Bab 1. Kematian Syafira

Malam begitu kelam. Bahkan Dewi Malam enggan menampakkan diri. Memilih bersembunyi di balik selimut awan hitam. Daripada menerangi malam.

Jalan sempit yang biasa dilalui Syafira untuk pulang, terlihat remang-remang. Jarak tiang lampu jalan berjauhan. Sinar lampu kekuningannya tak mampu mengusir sepi dan kosong. Terpaksa Syafira mempercepat langkah kakinya sambil terus menajamkan pengelihatan.

Wanita 25 tahun, yang berjalan sendirian lewat tengah malam, harus berhati-hati agar tidak celaka. Apalagi rumah mungil yang ditinggalinya bersama Amanda, sahabat karibnya sejak kecil, masih beberapa puluh meter lagi.

"Tahu bakal ketakutan begini, lebih baik tadi aku menerima tawaran Nick. Dia mau mengantarku sampai ke depan pagar rumah. Haish! Bego banget aku!" Syafira menggerutu, menyalahkan dirinya sendiri. Kenapa ia bisa sebodoh ini?

Krak! Krak! Krak! Suara seperti pecahan kerikil yang terinjak-injak tiba-tiba terdengar.

"Apa itu?"

Denyut jantung Syafira meningkat. Ia buru-buru mengeluarkan botol semprot berisi cairan cabe dari hand bag-nya untuk perlindungan diri. Dengan tangan gemetaran, Syafira menoleh ke belakang. Melihat apakah ada orang yang ingin berniat jahat kepadanya.

Jika benar ada, Syafira akan menyemprot mata orang jahat itu dengan cairan cabe. Biar perih kepedasan dan kapok mengganggunya.

Deg! Tidak ada orang di belakang Syafira.

Tapi malah, brrr! Angin berhembus dengan keras menerpa wajah pucat Syafira hingga menerbangkan pucuk-pucuk rambutnya yang panjang sampai naik ke atas.

"OMG!" Jantung Syafira serasa hampir copot.

"Aroma ini!" Lagi-lagi aroma bunga melati tercium samar bersamaan dengan hembusan angin. Bahkan kali ini ada suara gending gamelan bergaung di telinga Syafira. Bulu kuduk Syafira langsung berdiri. Menegang kaku.

"Ya Tuhan!" keluh Syafira. Enam hari berturut-turut hidung Syafira berulang kali mengendus aroma bunga melati yang samar saat angin berhembus di jalanan sempit ini. Di tempat yang sama pula. Tepat di depan lahan kosong yang tertutup alang-alang tinggi.

Menurut kabar yang beredar, tidak ada orang yang berani membeli dan mendirikan bangunan di lahan kosong itu. Karena di sana pernah terjadi kasus pemerkosaan yang berujung pembunuhan. Lahan kosong itu angker.

Syafira sempat memberitahu Amanda tentang keangkeran lahan kosong itu. Tapi Amanda tak percaya. Karena Amanda tidak pernah menemui hal-hal aneh saat berjalan kaki melewati jalan sempit atau melintas lahan kosong itu.

Jangan-jangan ini karena indera penciuman dan pengecap Syafira yang makin terlatih sejak dirinya terjun ke dunia food blooger. Ia dituntut untuk dapat menganalisis kira-kira bahan apa saja yang ada di dalam makanan yang disantapnya hanya dari aroma dan rasa. Jadi, ia dengan cepat dan mengenali berbagai macam aroma hanya dengan mengendus udara.

Sedangkan Amanda yang berprofesi sebagai seksi sibuk di wedding organizer, tidak mungkin mengenali aroma bunga melati samar yang ada di hembusan angin.

Lari! Itulah pilihan yang diambil Syafira begitu suara gending gamelan makin keras terdengar. Langkah kakinya diayun lebar-lebar dan cepat, tidak memperdulikan keadaan sekitarnya lagi. Pokoknya ia harus segera masuk ke rumah dan menguncinya rapat-rapat.

Brak! Nafas Syafira tersengal-sengal, kakinya kebas setelah berhasil menjejalkan diri ke dalam rumah mungilnya.

Tiba-tiba rasa mual hebat menyeruak, membuat Syafira ingin memuntahkan seluruh isi perutnya. Ia langsung bergerak cepat ke toilet agar tak sampai ambyar mengotori ruang tamu.

Hoek! Hoek! Hoek! Syafira memuntahkan isi perutnya di toilet.

"Aku terlalu rakus tadi di restoran."

Sup buntut, satai sapi, nasi goreng balacan yang diincip Syafira saat mereview makanan, harganya mahal. Sayang banget kalau dibuang. Jadi Syafira memakan semuanya sampai habis.

"Anggap saja sebagai totalitas dalam bekerja," ucap Syafira lemas sambil menghapus kotoran yang ada di sudut bibirnya dengan punggung tangan.

Bayangan wajah Syafira di cermin atas wastafel terlihat mengenaskan. Rambut panjangnya berantakan, membingkai wajah yang pucat dipenuhi keringat dingin. Syafira pun mencuci wajahnya dan merapikan rambutnya.

