Dua lelaki berlari keluar dari rumah sakit. Keduanya panik dikejar beberapa zombi. Saking takutnya, alih-alih berlari menyusuir trotoar, mereka malah menyeberang jalan raya tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri terlebih dahulu. Kiranya bisa menghindari kejaran para mayat hidup itu, salah satu lelaki justru tertabrak mobil sedan. Sementara lelaki satunya berhasil menyeberang jalan, tetapi menimbulkan tabrakan beruntun yang mengakibatkan tujuh mobil terhenti di tengah jalan raya.
Lelaki yang tertabrak sedan terpental dan terkapar. Belum sempat berteriak minta tolong, dia langsung dikerumuni para zombi. Bukan hanya lehernya yang digigit, tetapi juga lengan dan pipi. Seorang pria dan istrinya keluar dari sedan hendak menolong lelaki yang tertabrak, tapi keduanya malah diserang para zombi. Dari rumah sakit keluar lagi segerombolan zombi. Para mayat hidup itu ada yang mengenakan kaus biasa, kemeja kantoran, seragam sekuriti, pakaian suster dan dokter. Zombi-zombi itu menyerang oraZombi laki-laki yang mengenakan seragam petugas kebersihan rumah sakit melangkah perlahan di koridor yang menghubungkan ruang rawat inap dengan kamar jenazah. Dia terpisah dengan zombi lainnya yang menyerang beberapa ruang rawat inap dan keluar dari rumah sakit. Di ujung matanya meneteskan darah. Kedua lubang hidung dan telinganya pun mengeluarkan darah. Giginya bergemeletuk sepereti hendak siap menerkam siapa saja. Kedua tungkainya yang agak lunglai terhenti ketika dia mendapati ada dua lelaki yang berdiri beberapa meter di depannya. Air liur menetes di ujung bibirnya. Kepalanya meneleng ke kiri, sementara pandangannya lurus ke depan menyorot mata dua lelaki itu. Kedua lengannya terangkat lurus ke depan. Giginya bergemeletuk dengan cepat. Ketika mendapati ketakutan di paras dua lelaki itu, dia langsung berlari terhuyung-huyung hendak menyerang.Pak Diko dan Kiman terlonjak kaget dan langsung berbalik mendapati zombi yang mengejar mereka. Dengan panik keduanya memanggil Suster Indri
Beberapa zombi di samping rumah sakit masih mencoba masuk ke kamar jenazah melalui pintu yang mengarah keluar rumah sakit. Mereka membenturkan kepala, menabrakkan diri, serta memukul dan mencakar-cakar pintu kayu itu. Sementara itu, zombi laki-laki juga terus berupaya menobrak pintu kaca buram kamar jenazah dari arah koridor dalam. Suster Indri dan Kiman sekuat tenaga menahan pintu agar tidak dijebol. Zombi itu membenturkan kepalanya berulangkali, sampai-sampai darah yang keluar dari keningnya menodai pintu kaca. Kiman menatap Pak Diko yang meringis kesakitan setelah diserang zombi itu. “Pak, tolong cari sesuatu untuk mengunci pintu ini.” Pak Diko seolah tersadar bahwa keadaan belum aman. Dia melihat Kiman dan Suster Indri sedang kesulitan menahan pintu dari dobrakan zombi. Tanpa menyahuti perkataan Kiman, dia langsung mencari sesuatu yang kiranya bisa mengunci pintu. Dia meneliti seluruh ruangan dengan cepat dan cermat. Dia memperhatikan ranjang-ranjang jenazah dan lemari pendingin
Candra memarkirkan motornya di beranda rumah. Dia mematikan mesin kendaraan roda duanya itu, lalu melepaskan helm dan menaruhnya menggantung pada setang. Dia harus memberi tahu keadaan dan prediksi Gugun terkait munculnya zombi kepada Mak Ijun dan Hani, tetapi dia wajib bersikap tenang. Jangan sampai informasi darinya malah membuat ibu dan adiknya itu panik.Rupanya Mak Ijun dan Hani masih menonton televisi di ruang tengah. Belum sempat Candra berbicara, keduanya lebih dulu memberondong pertanyaan.“Gimana, Bang? Udah ketemu sama teman-teman Abang?” Hani melihat Candra yang baru saja duduk.“Tadi Rumah Sakit Cakrawala masuk berita, jalanan merahakn ke sana diblokir dan dijaga polisi sama TNI,” ujar Mak Ijun yang mendapati kekhawatiran di wajah Candra. “Kamu bisa masuk ke ruamh sakit itu, gak?” tanyanya kemudian.“Gimana keadaan Bang Anja, Bang?” Hani menatap lekat-lekat Candra.“Itulah,” sahut Candra, lalu mengembuskan napas panjang melalui mulut. Dia ingin segera memberi tahu s
