Share

Bab 2. Ruang Otopsi

Amanda buru-buru pulang ke Indonesia begitu mendapat kabar bahwa Syafira, sahabatnya, meninggal di dalam rumah kontrakan mereka. Sungguh sebuah berita yang sangat mengejutkan.

Karena sebelum Amanda pergi ke Singapore, Syafira dalam keadaan sehat, segar bugar. Dan Amanda yakin Syafira tidak mengidap penyakit kronis apa pun sebelumnya. Lalu kenapa Syafira bisa meninggal mendadak di dalam kamar mandi?

Anehnya, Pak RT yang mengabarkan berita kematian Syafira lewat telepon, juga tidak menjelaskan sebab musabab kematian sahabatnya itu.

Jangan-jangan Syafira terpeleset jatuh di kamar mandi lalu meninggal? Ya ampun, sungguh malang nasibmu, Syafira. Hiks! Hiks!

Amanda nampak begitu terpukul dengan kepergian Syafira, dia tidak bisa tidur dan menangis terus menerus selama berada di Singapore, karena kehilangan teman berbagi suka dan duka yang sudah seperti saudara sendiri.

Begitu menginjakkan kakinya di Surabaya, Amanda langsung pergi ke ruang otopsi mayat di rumah sakit pemerintah. Berniat mengurus surat-surat kematian dan mengeluarkan jenazah Syafira untuk segera dikebumikan. Karena Syafira tidak memiliki siapa-siapa selain dirinya. Syafira sudah yatim piatu dan dia adalah anak tunggal.

Krak! Dokter berjubah putih yang ada di samping Amanda, dengan cepat membuka pintu mortuary cabinet berbentuk persegi, lalu menarik keluar sebuah papan besi dari sana. Di atas papan itu, terbaring tubuh Syafira yang sudah mendingin selama hampir seminggu. Ditutup kain putih panjang.

Amanda menutup matanya dan membaca doa singkat lebih dahulu, sebelum membuka mata kembali dan melihat wajah tanpa senyuman Syafira.

Setelah Amanda memberikan anggukan lemah pada dokter yang berjaga di ruang otopsi, dokter tersebut menurunkan kain putih yang menutupi wajah Syafira.

"Ya, Tuhan!" Mata Amanda membulat kaget melihat jenazah beku Syafira sangat aneh. Kepala Syafira tidak berada di posisi biasanya. Tapi terbalik. Seketika itu juga Amanda jatuh pingsan di tempat.

Saat Amanda siuman, dia mendapati dirinya sudah berada di luar ruangan otopsi. Terduduk di bangku kayu panjang, punggungnya bersandar ke tembok. Entah siapa yang menggendong Amanda keluar ruangan otopsi. Karena dokter yang ditemuinya di ruang otopsi tidak ada di sampingnya. Mungkin dia sudah sibuk bekerja lagi.

Tap! Tap! Amanda mendengar suara langkah kaki mendekat. Dia menoleh ke arah sumber suara. Dan mendapati ada dua pria tampan mengenakan jaket kulit hitam sedang menghampirinya. Salah satu pria tampan itu membawa gelas kertas berwarna putih.

"Kau sudah siuman. Minumlah teh hangat ini!" Pria tampan itu menyodorkan gelas kertas putih yang masih mengeluarkan asap. "Hati-hati, masih panas," ujarnya lagi.

'Terima kasih." Amanda menerima uluran teh panas dari pria itu. Saat ini, Amanda butuh zat cair untuk membasahi tenggorokannya yang kering. Setelah meniup tehnya berulang kali, Amanda segera meneguknya.

"Aku tak menyangka kalau Amanda teman satu rumah Syafira adalah Amanda Kohar. Teman satu SMA-ku. Tapi sepertinya kamu tidak ingat siapa aku," ucap pria tampan sambil tersenyum sinis.

Uhuk! Uhuk! Amanda terbatuk-batuk setelah mendengar ucapan pria tampan itu. Dia melirik pria tampan itu sekali lagi sambil mengingat-ingat siapa nama pria tampan yang mengaku sebagai teman satu SMA-nya.

"Elang Buana?" tanya Amanda tak percaya akan bertemu kembali dengan sosok cupu, kutu buku yang kemana-mana selalu ditemani buku-buku novel kriminal.

Elang menganggukkan kepalanya. "Kamu sudah berubah banyak, Manda. Aku pun juga. Tidak lagi pakai kacamata dan terpekur membaca buku detektif. Sekarang aku sudah menjadi kepala tim divisi kriminal di kepolisian X."

Mata bulat Amanda kembali terbelalak kaget. Dia tak menyangka Elang sekarang sudah menjadi polisi.

"Oh hai, Elang. Senang bertemu denganmu." Amanda mengulas sebuah senyum kecil sekedar untuk basa basi.