Tok! Tok! Tok! Suara pintu yang cukup keras membuat Syafira kembali terlonjak kaget.

Siapa yang mengetuk pintu toilet rumahnya tengah malam? Tidak ada siapa pun di rumah ini selain dirinya. Amanda sedang pergi ke Singapore. Dan baru pulang besok siang.

"Jangan-jangan setan lahan kosong ikut pulang ke rumah. Ya Tuhan, tolong lindungi aku. Aku berjanji tidak akan berbuat dosa lagi," doa Syafira ketakutan.

"Fira, Fira, kamu gak apa-apa kan?" Terdengar suara cemas dari balik pintu. Mirip suara Amanda. Sangat mirip.

"Manda? Amanda? Apakah itu kamu?" tanya Syafira tak percaya sambil mendekatkan diri ke arah pintu.

Kok Amanda bisa ada di rumah ya? Apa Amanda mempercepat kepulangannya ke Indonesia? Tumben? Biasanya Amanda lebih sering molor daripada kecepetan deh.

"Iya, ini aku, Fira. Ayo buka pintunya! Kamu muntah-muntah gitu pasti kamu masuk angin. Mau aku kerokin dan pijitin nggak?" Amanda memberikan tawaran yang sangat menarik untuk ditolak.

Namun Syafira menggelengkan kepalanya. Ia masih tidak percaya kalau yang ada di balik pintu adalah Amanda. Syafira tidak mau membuka pintu. Malah makin ketakutan. Siapa tahu itu setan yang menyamar jadi Amanda. Nanti kalau dia dibunuh sama setan, gimana?

"Fira, ayo buka pintunya. Makin lama di dalam kamar mandi, ntar kamu makin sakit lho!" bujuk Amanda.

Syafira menggelengkan kepalanya lagi. Sekilas terlintas ide untuk menguji apakah orang di seberang pintu adalah Amanda atau bukan.

"Buktikan dulu kalau itu kamu, Amanda. Jawab pertanyaanku."

"Okay. Siapa takut?" balas Amanda berani.

Syafira melontarkan pertanyaan yang hanya diketahui jawabannya oleh Amanda. Semacam kode rahasia di antara mereka berdua.

"Ayo sebutkan semua makanan kesukaanku?" tanya Syafira cepat.

Pertanyaan yang dilontarkan Syafira memang terdengar konyol, tapi jawabannya adalah Photography, videography, koreography. Tiga hal yang disukai Syafira dan Amanda. Bukan nama makanan kesukaan Syafira. Dan sekali lagi tiga kata tersebut hanya diketahui Amanda dan Syafira.

"Ya elah, itu mah gampang, Fira. Jawabannya adalah ...." Suara Amanda menghilang.

"Aku." Suara Amanda berubah menjadi suara pria. Berat dan kasar.

Syafira terlonjak kaget tak percaya kalau di seberang pintu ternyata bukan Amanda. Tapi setan lahan kosong.

Tiba-tiba sebuah bayangan samar berbentuk tangan hitam besar penuh bulu keluar dari daun pintu.

Kaki Syafira pun terulur ke belakang secara refleks menjauhi daun pintu. Ia sungguh ketakutan.

"Aargh!"

Bayangan samar, tangan hitam besar penuh bulu itu tiba-tiba melingkarkan jari jemari hitamnya ke leher putih Syafira. Mencekiknya erat-erat.

Kletak! Kletak! Kepala Safira berputar 180 derajat. Wajahnya membiru. Bola matanya melotot kesakitan. Syafira tewas seketika.

***

Brak! Elang menggebrak meja kerjanya keras-keras. Kepalanya sudah pusing tujuh keliling memikirkan kasus kematian tak wajar yang kembali datang ke atas meja kerjanya.

Berkas-berkas kasus sebelumnya masih belum selesai dipecahkan. Sekarang Elang harus mengumpulkan bukti-bukti dan mencari tersangka pembunuhan kasus baru.

Kredibilitasnya sebagai kepala tim divisi kriminal dipertaruhkan. Ia harus segera menyelesaikan kasus ini dengan cepat sebelum atasannya pensiun. Agar dia dapat dipromosikan menggantikan atasannya yang akan pensiun itu.

"Apakah kamu sudah berhasil menghubungi teman satu rumah food bloger yang tewas menggenaskan itu?" tanya Elang pada bawahannya, Arjuna.

"Sudah, Pak Elang. Pagi tadi Amanda, teman satu rumah Syafira, sudah mendarat di bandara Juanda (Surabaya). Sekarang dia pasti sedang sibuk mengurus pemakaman teman satu rumahnya," jawab Arjuna lega karena dapat melaporkan berita yang sudah dinanti-nantikan Elang.

Elang segera berdiri dari kursi yang didudukinya. Mengambil jaket kulit hitam yang tersampir di punggung kursi dan memberi kode pada Arjuna untuk ikut bersamanya.

Arjuna pun mengikuti langkah Elang. Mereka berdua akan pergi menemui Amanda.