Amanda buru-buru pulang ke Indonesia begitu mendapat kabar bahwa Syafira, sahabatnya, meninggal di dalam rumah kontrakan mereka. Sungguh sebuah berita yang sangat mengejutkan.
Karena sebelum Amanda pergi ke Singapore, Syafira dalam keadaan sehat, segar bugar. Dan Amanda yakin Syafira tidak mengidap penyakit kronis apa pun sebelumnya. Lalu kenapa Syafira bisa meninggal mendadak di dalam kamar mandi? Anehnya, Pak RT yang mengabarkan berita kematian Syafira lewat telepon, juga tidak menjelaskan sebab musabab kematian sahabatnya itu. Jangan-jangan Syafira terpeleset jatuh di kamar mandi lalu meninggal? Ya ampun, sungguh malang nasibmu, Syafira. Hiks! Hiks! Amanda nampak begitu terpukul dengan kepergian Syafira, dia tidak bisa tidur dan menangis terus menerus selama berada di Singapore, karena kehilangan teman berbagi suka dan duka yang sudah seperti saudara sendiri. Begitu menginjakkan kakinya di Surabaya, Amanda langsung pergi ke ruang otopsi mayat di rumah sakit pemerintah. Berniat mengurus surat-surat kematian dan mengeluarkan jenazah Syafira untuk segera dikebumikan. Karena Syafira tidak memiliki siapa-siapa selain dirinya. Syafira sudah yatim piatu dan dia adalah anak tunggal. Krak! Dokter berjubah putih yang ada di samping Amanda, dengan cepat membuka pintu mortuary cabinet berbentuk persegi, lalu menarik keluar sebuah papan besi dari sana. Di atas papan itu, terbaring tubuh Syafira yang sudah mendingin selama hampir seminggu. Ditutup kain putih panjang. Amanda menutup matanya dan membaca doa singkat lebih dahulu, sebelum membuka mata kembali dan melihat wajah tanpa senyuman Syafira. Setelah Amanda memberikan anggukan lemah pada dokter yang berjaga di ruang otopsi, dokter tersebut menurunkan kain putih yang menutupi wajah Syafira. "Ya, Tuhan!" Mata Amanda membulat kaget melihat jenazah beku Syafira sangat aneh. Kepala Syafira tidak berada di posisi biasanya. Tapi terbalik. Seketika itu juga Amanda jatuh pingsan di tempat. Saat Amanda siuman, dia mendapati dirinya sudah berada di luar ruangan otopsi. Terduduk di bangku kayu panjang, punggungnya bersandar ke tembok. Entah siapa yang menggendong Amanda keluar ruangan otopsi. Karena dokter yang ditemuinya di ruang otopsi tidak ada di sampingnya. Mungkin dia sudah sibuk bekerja lagi. Tap! Tap! Amanda mendengar suara langkah kaki mendekat. Dia menoleh ke arah sumber suara. Dan mendapati ada dua pria tampan mengenakan jaket kulit hitam sedang menghampirinya. Salah satu pria tampan itu membawa gelas kertas berwarna putih. "Kau sudah siuman. Minumlah teh hangat ini!" Pria tampan itu menyodorkan gelas kertas putih yang masih mengeluarkan asap. "Hati-hati, masih panas," ujarnya lagi. 'Terima kasih." Amanda menerima uluran teh panas dari pria itu. Saat ini, Amanda butuh zat cair untuk membasahi tenggorokannya yang kering. Setelah meniup tehnya berulang kali, Amanda segera meneguknya. "Aku tak menyangka kalau Amanda teman satu rumah Syafira adalah Amanda Kohar. Teman satu SMA-ku. Tapi sepertinya kamu tidak ingat siapa aku," ucap pria tampan sambil tersenyum sinis. Uhuk! Uhuk! Amanda terbatuk-batuk setelah mendengar ucapan pria tampan itu. Dia melirik pria tampan itu sekali lagi sambil mengingat-ingat siapa nama pria tampan yang mengaku sebagai teman satu SMA-nya. "Elang Buana?" tanya Amanda tak percaya akan bertemu kembali dengan sosok cupu, kutu buku yang kemana-mana selalu ditemani buku-buku novel kriminal. Elang menganggukkan kepalanya. "Kamu sudah berubah banyak, Manda. Aku pun juga. Tidak lagi