Melihat Amanda sudah bisa diajak bicara, Elang tak mau berlama-lama lagi dan berujar, "Sepertinya kamu sudah lebih baik daripada tadi. Apakah kamu bisa memberitahuku kejadian-kejadian aneh apa yang dialami Syafira beberapa hari sebelum dia meninggal?"

Ternyata Elang adalah polisi yang menyelidiki kematian tak wajar Syafira. Sekarang dia sedang mencari informasi tentang Syafira. Dia pasti tahu apa yang telah menimpa Syafira, batin Amanda.

"Maaf sebelum aku menjawab pertanyaanmu, apakah aku boleh bertanya? Apakah Syafira meninggal karena dibunuh?" tanya Amanda cepat, ingin segera menuntaskan keingin tahuannya tentang kepala Syafira yang terbalik.

Elang menganggukkan kepalanya. "Syafira tidak mungkin bunuh diri, karena tangannya tidak sekuat itu untuk memelintir kepalanya sendiri."

Glek! Amanda terduduk lesu. "Siapa yang tega membunuh Syafira? Memang Syafira salah apa sampai dibunuh sesadis itu?" Sedu sedan tangis mulai terdengar.

Elang berdehem dan menjauh dari Amanda, ia memberi kesempatan pada Amanda untuk menangisi kepergian sahabat karibnya sekali lagi.

Elang tahu bahwa orang yang mengabarkan berita kematian Syafira pada Amanda, tidak memberitahu bahwa kondisi jenazah Syafira sangat aneh. Kepala terbalik. Dan ada kemungkinan Syafira dibunuh di tempat. Sehingga Amanda pingsan saat melihat jenazah Syafira yang aneh itu.

Setelah beberapa saat tangis Amanda pun mereda. Ia mencoba mengingat-ingat kembali perjumpaan terakhirnya bersama Syafira. Saat dirinya hendak pergi ke Singapore.

Elang yang melihat Amanda sedang membersihkan sisa air mata dengan tissue wajah, kembali menanyakan pertanyaan yang belum dijawab Amanda.

"Pelan-pelan saja. Ceritakan apa yang kamu ingat saja dulu. Jika nanti, kamu teringat sesuatu. Kamu bisa menghubungiku di sini," ucap Elang sambil menyodorkan selembar kartu nama.

Amanda menerimanya, membacanya sekilas, lalu memasukkannya ke dalam saku kemejanya.

Amanda berdehem sebelum mulai berbicara. Perasaannya sudah lebih baik.

"Syafira baik-baik saja selama ini. Dia sehat, ceria dan suka makan. Followernya di media sosial makin bertambah. Dia menerima banyak undangan untuk review makanan di restoran dan dia juga mendapat banyak uang dari memajang foto atau video tentang makanan di media sosial. Tidak ada yang aneh darinya," jawab Amanda jujur. Lalu dia kembali terdiam dan menunduk sedih teringat keceriaan Syafira selama ini.

Alis Elang bertautan. "Kau yakin tidak ada kejadian aneh sebelum Syafira meninggal?"

Amanda mencoba mengingat-ingat kembali pembicaraannya dengan Syafira minggu lalu. "Hmm ... Ini agak sedikit konyol. Tapi aku akan menceritakannya padamu."

"Konyol?" tanya Arjuna yang sejak tadi terdiam di samping Elang dan Amanda. Sekarang ia mulai angkat bicara.

Amanda mengangguk. "Kuharap kalian berdua tidak menertawakanku setelah aku menceritakan hal ini."

Elang dan Arjuna mengangguk. Lalu Elang mengeluarkan sebuah buku kecil dan pulpen dari saku celananya. Sepertinya dia berniat menulis pengakuan Amanda sebagai orang yang pernah tinggal bersama korban.

"Syafira pernah mengatakan bahwa dia sering ketakutan saat pulang melewati lahan kosong di dekat rumah kami. Dia mencium aroma bunga melati tiap melewatinya. Padahal aku tidak pernah mencium bau apa-apa saat lewat sana," ujar Syafira.

"Bau bunga melati?" tanya Arjuna kaget.

Amanda mengangguk. "Iya, aroma bunga melati." Amanda kembali meyakinkan Arjuna.

"Bagaimana dengan suara gending gamelan? Apakah Syafira pernah mendengarnya?" tanya Arjuna lagi.

Amanda menggelengkan kepalanya."Syafira tidak pernah mendengarnya. Memang kenapa? Kenapa kamu bertanya tentang suara gending gamelan?"

"Tidak, tidak, lupakan saja." Arjuna menggoyang-goyangkan tangannya cepat-cepat. Ia takut atasannya marah, karena keceplosan bertanya tentang suara gending gamelan.

Aneh! Amanda merasa ada sesuatu yang janggal di sini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status