Arjuna lari pontang panting begitu keluar dari mobil Elang. Tanpa arah tujuan. Yang penting lari sejauh-jauhnya dari hantu Mbak Syafira yang mengerikan sekaligus menjijikan itu.
Sampai nafas Arjuna hampir putus dan kakinya tak kuat melangkah lagi, barulah Arjuna berhenti menepi di tepi jalan sempit. Tepat di bawah lampu jalan yang bersinar kekuningan. "Pak Elang, kamu dimana, Pak? Saya takut banget, Pak. Mbak Syafira masih belum rela meninggalkan profesinya sebagai food bloger. Makanya dia jadi hantu yang mereview ramen rasa cacing," ucap Arjuna di sela tarikan nafasnya. Arjuna menepuk-nepuk tubuh bagian depannya. Juga menyeka keringat yang terus menyembul di dahinya. Lalu mengatur nafasnya agar tidak terus memburu. "Ya ampun, bodoh banget aku. Punya ponsel tapi kok gak dipakai buat nyari Pak Elang," ucap Arjuna segera merogoh saku celananya. Mengambil ponsel untuk menelepon atasannya. Tapi sebuah pesan text tiba-tiba masuk di ponselnya. Arjuna segera membukanya dan membacanya cepat-cepat karena pesan text itu dari Pak Elang. 'Jangan lama-lama tidurnya. Aku hendak mengantar Amanda pulang ke rumahnya. Susul aku di sana.' Arjuna menghela nafas lega. Ternyata Pak Elang sedang berada di TKP. Arjuna menoleh ke kanan dan kiri. Rumah mungil Amanda sudah dekat. Paling hanya beberapa meter saja. Jadi Arjuna pun berniat melanjutkan langkahnya menuju rumah Amanda. Duar! Suara keras mengagetkan Arjuna. Arjuna pun menoleh ke belakang. Ia melihat bohlam lampu yang terpasang di tiang lampu jalanan yang ada di belakangnya meledak. Penerangan jalan sempit pun menjadi lebih remang-remang. Duar! Duar! bohlam lampu yang terpasang di tiang lampu jalanan yang ada di dekat Arjuna dan beberapa meter di depan Arjuna meledak. Penerangan jalan sempit seketika menjadi gelap gulita. Jantung Arjuna melompat-lompat tak karuan. Ia tidak dapat melihat apa pun. Tapi Arjuna sudah tidak bodoh lagi, dia langsung menyalakan ponselnya dan menekan simbol flash di ponselnya. Lampu ponsel pun menyala. Arjuna mengerjabkan matanya untuk menghalau rasa silau. Dan bulu kuduk Arjuna langsung menegang kaku ketika terdenagr suara. Slurrrp! Slurrrp! Seperti suara orang sedang menyeruput mie. Buset dah! Ini hantu nempel aja kayak perangko, batin Arjuna. Tak lama suara hantu Mbak Syafira kembali terdengar begitu dekat di telinga Arjuna. "Mas jahat, kenapa saya ditinggalin sendirian di mobil?" Klotak! Ponsel Arjuna terjatuh ke tanah bersama dengan tubuh Arjuna yang melunglai lemas. Melihat hantu Mbak Syafira tepat di samping Arjuna. *** Hoek! Hoek! Hoek! Amanda muntah-muntah di selokan depan rumahnya. Perutnya masih terus bergejolak mual gara-gara melihat aksi makan hantu yang menjijikan itu. Padahal sebelumnya, Amanda sudah muntah-muntah di atas kepala Elang. Hingga Elang sadar dari ketakutannya dan mengajak Amanda keluar dari rumahnya. Sekarang wajah Elang sudah tidak terlihat pucat lagi. Dia juga tidak lemas dan gemetaran. Tangan Elang bahkan terulur untuk menggenggam rambut panjang Amanda saat Amanda muntah, agar rambut panjang Amanda tidak terkena kotoran. Sementara sebelah tangan Elang yang lain menepuk-nepuk halus punggung Amanda. "Sepertinya kamu harus minum obat anti muntah biar gak muntah terus," saran Elang. Amanda mengiyakan. "Nanti mampir bentar di apotik yang buka 24 jam ya, Lang." Elang mengangguk. Lalu membantu Amanda berdiri dari posisi jongkoknya di pinggir selokan. Dan membawanya menuju sepeda motor Amanda yang sekarang sudah terparkir di luar pekarangan rumah Amanda. Tak berapa lama mereka pun berkendara