pakai kacamata dan terpekur membaca buku detektif. Sekarang aku sudah menjadi kepala tim divisi kriminal di kepolisian X." Mata bulat Amanda kembali terbelalak kaget. Dia tak menyangka Elang sekarang sudah menjadi polisi. "Oh hai, Elang. Senang bertemu denganmu." Amanda mengulas sebuah senyum kecil sekedar untuk basa basi. Melihat Amanda sudah bisa diajak bicara, Elang tak mau berlama-lama lagi dan berujar, "Sepertinya kamu sudah lebih baik daripada tadi. Apakah kamu bisa memberitahuku kejadian-kejadian aneh apa yang dialami Syafira beberapa hari sebelum dia meninggal?" Ternyata Elang adalah polisi yang menyelidiki kematian tak wajar Syafira. Sekarang dia sedang mencari informasi tentang Syafira. Dia pasti tahu apa yang telah menimpa Syafira, batin Amanda. "Maaf sebelum aku menjawab pertanyaanmu, apakah aku boleh bertanya? Apakah Syafira meninggal karena dibunuh?" tanya Amanda cepat, ingin segera menuntaskan keingin tahuannya tentang kepala Syafira yang terbalik. Elang menganggukkan kepalanya. "Syafira tidak mungkin bunuh diri, karena tangannya tidak sekuat itu untuk memelintir kepalanya sendiri." Glek! Amanda terduduk lesu. "Siapa yang tega membunuh Syafira? Memang Syafira salah apa sampai dibunuh sesadis itu?" Sedu sedan tangis mulai terdengar. Elang berdehem dan menjauh dari Amanda, ia memberi kesempatan pada Amanda untuk menangisi kepergian sahabat karibnya sekali lagi. Elang tahu bahwa orang yang mengabarkan berita kematian Syafira pada Amanda, tidak memberitahu bahwa kondisi jenazah Syafira sangat aneh. Kepala terbalik. Dan ada kemungkinan Syafira dibunuh di tempat. Sehingga Amanda pingsan saat melihat jenazah Syafira yang aneh itu. Setelah beberapa saat tangis Amanda pun mereda. Ia mencoba mengingat-ingat kembali perjumpaan terakhirnya bersama Syafira. Saat dirinya hendak pergi ke Singapore. Elang yang melihat Amanda sedang membersihkan sisa air mata dengan tissue wajah, kembali menanyakan pertanyaan yang belum dijawab Amanda. "Pelan-pelan saja. Ceritakan apa yang kamu ingat saja dulu. Jika nanti, kamu teringat sesuatu. Kamu bisa menghubungiku di sini," ucap Elang sambil menyodorkan selembar kartu nama. Amanda menerimanya, membacanya sekilas, lalu memasukkannya ke dalam saku kemejanya. Amanda berdehem sebelum mulai berbicara. Perasaannya sudah lebih baik. "Syafira baik-baik saja selama ini. Dia sehat, ceria dan suka makan. Followernya di media sosial makin bertambah. Dia menerima banyak undangan untuk review makanan di restoran dan dia juga mendapat banyak uang dari memajang foto atau video tentang makanan di media sosial. Tidak ada yang aneh darinya," jawab Amanda jujur. Lalu dia kembali terdiam dan menunduk sedih teringat keceriaan Syafira selama ini. Alis Elang bertautan. "Kau yakin tidak ada kejadian aneh sebelum Syafira meninggal?" Amanda mencoba mengingat-ingat kembali pembicaraannya dengan Syafira minggu lalu. "Hmm ... Ini agak sedikit konyol. Tapi aku akan menceritakannya padamu." "Konyol?" tanya Arjuna yang sejak tadi terdiam di samping Elang dan Amanda. Sekarang ia mulai angkat bicara. Amanda mengangguk. "Kuharap kalian berdua tidak menertawakanku setelah aku menceritakan hal ini." Elang dan Arjuna mengangguk. Lalu Elang mengeluarkan sebuah buku kecil dan pulpen dari saku celananya. Sepertinya dia berniat menulis pengakuan Amanda sebagai orang yang pernah tinggal bersama korban. "Syafira pernah mengatakan bahwa dia sering ketakutan saat pulang melewati lahan kosong di dekat rumah kami. Dia mencium aroma bunga melati