1. Meski rindu ini terus datang menyapa, aku masih berharap untuk bisa melepaskan rindu ini.
Denganmu aku tahu, bahwa bahagia ternyata sesederhana ini
Ah.. menghirup harum petrikor di tengah Musim hujan yang sejuk ini mengembalikanku akan kenangan tiga tahun lalu. Sudah selama itu tapi rasanya masih melekat dalam benakku. Gadis manis dengan surai coklat dan mata hazelnya menghantui pikiranku. Entah magic apa yang ia lakukan padaku aku tidak bisa berhenti memikirkannya.
Tak tau berapa lama aku duduk di cafe Moidef, disebelah meja yang di atasnya terdapat 3 cangkir kosong yang tadinya berisi kopi pagi ini, kalau ada dia pasti dia akan memarahiku. Aku tersenyum mengingat itu. Tak ingin terlarut dalam angan, aku segera melihat jam di tangan ku yang telah menunjukkan angka tiga . Ah... jam tiga di musim hujan. Jam tiga. Aku dan dia. Di tengah sejuknya udara sehabis hujan turun. Tak ayal ingatanku kembali pada kilas masa lalu.
Surabaya, 15 desember 2017
"Ayo tambahin kecepatannya dong...!" Teriak nya.
Aku tak menjawabnya tapi langsung mempercepat kayuhan sepedaku menurutinya.
Dia yang berdiri di belakangku menumpu kedua kakinya pada tumpuan sepedaku, tersenyum bahagia sambil merentangkan kedua tangannya.
Melihatnya senyumnya yang begitu tulus membuatku juga ikut tersenyum, semakin ku percepat kayuhanku untuk membuatnya lebih bahagia. Benar saja, dia tertawa dan memeluk leher ku dan mengatai ku nakal karena mempercepat lagi laju sepedaku dan membuatnya hampir terjatuh.
Aku ikut tertawa bersamanya dan kami menikmati sore itu dengan penuh senyum. Dan darinya aku tahu ternyata bahagia sesederhana ini, hanya dengan melihatnya tersenyum.
Aku selalu menikmati kegiatan rutin ini. Ya mengelilingi taman di sebelah apartemenku adalah hal yang biasa dilakukan kami pada sore hari, mungkin bisa disebut hal wajib karena hampir setiap hari kami melakukannya.
Aku tersenyum mengingat senyum penuh ketulusannya. Saat itu kami sudah resmi berpacaran selama 3 bulan. Sungguh aku sangat bahagia saat ia mengatakan bahwa akulah kekasih pertamanya. Dia baik, ceria, imut, kadang gila, dan posesif. Tolong garis bawahi yang terakhir. Posesif. Dari awal kami jadian dia sudah mengatakan itu sebelumnya. Jadi dia memperingatiku agar tidak terlalu dekat dengan semua spesies bernama perempuan. Menurutku itu sah-sah saja mengingat aku pun juga takkan suka bila dia dengan lelaki lain, jadi aku mengatakan untuk jangan khawatir dan memperingatinya juga persis seperti yang ia katakan tapi bedanya ia harus menjauhi para lelaki bukan perempuan. Pernah satu kali ada kejadian yang sangat menggemaskan. Aku tak bisa menahan tawa saat mengingatnya kelakuannya.
Saat kami selesai mengerjakan ujian matematika yang sangat rumit dan mampu menguras isi perut, dia mendatangiku dengan muka bertekuk masam dan langsung menyodorkan tangannya meminta smartphone ku. Aku bertanya padanya ada apa, tapi dia tidak merespon dan masih menyodorkan tangannya, tapi kali ini saat kulihat matanya ternyata mata indah itu sudah berembun.
Melihat itu aku segera menyodorkan smartphone ku padanya, mana mungkin aku membiarkan orang yang ku sayangi menangis. Dia mengambil smartphone ku dengan cepat dan mulai mengotak-atik nya , sambil melakukan kegiatannya itu dia bertanya kepadaku kenapa aku tidak langsung memberi smartphone ku padanya. Aku tersenyum saat ia selesai bertanya, menariknya agar duduk disampingku, dan aku mengelus rambutnya penuh sayang dan menjawab karena tidak biasanya ia mengecek smartphone ku jadi saat ia memintanya aku sedikit heran saja.