bersama. Menyusuri jalanan yang sepi, kosong dan remang-remang. Namun makin jauh mereka berkendara, jalanan sempit itu menjadi makin gelap. Ada beberapa lampu yang padam. Dengan penerangan seadanya, hanya dari lampu depan motor Amanda, Elang tetap melajukan motornya. Elang terus menajamkan pengelihatannya agar tidak sampai menabrak. Dia tidak mau dirinya dan Amanda celaka di kawasan angker ini. Cittt! Elang menghentikan laju kendaraan motor matic. Bunyi gesekan roda motor dan aspal jalanan sempit terdengar cukup keras. "Apa itu?" tanya Elang saat melihat gundukan hitam besar ada di pinggir jalan. Nalurinya sebagai polisi yang pemberani sudah kembali. Ingin menyelidiki benda aneh yang mengusik jiwanya, walaupun sebelumnya dia super ketakutan. Maklum, karena peristiwa horor di dapur Amanda adalah peristiwa pertama kalinya Elang melihat hantu yang rakus. Pandangannya selama ini tentang keberadaan hantu yang konon hanya isapan jempol itu sudah sirna. Hilang. Ternyata hantu itu benar-benar ada dan nyata. "Sial! Gak bisa cari hari lain apa buat nakut-nakutin? Kan tadi udah bikin takut, kenapa sekarang mau nakut-nakutin lahi sih," ucap Elang kesal karena lagi-lagi harus berhadapan dengan hantu. Amanda melongok ke depan. "Ada apa, Lang?" Elang menunjuk ke gundukan hitam besar di dekat tiang lampu jalan yang padam. "Sepertinya ada hantu di sana." "Hantu? Lagi?" Amanda serasa hampir pingsan tiap mendengar kata itu. "Tunggu aku di sini. Kalau ada apa-apa denganku, kamu lari saja cari pertolongan ke rumah warga di sekitar sini," balas Elang sembari turun dari motornya. Amanda mengangguk. Ia juga turun dari motor. Bersiap lari kalau sampai Elang kalah berduel dengan hantu dan pingsan. Elang menyalakan flash light di ponselnya karena gundukan hitam besar itu berada di area yang tidak tersentuh cahaya lampu motor Amanda. Tak lupa Elang memanjatkan doa lebih dahulu sebelum kembali menegapkan langkahnya mendekati gundukan hitam besar. Karena lawan tanding Elang kali ini bukan manusia biasa tapi hantu yang tidak bisa dirobohkan dengan pukulan atau tendangan. Hanya dengan bantuan Tuhan lah, hantu dapat dilenyapkan. Langkah Elang pun makin dekat dengan gundukan hitam besar. Dan Elang merasakan ada yang aneh dengan aspal jalanan. Sol sepatunya seperti menginjak sesuatu yang berlendir dan basah. Beberapa kali Elang hampir terpeleset. Elang pun segera mengarahkan flash ligth ponselnya ke bawah. "Astagim! Banyak benar cacing di sini. Sungguh menjijikan." Aspal jalanan sempit ternyata tertutup oleh puluhan juta ribu cacing berwarna kemerahan. Elang merasa seperti masuk ke dalam genangan cacing yang tidak berhenti menggeliat. Fenomena yang sangat aneh dan gila. Semua gara-gara kematian Syafira yang tidak wajar. Elang mengangkat kakinya dan melihat beberapa cacing panjang bergelantungan di atas sepatunya. Sangat menjijikan tapi hal ini tak serta merta menyurutkan niat Elang untuk mendekati gundukan hitam besar yang tinggal beberapa langkah dari tempat Elang berdiri. Elang pun melanjutkan langkahnya. Entah berapa puluh cacing yang terinjak olehnya. Saat tiba di rumah nanti, Elang berniat membuang sepatunya. Tidak usah dilaundry di tempat laundry sepatu, tapi langsung dibuang saja ke tempat sampah. Karena sangat menjijikan. Grok! Grok! Groookk! Gundukan hitam besar itu bersuara seperti orang sedang mendengkur keras. Dan Elang sangat mengenal suara dengkuran itu. Mirip dengan suara dengkuran Arjuna. Elang menyinari gundukan hitam besar dengan flash light ponselnya. Dan betapa terkejutnya Elang melihat Arjuna