Orang-orang yang terjebak di ruangan-ruangan rumah sakit banyak yang meminta pertolongan. Mereka bukan hanya menelepon keluarga dan kepolisian, tetapi juga membuat unggahan SOS di media sosial dan menginfokan di titik atau ruangan mana mereka bersembunyi. Postingan yang banyak mendapat perhatian dari netizen itu menjadi viral. Semua permintaan tolong itu ditanggapi warganet yang mendesak pihak keamanan untuk segera bertindak. Berita munculnya zombi di Kota Bekasi semakin meluas, baik di televisi, radio, dan media daring, semuanya memberitakan mengenai mayat-mayat hidup yang muncul dari Rumah Sakit Cakrawala. Informasi itu terus menyebar ke seluruh Indonesia.Kepolisian dan TNI Angkatan Darat masih berjaga di sekitar jalan-jalan yang menghubungkan ke Rumah Sakit Cakrawala. Di beberapa titik jalan raya kemacetan masih terjadi, apalagi sudah memasuki jam pulang kerja. Sementara itu, sedari tadi banyak zombi berkeliaran di perumahan. Mayat-mayat hidup itu masuk ke rumah, warun
Candra kembali ke rumah dengan lelah. Dia telah memberi tahu keluarga Kiman dan Gugun meski mereka sudah tahu kalau keduanya terjebak di rumah sakit dengan situasi dikurung para zombi. Tugas Candra perlu lebih meyakinkan keluarga kedua temannya itu agar lebih siap ketika keadaan mengharuskan semua orang mengungsi. Candra juga menerangkan ulang tentang kejadian yang dialami Anja sampai Kiman dan Gugun bisa terperangkap di rumah sakit. Dalam perjalanan menuju kediamannya, Candra sempat mendengar sekelompok ibu-ibu yang sedang bercakap-cakap di warung perihal kemunculan zombi di Rumah Sakit Cakrawala. Dia dapat melihat kekhawatiran di wajah para ibu itu. Dia juga berpapasan dengan tiga orang bapak yang menuju masjid sedang berbincang mengenai hal yang sama. Dia juga mendapati kegelisahan yang terpancar dari wajah ketiga bapak itu. Keadaan memang makin mengkhawatirkan. Berita di televisi, radio, dan media daring sudah menanyangkan para zombi membunuh banyak orang di perumahan dan permuki
Selepas magrib Gugun dan Suster Ana mempersiapkan diri untuk memeriksa keadaan di luar ruang rawat inap. Mereka ingin memastikan apakah situasi rumah sakit sudah lebih aman untuk melarikan diri. Pasalnya, sampai matahari tenggelam pun mereka belum juga didatangi tim penyelamat. Mereka juga sudah kembali mengabari keluarga soal kondisi mereka, tetapi mereka malah mendapat kabar bahwa lima puluh Patriot telah menjadi zombi. Dari keluarga pula mereka jadi tahu, bahwa kepolisian dan TNI kembali menguatkan barisan untuk menghalau para zombi yang tak bisa mati. Sementara itu, masyarakat semakin panik dan kota kian mencekam.“Hape saya udah lowbat,” terang Pak Sapto melangkah bersama Wati mendekati Gugun dan Suster Ana di pojok ruangan.“Saya malah gak punya hape,” sahut Pak Aji yang baru saja keluar dari toilet di dalam ruangan dekat pintu.“Hapeku ketinggalan di ruang sebelah,” tutur Wati disudahi cemberut.Suster Ana mengembuskan napas cemas. “Kalo hapeku jatuh entah di mana pas aku
Selepas magrib Candra keluar dari kamar menuju ruang tengah sambil membawa tas punggung. Dia memasukkan tas tenteng berisi surat-surat penting ke tas punggungnya itu. Dia menaruh tas tersebut di dekat tas Mak Ijun dan Hani. Sementara itu, di beranda rumahnya Mak Ijun sedang bercakap-cakap dengan tetangga.Candra mendekati Mak Ijun yang berdiri di dekat pagar. Sementara Bu Jisah dan Bu Usi berdiri di depan mereka.“Ada apa, Mak?” tanya Candra ikut dalam obrolan.“Katanya zombi-zombi itu udah nyampe di Rawa Panjang,” jawab Mak Ijun.“Kata siapa?”“Saya ngelihat sendiri, Can,” imbuh Bu Jisah. “Tadi ‘kan saya pulang dibonceng si Amir dari terminal, terus di perempatan Rawa Panjang itu banyak pengendara motor yang berhenti karena lampu merah diserang zombi-zombi.”Candra menelan ludah karena ngeri. “Kalo zombi-zombi udah nyampe di Rawa Panjang, itu artinya mereka udah nyerang banyak orang di sekitar mal dekat Tol Bekasi Barat,” katanya kemudian dengan air muka tegang.“Nah, itu dia
Kiman dan Suster Indri mengembuskan napas lega setelah berhasil mengeluarkan Pak Diko dari kamar jenazah. Meski Pak Diko berupaya masuk dengan menabrakkan diri ke pintu kayu, paling tidak dia tak bisa menyerang Kiman dan Suster Indri secara langsung. Keadaan itu yang membuat Kiman dan Suster Indri bisa terlepas dari ancaman Pak Diko meski harus tetap waspada. Keduanya lalu duduk di lantai bersandar pada tembok. Kiman memeriksa ponselnya yang ternyata sudah tidak aktif. “Hapeku baterenya udah abis,” tandasnya kemudian seraya menoleh ke Suster Indri di sebelah kiri. “Hape kamu gimana?” Suster Indri menggeleng. “Aku gak tahu hapeku di mana. Entah tertinggal di meja area suster atau malah jatuh saat aku lari pas dikejar zombi,” tuturnya kemudian. Dia mengembuskan napas panjang melalui mulut. Kiman kembali menyimpan ponselnya ke saku celana. “Mudah-mudahan bapak, ibu, dan adikku udah ngungsi ke rumah abangku.” Dia tampak khawatir. “Kayaknya k