Dewi malam bersinar menerangi kantor Badan Forensik. Nampak dua orang satpam yang bertugas patroli keliling gedung sedang bercakap-cakap. "Emang ada kasus baru apa, Pak? Kok saya sampai disuruh lembur malam ini?" tanya Hendra kepada seniornya. "Udah gak usah cerewet kamu, pokoknya kamu dibayar kalau lembur malam ini. Katanya kamu butuh tambahan uang buat nyicil sepeda motor, ya udah disyukuri aja kalau ada rejeki datang," sahut Dimas yang separuh rambutnya sudah mulai kelabu. "Ya, ya, ya," timpal Hendra tak lagi banyak bertanya. Emang susah bicara dengan Pak Dimas. Selalu saja ujung-ujungnya Hendra dibuat tak bisa membalas ucapannya. Kedua satpam itu kembali berpatroli. Namun, ketika melewati pintu bertulis kata toilet, Dimas diam-diam memperlambat langkahnya, masuk ke dalam toilet. Tanpa berpamitan lebih dahulu pada Hendra. Hendra yang tidak mengetahui kalau partner patrolinya berbelok ke toilet, tetap berjalan menyusuri koridor lantai dua kantor badan forensik. Makin lama,
Hacing! Hacing! Terdengar suara bersin dari dalam gudang penyimpanan file-file tua. "Yaks!" Arjuna terpaksa melepas maskernya yang basah karena ingusnya berhamburan kemana-mana. Setelah membersihkan hidungnya, Arjuna memakai masker baru. Syukurlah, tak berapa lama kemudian, Arjuna berhasil keluar membawa berkas yang diminta Pak Elang. Kasus pembunuhan 25 tahun yang lalu. "Ini berkasnya, Pak." Arjuna meletakkan dua buah map kertas yang warnanya sudah menguning kecoklatan. Sebelumnya Arjuna sudah membersihkan debunya lebih dahulu agar tangan atasannya tidak kotor saat membuka lembaran-lembaran kertas berbau apek itu. "Makasih banyak, Juna." Elang tersenyum senang dapat segera membaca berkas yang diperintahkan almarhum Pak Darmadi. Semoga Elang mendapat informasi baru. Elang pun membaca satu persatu berkas itu dengan teliti. *** Dua puluh lima tahun yang lalu. Di sebuah rumah sederhana, terlihat seorang pria bertubuh tinggi besar sedang marah-marah. Ia membanting semua barang yan
Malam begitu kelam. Bahkan Dewi Malam enggan menampakkan diri. Memilih bersembunyi di balik selimut awan hitam. Daripada menerangi malam. Jalan sempit yang biasa dilalui Syafira untuk pulang, terlihat remang-remang. Jarak tiang lampu jalan berjauhan. Sinar lampu kekuningannya tak mampu mengusir sepi dan kosong. Terpaksa Syafira mempercepat langkah kakinya sambil terus menajamkan pengelihatan. Wanita 25 tahun, yang berjalan sendirian lewat tengah malam, harus berhati-hati agar tidak celaka. Apalagi rumah mungil yang ditinggalinya bersama Amanda, sahabat karibnya sejak kecil, masih beberapa puluh meter lagi. "Tahu bakal ketakutan begini, lebih baik tadi aku menerima tawaran Nick. Dia mau mengantarku sampai ke depan pagar rumah. Haish! Bego banget aku!" Syafira menggerutu, menyalahkan dirinya sendiri. Kenapa ia bisa sebodoh ini? Krak! Krak! Krak! Suara seperti pecahan kerikil yang terinjak-injak tiba-tiba terdengar. "Apa itu?" Denyut jantung Syafira meningkat. Ia buru-buru men
