Amanda buru-buru pulang ke Indonesia begitu mendapat kabar bahwa Syafira, sahabatnya, meninggal di dalam rumah kontrakan mereka. Sungguh sebuah berita yang sangat mengejutkan.
Karena sebelum Amanda pergi ke Singapore, Syafira dalam keadaan sehat, segar bugar. Dan Amanda yakin Syafira tidak mengidap penyakit kronis apa pun sebelumnya. Lalu kenapa Syafira bisa meninggal mendadak di dalam kamar mandi? Anehnya, Pak RT yang mengabarkan berita kematian Syafira lewat telepon, juga tidak menjelaskan sebab musabab kematian sahabatnya itu. Jangan-jangan Syafira terpeleset jatuh di kamar mandi lalu meninggal? Ya ampun, sungguh malang nasibmu, Syafira. Hiks! Hiks! Amanda nampak begitu terpukul dengan kepergian Syafira, dia tidak bisa tidur dan menangis terus menerus selama berada di Singapore, karena kehilangan teman berbagi suka dan duka yang sudah seperti saudara sendiri. Begitu menginjakkan kakinya di Surabaya, Amanda langsung pergi ke ruang otopsi mayat di rumah sakit pemerintah. Berniat mengurus surat-surat kematian dan mengeluarkan jenazah Syafira untuk segera dikebumikan. Karena Syafira tidak memiliki siapa-siapa selain dirinya. Syafira sudah yatim piatu dan dia adalah anak tunggal. Krak! Dokter berjubah putih yang ada di samping Amanda, dengan cepat membuka pintu mortuary cabinet berbentuk persegi, lalu menarik keluar sebuah papan besi dari sana. Di atas papan itu, terbaring tubuh Syafira yang sudah mendingin selama hampir seminggu. Ditutup kain putih panjang. Amanda menutup matanya dan membaca doa singkat lebih dahulu, sebelum membuka mata kembali dan melihat wajah tanpa senyuman Syafira. Setelah Amanda memberikan anggukan lemah pada dokter yang berjaga di ruang otopsi, dokter tersebut menurunkan kain putih yang menutupi wajah Syafira. "Ya, Tuhan!" Mata Amanda membulat kaget melihat jenazah beku Syafira sangat aneh. Kepala Syafira tidak berada di posisi biasanya. Tapi terbalik. Seketika itu juga Amanda jatuh pingsan di tempat. Saat Amanda siuman, dia mendapati dirinya sudah berada di luar ruangan otopsi. Terduduk di bangku kayu panjang, punggungnya bersandar ke tembok. Entah siapa yang menggendong Amanda keluar ruangan otopsi. Karena dokter yang ditemuinya di ruang otopsi tidak ada di sampingnya. Mungkin dia sudah sibuk bekerja lagi. Tap! Tap! Amanda mendengar suara langkah kaki mendekat. Dia menoleh ke arah sumber suara. Dan mendapati ada dua pria tampan mengenakan jaket kulit hitam sedang menghampirinya. Salah satu pria tampan itu membawa gelas kertas berwarna putih. "Kau sudah siuman. Minumlah teh hangat ini!" Pria tampan itu menyodorkan gelas kertas putih yang masih mengeluarkan asap. "Hati-hati, masih panas," ujarnya lagi. 'Terima kasih." Amanda menerima uluran teh panas dari pria itu. Saat ini, Amanda butuh zat cair untuk membasahi tenggorokannya yang kering. Setelah meniup tehnya berulang kali, Amanda segera meneguknya. "Aku tak menyangka kalau Amanda teman satu rumah Syafira adalah Amanda Kohar. Teman satu SMA-ku. Tapi sepertinya kamu tidak ingat siapa aku," ucap pria tampan sambil tersenyum sinis. Uhuk! Uhuk! Amanda terbatuk-batuk setelah mendengar ucapan pria tampan itu. Dia melirik pria tampan