Setelah selesai dengan urusannya dengan smartphone ku ia mengembalikannya pada ku dengan wajah yang tetap cemberut dan bagiku ekspresinya sangat menggemaskan pipi chubby nya mengundang tangan ku untuk mencubit keduanya. Dia kesal dan mencubit perut kotak-kotak ku. Bukannya merasa kesakitan aku malah kegelian karena cubitannya itu.
Tak kuat menahan geli aku mengalah untuk melepaskan pipinya yang cubitable dan gigitable itu. Saat tanganku terlepas ia langsung beranjak pergi, tapi langsung kutahan dengan memeluk perutnya. Dia terlihat marah, sedih, kesal, dan kecewa.., aku tidak tau apa yang terjadi dengan gadis manisku ini. Saat ia berusaha melepaskan diri, aku mempererat pelukanku tak membiarkan ia lepas begitu saja tanpa memberi tahu ku apa yang terjadi. Ia akhirnya kembali duduk di sampingku dengan menyedekapkan tangan tanpa mau menatapku.
Ku jepit dagunya lalu mengarahkannya menghadapku. "Kenapa heumm?" Tanyaku. Dia menunduk dan berkata dengan suara lirih "kamu selingkuh ya?". Aku mengernyit tak mengerti "aku gak selingkuh. Emang siapa yang bilang kalo aku selingkuh?" Tanyaku marah. Dia menggeleng dan menjawab "Gak penting siapa yang ngasih tau, toh kamu udah ketahuan selingkuh, gak usah ngelak deh" ucapnya sebal. Aku semakin tak mengerti ucapannya, tapi dengan sabar aku mencoba memahaminya "maksudnya apa sayang? Aku gak ngerti ". Dia menatapku dengan mata memicing " selingkuhan kamu yang namanya myfirstlove itu kan di wa mu itu kan? Chatnya pake babi-babi segala lagi. Norak tauk, harusnya kamu terimakasih ke aku karena aku udah blokir selingkuhan kamu dan gak mutusin kamu!!" Ucapnya menggebu-gebu.
Aku tercengang mendengar penuturannya "Sayang kamu ngeblokir my first love?". "Iya.kenapa?, kamu masih suka sama dia?" Ucapnya dengan mata yang hampir banjir. Aku segera memberi tahu kebenarannya "sayang... my first love itu mama aku.. kamu blokir?" Tanya ku tak percaya. "Kamu bohong yaa??" Tanyanya tak percaya "nggak suer deh yang" " hah? Jadi itu nomernya tante cindy?" "Iya, pasti bentar lagi dia nelpon kamu." Dan benar saja tak lama dari ucapanku berakhir handphone nya sudah berdering dan terdengar suara seorang lelaki yang bernyanyi dengan merdu. Ehem. Itu suaraku. Aku tersenyum dan dia terlihat ketakutan. Oh.. pasti dia takut diomeli mamaku. Maka dari itu aku dengan gentleman nya mengambil ponsel dalam genggamannya yang hanya ia tatap sedari tadi. "Hello.. ma..". Aku langsung menjauhkan telingaku saat mendengar suara mom yang sudah setara dengan 1 juta volt. Setelah kurasa aman aku kembali mendekatkan ponsel ke telingaku yang kurasa masih berdengung sampai sekarang "Maaf ma.. suer tadi aku gak sengaja.. hah apa?? Gak kedengaraann tau ih ma, udah yaa.. sayang mama.. cinta mamaaa... ummah!!!" Dan tutss.. sambungan dimatikan.