sedang tidur di tengah genangan cacing. Elang bergidik ngeri sekaligus jijik melihat Arjuna begitu nyaman berselimut cacing. Hingga mendengkur begitu pulas. Elang pun segera mendekati Arjuna dan membangunkannya. "Juna, ayo bangun. Jangan tidur di sini. Ayo pindah ke kasur di rumah saja. Lebih empuk dan nyaman." Setelah digoyang-goyang cukup lama oleh Elang, akhirnya Arjuna membuka matanya yang masih mengantuk. Dia mengerjabkan matanya tak percaya melihat dirinya tidur di alam terbuka yang gelap, bukan di dalam mobil. Dan tubuhnya dibelit ribuan cacing yang menjijikan. "Ya ampun, Pak Elang. Apa yang terjadi?" Arjuna berusaha mengingat-ingat kembali kejadian yang terjadi sebelumnya. Sambil berdiri dan menepis semua cacing yang merayap di atas tubuhnya. "Kenapa saya bisa tidur di sini ya?" tanya Arjuna sebelum memekik keras. "Di sini ada seetaaaan, Pakkk."Tet! Tet! Tet! Amanda menekan bel yang terpasang di pagar hitam rumah sederhana Pak RT. Tiga kali cukup. Sungguh di lubuk hati Amanda yang terdalam, ia tak ingin merepotkan Pak RT malam-malam begini. Pasti Pak RT dan keluarganya sudah healing di alam mimpi. Tapi apa boleh buat? Malam ini Amanda diliputi rasa takut yang mencekam. Tidak hanya dirinya dan Elang yang bertemu hantu Syafira. Tapi Arjuna juga. Bahkan cerita horror Arjuna membuat tubuh Amanda makin menggigil diterpa angin dingin malam. Tanpa sadar Amanda menggosok-gosok kedua telapak tangannya dan sesekali meniupnya agar tubuhnya sedikit menghangat. Malam ini, tangan, kaki, hati dan pikiran Amanda kacau. Kepikiran hantu Syafira yang penasaran dan menakut-nakuti orang. Amanda takut dirinya tidak fokus mengendarai motor di jalan dan mengalami kecelakaan. Jadi, Amanda merasa lebih baik menitipkan motornya di rumah Pak RT dan pulang bersama Elang dan Arjuna saja. Kriet! Pintu rumah Pak RT terbuka. Pak RT yang bertub
Pagi menjelang. Namun matahari masih belum menampakkan diri sepenuhnya. Elang yang memiliki kebiasaan bangun pagi dan berolahraga, membuka matanya yang masih mengantuk. Tubuhnya pegal-pegal. Karena semalamam tidur di lantai. Sementara Amanda masih tertidur pulas di atas kasur miliknya. Ya, Elang terpaksa merelakan kasur empuk miliknya untuk Amanda. Maklum, mereka berdua masih jomblo. Bukan pula kekasih. Jadi tak mungkin tidur berduaan di atas satu kasur. Sambil menguap, Elang merapikan sleeping bag yang telah dipakainya semalam. Setelah menggulung dan mengembalikan ke tempatnya, Elang segera menuntaskan panggilan alamnya yang muncul tiap pagi kemudian memakai sepatu olah raganya. Ia berniat lari keliling kompleks sebentar lalu mampir ke mini market 24 jam. Untuk membeli barang-barang yang ia inginkan semalam. Kaki Elang pun melangkah keluar dari kamar. Dan sebelum turun ke lantai satu melewati ruang tamu, Elang menyiapkan mentalnya lebih dahulu. Ia takut kembali bertemu hant
Di dalam sebuah ruang tamu kecil, duduk seorang perempuan cantik. Raut wajahnya terlihat sangat murung. Sesekali ia mengusap tissue ke wajahnya. Menghapus tetes air mata yang terus meleleh membasahi pipi. Tap! Tap! Tap! Terdengar suara langkah ringan mendekati ruang tamu kecil itu. Tak berapa lama Romo Thomas yang rambutnya sudah penuh uban muncul. "Selamat pagi, Romo," sapa perempuan cantik sambil buru-buru berdiri menyambut kedatangan Romo Thomas yang sangat ia segani. "Pagi, Anakku. Silahkan duduk kembali," balas Romo Thomas sembari duduk di hadapan perempuan cantik itu. Tubuhnya yang kurus dan tua perlahan disandarkan pada kursi warna putih. Setelah semuanya duduk di kursi, Romo Thomas bertanya dengan suara lembut," Apa yang telah terjadi? Kenapa kau begitu sedih, Anakku?" Perempuan cantik itu berdehem untuk melegakan tenggorokannya yang terasa sesak karena terlalu lama menangis. Perlahan mulai menumpahkan isi hatinya pada Romo Thomas. "Saya baru saja menikah dan pu
