Share

Bab 5. Cacing

Arjuna lari pontang panting begitu keluar dari mobil Elang. Tanpa arah tujuan. Yang penting lari sejauh-jauhnya dari hantu Mbak Syafira yang mengerikan sekaligus menjijikan itu.

Sampai nafas Arjuna hampir putus dan kakinya tak kuat melangkah lagi, barulah Arjuna berhenti menepi di tepi jalan sempit. Tepat di bawah lampu jalan yang bersinar kekuningan.

"Pak Elang, kamu dimana, Pak? Saya takut banget, Pak. Mbak Syafira masih belum rela meninggalkan profesinya sebagai food bloger. Makanya dia jadi hantu yang mereview ramen rasa cacing," ucap Arjuna di sela tarikan nafasnya.

Arjuna menepuk-nepuk tubuh bagian depannya. Juga menyeka keringat yang terus menyembul di dahinya. Lalu mengatur nafasnya agar tidak terus memburu.

"Ya ampun, bodoh banget aku. Punya ponsel tapi kok gak dipakai buat nyari Pak Elang," ucap Arjuna segera merogoh saku celananya. Mengambil ponsel untuk menelepon atasannya.

Tapi sebuah pesan text tiba-tiba masuk di ponselnya. Arjuna segera membukanya dan membacanya cepat-cepat karena pesan text itu dari Pak Elang.

'Jangan lama-lama tidurnya. Aku hendak mengantar Amanda pulang ke rumahnya. Susul aku di sana.'

Arjuna menghela nafas lega. Ternyata Pak Elang sedang berada di TKP. Arjuna menoleh ke kanan dan kiri. Rumah mungil Amanda sudah dekat. Paling hanya beberapa meter saja. Jadi Arjuna pun berniat melanjutkan langkahnya menuju rumah Amanda.

Duar! Suara keras mengagetkan Arjuna. Arjuna pun menoleh ke belakang. Ia melihat bohlam lampu yang terpasang di tiang lampu jalanan yang ada di belakangnya meledak. Penerangan jalan sempit pun menjadi lebih remang-remang.

Duar! Duar! bohlam lampu yang terpasang di tiang lampu jalanan yang ada di dekat Arjuna dan beberapa meter di depan Arjuna meledak. Penerangan jalan sempit seketika menjadi gelap gulita.

Jantung Arjuna melompat-lompat tak karuan. Ia tidak dapat melihat apa pun. Tapi Arjuna sudah tidak bodoh lagi, dia langsung menyalakan ponselnya dan menekan simbol flash di ponselnya. Lampu ponsel pun menyala.

Arjuna mengerjabkan matanya untuk menghalau rasa silau. Dan bulu kuduk Arjuna langsung menegang kaku ketika terdenagr suara. Slurrrp! Slurrrp! Seperti suara orang sedang menyeruput mie.

Buset dah! Ini hantu nempel aja kayak perangko, batin Arjuna.

Tak lama suara hantu Mbak Syafira kembali terdengar begitu dekat di telinga Arjuna.

"Mas jahat, kenapa saya ditinggalin sendirian di mobil?"

Klotak! Ponsel Arjuna terjatuh ke tanah bersama dengan tubuh Arjuna yang melunglai lemas. Melihat hantu Mbak Syafira tepat di samping Arjuna.

***

Hoek! Hoek! Hoek! Amanda muntah-muntah di selokan depan rumahnya. Perutnya masih terus bergejolak mual gara-gara melihat aksi makan hantu yang menjijikan itu. Padahal sebelumnya, Amanda sudah muntah-muntah di atas kepala Elang. Hingga Elang sadar dari ketakutannya dan mengajak Amanda keluar dari rumahnya.

Sekarang wajah Elang sudah tidak terlihat pucat lagi. Dia juga tidak lemas dan gemetaran. Tangan Elang bahkan terulur untuk menggenggam rambut panjang Amanda saat Amanda muntah, agar rambut panjang Amanda tidak terkena kotoran. Sementara sebelah tangan Elang yang lain menepuk-nepuk halus punggung Amanda.

"Sepertinya kamu harus minum obat anti muntah biar gak muntah terus," saran Elang.

Amanda mengiyakan. "Nanti mampir bentar di apotik yang buka 24 jam ya, Lang."

Elang mengangguk. Lalu membantu Amanda berdiri dari posisi jongkoknya di pinggir selokan. Dan membawanya menuju sepeda motor Amanda yang sekarang sudah terparkir di luar pekarangan rumah Amanda. Tak berapa lama mereka pun berkendara bersama. Menyusuri jalanan yang sepi, kosong dan remang-remang.

Namun makin jauh mereka berkendara, jalanan sempit itu menjadi makin gelap. Ada beberapa lampu yang padam. Dengan penerangan seadanya, hanya dari lampu depan motor Amanda, Elang tetap melajukan motornya.

Elang terus menajamkan pengelihatannya agar tidak sampai menabrak. Dia tidak mau dirinya dan Amanda celaka di kawasan angker ini.