Aku cengengesan di hadapan gadisku yang memandangku ketakutan. Haduuhh manisnya dia, apa dia gak liat mukaku yang semriwing tak ada masalah. Tak tega membiarkan ia ketakutan aku memeluknya, ia menyembunyikan wajahnya di dadaku, tak lama ku rasakan kemeja sekolahku mulai membasah dan suara isakan lalu mulai menjadi raungan "huaaaaa... maapin aku beb.. aku udah gak percaya ama kamu... huaaa terus gimana tante cindy? Kamu di marahin tante ya beb??". "Cup cup honeyy.. aku gak papa kok mama gak marahin kok cuman ngomel aja tadii.. udah ya.. sayangku gak boleh nangis" ucapku manampung wajahnya dan mengusap air matanya. "hikss.. hikss... tapi..". "Ssst sayang, kita lagi di jadiin tontonan nih. Cantiknya aku gak boleh nangis ntar cantiknya ilang. Ayo ku antar ke kamar mandi, bersihin muka+ingus kamu" ucap ku berdiri dan menuntunnya untuk keluar. Melewati murid-murid lain yang bergerumul untuk menonton ataupun memvidiokan kami. Huffttt sudah biasa untukku saat mereka semua mulai bertindak konyol seperti itu apalagi gadisku menerima dengan suka hati, itung-itung nambah followers katanya.
Tiring tiring tring..!
Semua tentangmu, akan selalu jadi yang terkenang. Bahkan hatiku, akan tetap menjadi milikmu.~May i go ? - HansaehiTiring tiring tring..!Bunyi lonceng di pintu masuk membuyarkan lamunanku tentangnya, mengganggu saja, mungkin aku harus kembali ke apartemenku agar lebih nyaman untuk kembali mengingatnya. Aku kembali termenung, rasanya terlalu sulit untuk menghilangkannya dari ingatanku apalagi dari salah satu organku yang dikenal dengan nama hati. Terlalu banyak kenangan akan nya. Tentang senyumnya, tawanya, bahkan tangisnya. Bahkan kenangan itu sendiri sudah terukir di hatiku dan selamanya akan selalu membekas di dalam hatiku. Kruyuukkk bunyi perutku.Ahh... ternyata mengingat kenangan itu di perlukan tenaga yang banyak. Untuk mengisi kembali tenagaku aku memesan Spaghetti Carbonara dan untuk minuman kali ini adalah Green tea frappe. Sembari menunggu pesananku datang aku menyapu pandanganku ke sekitar. Cafe ini ternyata cukup bany
Dengan kamu yang sudah mengisi hatiku, itu sudah cukup.Terimakasih untukmu, karena telah mengisi hatiku. Walau kamu disampingku hanya sebentar tapi kau akan selalu membekas. Dan itu sudah cukup bagiku. Sekali lagi terimakasih cinta.~May I Go -Hansaehi"Sorry sir..... kami akan menutup cafe kami 10 menit lagi ini bill nya." Ucap pelayan kafe menegurku sekaligus memecahkan balon lamunanku"Oh, sure. Ini.. " ucapku memberi uang sesuai dengan yang tertera di bill"Thank you, sir. Happy holiday" ucapnya sambil tersenyumAku balas tersenyum padanya sebentar dan mulai beranjak pergi.Apartemenku hanya berjarak 500 meter dari tempat ini, jadi aku memilih jalan kaki untuk kembali. Saat kakiku melangkah aku kembali berpikir.Dirinya sudah mengisi hatiku bahkan hingga titik terdalamnya, hingga aku sendiri tidak mampu untuk menjangkaunya lagi untuk mengeluarkannya. Tapi aku sendiri juga tidak ingin melepaskannya atau membuangnya dari tit