tiap melewatinya. Padahal aku tidak pernah mencium bau apa-apa saat lewat sana," ujar Syafira. "Bau bunga melati?" tanya Arjuna kaget. Amanda mengangguk. "Iya, aroma bunga melati." Amanda kembali meyakinkan Arjuna. "Bagaimana dengan suara gending gamelan? Apakah Syafira pernah mendengarnya?" tanya Arjuna lagi. Amanda menggelengkan kepalanya."Syafira tidak pernah mendengarnya. Memang kenapa? Kenapa kamu bertanya tentang suara gending gamelan?" "Tidak, tidak, lupakan saja." Arjuna menggoyang-goyangkan tangannya cepat-cepat. Ia takut atasannya marah, karena keceplosan bertanya tentang suara gending gamelan. Aneh! Amanda merasa ada sesuatu yang janggal di sini.Amanda memutuskan merogoh kocek dan menggunakan jasa layanan duka. Untuk mendapatkan surat kematian dan mengatur urusan pemakaman Syafira. Agar lebih praktis. Itu semua karena tubuh dan pikiran Amanda terlalu letih, butuh istirahat agar tenaganya terisi kembali dan pikirannya jauh lebih tenang.Setelah semua urusan surat menyurat dan pemakamam jenazah Syafira selesai, Amanda memilih untuk pulang ke rumahnya yang dipasangi police line warna kuning.Ya, seminggu yang lalu rumahnya resmi ditutup dan menjadi TKP. Tidak boleh dimasuki sembarang orang karena polisi khawatir TKP akan rusak dan kehilangan barang bukti penting.Sebelum pergi menerobos police line rumahnya, Amanda sudah meminta ijin pada Elang, agar diperbolehkan masuk sebentar untuk mengemas beberapa barang terutama barang berharganya yang masih tertinggal di sana.Begitu Elang memberi ijin, Amanda langsung tancap gas. Mengeratkan tali helmnya. Lalu menyalakan mesin motornya. Menyusuri malam yang sudah mulai larut.Gemerlap ca
"Barang-barang di rumahku bisa hilang kalau pintunya tidak dikunci," ucap Amanda sedikit kesal karena polisi berlaku seenaknya pada rumah miliknya.Elang tersenyum. "Tak akan ada yang berani masuk ke sini begitu berita kematian sahabatmu mencuat di media sosial."Amanda mengerucutkan bibirnya. Memang benar ucapan Elang. Dunia maya heboh ketika seorang food bloger yang sedang naik daun tewas secara tidak wajar di toilet rumah kontrakannya. Pasti tidak ada maling yang berani macam-macam di rumahnya yang tidak dikunci ini.Amanda pun berjalan masuk ke ruang tengah, tiba-tiba gendang telinga Amanda menangkap bunyi-bunyian yang tidak asing. Ting! Ting! Ting! Slurpp! Slurrrppp!Amanda menajamkan pendengarannya. Ia yakin mendengar suara dentingan sendok garpu di atas piring. Biasanya jika Syafira sedang membuat video tentang makan besarnya di area dapur, pasti dapurnya ramai. Mulut Syafira juga sengaja dibunyikan slurrpp, agar terlihat sedang makan dengan nikmat dan makanan yang disantapnya
Arjuna lari pontang panting begitu keluar dari mobil Elang. Tanpa arah tujuan. Yang penting lari sejauh-jauhnya dari hantu Mbak Syafira yang mengerikan sekaligus menjijikan itu.Sampai nafas Arjuna hampir putus dan kakinya tak kuat melangkah lagi, barulah Arjuna berhenti menepi di tepi jalan sempit. Tepat di bawah lampu jalan yang bersinar kekuningan."Pak Elang, kamu dimana, Pak? Saya takut banget, Pak. Mbak Syafira masih belum rela meninggalkan profesinya sebagai food bloger. Makanya dia jadi hantu yang mereview ramen rasa cacing," ucap Arjuna di sela tarikan nafasnya.Arjuna menepuk-nepuk tubuh bagian depannya. Juga menyeka keringat yang terus menyembul di dahinya. Lalu mengatur nafasnya agar tidak terus memburu."Ya ampun, bodoh banget aku. Punya ponsel tapi kok gak dipakai buat nyari Pak Elang," ucap Arjuna segera merogoh saku celananya. Mengambil ponsel untuk menelepon atasannya.Tapi sebuah pesan text tiba-tiba masuk di ponselnya. Arjuna segera membukanya dan membacanya cepat-c