itu sekali lagi sambil mengingat-ingat siapa nama pria tampan yang mengaku sebagai teman satu SMA-nya. "Elang Buana?" tanya Amanda tak percaya akan bertemu kembali dengan sosok cupu, kutu buku yang kemana-mana selalu ditemani buku-buku novel kriminal. Elang menganggukkan kepalanya. "Kamu sudah berubah banyak, Manda. Aku pun juga. Tidak lagi pakai kacamata dan terpekur membaca buku detektif. Sekarang aku sudah menjadi kepala tim divisi kriminal di kepolisian X." Mata bulat Amanda kembali terbelalak kaget. Dia tak menyangka Elang sekarang sudah menjadi polisi. "Oh hai, Elang. Senang bertemu denganmu." Amanda mengulas sebuah senyum kecil sekedar untuk basa basi. Melihat Amanda sudah bisa diajak bicara, Elang tak mau berlama-lama lagi dan berujar, "Sepertinya kamu sudah lebih baik daripada tadi. Apakah kamu bisa memberitahuku kejadian-kejadian aneh apa yang dialami Syafira beberapa hari sebelum dia meninggal?" Ternyata Elang adalah polisi yang menyelidiki kematian tak wajar Syafira. Sekarang dia sedang mencari informasi tentang Syafira. Dia pasti tahu apa yang telah menimpa Syafira, batin Amanda. "Maaf sebelum aku menjawab pertanyaanmu, apakah aku boleh bertanya? Apakah Syafira meninggal karena dibunuh?" tanya Amanda cepat, ingin segera menuntaskan keingin tahuannya tentang kepala Syafira yang terbalik. Elang menganggukkan kepalanya. "Syafira tidak mungkin bunuh diri, karena tangannya tidak sekuat itu untuk memelintir kepalanya sendiri." Glek! Amanda terduduk lesu. "Siapa yang tega membunuh Syafira? Memang Syafira salah apa sampai dibunuh sesadis itu?" Sedu sedan tangis mulai terdengar. Elang berdehem dan menjauh dari Amanda, ia memberi kesempatan pada Amanda untuk menangisi kepergian sahabat karibnya sekali lagi. Elang tahu bahwa orang yang mengabarkan berita kematian Syafira pada Amanda, tidak memberitahu bahwa kondisi jenazah Syafira sangat aneh. Kepala terbalik. Dan ada kemungkinan Syafira dibunuh di tempat. Sehingga Amanda pingsan saat melihat jenazah Syafira yang aneh itu. Setelah beberapa saat tangis Amanda pun mereda. Ia mencoba mengingat-ingat kembali perjumpaan terakhirnya bersama Syafira. Saat dirinya hendak pergi ke Singapore. Elang yang melihat Amanda sedang membersihkan sisa air mata dengan tissue wajah, kembali menanyakan pertanyaan yang belum dijawab Amanda. "Pelan-pelan saja. Ceritakan apa yang kamu ingat saja dulu. Jika nanti, kamu teringat sesuatu. Kamu bisa menghubungiku di sini," ucap Elang sambil menyodorkan selembar kartu nama. Amanda menerimanya, membacanya sekilas, lalu memasukkannya ke dalam saku kemejanya. Amanda berdehem sebelum mulai berbicara. Perasaannya sudah lebih baik. "Syafira baik-baik saja selama ini. Dia sehat, ceria dan suka makan. Followernya di media sosial makin bertambah. Dia menerima banyak undangan untuk review makanan di restoran dan dia juga mendapat banyak uang dari memajang foto atau video tentang makanan di media sosial. Tidak ada yang aneh darinya," jawab Amanda jujur. Lalu dia kembali terdiam dan menunduk sedih teringat keceriaan Syafira selama ini. Alis Elang bertautan. "Kau yakin tidak ada kejadian aneh sebelum Syafira meninggal?" Amanda mencoba