Mengingatmu membuatku menguarkan luka yang tak terlihat.Pedih, tapi aku suka sensasinya.~May i go?Ku buka mataku tapi refleks menutup kembali saat melihat cahaya lampu yang terlalu terang. Kembali ku buka mataku, kali ini dengan perlahan. Mengerjab-ngerjabkannya sebentar untuk menyesuaikan cahaya.Ku lihat sekeliling untuk memastikan berada dimana diriku. Dinding putih dengan bau obat-obatan yang menyengat hidungku, juga jarum infus yang tertancap di tangan kananku, sudah cukup menjelaskan dimana aku berada.Rumah sakit.Tempat yang paling ku benci di dunia ini.'Ahh aku mau pulang.'Tepat saat kalimat terakhir dalam benakku kuucapkan, pintu terbuka, menampakkan seorang wanita dengan daster motif bunga-bunga dan kerutan di wajah cantiknya.Aku membenci kerutan di wajahnya. Karena itu semua disebabkan olehku.Cepat-cepat wanita yang biasa kupanggil mama menghampiriku dengan ekspresi khawatir yang sudah melekat
Kamu selalu bertingkah konyol, anehnya, aku selalui menyukai itu.5Aku memilih meninggalkan rumah sakit keesokan paginya. Aku tak menyangka bahwa Tuhan masih memberi aku ,anak yang sangat durhaka pada ibunya, kesempatan untuk hidup. Kemarin saat aku melamunkan dirinya, aku yang terhanyut akan kenangan kita tak menyadari ada mobil yang oleng ke arah jalan dan hampir menabrakku, beruntung pemilik mobil segera memutar setir dan hanya menyenggolku, namun aku yang terjatuh dan kepalaku yang terhantam aspal aspal jalan membuat aku kehilangan kesadaran dan segera dilarikan ke rumah sakit. Administrasi rumah sakit juga di tanggung oleh pemilik mobil.Kemarin saat aku sedang sibuk dengan pikiranku, ponselku berbunyi dan membawa kabar yang dapat menenangkan hatiku yang bergemuruh. Mamaku mengirimkan pesan padaku agar bahwa mama baik-baik saja dan hanya shock karena kecelakaan yang aku alami, dan dia berpesan agar aku harus mengina
Dduukkk"Ahh!"Aku mengerang kesakitan. Kepalaku berdenyut. Sebuah bola basket menghantam kepalaku.Seorang pria dewasa dan anak kecil mendekat ke arah ku, anak kecil berjenis kelamin laki-laki dan berumur sekitar tujuh tahun itu mengambil bola basket yang menggelinding di sebelah kursi taman, membawanya dalam pelukannya di depan perutnya, kemudian kembali ke sisi pria itu. Pria itu kemudian tersenyum tidak enak sambil menatapku."Maaf, Pak. Saya sedang mengajari anak saya bermain basket. Ayo, 'Nak minta maaf," ujarnya meminta anaknya untuk meminta maaf padaku. Awalnya anak itu menatap polos ayahnya, kemudian dengan wajah tanpa dosanya itu dia menatap wajahku. "Maaf ya, Om," ucapnya.Hah sudahlah ini juga salahku, batinku mencemooh diriku yang kembali teringat tentang gadis berambut coklat yang terus menghantui pikiranku, bahkan hanya dengan melihat fotonya yang ada di laya
Tapi tiba-tiba dia mendorongku sampai jatuh dari sofa."Aww." Bokongku mendarat dengan sempurna, beruntung karpet bulu di sekitar sofa memiliki ketebalan yang lumayan sehingga membuat bokongku tidak terlalu sakit."Aha! Mari kita lihat ini!" serunya setelah mendapatkan hapeku."Ah! Sh**!" Aku mengumpat karena terkecoh godaannya."Kamu mengumpatiku sayang?" tanya nya dengan nada menggoda.Aku segera bangkit dari posisi jatuh terdudukku. Lalu segera duduk dibelakangnya dan memeluknya dari belakang. Menciumi lehernya yang menguarkan aroma manis."Kamu nakal!" ucapku pura-pura memarahinya. Dan masih mendekap tubuhnya dari belakang, sedang hidungku masih bertengger di leher putihnya yang harum."Kalo sekarang? Lebih nakal mana? Aku atau kamu?" Dia mengejekku rupanya.Aku menggelitik perutnya, membuatnya menggelinjang kegelian."Ah sudah, sudah cukup," ucapnya dengan wajah memerah.