Tet! Tet! Tet! Amanda menekan bel yang terpasang di pagar hitam rumah sederhana Pak RT. Tiga kali cukup. Sungguh di lubuk hati Amanda yang terdalam, ia tak ingin merepotkan Pak RT malam-malam begini. Pasti Pak RT dan keluarganya sudah healing di alam mimpi. Tapi apa boleh buat? Malam ini Amanda diliputi rasa takut yang mencekam. Tidak hanya dirinya dan Elang yang bertemu hantu Syafira. Tapi Arjuna juga. Bahkan cerita horror Arjuna membuat tubuh Amanda makin menggigil diterpa angin dingin malam. Tanpa sadar Amanda menggosok-gosok kedua telapak tangannya dan sesekali meniupnya agar tubuhnya sedikit menghangat. Malam ini, tangan, kaki, hati dan pikiran Amanda kacau. Kepikiran hantu Syafira yang penasaran dan menakut-nakuti orang. Amanda takut dirinya tidak fokus mengendarai motor di jalan dan mengalami kecelakaan. Jadi, Amanda merasa lebih baik menitipkan motornya di rumah Pak RT dan pulang bersama Elang dan Arjuna saja. Kriet! Pintu rumah Pak RT terbuka. Pak RT yang bertub
Pagi menjelang. Namun matahari masih belum menampakkan diri sepenuhnya. Elang yang memiliki kebiasaan bangun pagi dan berolahraga, membuka matanya yang masih mengantuk. Tubuhnya pegal-pegal. Karena semalamam tidur di lantai. Sementara Amanda masih tertidur pulas di atas kasur miliknya. Ya, Elang terpaksa merelakan kasur empuk miliknya untuk Amanda. Maklum, mereka berdua masih jomblo. Bukan pula kekasih. Jadi tak mungkin tidur berduaan di atas satu kasur. Sambil menguap, Elang merapikan sleeping bag yang telah dipakainya semalam. Setelah menggulung dan mengembalikan ke tempatnya, Elang segera menuntaskan panggilan alamnya yang muncul tiap pagi kemudian memakai sepatu olah raganya. Ia berniat lari keliling kompleks sebentar lalu mampir ke mini market 24 jam. Untuk membeli barang-barang yang ia inginkan semalam. Kaki Elang pun melangkah keluar dari kamar. Dan sebelum turun ke lantai satu melewati ruang tamu, Elang menyiapkan mentalnya lebih dahulu. Ia takut kembali bertemu hant
Di dalam sebuah ruang tamu kecil, duduk seorang perempuan cantik. Raut wajahnya terlihat sangat murung. Sesekali ia mengusap tissue ke wajahnya. Menghapus tetes air mata yang terus meleleh membasahi pipi. Tap! Tap! Tap! Terdengar suara langkah ringan mendekati ruang tamu kecil itu. Tak berapa lama Romo Thomas yang rambutnya sudah penuh uban muncul. "Selamat pagi, Romo," sapa perempuan cantik sambil buru-buru berdiri menyambut kedatangan Romo Thomas yang sangat ia segani. "Pagi, Anakku. Silahkan duduk kembali," balas Romo Thomas sembari duduk di hadapan perempuan cantik itu. Tubuhnya yang kurus dan tua perlahan disandarkan pada kursi warna putih. Setelah semuanya duduk di kursi, Romo Thomas bertanya dengan suara lembut," Apa yang telah terjadi? Kenapa kau begitu sedih, Anakku?" Perempuan cantik itu berdehem untuk melegakan tenggorokannya yang terasa sesak karena terlalu lama menangis. Perlahan mulai menumpahkan isi hatinya pada Romo Thomas. "Saya baru saja menikah dan pu
