Candra kembali ke rumah dengan lelah. Dia telah memberi tahu keluarga Kiman dan Gugun meski mereka sudah tahu kalau keduanya terjebak di rumah sakit dengan situasi dikurung para zombi. Tugas Candra perlu lebih meyakinkan keluarga kedua temannya itu agar lebih siap ketika keadaan mengharuskan semua orang mengungsi. Candra juga menerangkan ulang tentang kejadian yang dialami Anja sampai Kiman dan Gugun bisa terperangkap di rumah sakit. Dalam perjalanan menuju kediamannya, Candra sempat mendengar sekelompok ibu-ibu yang sedang bercakap-cakap di warung perihal kemunculan zombi di Rumah Sakit Cakrawala. Dia dapat melihat kekhawatiran di wajah para ibu itu. Dia juga berpapasan dengan tiga orang bapak yang menuju masjid sedang berbincang mengenai hal yang sama. Dia juga mendapati kegelisahan yang terpancar dari wajah ketiga bapak itu. Keadaan memang makin mengkhawatirkan. Berita di televisi, radio, dan media daring sudah menanyangkan para zombi membunuh banyak orang di perumahan dan permuki
Selepas magrib Gugun dan Suster Ana mempersiapkan diri untuk memeriksa keadaan di luar ruang rawat inap. Mereka ingin memastikan apakah situasi rumah sakit sudah lebih aman untuk melarikan diri. Pasalnya, sampai matahari tenggelam pun mereka belum juga didatangi tim penyelamat. Mereka juga sudah kembali mengabari keluarga soal kondisi mereka, tetapi mereka malah mendapat kabar bahwa lima puluh Patriot telah menjadi zombi. Dari keluarga pula mereka jadi tahu, bahwa kepolisian dan TNI kembali menguatkan barisan untuk menghalau para zombi yang tak bisa mati. Sementara itu, masyarakat semakin panik dan kota kian mencekam.“Hape saya udah lowbat,” terang Pak Sapto melangkah bersama Wati mendekati Gugun dan Suster Ana di pojok ruangan.“Saya malah gak punya hape,” sahut Pak Aji yang baru saja keluar dari toilet di dalam ruangan dekat pintu.“Hapeku ketinggalan di ruang sebelah,” tutur Wati disudahi cemberut.Suster Ana mengembuskan napas cemas. “Kalo hapeku jatuh entah di mana pas aku
Selepas magrib Candra keluar dari kamar menuju ruang tengah sambil membawa tas punggung. Dia memasukkan tas tenteng berisi surat-surat penting ke tas punggungnya itu. Dia menaruh tas tersebut di dekat tas Mak Ijun dan Hani. Sementara itu, di beranda rumahnya Mak Ijun sedang bercakap-cakap dengan tetangga.Candra mendekati Mak Ijun yang berdiri di dekat pagar. Sementara Bu Jisah dan Bu Usi berdiri di depan mereka.“Ada apa, Mak?” tanya Candra ikut dalam obrolan.“Katanya zombi-zombi itu udah nyampe di Rawa Panjang,” jawab Mak Ijun.“Kata siapa?”“Saya ngelihat sendiri, Can,” imbuh Bu Jisah. “Tadi ‘kan saya pulang dibonceng si Amir dari terminal, terus di perempatan Rawa Panjang itu banyak pengendara motor yang berhenti karena lampu merah diserang zombi-zombi.”Candra menelan ludah karena ngeri. “Kalo zombi-zombi udah nyampe di Rawa Panjang, itu artinya mereka udah nyerang banyak orang di sekitar mal dekat Tol Bekasi Barat,” katanya kemudian dengan air muka tegang.“Nah, itu dia
Kiman dan Suster Indri mengembuskan napas lega setelah berhasil mengeluarkan Pak Diko dari kamar jenazah. Meski Pak Diko berupaya masuk dengan menabrakkan diri ke pintu kayu, paling tidak dia tak bisa menyerang Kiman dan Suster Indri secara langsung. Keadaan itu yang membuat Kiman dan Suster Indri bisa terlepas dari ancaman Pak Diko meski harus tetap waspada. Keduanya lalu duduk di lantai bersandar pada tembok. Kiman memeriksa ponselnya yang ternyata sudah tidak aktif. “Hapeku baterenya udah abis,” tandasnya kemudian seraya menoleh ke Suster Indri di sebelah kiri. “Hape kamu gimana?” Suster Indri menggeleng. “Aku gak tahu hapeku di mana. Entah tertinggal di meja area suster atau malah jatuh saat aku lari pas dikejar zombi,” tuturnya kemudian. Dia mengembuskan napas panjang melalui mulut. Kiman kembali menyimpan ponselnya ke saku celana. “Mudah-mudahan bapak, ibu, dan adikku udah ngungsi ke rumah abangku.” Dia tampak khawatir. “Kayaknya k