Amanda buru-buru pulang ke Indonesia begitu mendapat kabar bahwa Syafira, sahabatnya, meninggal di dalam rumah kontrakan mereka. Sungguh sebuah berita yang sangat mengejutkan.Karena sebelum Amanda pergi ke Singapore, Syafira dalam keadaan sehat, segar bugar. Dan Amanda yakin Syafira tidak mengidap penyakit kronis apa pun sebelumnya. Lalu kenapa Syafira bisa meninggal mendadak di dalam kamar mandi?Anehnya, Pak RT yang mengabarkan berita kematian Syafira lewat telepon, juga tidak menjelaskan sebab musabab kematian sahabatnya itu.Jangan-jangan Syafira terpeleset jatuh di kamar mandi lalu meninggal? Ya ampun, sungguh malang nasibmu, Syafira. Hiks! Hiks!Amanda nampak begitu terpukul dengan kepergian Syafira, dia tidak bisa tidur dan menangis terus menerus selama berada di Singapore, karena kehilangan teman berbagi suka dan duka yang sudah seperti saudara sendiri.Begitu menginjakkan kakinya di Surabaya, Amanda langsung pergi ke ruang otopsi mayat di rumah sakit pemerintah. Berniat meng
Amanda memutuskan merogoh kocek dan menggunakan jasa layanan duka. Untuk mendapatkan surat kematian dan mengatur urusan pemakaman Syafira. Agar lebih praktis. Itu semua karena tubuh dan pikiran Amanda terlalu letih, butuh istirahat agar tenaganya terisi kembali dan pikirannya jauh lebih tenang.Setelah semua urusan surat menyurat dan pemakamam jenazah Syafira selesai, Amanda memilih untuk pulang ke rumahnya yang dipasangi police line warna kuning.Ya, seminggu yang lalu rumahnya resmi ditutup dan menjadi TKP. Tidak boleh dimasuki sembarang orang karena polisi khawatir TKP akan rusak dan kehilangan barang bukti penting.Sebelum pergi menerobos police line rumahnya, Amanda sudah meminta ijin pada Elang, agar diperbolehkan masuk sebentar untuk mengemas beberapa barang terutama barang berharganya yang masih tertinggal di sana.Begitu Elang memberi ijin, Amanda langsung tancap gas. Mengeratkan tali helmnya. Lalu menyalakan mesin motornya. Menyusuri malam yang sudah mulai larut.Gemerlap ca
"Barang-barang di rumahku bisa hilang kalau pintunya tidak dikunci," ucap Amanda sedikit kesal karena polisi berlaku seenaknya pada rumah miliknya.Elang tersenyum. "Tak akan ada yang berani masuk ke sini begitu berita kematian sahabatmu mencuat di media sosial."Amanda mengerucutkan bibirnya. Memang benar ucapan Elang. Dunia maya heboh ketika seorang food bloger yang sedang naik daun tewas secara tidak wajar di toilet rumah kontrakannya. Pasti tidak ada maling yang berani macam-macam di rumahnya yang tidak dikunci ini.Amanda pun berjalan masuk ke ruang tengah, tiba-tiba gendang telinga Amanda menangkap bunyi-bunyian yang tidak asing. Ting! Ting! Ting! Slurpp! Slurrrppp!Amanda menajamkan pendengarannya. Ia yakin mendengar suara dentingan sendok garpu di atas piring. Biasanya jika Syafira sedang membuat video tentang makan besarnya di area dapur, pasti dapurnya ramai. Mulut Syafira juga sengaja dibunyikan slurrpp, agar terlihat sedang makan dengan nikmat dan makanan yang disantapnya
Arjuna lari pontang panting begitu keluar dari mobil Elang. Tanpa arah tujuan. Yang penting lari sejauh-jauhnya dari hantu Mbak Syafira yang mengerikan sekaligus menjijikan itu.Sampai nafas Arjuna hampir putus dan kakinya tak kuat melangkah lagi, barulah Arjuna berhenti menepi di tepi jalan sempit. Tepat di bawah lampu jalan yang bersinar kekuningan."Pak Elang, kamu dimana, Pak? Saya takut banget, Pak. Mbak Syafira masih belum rela meninggalkan profesinya sebagai food bloger. Makanya dia jadi hantu yang mereview ramen rasa cacing," ucap Arjuna di sela tarikan nafasnya.Arjuna menepuk-nepuk tubuh bagian depannya. Juga menyeka keringat yang terus menyembul di dahinya. Lalu mengatur nafasnya agar tidak terus memburu."Ya ampun, bodoh banget aku. Punya ponsel tapi kok gak dipakai buat nyari Pak Elang," ucap Arjuna segera merogoh saku celananya. Mengambil ponsel untuk menelepon atasannya.Tapi sebuah pesan text tiba-tiba masuk di ponselnya. Arjuna segera membukanya dan membacanya cepat-c
