetap malu, tetapi membawa uang untuk melunasi semuanya tentu perasaannya jadi lebih lega. Uang akan membuatnya lebih percaya diri.Sudah seminggu ini pula dia tidak menghubungi Bu Erna dan Wati. Dia membiarkan istri dan anaknya itu tetap di rumah me

  • Mayat-Mayat Hidup   79 - Jalan Keluar

    Pak Sapto terus berusaha melunasi utang-utangnya, terutama terhadap Pak Hardi dan Mak Gaple. Dia masih enggan ke pangkalan ojek karena malu bertemu kedua orang itu. Dia merasa bersalah telah menghancurkan kepercayaan orang-orang baik itu. Namun, upayanya masih sulit. Penghasilannya mengojek cuma bisa buat makan dan beli bensin. Yang paling menyebalkan, dia masih saja membeli rokok. Dia kesal pada diri sendiri karena sudah kecanduan rokok dan tak bisa—lebih tepatnya tak mau—berhenti, sehingga pendapatannya yang sedikit itu habis juga untuk membeli rokok. Dari hari ke hari penghasilan Pak Sapto bukan membaik, tetapi malah menurun. Sudah tahu begitu, dia tetap tidak mau berhenti merokok. Dibelinya juga gulungan tembakau itu. Bahkan, dia rela tidak makan siang asal bisa merokok. Perutnya yang lapar dia ganjal dengan minum kopi. Dalam keputusasaan yang kian mendalam, Pak Sapto menghentikan motornya di sisi jalan raya. Sementara itu, waktu sudah bakda isya. Di dekat taman kota itu dia me

  • Mayat-Mayat Hidup   78 - Minggat

    Sementara di sore itu pula Wati hanya bisa menyimak percakapan Pak Sapto dan Bu Erna dari ruang tengah. Dia duduk di tepi ranjang dengan hati sedih dan gelisah. Dia khawatir Pak Sapto dan Bu Erna bertengkar dengan suara keras, tetapi batinnya lumayan melega karena perdebatan kedua orang tuanya bisa teredam. Sebelumnya, dia sangat khawatir Bu Erna marah-marah dengan suara meledak, tetapi kekhawatiran itu tidak terjadi. Namun, dia tahu pasti hati Bu Erna terlukai dengan sikap Pak Sapto. Dia paham betul kalau ibunya sangat kecewa terhadap bapaknya yang ternyata telah berutang ke beberapa orang. Wati sebenarnya juga kecewa kepada Pak Sapto, tetapi dia mau mencoba mengerti posisi bapaknya itu. Dia yakin sekali Pak Sapto terpaksa berutang untuk memenuhi kebutuhan dia dan Bu Erna. Dia berpikir, mungkin Pak Sapto tidak punya cara lain untuk mendapatkan uang supaya dia dan Bu Erna tetap bisa makan selain mendapat tambahan uang dari berutang. Dia paham sekali pendapatan mengojek ja

  • Mayat-Mayat Hidup   77 - Kejutan Lain

    Bu Erna tercenung tidak tenang selepas Bu Ika pulang. Dia sungguh syok mendapati cerita dari perempuan itu. Dia tahu betul bahwa Bu Ika tidak mungkin berbohong. Dia juga berupaya memahami posisi Bu Ika yang terpaksa mendatanginya. Kalau dia berada di posisi Bu Ika, barangkali dia tidak sesabar perempuan itu. Mungkin dia langsug memaki orang yang mengutang pada suaminya di tengah situasi sulit. Dia tidak tahan dengan keadaan busuk ini. Akhirnya dia terpaksa menyeka air mata yang membasahi pipi. Dia sungguh tidak menyangka kalau Pak Sapto sampai berani berutang sana-sini. Dia pikir selama ini uang yang diberikan oleh suaminya itu benar-benar hasil dari mengojek. Dia jadi berpikir ulang. Dia merasa bodoh telah memercayai sepenuhnya omongan Pak Sapto selama ini. Dia tidak tahu bagaimana kelakuan Pak Sapto di luar sana. Bisa jadi memang benar bahwa Pak Sapto jadi kebiasaan mengutang untuk sekadar mengopi dan merokok. Dia jadi kesal saat membayangkan pikiranya itu adalah kenyat

  • Mayat-Mayat Hidup   76 - Rahasia Terbongkar

    Semakin hari Pak Sapto kian merasa tertekan. Dia tidak bercerita pada Bu Erna kalau uang yang didapat ojek sebenarnya sedikit. Kebanyakan dia dapat dari mengutang sana-sini. Berhari-hari dia berusaha gali lubang tutup lubang menyoal utangnya itu. Namun, lubangnya kian dalam dan membesar, sementara tutupnya justru mengecil. Penghasilannya tidak bisa mencukupi kebutuhannya, terutama untuk anak dan istrinya.Akan tetapi, Pak Sapto terus berupaya terlihat baik-baik saja di depan Bu Erna dan Wati. Dia bersikap seolah tidak sedang mengalami masalah besar bernama utang. Sementara Bu Erna hanya tahu utang-utangnya di warung Bu Yuni bisa terus dibayar dari uang yang diberikan Pak Sapto. Bu Erna tidak tahu uang diberikan Pak Sapto adalah hasil dari utang suaminya itu kepada beberapa orang.Jam lima sore itu Pak Sapto pulang dan langsung duduk di lantai ruang depan. Dia sudah berusaha mencari pengguna ojek pangkalan, tetapi hasilnya tidak seperti harapan. Seharian cuma dapat dua orang yang mi

  • Mayat-Mayat Hidup   75 - Upaya Bertahan

    Jam lima pagi Pak Sapto sudah keluar mengojek. Dia hanya minum teh manis hangat buatan sendiri. Dia tidak mau meminta Bu Erna yang sedang mencuci pakaian di kamar mandi membuat sarapan untuknya. Pertama, memang tidak ada stok makanan. Hanya ada beras tinggal satu liter. Tidak ada nasi sisa semalam. Tidak ada bumbu penyedap. Tidak ada cabai, bawang, dan bumbu dapur lainnya. Kedua, dia tidak mau membuat Bu Erna marah lagi dengan hanya meminta dibuatkan minuman hangat. Daripada pagi yang masih lumayan dingin ini menjadi panas, dia memilih pergi bahkan tanpa pamitan. Semalam juga dia tidur di lantai ruang depan. Dibiarkannya Wati dan Bu Erna tidur di kasur di ruang tengah.Dia sengaja berusaha keluar rumah sepagi mungkin untuk mendapatkan penumpang yang mau berangkat kerja. Meski dia tahu dan sudah merasakan persaingan yang berat melawan ojek daring, tetap saja mau tak mau keadaan itu terus dilalui. Dia tidak dapat berpikir hal lain selain mengojek. Dia tidak punya keahlian lain. Mungki

DMCA.com Protection Status