Cittt! Elang menghentikan laju kendaraan motor matic. Bunyi gesekan roda motor dan aspal jalanan sempit terdengar cukup keras.

"Apa itu?" tanya Elang saat melihat gundukan hitam besar ada di pinggir jalan. Nalurinya sebagai polisi yang pemberani sudah kembali. Ingin menyelidiki benda aneh yang mengusik jiwanya, walaupun sebelumnya dia super ketakutan.

Maklum, karena peristiwa horor di dapur Amanda adalah peristiwa pertama kalinya Elang melihat hantu yang rakus. Pandangannya selama ini tentang keberadaan hantu yang konon hanya isapan jempol itu sudah sirna. Hilang. Ternyata hantu itu benar-benar ada dan nyata.

"Sial! Gak bisa cari hari lain apa buat nakut-nakutin? Kan tadi udah bikin takut, kenapa sekarang mau nakut-nakutin lahi sih," ucap Elang kesal karena lagi-lagi harus berhadapan dengan hantu.

Amanda melongok ke depan. "Ada apa, Lang?"

Elang menunjuk ke gundukan hitam besar di dekat tiang lampu jalan yang padam. "Sepertinya ada hantu di sana."

"Hantu? Lagi?" Amanda serasa hampir pingsan tiap mendengar kata itu.

"Tunggu aku di sini. Kalau ada apa-apa denganku, kamu lari saja cari pertolongan ke rumah warga di sekitar sini," balas Elang sembari turun dari motornya.

Amanda mengangguk. Ia juga turun dari motor. Bersiap lari kalau sampai Elang kalah berduel dengan hantu dan pingsan.

Elang menyalakan flash light di ponselnya karena gundukan hitam besar itu berada di area yang tidak tersentuh cahaya lampu motor Amanda.

Tak lupa Elang memanjatkan doa lebih dahulu sebelum kembali menegapkan langkahnya mendekati gundukan hitam besar. Karena lawan tanding Elang kali ini bukan manusia biasa tapi hantu yang tidak bisa dirobohkan dengan pukulan atau tendangan. Hanya dengan bantuan Tuhan lah, hantu dapat dilenyapkan.

Langkah Elang pun makin dekat dengan gundukan hitam besar. Dan Elang merasakan ada yang aneh dengan aspal jalanan. Sol sepatunya seperti menginjak sesuatu yang berlendir dan basah. Beberapa kali Elang hampir terpeleset.

Elang pun segera mengarahkan flash ligth ponselnya ke bawah. "Astagim! Banyak benar cacing di sini. Sungguh menjijikan."

Aspal jalanan sempit ternyata tertutup oleh puluhan juta ribu cacing berwarna kemerahan. Elang merasa seperti masuk ke dalam genangan cacing yang tidak berhenti menggeliat. Fenomena yang sangat aneh dan gila. Semua gara-gara kematian Syafira yang tidak wajar.

Elang mengangkat kakinya dan melihat beberapa cacing panjang bergelantungan di atas sepatunya. Sangat menjijikan tapi hal ini tak serta merta menyurutkan niat Elang untuk mendekati gundukan hitam besar yang tinggal beberapa langkah dari tempat Elang berdiri.

Elang pun melanjutkan langkahnya. Entah berapa puluh cacing yang terinjak olehnya. Saat tiba di rumah nanti, Elang berniat membuang sepatunya. Tidak usah dilaundry di tempat laundry sepatu, tapi langsung dibuang saja ke tempat sampah. Karena sangat menjijikan.

Grok! Grok! Groookk! Gundukan hitam besar itu bersuara seperti orang sedang mendengkur keras. Dan Elang sangat mengenal suara dengkuran itu. Mirip dengan suara dengkuran Arjuna.

Elang menyinari gundukan hitam besar dengan flash light ponselnya. Dan betapa terkejutnya Elang melihat Arjuna sedang tidur di tengah genangan cacing. Elang bergidik ngeri sekaligus jijik melihat Arjuna begitu nyaman berselimut cacing. Hingga mendengkur begitu pulas.

Elang pun segera mendekati Arjuna dan membangunkannya. "Juna, ayo bangun. Jangan tidur di sini. Ayo pindah ke kasur di rumah saja. Lebih empuk dan nyaman."

Setelah digoyang-goyang cukup lama oleh Elang, akhirnya Arjuna membuka matanya yang masih mengantuk. Dia mengerjabkan matanya tak percaya melihat dirinya tidur di alam terbuka yang gelap, bukan di dalam mobil. Dan tubuhnya dibelit ribuan cacing yang menjijikan.

"Ya ampun, Pak Elang. Apa yang terjadi?" Arjuna berusaha mengingat-ingat kembali kejadian yang terjadi sebelumnya. Sambil berdiri dan menepis semua cacing yang merayap di atas tubuhnya.

"Kenapa saya bisa tidur di sini ya?" tanya Arjuna sebelum memekik keras.

"Di sini ada seetaaaan, Pakkk."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status