Tet! Tet! Tet! Amanda menekan bel yang terpasang di pagar hitam rumah sederhana Pak RT. Tiga kali cukup. Sungguh di lubuk hati Amanda yang terdalam, ia tak ingin merepotkan Pak RT malam-malam begini. Pasti Pak RT dan keluarganya sudah healing di alam mimpi. Tapi apa boleh buat? Malam ini Amanda diliputi rasa takut yang mencekam. Tidak hanya dirinya dan Elang yang bertemu hantu Syafira. Tapi Arjuna juga. Bahkan cerita horror Arjuna membuat tubuh Amanda makin menggigil diterpa angin dingin malam. Tanpa sadar Amanda menggosok-gosok kedua telapak tangannya dan sesekali meniupnya agar tubuhnya sedikit menghangat. Malam ini, tangan, kaki, hati dan pikiran Amanda kacau. Kepikiran hantu Syafira yang penasaran dan menakut-nakuti orang. Amanda takut dirinya tidak fokus mengendarai motor di jalan dan mengalami kecelakaan. Jadi, Amanda merasa lebih baik menitipkan motornya di rumah Pak RT dan pulang bersama Elang dan Arjuna saja. Kriet! Pintu rumah Pak RT terbuka. Pak RT yang bertub
Hacing! Hacing! Terdengar suara bersin dari dalam gudang penyimpanan file-file tua. "Yaks!" Arjuna terpaksa melepas maskernya yang basah karena ingusnya berhamburan kemana-mana. Setelah membersihkan hidungnya, Arjuna memakai masker baru. Syukurlah, tak berapa lama kemudian, Arjuna berhasil keluar membawa berkas yang diminta Pak Elang. Kasus pembunuhan 25 tahun yang lalu. "Ini berkasnya, Pak." Arjuna meletakkan dua buah map kertas yang warnanya sudah menguning kecoklatan. Sebelumnya Arjuna sudah membersihkan debunya lebih dahulu agar tangan atasannya tidak kotor saat membuka lembaran-lembaran kertas berbau apek itu. "Makasih banyak, Juna." Elang tersenyum senang dapat segera membaca berkas yang diperintahkan almarhum Pak Darmadi. Semoga Elang mendapat informasi baru. Elang pun membaca satu persatu berkas itu dengan teliti. *** Dua puluh lima tahun yang lalu. Di sebuah rumah sederhana, terlihat seorang pria bertubuh tinggi besar sedang marah-marah. Ia membanting semua barang yan
Dewi malam bersinar menerangi kantor Badan Forensik. Nampak dua orang satpam yang bertugas patroli keliling gedung sedang bercakap-cakap. "Emang ada kasus baru apa, Pak? Kok saya sampai disuruh lembur malam ini?" tanya Hendra kepada seniornya. "Udah gak usah cerewet kamu, pokoknya kamu dibayar kalau lembur malam ini. Katanya kamu butuh tambahan uang buat nyicil sepeda motor, ya udah disyukuri aja kalau ada rejeki datang," sahut Dimas yang separuh rambutnya sudah mulai kelabu. "Ya, ya, ya," timpal Hendra tak lagi banyak bertanya. Emang susah bicara dengan Pak Dimas. Selalu saja ujung-ujungnya Hendra dibuat tak bisa membalas ucapannya. Kedua satpam itu kembali berpatroli. Namun, ketika melewati pintu bertulis kata toilet, Dimas diam-diam memperlambat langkahnya, masuk ke dalam toilet. Tanpa berpamitan lebih dahulu pada Hendra. Hendra yang tidak mengetahui kalau partner patrolinya berbelok ke toilet, tetap berjalan menyusuri koridor lantai dua kantor badan forensik. Makin lama,