Amanda bergidik ngeri mendengar penuturan Prisil. Dia tidak menyangka suami Prisil ditemukan tewas mengenaskan bersama adiknya. Dengan kondisi jenazah persis seperti Syafira. Kepala yang terbalik. Pantas saja Prisil pingsan seketika. Karena Amanda dulu juga langsung pingsan karena kaget melihat jenazah Syafira. "Aku akan membicarakan hal ini dengan Elang. Sekarang dia pasti sedang menyelidiki kasus terbunuhnya pasangan selingkuh di vila. Aku yakin pelaku pembunuhan yang membunuh mereka berdua itu sama dengan pembunuh Syafira," gumam Amanda lirih. Romo Thomas yang ada di samping Amanda langsung membuat tanda salib di dahinya. "Mari kita doakan mereka berdua agar jiwa mereka diampuni dan diterima dalam kerahiman Tuhan." Semua mengangguk setuju. Mereka pun segera berdoa bersama dipimpin Romo Thomas. "Amin." Romo Thomas mengakhiri doa bersama. Dan mereka membuat tanda salib bersama-sama. Prisil menghela nafas panjang sebelum berpamitan pulang. "Mbak Prisil yakin bisa pulang se
Elang mengajak Amanda dan Arjuna pergi ke sebuah cafe yang buka sampai pagi. Di kota kecil yang berhawa sejuk ini, Elang memesan seteko besar kopi susu dan dua piring pisang goreng bertabur cokelat. Untuk menemani mereka bertiga agar tidak mengantuk saat berbincang. Karena hari sudah mulai larut malam."Kamu bisa mulai bercerita, Manda." Elang menyandarkan tubuhnya yang capek ke sofa empuk. Menunggu informasi baru keluar dari mulut Amanda.Amanda tersenyum dan membongkar isi tas pinggang yang dibawanya. Amanda mengeluarkan secarik kertas kecil dari sana. Lalu meletakkannya di meja. Dan mendorongnya ke arah Elang. "Tadi siang aku mendapatkan ini di meja kerja Syafira."Elang memajukan tubuhnya ke meja. Mengambil kertas kecil yang diberikan Amanda."Foto polaroid?" tanya Elang sambil mencermati kertas kecil itu. Lagi-lagi foto bergambar Syafira sedang makan ramen panas. Persis seperti foto 10R yang dirobek dan dibakarnya tadi pagi.***Beberapa jam sebelumnya.Kling! Kling! Kling! Hias
Elang memutuskan untuk kembali ke kantor polisi setelah menurunkan Arjuna di mess dan Amanda di rumahnya. Elang memilih untuk kembali bekerja. Membuang semua lelah dan rasa kantuknya. Memeriksa beberapa berkas penting yang berhubungan dengan kasus Syfira, Samuel dan Priska. Kematian tiga orang ini memiliki persamaan. Pertama, jenazah mereka sama-sama terbalik posisi kepalanya. Kedua, ditemukan pigura berisi foto 10R yang dikirim oleh pengirim anonim di dalam TKP. Ya, sebelum kembali ke Surabaya, Elang sudah memastikan sesuatu. Beberapa hari sebelum Samuel dan Priska terbunuh di vila, datang sebuah hadiah dengan kartu ucapan merah di vila milik Samuel. Tukang kebun yang bekerja di vila yang menerima hadiah tanpa nama pengirim. Lalu membawanya ke dalam kamar tidur Samuel. Meletakkannya di atas nakas yang ada di sebelah tempat tidur. Brak! Elang meletakkan tumpukan berkas kasus pembunuhan yang pernah terjadi sebelumnya, di atas meja kerjanya. Kasus pembunuhan itu masih belum terpeca