Berita yang disiarkan di televisi dan radio semakin mengkhawatirkan. Pasalnya, meski jumlah Patriot yang sudah dibentuk lagi jumlahnya lebih banyak daripada sebelumnya, mereka harus melakukan garis pertahanan lebih jauh dari tempat munculnya zombi pertama kali, yakni Rumah Sakit Cakrawala. Keadaan itu dikarenakan jumlah zombi sudah makin banyak setelah menguasai beberapa permukiman. Itulah kenapa orang-orang yang terjebak di dalam rumah sakit dan gedung-gedung atau ruko-ruko sekitarnya tidak lagi mendengar suara tembakan dari para Patriot. Perlawanan para Patriot makin menjauh dari rumah sakit, terlebih mereka juga kewalahan lantaran zombi yang ditembak di titik-titik mematikan tak juga mati. Walikota dan para petinggi kepolisian dan TNI setempat belum juga menemukan alasan kenapa para mayat hidup itu tidik bisa dibunuh atau dilumpuhkan bahkan di tembak di jantung dan kepala.Tepat jam sembilan malam ini warga Kota Bekasi makin gelisah dan cenderung ketakutan. Banyak yang terpaksa b
Candra memacu sepeda motornya dengan cepat. Dari gang rumahnya, dia langsung meluncur ke kiri menyusuri Jalan Raya Narogong. Jam sembilan malam itu jalanan sangat sepi. Tidak seperti biasanya, jalan yang menghubungkan Kota Bekasi dengan Cileungsi itu kosong, tak ada satu pun pengendara motor atau mobil yang Candra temui. Sampai kemudian mendekati pom bensin, Candra menurunkan kecepatan motornya. Dia mendapati beberapa mobil dan motor yang berada di tengah jalan. Posisi semua kendaraan itu tak beraturan dengan kaca pecah, sementara di aspal dan bodi mobil terdapat ceceran darah.Awalnya Candra masih berdebat dengan Mak Ijun dan Hani terkait ingin menolong Siti yang terjebak di toilet pom bensin. Sampai akhirnya niatnya itu direstujui oleh Mak Ijun dan Hani, meski dalam hati ibu dan adiknya itu berat untuk melepasnya pergi. Dia meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Dia juga menegaskan, kalau keadaannya tidak memungkinkan untuk menolong Siti, dia akan segera kembali ke rumah.
Gugun dan Suster Ana bergegas meninggalkan kantin. Keduanya menenteng kantong plastik berisi roti dan minuman. Dengan langkah hati-hati mereka kembali ke ruang rawat inap setelah berhasil mengelabui tiga zombi laki-laki.Muncul Kiman dan Suster Indri dari koridor lain. Keduanya mengamati seisi kantin yang berantakan. Meja dan kursi bergelimpangan, darah berceceran di lantai, warung-warung rusak.“Dari tadi kita gak lihat ada zombi. Apa jangan-jangan mereka udah gak ada di sini?” kata Suster Indri dengan suara pelan.“Entahlah,” sahut Kiman. “Tapi itu ada darah.” Dia menunjuk ceceran darah di lantai.“Mungkin darah itu udah ada sejak siang atau sore.” Suster Indri memperhatikan ceceran darah tersebut.“Kemungkinan masih belum lama. Itu darahnya masih basah.” Kiman kembali memperhatikan sekeliling.“Kalo gitu mendingan kita langsung ke warung. Kita ambil aja apa yang bisa kita makan dan minum.” Suster Indri masuk ke salah satu warung.Kiman mengikut
Gugun duduk di kursi yang sandarannya menempel pada tembok. Dia mengamati pintu kaca yang beberapa meter berada di depannya. Dia berusaha tetap waspada kendati lelah mendera. Dia harus memperhatikan keadaan di luar ruang rawat inap yang lengang, khawatir tiba-tiba muncul zombi yang hendak masuk ke ruangan itu.Sekitar setengah jam yang lalu dia mendengar rentetan suara tembakan. Dia sempat memperhatikan situasi di luar jendela yang sayangnya tak bisa secara luas dia lihat. Pasalnya, jendela ruangan itu menghadap ke arah stadion sepak bola, bukan ke jalan raya. Namun, dia yakin itu adalah tembakan dari para Patriot yang menembaki para zombi. Ada harapan besar baginya untuk bisa keluar dengan selamat dari rumah sakit, mengingat tim penyelamat itu memang telah dibentuk lagi untuk menyelamatkan warga yang terjebak di gedung rumah sakit dan sekitarnya.Waktu tembakan para Patriot itu terjadi, Pak Sapto, Pak Aji, Suster Ana, dan Wati terbangun. Keempatnya menghampiri Gugun dengan terkeju