Elang memutuskan untuk kembali ke kantor polisi setelah menurunkan Arjuna di mess dan Amanda di rumahnya. Elang memilih untuk kembali bekerja. Membuang semua lelah dan rasa kantuknya. Memeriksa beberapa berkas penting yang berhubungan dengan kasus Syfira, Samuel dan Priska. Kematian tiga orang ini memiliki persamaan. Pertama, jenazah mereka sama-sama terbalik posisi kepalanya. Kedua, ditemukan pigura berisi foto 10R yang dikirim oleh pengirim anonim di dalam TKP. Ya, sebelum kembali ke Surabaya, Elang sudah memastikan sesuatu. Beberapa hari sebelum Samuel dan Priska terbunuh di vila, datang sebuah hadiah dengan kartu ucapan merah di vila milik Samuel. Tukang kebun yang bekerja di vila yang menerima hadiah tanpa nama pengirim. Lalu membawanya ke dalam kamar tidur Samuel. Meletakkannya di atas nakas yang ada di sebelah tempat tidur. Brak! Elang meletakkan tumpukan berkas kasus pembunuhan yang pernah terjadi sebelumnya, di atas meja kerjanya. Kasus pembunuhan itu masih belum terpeca
Elang mengajak Amanda dan Arjuna pergi ke sebuah cafe yang buka sampai pagi. Di kota kecil yang berhawa sejuk ini, Elang memesan seteko besar kopi susu dan dua piring pisang goreng bertabur cokelat. Untuk menemani mereka bertiga agar tidak mengantuk saat berbincang. Karena hari sudah mulai larut malam."Kamu bisa mulai bercerita, Manda." Elang menyandarkan tubuhnya yang capek ke sofa empuk. Menunggu informasi baru keluar dari mulut Amanda.Amanda tersenyum dan membongkar isi tas pinggang yang dibawanya. Amanda mengeluarkan secarik kertas kecil dari sana. Lalu meletakkannya di meja. Dan mendorongnya ke arah Elang. "Tadi siang aku mendapatkan ini di meja kerja Syafira."Elang memajukan tubuhnya ke meja. Mengambil kertas kecil yang diberikan Amanda."Foto polaroid?" tanya Elang sambil mencermati kertas kecil itu. Lagi-lagi foto bergambar Syafira sedang makan ramen panas. Persis seperti foto 10R yang dirobek dan dibakarnya tadi pagi.***Beberapa jam sebelumnya.Kling! Kling! Kling! Hias
Amanda bergidik ngeri mendengar penuturan Prisil. Dia tidak menyangka suami Prisil ditemukan tewas mengenaskan bersama adiknya. Dengan kondisi jenazah persis seperti Syafira. Kepala yang terbalik. Pantas saja Prisil pingsan seketika. Karena Amanda dulu juga langsung pingsan karena kaget melihat jenazah Syafira. "Aku akan membicarakan hal ini dengan Elang. Sekarang dia pasti sedang menyelidiki kasus terbunuhnya pasangan selingkuh di vila. Aku yakin pelaku pembunuhan yang membunuh mereka berdua itu sama dengan pembunuh Syafira," gumam Amanda lirih. Romo Thomas yang ada di samping Amanda langsung membuat tanda salib di dahinya. "Mari kita doakan mereka berdua agar jiwa mereka diampuni dan diterima dalam kerahiman Tuhan." Semua mengangguk setuju. Mereka pun segera berdoa bersama dipimpin Romo Thomas. "Amin." Romo Thomas mengakhiri doa bersama. Dan mereka membuat tanda salib bersama-sama. Prisil menghela nafas panjang sebelum berpamitan pulang. "Mbak Prisil yakin bisa pulang se
Di dalam sebuah ruang tamu kecil, duduk seorang perempuan cantik. Raut wajahnya terlihat sangat murung. Sesekali ia mengusap tissue ke wajahnya. Menghapus tetes air mata yang terus meleleh membasahi pipi. Tap! Tap! Tap! Terdengar suara langkah ringan mendekati ruang tamu kecil itu. Tak berapa lama Romo Thomas yang rambutnya sudah penuh uban muncul. "Selamat pagi, Romo," sapa perempuan cantik sambil buru-buru berdiri menyambut kedatangan Romo Thomas yang sangat ia segani. "Pagi, Anakku. Silahkan duduk kembali," balas Romo Thomas sembari duduk di hadapan perempuan cantik itu. Tubuhnya yang kurus dan tua perlahan disandarkan pada kursi warna putih. Setelah semuanya duduk di kursi, Romo Thomas bertanya dengan suara lembut," Apa yang telah terjadi? Kenapa kau begitu sedih, Anakku?" Perempuan cantik itu berdehem untuk melegakan tenggorokannya yang terasa sesak karena terlalu lama menangis. Perlahan mulai menumpahkan isi hatinya pada Romo Thomas. "Saya baru saja menikah dan pu