Amanda bergidik ngeri mendengar penuturan Prisil. Dia tidak menyangka suami Prisil ditemukan tewas mengenaskan bersama adiknya. Dengan kondisi jenazah persis seperti Syafira. Kepala yang terbalik. Pantas saja Prisil pingsan seketika. Karena Amanda dulu juga langsung pingsan karena kaget melihat jenazah Syafira. "Aku akan membicarakan hal ini dengan Elang. Sekarang dia pasti sedang menyelidiki kasus terbunuhnya pasangan selingkuh di vila. Aku yakin pelaku pembunuhan yang membunuh mereka berdua itu sama dengan pembunuh Syafira," gumam Amanda lirih. Romo Thomas yang ada di samping Amanda langsung membuat tanda salib di dahinya. "Mari kita doakan mereka berdua agar jiwa mereka diampuni dan diterima dalam kerahiman Tuhan." Semua mengangguk setuju. Mereka pun segera berdoa bersama dipimpin Romo Thomas. "Amin." Romo Thomas mengakhiri doa bersama. Dan mereka membuat tanda salib bersama-sama. Prisil menghela nafas panjang sebelum berpamitan pulang. "Mbak Prisil yakin bisa pulang se
Elang mengajak Amanda dan Arjuna pergi ke sebuah cafe yang buka sampai pagi. Di kota kecil yang berhawa sejuk ini, Elang memesan seteko besar kopi susu dan dua piring pisang goreng bertabur cokelat. Untuk menemani mereka bertiga agar tidak mengantuk saat berbincang. Karena hari sudah mulai larut malam."Kamu bisa mulai bercerita, Manda." Elang menyandarkan tubuhnya yang capek ke sofa empuk. Menunggu informasi baru keluar dari mulut Amanda.Amanda tersenyum dan membongkar isi tas pinggang yang dibawanya. Amanda mengeluarkan secarik kertas kecil dari sana. Lalu meletakkannya di meja. Dan mendorongnya ke arah Elang. "Tadi siang aku mendapatkan ini di meja kerja Syafira."Elang memajukan tubuhnya ke meja. Mengambil kertas kecil yang diberikan Amanda."Foto polaroid?" tanya Elang sambil mencermati kertas kecil itu. Lagi-lagi foto bergambar Syafira sedang makan ramen panas. Persis seperti foto 10R yang dirobek dan dibakarnya tadi pagi.***Beberapa jam sebelumnya.Kling! Kling! Kling! Hias
Hacing! Hacing! Terdengar suara bersin dari dalam gudang penyimpanan file-file tua. "Yaks!" Arjuna terpaksa melepas maskernya yang basah karena ingusnya berhamburan kemana-mana. Setelah membersihkan hidungnya, Arjuna memakai masker baru. Syukurlah, tak berapa lama kemudian, Arjuna berhasil keluar membawa berkas yang diminta Pak Elang. Kasus pembunuhan 25 tahun yang lalu. "Ini berkasnya, Pak." Arjuna meletakkan dua buah map kertas yang warnanya sudah menguning kecoklatan. Sebelumnya Arjuna sudah membersihkan debunya lebih dahulu agar tangan atasannya tidak kotor saat membuka lembaran-lembaran kertas berbau apek itu. "Makasih banyak, Juna." Elang tersenyum senang dapat segera membaca berkas yang diperintahkan almarhum Pak Darmadi. Semoga Elang mendapat informasi baru. Elang pun membaca satu persatu berkas itu dengan teliti. *** Dua puluh lima tahun yang lalu. Di sebuah rumah sederhana, terlihat seorang pria bertubuh tinggi besar sedang marah-marah. Ia membanting semua barang yan
Dewi malam bersinar menerangi kantor Badan Forensik. Nampak dua orang satpam yang bertugas patroli keliling gedung sedang bercakap-cakap. "Emang ada kasus baru apa, Pak? Kok saya sampai disuruh lembur malam ini?" tanya Hendra kepada seniornya. "Udah gak usah cerewet kamu, pokoknya kamu dibayar kalau lembur malam ini. Katanya kamu butuh tambahan uang buat nyicil sepeda motor, ya udah disyukuri aja kalau ada rejeki datang," sahut Dimas yang separuh rambutnya sudah mulai kelabu. "Ya, ya, ya," timpal Hendra tak lagi banyak bertanya. Emang susah bicara dengan Pak Dimas. Selalu saja ujung-ujungnya Hendra dibuat tak bisa membalas ucapannya. Kedua satpam itu kembali berpatroli. Namun, ketika melewati pintu bertulis kata toilet, Dimas diam-diam memperlambat langkahnya, masuk ke dalam toilet. Tanpa berpamitan lebih dahulu pada Hendra. Hendra yang tidak mengetahui kalau partner patrolinya berbelok ke toilet, tetap berjalan menyusuri koridor lantai dua kantor badan forensik. Makin lama,