"Sudah cukup, kapan kamu akan mulai bekerja untuk memenangkan lomba itu jika terus-terusan manja pada ku?" Dia berusaha melepaskan diri, dari jeratan pelukan ku."Ah aku tidak mau. biarkan kita seperti ini dahulu." Aku menggoyang-goyangkan badannya ke kanan dan ke kiri.Dia tiba-tiba mendorongku sampai aku jatuh terduduk di sofa, dan dia yang menumpukan kedua tangannya di sisi kanan dan kiri kepalaku, dengan satu kaki yang menekuk diatas sofa, hampir saja mengenai masa depanku.Awalnya aku menatap matanya kemudian memeriksa masa depanku, aku membuat ekspresi lega, hufft untung masih aman pikirku.Dia ikut menunduk dan tertawa. "Hahahaa ... Hampir saja ya babe, apa nanti bakal sakit?" tanyanya dengan nada polos.Aku menariknya agar duduk di paha kiriku. "Diam disini, temani aku melakukan tugasku." Aku kemudian mengambil drawing pad ku yang untung saja tidak jatuh saat ku lempar ta
"Nak tunggu!"Suara seorang wanita yang dulu lumayan sering ku dengar karena perempuan yang aku suka selalu mengajakku kesini tiap dua bulan sekali, membuatku menghentikan langkahku."Mas Williem kok disini? Nggak mau masuk ke dalam dulu?" Bibi em melangkahkan kakinya mendekatiku. Di tangannya dia memegang sebuah keranjang sampah, ah pasti bibi baru saja kembali dari belakang rumah setelah membuang beberapa kantong sampah."Kemana anak-anak bi em? Kenapa bibi em membuang sampah sendirian?" tanyaku heran, karena biasanya anak-anak pasti selalu mengitu kemanapun Bibi Em pergi."Anak-anak sedang tidur, mereka baru saja bekerja bakti hari ini, dan setelah melakukan pesta makan besar, mereka kelelahan dan akhirnya tertidur." Bibi Em menjelaskan."Wah pasti seru sekali." Aku yakin anak-anak pasti bersenang-senang tadi. aku berusaha mengambil alih keranjang sampah di tangan Bibi E
Hari itu, William duduk sendirian di sebuah café kecil di pinggiran kota. Dia memperhatikan setiap orang yang masuk, berharap bisa melihat wajah Keyza. Sampai tiba-tiba, pintu café terbuka dan ada seorang wanita yang masuk. William hampir tidak percaya pada matanya sendiri. Itu adalah Keyza!Keyza tersenyum lebar ketika dia melihat William. Dia berjalan ke meja tempat William duduk dan duduk di depannya. William terkejut dan bahagia melihatnya. Hatinya berbunga-bunga, seperti melihat matahari kembali bersinar setelah hujan lebat."Keyza! Aku tidak bisa percaya!" serunya dengan suara bergetar, dihiasi dengan raut wajah bahagia.FlashbackDi sebuah malam yang cerah di teras rumah Keyza, William dan Keyza duduk bersama di bawah langit berbintang, menikmati kebersamaan mereka setelah hari yang panjang.William memperhatikan ekspresi wajah Keyza yang tampak sedikit serius, dan dia bertanya dengan lembut, "Keyza, apa yang ada di pikiranmu? Kamu terlihat sedikit khawatir."Keyza menarik napa
“Sama, kok. Ya udah, aku mau lanjut keliling perpustakaan.” Ijinku karena memang yang menjaga perpustakaan adalah Mida sepertinya.Mida mengangguk. Namun, saat aku berdiri ingin melangkah ke dalam perpustakaan, Mida mencegahku. “Eh tunggu, tunggu dulu, Kak Will. Kakak udah nggak apa-apa, ‘Kan? Nggak perlu di panggilin ambulans?” tanyanya dengan nada khawatir.Aku sedikit tertawa karena tingkahnya yang pasti khawatir takut dimarahi Bi Em, padahal Bi Em tidak galak, hanya mungkin sedikit diberi pencerahan yang akan memakan waktu sangat lama. “Hehehe … Nggak apa-apa, kok. Saya juga nggak akan bilang ke Bi Em kejadian hari ini.”“Hufffttt … untunglah,” ujar Mida lega. “Silahkan masuk, Kak. Banyak buku baru, loh …, tapi saya disini aja ya, Kak? Soalnya mau lanjutin cerita ini dulu.” Mida menunjuk buku novel bersampul astronaut yang berdiri di atas laut.“Oke,” ja