Pagi menjelang. Namun matahari masih belum menampakkan diri sepenuhnya. Elang yang memiliki kebiasaan bangun pagi dan berolahraga, membuka matanya yang masih mengantuk. Tubuhnya pegal-pegal. Karena semalamam tidur di lantai. Sementara Amanda masih tertidur pulas di atas kasur miliknya. Ya, Elang terpaksa merelakan kasur empuk miliknya untuk Amanda. Maklum, mereka berdua masih jomblo. Bukan pula kekasih. Jadi tak mungkin tidur berduaan di atas satu kasur. Sambil menguap, Elang merapikan sleeping bag yang telah dipakainya semalam. Setelah menggulung dan mengembalikan ke tempatnya, Elang segera menuntaskan panggilan alamnya yang muncul tiap pagi kemudian memakai sepatu olah raganya. Ia berniat lari keliling kompleks sebentar lalu mampir ke mini market 24 jam. Untuk membeli barang-barang yang ia inginkan semalam. Kaki Elang pun melangkah keluar dari kamar. Dan sebelum turun ke lantai satu melewati ruang tamu, Elang menyiapkan mentalnya lebih dahulu. Ia takut kembali bertemu hant
Tet! Tet! Tet! Amanda menekan bel yang terpasang di pagar hitam rumah sederhana Pak RT. Tiga kali cukup. Sungguh di lubuk hati Amanda yang terdalam, ia tak ingin merepotkan Pak RT malam-malam begini. Pasti Pak RT dan keluarganya sudah healing di alam mimpi. Tapi apa boleh buat? Malam ini Amanda diliputi rasa takut yang mencekam. Tidak hanya dirinya dan Elang yang bertemu hantu Syafira. Tapi Arjuna juga. Bahkan cerita horror Arjuna membuat tubuh Amanda makin menggigil diterpa angin dingin malam. Tanpa sadar Amanda menggosok-gosok kedua telapak tangannya dan sesekali meniupnya agar tubuhnya sedikit menghangat. Malam ini, tangan, kaki, hati dan pikiran Amanda kacau. Kepikiran hantu Syafira yang penasaran dan menakut-nakuti orang. Amanda takut dirinya tidak fokus mengendarai motor di jalan dan mengalami kecelakaan. Jadi, Amanda merasa lebih baik menitipkan motornya di rumah Pak RT dan pulang bersama Elang dan Arjuna saja. Kriet! Pintu rumah Pak RT terbuka. Pak RT yang bertub
Arjuna lari pontang panting begitu keluar dari mobil Elang. Tanpa arah tujuan. Yang penting lari sejauh-jauhnya dari hantu Mbak Syafira yang mengerikan sekaligus menjijikan itu.Sampai nafas Arjuna hampir putus dan kakinya tak kuat melangkah lagi, barulah Arjuna berhenti menepi di tepi jalan sempit. Tepat di bawah lampu jalan yang bersinar kekuningan."Pak Elang, kamu dimana, Pak? Saya takut banget, Pak. Mbak Syafira masih belum rela meninggalkan profesinya sebagai food bloger. Makanya dia jadi hantu yang mereview ramen rasa cacing," ucap Arjuna di sela tarikan nafasnya.Arjuna menepuk-nepuk tubuh bagian depannya. Juga menyeka keringat yang terus menyembul di dahinya. Lalu mengatur nafasnya agar tidak terus memburu."Ya ampun, bodoh banget aku. Punya ponsel tapi kok gak dipakai buat nyari Pak Elang," ucap Arjuna segera merogoh saku celananya. Mengambil ponsel untuk menelepon atasannya.Tapi sebuah pesan text tiba-tiba masuk di ponselnya. Arjuna segera membukanya dan membacanya cepat-c