Dewi malam bersinar menerangi kantor Badan Forensik. Nampak dua orang satpam yang bertugas patroli keliling gedung sedang bercakap-cakap. "Emang ada kasus baru apa, Pak? Kok saya sampai disuruh lembur malam ini?" tanya Hendra kepada seniornya. "Udah gak usah cerewet kamu, pokoknya kamu dibayar kalau lembur malam ini. Katanya kamu butuh tambahan uang buat nyicil sepeda motor, ya udah disyukuri aja kalau ada rejeki datang," sahut Dimas yang separuh rambutnya sudah mulai kelabu. "Ya, ya, ya," timpal Hendra tak lagi banyak bertanya. Emang susah bicara dengan Pak Dimas. Selalu saja ujung-ujungnya Hendra dibuat tak bisa membalas ucapannya. Kedua satpam itu kembali berpatroli. Namun, ketika melewati pintu bertulis kata toilet, Dimas diam-diam memperlambat langkahnya, masuk ke dalam toilet. Tanpa berpamitan lebih dahulu pada Hendra. Hendra yang tidak mengetahui kalau partner patrolinya berbelok ke toilet, tetap berjalan menyusuri koridor lantai dua kantor badan forensik. Makin lama,
Hacing! Hacing! Terdengar suara bersin dari dalam gudang penyimpanan file-file tua. "Yaks!" Arjuna terpaksa melepas maskernya yang basah karena ingusnya berhamburan kemana-mana. Setelah membersihkan hidungnya, Arjuna memakai masker baru. Syukurlah, tak berapa lama kemudian, Arjuna berhasil keluar membawa berkas yang diminta Pak Elang. Kasus pembunuhan 25 tahun yang lalu. "Ini berkasnya, Pak." Arjuna meletakkan dua buah map kertas yang warnanya sudah menguning kecoklatan. Sebelumnya Arjuna sudah membersihkan debunya lebih dahulu agar tangan atasannya tidak kotor saat membuka lembaran-lembaran kertas berbau apek itu. "Makasih banyak, Juna." Elang tersenyum senang dapat segera membaca berkas yang diperintahkan almarhum Pak Darmadi. Semoga Elang mendapat informasi baru. Elang pun membaca satu persatu berkas itu dengan teliti. *** Dua puluh lima tahun yang lalu. Di sebuah rumah sederhana, terlihat seorang pria bertubuh tinggi besar sedang marah-marah. Ia membanting semua barang yan
Hacing! Hacing! Terdengar suara bersin dari dalam gudang penyimpanan file-file tua. "Yaks!" Arjuna terpaksa melepas maskernya yang basah karena ingusnya berhamburan kemana-mana. Setelah membersihkan hidungnya, Arjuna memakai masker baru. Syukurlah, tak berapa lama kemudian, Arjuna berhasil keluar membawa berkas yang diminta Pak Elang. Kasus pembunuhan 25 tahun yang lalu. "Ini berkasnya, Pak." Arjuna meletakkan dua buah map kertas yang warnanya sudah menguning kecoklatan. Sebelumnya Arjuna sudah membersihkan debunya lebih dahulu agar tangan atasannya tidak kotor saat membuka lembaran-lembaran kertas berbau apek itu. "Makasih banyak, Juna." Elang tersenyum senang dapat segera membaca berkas yang diperintahkan almarhum Pak Darmadi. Semoga Elang mendapat informasi baru. Elang pun membaca satu persatu berkas itu dengan teliti. *** Dua puluh lima tahun yang lalu. Di sebuah rumah sederhana, terlihat seorang pria bertubuh tinggi besar sedang marah-marah. Ia membanting semua barang yan
Dewi malam bersinar menerangi kantor Badan Forensik. Nampak dua orang satpam yang bertugas patroli keliling gedung sedang bercakap-cakap. "Emang ada kasus baru apa, Pak? Kok saya sampai disuruh lembur malam ini?" tanya Hendra kepada seniornya. "Udah gak usah cerewet kamu, pokoknya kamu dibayar kalau lembur malam ini. Katanya kamu butuh tambahan uang buat nyicil sepeda motor, ya udah disyukuri aja kalau ada rejeki datang," sahut Dimas yang separuh rambutnya sudah mulai kelabu. "Ya, ya, ya," timpal Hendra tak lagi banyak bertanya. Emang susah bicara dengan Pak Dimas. Selalu saja ujung-ujungnya Hendra dibuat tak bisa membalas ucapannya. Kedua satpam itu kembali berpatroli. Namun, ketika melewati pintu bertulis kata toilet, Dimas diam-diam memperlambat langkahnya, masuk ke dalam toilet. Tanpa berpamitan lebih dahulu pada Hendra. Hendra yang tidak mengetahui kalau partner patrolinya berbelok ke toilet, tetap berjalan menyusuri koridor lantai dua kantor badan forensik. Makin lama,