Aku menggeser tubuhku, untuk mempersilahkan tuan putri duduk di sebelahku. “Coba lihat ini deh, Mida! Lagi ada kumpulan mahasiswa yang lagi ngadain bazar di sekitar sini. Tapi kita bisa beli secara online, loh. Coba lihat buku-buku yang mereka jual!” ucap gadisku sambil menunjukkan hpnya pada Mida yang awalnya tidak tertarik, tetapi berubah tertarik saat mendengar kata ‘Buku’ dan langsung menarik hp Keyza untuk dia amati lebih jauh. Gadisku tampak senang karena berhasil menarik perhatian lawan bicaranya. “Eh iya beneran bagus ada cerita fabelnya … ayo ayoo beli,” ucap Mida sambil menggandeng tangan gadisku, aku yang sedikit tidak rela ada orang lain yang menyentuh tangan gadisku, padahal aku saja yang baru berpacaran dengannya sangat jarang menyentuh tangannya. Aku menarik tangan gadisku agar lepas dari genggamannya. “Ayo pulang!” ajakku pada Keyza sambil menarik ranselku. Cemburu karena perhatiannya tidak lagi terpusat padaku. “Eh
Aku kembali duduk saat bibi Em menghidangkan sajiannya. Oh iya kenapa aku dan gadisku memanggil Bibi Em, itu karena semua anak di panti ini memanggil bibi Em, ibu, jadi aku dan gadisku untuk memanggil bibi Em, bibi, dan tentu ini sudah di setujui bibi Em."Silahkan di minum, Nak," ucap Bibi Em mempersilahkanku untuk minum."Terimakasih Bi Em." Aku meneguk segelas teh yang disuguhkan pada ku. Aroma melati sempat sekilas tecium indra penciumanku sebelumaku meneguk tehnya."Sudah lama sejak kalian berdua tidak kemari, awalnya anak-anak panti sangat sedih karena kehilangan sosok kakak-kakak yang mengajak mereka bermain dan belajar. Tapi untung saja, beberapa minggu kalian tidak kemari, ada orang baru yang menghibur hati anak-anak di sini dengan mengajak mereka
"Nak tunggu!"Suara seorang wanita yang dulu lumayan sering ku dengar karena perempuan yang aku suka selalu mengajakku kesini tiap dua bulan sekali, membuatku menghentikan langkahku."Mas Williem kok disini? Nggak mau masuk ke dalam dulu?" Bibi em melangkahkan kakinya mendekatiku. Di tangannya dia memegang sebuah keranjang sampah, ah pasti bibi baru saja kembali dari belakang rumah setelah membuang beberapa kantong sampah."Kemana anak-anak bi em? Kenapa bibi em membuang sampah sendirian?" tanyaku heran, karena biasanya anak-anak pasti selalu mengitu kemanapun Bibi Em pergi."Anak-anak sedang tidur, mereka baru saja bekerja bakti hari ini, dan setelah melakukan pesta makan besar, mereka kelelahan dan akhirnya tertidur." Bibi Em menjelaskan."Wah pasti seru sekali." Aku yakin anak-anak pasti bersenang-senang tadi. aku berusaha mengambil alih keranjang sampah di tangan Bibi E