mengingat-ingat kembali pembicaraannya dengan Syafira minggu lalu. "Hmm ... Ini agak sedikit konyol. Tapi aku akan menceritakannya padamu." "Konyol?" tanya Arjuna yang sejak tadi terdiam di samping Elang dan Amanda. Sekarang ia mulai angkat bicara. Amanda mengangguk. "Kuharap kalian berdua tidak menertawakanku setelah aku menceritakan hal ini." Elang dan Arjuna mengangguk. Lalu Elang mengeluarkan sebuah buku kecil dan pulpen dari saku celananya. Sepertinya dia berniat menulis pengakuan Amanda sebagai orang yang pernah tinggal bersama korban. "Syafira pernah mengatakan bahwa dia sering ketakutan saat pulang melewati lahan kosong di dekat rumah kami. Dia mencium aroma bunga melati tiap melewatinya. Padahal aku tidak pernah mencium bau apa-apa saat lewat sana," ujar Syafira. "Bau bunga melati?" tanya Arjuna kaget. Amanda mengangguk. "Iya, aroma bunga melati." Amanda kembali meyakinkan Arjuna. "Bagaimana dengan suara gending gamelan? Apakah Syafira pernah mendengarnya?" tanya Arjuna lagi. Amanda menggelengkan kepalanya."Syafira tidak pernah mendengarnya. Memang kenapa? Kenapa kamu bertanya tentang suara gending gamelan?" "Tidak, tidak, lupakan saja." Arjuna menggoyang-goyangkan tangannya cepat-cepat. Ia takut atasannya marah, karena keceplosan bertanya tentang suara gending gamelan. Aneh! Amanda merasa ada sesuatu yang janggal di sini.Amanda memutuskan merogoh kocek dan menggunakan jasa layanan duka. Untuk mendapatkan surat kematian dan mengatur urusan pemakaman Syafira. Agar lebih praktis. Itu semua karena tubuh dan pikiran Amanda terlalu letih, butuh istirahat agar tenaganya terisi kembali dan pikirannya jauh lebih tenang.Setelah semua urusan surat menyurat dan pemakamam jenazah Syafira selesai, Amanda memilih untuk pulang ke rumahnya yang dipasangi police line warna kuning.Ya, seminggu yang lalu rumahnya resmi ditutup dan menjadi TKP. Tidak boleh dimasuki sembarang orang karena polisi khawatir TKP akan rusak dan kehilangan barang bukti penting.Sebelum pergi menerobos police line rumahnya, Amanda sudah meminta ijin pada Elang, agar diperbolehkan masuk sebentar untuk mengemas beberapa barang terutama barang berharganya yang masih tertinggal di sana.Begitu Elang memberi ijin, Amanda langsung tancap gas. Mengeratkan tali helmnya. Lalu menyalakan mesin motornya. Menyusuri malam yang sudah mulai larut.Gemerlap ca
"Barang-barang di rumahku bisa hilang kalau pintunya tidak dikunci," ucap Amanda sedikit kesal karena polisi berlaku seenaknya pada rumah miliknya.Elang tersenyum. "Tak akan ada yang berani masuk ke sini begitu berita kematian sahabatmu mencuat di media sosial."Amanda mengerucutkan bibirnya. Memang benar ucapan Elang. Dunia maya heboh ketika seorang food bloger yang sedang naik daun tewas secara tidak wajar di toilet rumah kontrakannya. Pasti tidak ada maling yang berani macam-macam di rumahnya yang tidak dikunci ini.Amanda pun berjalan masuk ke ruang tengah, tiba-tiba gendang telinga Amanda menangkap bunyi-bunyian yang tidak asing. Ting! Ting! Ting! Slurpp! Slurrrppp!Amanda menajamkan pendengarannya. Ia yakin mendengar suara dentingan sendok garpu di atas piring. Biasanya jika Syafira sedang membuat video tentang makan besarnya di area dapur, pasti dapurnya ramai. Mulut Syafira juga sengaja dibunyikan slurrpp, agar terlihat sedang makan dengan nikmat dan makanan yang disantapnya