Elang memutuskan untuk kembali ke kantor polisi setelah menurunkan Arjuna di mess dan Amanda di rumahnya. Elang memilih untuk kembali bekerja. Membuang semua lelah dan rasa kantuknya. Memeriksa beberapa berkas penting yang berhubungan dengan kasus Syfira, Samuel dan Priska. Kematian tiga orang ini memiliki persamaan. Pertama, jenazah mereka sama-sama terbalik posisi kepalanya. Kedua, ditemukan pigura berisi foto 10R yang dikirim oleh pengirim anonim di dalam TKP. Ya, sebelum kembali ke Surabaya, Elang sudah memastikan sesuatu. Beberapa hari sebelum Samuel dan Priska terbunuh di vila, datang sebuah hadiah dengan kartu ucapan merah di vila milik Samuel. Tukang kebun yang bekerja di vila yang menerima hadiah tanpa nama pengirim. Lalu membawanya ke dalam kamar tidur Samuel. Meletakkannya di atas nakas yang ada di sebelah tempat tidur. Brak! Elang meletakkan tumpukan berkas kasus pembunuhan yang pernah terjadi sebelumnya, di atas meja kerjanya. Kasus pembunuhan itu masih belum terpeca
Elang mengajak Amanda dan Arjuna pergi ke sebuah cafe yang buka sampai pagi. Di kota kecil yang berhawa sejuk ini, Elang memesan seteko besar kopi susu dan dua piring pisang goreng bertabur cokelat. Untuk menemani mereka bertiga agar tidak mengantuk saat berbincang. Karena hari sudah mulai larut malam."Kamu bisa mulai bercerita, Manda." Elang menyandarkan tubuhnya yang capek ke sofa empuk. Menunggu informasi baru keluar dari mulut Amanda.Amanda tersenyum dan membongkar isi tas pinggang yang dibawanya. Amanda mengeluarkan secarik kertas kecil dari sana. Lalu meletakkannya di meja. Dan mendorongnya ke arah Elang. "Tadi siang aku mendapatkan ini di meja kerja Syafira."Elang memajukan tubuhnya ke meja. Mengambil kertas kecil yang diberikan Amanda."Foto polaroid?" tanya Elang sambil mencermati kertas kecil itu. Lagi-lagi foto bergambar Syafira sedang makan ramen panas. Persis seperti foto 10R yang dirobek dan dibakarnya tadi pagi.***Beberapa jam sebelumnya.Kling! Kling! Kling! Hias
Amanda bergidik ngeri mendengar penuturan Prisil. Dia tidak menyangka suami Prisil ditemukan tewas mengenaskan bersama adiknya. Dengan kondisi jenazah persis seperti Syafira. Kepala yang terbalik. Pantas saja Prisil pingsan seketika. Karena Amanda dulu juga langsung pingsan karena kaget melihat jenazah Syafira. "Aku akan membicarakan hal ini dengan Elang. Sekarang dia pasti sedang menyelidiki kasus terbunuhnya pasangan selingkuh di vila. Aku yakin pelaku pembunuhan yang membunuh mereka berdua itu sama dengan pembunuh Syafira," gumam Amanda lirih. Romo Thomas yang ada di samping Amanda langsung membuat tanda salib di dahinya. "Mari kita doakan mereka berdua agar jiwa mereka diampuni dan diterima dalam kerahiman Tuhan." Semua mengangguk setuju. Mereka pun segera berdoa bersama dipimpin Romo Thomas. "Amin." Romo Thomas mengakhiri doa bersama. Dan mereka membuat tanda salib bersama-sama. Prisil menghela nafas panjang sebelum berpamitan pulang. "Mbak Prisil yakin bisa pulang se