Elang memutuskan untuk kembali ke kantor polisi setelah menurunkan Arjuna di mess dan Amanda di rumahnya. Elang memilih untuk kembali bekerja. Membuang semua lelah dan rasa kantuknya. Memeriksa beberapa berkas penting yang berhubungan dengan kasus Syfira, Samuel dan Priska. Kematian tiga orang ini memiliki persamaan. Pertama, jenazah mereka sama-sama terbalik posisi kepalanya. Kedua, ditemukan pigura berisi foto 10R yang dikirim oleh pengirim anonim di dalam TKP. Ya, sebelum kembali ke Surabaya, Elang sudah memastikan sesuatu. Beberapa hari sebelum Samuel dan Priska terbunuh di vila, datang sebuah hadiah dengan kartu ucapan merah di vila milik Samuel. Tukang kebun yang bekerja di vila yang menerima hadiah tanpa nama pengirim. Lalu membawanya ke dalam kamar tidur Samuel. Meletakkannya di atas nakas yang ada di sebelah tempat tidur. Brak! Elang meletakkan tumpukan berkas kasus pembunuhan yang pernah terjadi sebelumnya, di atas meja kerjanya. Kasus pembunuhan itu masih belum terpeca
Elang mengajak Amanda dan Arjuna pergi ke sebuah cafe yang buka sampai pagi. Di kota kecil yang berhawa sejuk ini, Elang memesan seteko besar kopi susu dan dua piring pisang goreng bertabur cokelat. Untuk menemani mereka bertiga agar tidak mengantuk saat berbincang. Karena hari sudah mulai larut malam."Kamu bisa mulai bercerita, Manda." Elang menyandarkan tubuhnya yang capek ke sofa empuk. Menunggu informasi baru keluar dari mulut Amanda.Amanda tersenyum dan membongkar isi tas pinggang yang dibawanya. Amanda mengeluarkan secarik kertas kecil dari sana. Lalu meletakkannya di meja. Dan mendorongnya ke arah Elang. "Tadi siang aku mendapatkan ini di meja kerja Syafira."Elang memajukan tubuhnya ke meja. Mengambil kertas kecil yang diberikan Amanda."Foto polaroid?" tanya Elang sambil mencermati kertas kecil itu. Lagi-lagi foto bergambar Syafira sedang makan ramen panas. Persis seperti foto 10R yang dirobek dan dibakarnya tadi pagi.***Beberapa jam sebelumnya.Kling! Kling! Kling! Hias
Amanda bergidik ngeri mendengar penuturan Prisil. Dia tidak menyangka suami Prisil ditemukan tewas mengenaskan bersama adiknya. Dengan kondisi jenazah persis seperti Syafira. Kepala yang terbalik. Pantas saja Prisil pingsan seketika. Karena Amanda dulu juga langsung pingsan karena kaget melihat jenazah Syafira. "Aku akan membicarakan hal ini dengan Elang. Sekarang dia pasti sedang menyelidiki kasus terbunuhnya pasangan selingkuh di vila. Aku yakin pelaku pembunuhan yang membunuh mereka berdua itu sama dengan pembunuh Syafira," gumam Amanda lirih. Romo Thomas yang ada di samping Amanda langsung membuat tanda salib di dahinya. "Mari kita doakan mereka berdua agar jiwa mereka diampuni dan diterima dalam kerahiman Tuhan." Semua mengangguk setuju. Mereka pun segera berdoa bersama dipimpin Romo Thomas. "Amin." Romo Thomas mengakhiri doa bersama. Dan mereka membuat tanda salib bersama-sama. Prisil menghela nafas panjang sebelum berpamitan pulang. "Mbak Prisil yakin bisa pulang se