"Sudah cukup, kapan kamu akan mulai bekerja untuk memenangkan lomba itu jika terus-terusan manja pada ku?" Dia berusaha melepaskan diri, dari jeratan pelukan ku."Ah aku tidak mau. biarkan kita seperti ini dahulu." Aku menggoyang-goyangkan badannya ke kanan dan ke kiri.Dia tiba-tiba mendorongku sampai aku jatuh terduduk di sofa, dan dia yang menumpukan kedua tangannya di sisi kanan dan kiri kepalaku, dengan satu kaki yang menekuk diatas sofa, hampir saja mengenai masa depanku.Awalnya aku menatap matanya kemudian memeriksa masa depanku, aku membuat ekspresi lega, hufft untung masih aman pikirku.Dia ikut menunduk dan tertawa. "Hahahaa ... Hampir saja ya babe, apa nanti bakal sakit?" tanyanya dengan nada polos.Aku menariknya agar duduk di paha kiriku. "Diam disini, temani aku melakukan tugasku." Aku kemudian mengambil drawing pad ku yang untung saja tidak jatuh saat ku lempar ta
Tapi tiba-tiba dia mendorongku sampai jatuh dari sofa."Aww." Bokongku mendarat dengan sempurna, beruntung karpet bulu di sekitar sofa memiliki ketebalan yang lumayan sehingga membuat bokongku tidak terlalu sakit."Aha! Mari kita lihat ini!" serunya setelah mendapatkan hapeku."Ah! Sh**!" Aku mengumpat karena terkecoh godaannya."Kamu mengumpatiku sayang?" tanya nya dengan nada menggoda.Aku segera bangkit dari posisi jatuh terdudukku. Lalu segera duduk dibelakangnya dan memeluknya dari belakang. Menciumi lehernya yang menguarkan aroma manis."Kamu nakal!" ucapku pura-pura memarahinya. Dan masih mendekap tubuhnya dari belakang, sedang hidungku masih bertengger di leher putihnya yang harum."Kalo sekarang? Lebih nakal mana? Aku atau kamu?" Dia mengejekku rupanya.Aku menggelitik perutnya, membuatnya menggelinjang kegelian."Ah sudah, sudah cukup," ucapnya dengan wajah memerah.
Dduukkk"Ahh!"Aku mengerang kesakitan. Kepalaku berdenyut. Sebuah bola basket menghantam kepalaku.Seorang pria dewasa dan anak kecil mendekat ke arah ku, anak kecil berjenis kelamin laki-laki dan berumur sekitar tujuh tahun itu mengambil bola basket yang menggelinding di sebelah kursi taman, membawanya dalam pelukannya di depan perutnya, kemudian kembali ke sisi pria itu. Pria itu kemudian tersenyum tidak enak sambil menatapku."Maaf, Pak. Saya sedang mengajari anak saya bermain basket. Ayo, 'Nak minta maaf," ujarnya meminta anaknya untuk meminta maaf padaku. Awalnya anak itu menatap polos ayahnya, kemudian dengan wajah tanpa dosanya itu dia menatap wajahku. "Maaf ya, Om," ucapnya.Hah sudahlah ini juga salahku, batinku mencemooh diriku yang kembali teringat tentang gadis berambut coklat yang terus menghantui pikiranku, bahkan hanya dengan melihat fotonya yang ada di laya
Kamu selalu bertingkah konyol, anehnya, aku selalui menyukai itu.5Aku memilih meninggalkan rumah sakit keesokan paginya. Aku tak menyangka bahwa Tuhan masih memberi aku ,anak yang sangat durhaka pada ibunya, kesempatan untuk hidup. Kemarin saat aku melamunkan dirinya, aku yang terhanyut akan kenangan kita tak menyadari ada mobil yang oleng ke arah jalan dan hampir menabrakku, beruntung pemilik mobil segera memutar setir dan hanya menyenggolku, namun aku yang terjatuh dan kepalaku yang terhantam aspal aspal jalan membuat aku kehilangan kesadaran dan segera dilarikan ke rumah sakit. Administrasi rumah sakit juga di tanggung oleh pemilik mobil.Kemarin saat aku sedang sibuk dengan pikiranku, ponselku berbunyi dan membawa kabar yang dapat menenangkan hatiku yang bergemuruh. Mamaku mengirimkan pesan padaku agar bahwa mama baik-baik saja dan hanya shock karena kecelakaan yang aku alami, dan dia berpesan agar aku harus mengina