Di dalam sebuah ruang tamu kecil, duduk seorang perempuan cantik. Raut wajahnya terlihat sangat murung. Sesekali ia mengusap tissue ke wajahnya. Menghapus tetes air mata yang terus meleleh membasahi pipi. Tap! Tap! Tap! Terdengar suara langkah ringan mendekati ruang tamu kecil itu. Tak berapa lama Romo Thomas yang rambutnya sudah penuh uban muncul. "Selamat pagi, Romo," sapa perempuan cantik sambil buru-buru berdiri menyambut kedatangan Romo Thomas yang sangat ia segani. "Pagi, Anakku. Silahkan duduk kembali," balas Romo Thomas sembari duduk di hadapan perempuan cantik itu. Tubuhnya yang kurus dan tua perlahan disandarkan pada kursi warna putih. Setelah semuanya duduk di kursi, Romo Thomas bertanya dengan suara lembut," Apa yang telah terjadi? Kenapa kau begitu sedih, Anakku?" Perempuan cantik itu berdehem untuk melegakan tenggorokannya yang terasa sesak karena terlalu lama menangis. Perlahan mulai menumpahkan isi hatinya pada Romo Thomas. "Saya baru saja menikah dan pu
Pagi menjelang. Namun matahari masih belum menampakkan diri sepenuhnya. Elang yang memiliki kebiasaan bangun pagi dan berolahraga, membuka matanya yang masih mengantuk. Tubuhnya pegal-pegal. Karena semalamam tidur di lantai. Sementara Amanda masih tertidur pulas di atas kasur miliknya. Ya, Elang terpaksa merelakan kasur empuk miliknya untuk Amanda. Maklum, mereka berdua masih jomblo. Bukan pula kekasih. Jadi tak mungkin tidur berduaan di atas satu kasur. Sambil menguap, Elang merapikan sleeping bag yang telah dipakainya semalam. Setelah menggulung dan mengembalikan ke tempatnya, Elang segera menuntaskan panggilan alamnya yang muncul tiap pagi kemudian memakai sepatu olah raganya. Ia berniat lari keliling kompleks sebentar lalu mampir ke mini market 24 jam. Untuk membeli barang-barang yang ia inginkan semalam. Kaki Elang pun melangkah keluar dari kamar. Dan sebelum turun ke lantai satu melewati ruang tamu, Elang menyiapkan mentalnya lebih dahulu. Ia takut kembali bertemu hant
Tet! Tet! Tet! Amanda menekan bel yang terpasang di pagar hitam rumah sederhana Pak RT. Tiga kali cukup. Sungguh di lubuk hati Amanda yang terdalam, ia tak ingin merepotkan Pak RT malam-malam begini. Pasti Pak RT dan keluarganya sudah healing di alam mimpi. Tapi apa boleh buat? Malam ini Amanda diliputi rasa takut yang mencekam. Tidak hanya dirinya dan Elang yang bertemu hantu Syafira. Tapi Arjuna juga. Bahkan cerita horror Arjuna membuat tubuh Amanda makin menggigil diterpa angin dingin malam. Tanpa sadar Amanda menggosok-gosok kedua telapak tangannya dan sesekali meniupnya agar tubuhnya sedikit menghangat. Malam ini, tangan, kaki, hati dan pikiran Amanda kacau. Kepikiran hantu Syafira yang penasaran dan menakut-nakuti orang. Amanda takut dirinya tidak fokus mengendarai motor di jalan dan mengalami kecelakaan. Jadi, Amanda merasa lebih baik menitipkan motornya di rumah Pak RT dan pulang bersama Elang dan Arjuna saja. Kriet! Pintu rumah Pak RT terbuka. Pak RT yang bertub
Arjuna lari pontang panting begitu keluar dari mobil Elang. Tanpa arah tujuan. Yang penting lari sejauh-jauhnya dari hantu Mbak Syafira yang mengerikan sekaligus menjijikan itu.Sampai nafas Arjuna hampir putus dan kakinya tak kuat melangkah lagi, barulah Arjuna berhenti menepi di tepi jalan sempit. Tepat di bawah lampu jalan yang bersinar kekuningan."Pak Elang, kamu dimana, Pak? Saya takut banget, Pak. Mbak Syafira masih belum rela meninggalkan profesinya sebagai food bloger. Makanya dia jadi hantu yang mereview ramen rasa cacing," ucap Arjuna di sela tarikan nafasnya.Arjuna menepuk-nepuk tubuh bagian depannya. Juga menyeka keringat yang terus menyembul di dahinya. Lalu mengatur nafasnya agar tidak terus memburu."Ya ampun, bodoh banget aku. Punya ponsel tapi kok gak dipakai buat nyari Pak Elang," ucap Arjuna segera merogoh saku celananya. Mengambil ponsel untuk menelepon atasannya.Tapi sebuah pesan text tiba-tiba masuk di ponselnya. Arjuna segera membukanya dan membacanya cepat-c