Arjuna lari pontang panting begitu keluar dari mobil Elang. Tanpa arah tujuan. Yang penting lari sejauh-jauhnya dari hantu Mbak Syafira yang mengerikan sekaligus menjijikan itu.Sampai nafas Arjuna hampir putus dan kakinya tak kuat melangkah lagi, barulah Arjuna berhenti menepi di tepi jalan sempit. Tepat di bawah lampu jalan yang bersinar kekuningan."Pak Elang, kamu dimana, Pak? Saya takut banget, Pak. Mbak Syafira masih belum rela meninggalkan profesinya sebagai food bloger. Makanya dia jadi hantu yang mereview ramen rasa cacing," ucap Arjuna di sela tarikan nafasnya.Arjuna menepuk-nepuk tubuh bagian depannya. Juga menyeka keringat yang terus menyembul di dahinya. Lalu mengatur nafasnya agar tidak terus memburu."Ya ampun, bodoh banget aku. Punya ponsel tapi kok gak dipakai buat nyari Pak Elang," ucap Arjuna segera merogoh saku celananya. Mengambil ponsel untuk menelepon atasannya.Tapi sebuah pesan text tiba-tiba masuk di ponselnya. Arjuna segera membukanya dan membacanya cepat-c
Tet! Tet! Tet! Amanda menekan bel yang terpasang di pagar hitam rumah sederhana Pak RT. Tiga kali cukup. Sungguh di lubuk hati Amanda yang terdalam, ia tak ingin merepotkan Pak RT malam-malam begini. Pasti Pak RT dan keluarganya sudah healing di alam mimpi. Tapi apa boleh buat? Malam ini Amanda diliputi rasa takut yang mencekam. Tidak hanya dirinya dan Elang yang bertemu hantu Syafira. Tapi Arjuna juga. Bahkan cerita horror Arjuna membuat tubuh Amanda makin menggigil diterpa angin dingin malam. Tanpa sadar Amanda menggosok-gosok kedua telapak tangannya dan sesekali meniupnya agar tubuhnya sedikit menghangat. Malam ini, tangan, kaki, hati dan pikiran Amanda kacau. Kepikiran hantu Syafira yang penasaran dan menakut-nakuti orang. Amanda takut dirinya tidak fokus mengendarai motor di jalan dan mengalami kecelakaan. Jadi, Amanda merasa lebih baik menitipkan motornya di rumah Pak RT dan pulang bersama Elang dan Arjuna saja. Kriet! Pintu rumah Pak RT terbuka. Pak RT yang bertub
Malam begitu kelam. Bahkan Dewi Malam enggan menampakkan diri. Memilih bersembunyi di balik selimut awan hitam. Daripada menerangi malam. Jalan sempit yang biasa dilalui Syafira untuk pulang, terlihat remang-remang. Jarak tiang lampu jalan berjauhan. Sinar lampu kekuningannya tak mampu mengusir sepi dan kosong. Terpaksa Syafira mempercepat langkah kakinya sambil terus menajamkan pengelihatan. Wanita 25 tahun, yang berjalan sendirian lewat tengah malam, harus berhati-hati agar tidak celaka. Apalagi rumah mungil yang ditinggalinya bersama Amanda, sahabat karibnya sejak kecil, masih beberapa puluh meter lagi. "Tahu bakal ketakutan begini, lebih baik tadi aku menerima tawaran Nick. Dia mau mengantarku sampai ke depan pagar rumah. Haish! Bego banget aku!" Syafira menggerutu, menyalahkan dirinya sendiri. Kenapa ia bisa sebodoh ini? Krak! Krak! Krak! Suara seperti pecahan kerikil yang terinjak-injak tiba-tiba terdengar. "Apa itu?" Denyut jantung Syafira meningkat. Ia buru-buru men