Di dalam sebuah ruang tamu kecil, duduk seorang perempuan cantik. Raut wajahnya terlihat sangat murung. Sesekali ia mengusap tissue ke wajahnya. Menghapus tetes air mata yang terus meleleh membasahi pipi. Tap! Tap! Tap! Terdengar suara langkah ringan mendekati ruang tamu kecil itu. Tak berapa lama Romo Thomas yang rambutnya sudah penuh uban muncul. "Selamat pagi, Romo," sapa perempuan cantik sambil buru-buru berdiri menyambut kedatangan Romo Thomas yang sangat ia segani. "Pagi, Anakku. Silahkan duduk kembali," balas Romo Thomas sembari duduk di hadapan perempuan cantik itu. Tubuhnya yang kurus dan tua perlahan disandarkan pada kursi warna putih. Setelah semuanya duduk di kursi, Romo Thomas bertanya dengan suara lembut," Apa yang telah terjadi? Kenapa kau begitu sedih, Anakku?" Perempuan cantik itu berdehem untuk melegakan tenggorokannya yang terasa sesak karena terlalu lama menangis. Perlahan mulai menumpahkan isi hatinya pada Romo Thomas. "Saya baru saja menikah dan pu
Pagi menjelang. Namun matahari masih belum menampakkan diri sepenuhnya. Elang yang memiliki kebiasaan bangun pagi dan berolahraga, membuka matanya yang masih mengantuk. Tubuhnya pegal-pegal. Karena semalamam tidur di lantai. Sementara Amanda masih tertidur pulas di atas kasur miliknya. Ya, Elang terpaksa merelakan kasur empuk miliknya untuk Amanda. Maklum, mereka berdua masih jomblo. Bukan pula kekasih. Jadi tak mungkin tidur berduaan di atas satu kasur. Sambil menguap, Elang merapikan sleeping bag yang telah dipakainya semalam. Setelah menggulung dan mengembalikan ke tempatnya, Elang segera menuntaskan panggilan alamnya yang muncul tiap pagi kemudian memakai sepatu olah raganya. Ia berniat lari keliling kompleks sebentar lalu mampir ke mini market 24 jam. Untuk membeli barang-barang yang ia inginkan semalam. Kaki Elang pun melangkah keluar dari kamar. Dan sebelum turun ke lantai satu melewati ruang tamu, Elang menyiapkan mentalnya lebih dahulu. Ia takut kembali bertemu hant
Tet! Tet! Tet! Amanda menekan bel yang terpasang di pagar hitam rumah sederhana Pak RT. Tiga kali cukup. Sungguh di lubuk hati Amanda yang terdalam, ia tak ingin merepotkan Pak RT malam-malam begini. Pasti Pak RT dan keluarganya sudah healing di alam mimpi. Tapi apa boleh buat? Malam ini Amanda diliputi rasa takut yang mencekam. Tidak hanya dirinya dan Elang yang bertemu hantu Syafira. Tapi Arjuna juga. Bahkan cerita horror Arjuna membuat tubuh Amanda makin menggigil diterpa angin dingin malam. Tanpa sadar Amanda menggosok-gosok kedua telapak tangannya dan sesekali meniupnya agar tubuhnya sedikit menghangat. Malam ini, tangan, kaki, hati dan pikiran Amanda kacau. Kepikiran hantu Syafira yang penasaran dan menakut-nakuti orang. Amanda takut dirinya tidak fokus mengendarai motor di jalan dan mengalami kecelakaan. Jadi, Amanda merasa lebih baik menitipkan motornya di rumah Pak RT dan pulang bersama Elang dan Arjuna saja. Kriet! Pintu rumah Pak RT terbuka. Pak RT yang bertub
Arjuna lari pontang panting begitu keluar dari mobil Elang. Tanpa arah tujuan. Yang penting lari sejauh-jauhnya dari hantu Mbak Syafira yang mengerikan sekaligus menjijikan itu.Sampai nafas Arjuna hampir putus dan kakinya tak kuat melangkah lagi, barulah Arjuna berhenti menepi di tepi jalan sempit. Tepat di bawah lampu jalan yang bersinar kekuningan."Pak Elang, kamu dimana, Pak? Saya takut banget, Pak. Mbak Syafira masih belum rela meninggalkan profesinya sebagai food bloger. Makanya dia jadi hantu yang mereview ramen rasa cacing," ucap Arjuna di sela tarikan nafasnya.Arjuna menepuk-nepuk tubuh bagian depannya. Juga menyeka keringat yang terus menyembul di dahinya. Lalu mengatur nafasnya agar tidak terus memburu."Ya ampun, bodoh banget aku. Punya ponsel tapi kok gak dipakai buat nyari Pak Elang," ucap Arjuna segera merogoh saku celananya. Mengambil ponsel untuk menelepon atasannya.Tapi sebuah pesan text tiba-tiba masuk di ponselnya. Arjuna segera membukanya dan membacanya cepat-c