Dduukkk
"Ahh!"
Aku mengerang kesakitan. Kepalaku berdenyut. Sebuah bola basket menghantam kepalaku.
Seorang pria dewasa dan anak kecil mendekat ke arah ku, anak kecil berjenis kelamin laki-laki dan berumur sekitar tujuh tahun itu mengambil bola basket yang menggelinding di sebelah kursi taman, membawanya dalam pelukannya di depan perutnya, kemudian kembali ke sisi pria itu. Pria itu kemudian tersenyum tidak enak sambil menatapku.
"Maaf, Pak. Saya sedang mengajari anak saya bermain basket. Ayo, 'Nak minta maaf," ujarnya meminta anaknya untuk meminta maaf padaku. Awalnya anak itu menatap polos ayahnya, kemudian dengan wajah tanpa dosanya itu dia menatap wajahku. "Maaf ya, Om," ucapnya.
Hah sudahlah ini juga salahku, batinku mencemooh diriku yang kembali teringat tentang gadis berambut coklat yang terus menghantui pikiranku, bahkan hanya dengan melihat fotonya yang ada di layar hp ku.
Aku berdiri dan menghampiri mereka, dan menepuk-nepuk kecil kepala anak itu sambil berkata, "Tidak apa-apa ini tidak sakit kok, anak kecil mainnya lebih hati-hati lagi ya. Saya permisi dahulu," ucapku pamit pada orang tuanya dan kemudian pergi dari taman.
Aku kemudian kembali ke apartemenku, memilih mengistirahatkan kepalaku yang berdenyut karena hantaman bola basket. Tiba di depan pintu apartemenku aku terkekeh karena masih menggunakan sandi yang di buatnya.
Aku masuk ke dalam dan terduduk di sofa. Memilih merebahkan tubuhku di atas sofa yang cukup luas untuk aku tiduri, perlahan mataku terpejam. Semuanya menjadi gelap kemudian hilang.
Tininit tininininit.
Aku terbangun oleh bunyi alarm di hp ku, membuka kedua kelopak mataku aku tertegun menatap langit-langit di ruang tengah apartemenku. Pikiranku kosong, dan aku harus bersyukur, kepalaku sudah tidak lagi sesakit tadi. Memilih untuk kembali memejamkan mata, aku ingin kembali terlarut dalam mimpiku yang indah bersamamu.
Tininit tininininit tininininitninitninit
Namun sepertinya semesta tak menghendaki. Aku terbangun menatap kesal alarm di hp pintarku yang terus berbunyi. Alarm yang mengingatkanku untuk makan siang. Dan hal ini juga adalah perbuatannya yang tidak mau membuatku melewatkan waktu makanku.
Karena malas untuk pergi ke luar aku memilih untuk order makanan saja. Membuka aplikasi berwarna merah di hape pintarku aku memilih Restoran M and Dling untuk membeli makan siangku. Kemudian aku memilih memesan Spaghetti bolognese, baked lasagna, japanese curry with chicken katsu, choco lava Mille crepes, green tea latte. Setelah melakukan proses pembayaran via m-banking aku kembali merebahkan tubuhku.
Aku kembali melihat layar hape ku memeriksa tabungan yang ku miliki, melihat angka nol yang tertera masih cukup banyak, aku bersyukur dalam hati. Jangan heran jika aku memiliki uang, walau aku terlihat seperti orang yang tidak memiliki pekerjaan, sebenarnya aku adalah orang yang punya pekerjaan yang memiliki gaji yang lumayan. Menjalin kontrak dengan Perusahaan Stratosfeir sangat menguntungkan bagiku. Perusahaan Stratosfeir bekerja di bidang kebutuhan manusia, mereka menproduksi, sabun mandi, sikat gigi, sabun cuci, pasta gigi, bedak, kosmetik, perawatan kecantikan, walau mereka memproduksi barang-barang kecil, tapi keuntungan yang mereka dapat sangat besar. Apalagi nama perusahaan yang telah terkenal dan diminati oleh banyak orang karena kualitasnya yang terjamin.
Aku merasa sangat beruntung karena menjalin kontrak dengan mereka, selain karena gaji yang di tawarkan sangat besar, aku juga dapat menjamin keberlangsungan perusahaan ini. Karena mereka menjual barang-barang yang memang selalu di butuhkan oleh manusia, apalagi namanya yang sudah di cap baik oleh masyarakat mampu membuat masyarakat menjadi pelanggan setia produk perusahaan Stratosfeir. Mengenai aku yang menjalin kerja sama dengan mereka, awalnya mereka mengirimiku surel berisi lamaran pekerjaan untuk menjadi graphic designer produk mereka. Rupanya mereka tertarik dengan design yang beberapa kali ku posting di akun i*******m milikku yang sudah memiliki pengikut sepuluh juta orang lebih. Apalagi aku juga memenangkan sejumlah lomba online yang aku ikuti sewaktu aku berkuliah, dan itu semua berkat sarannya, dan dia yang selalu menyemangatiku. Ah kembali pada masa itu membuatku terkenang akannya.
April 2018
"Sedang apa?" Dia bertanya dengan wajah menelisik pada aku yang sedang berbaring di sofa dan asyik mengamati layar handphoneku.
Aku menoleh ke arahnya. "Bukan apa-apa kok." Aku tersenyum kepadanya dan menyembunyikan handphoneku di celah antara tubuh samping kiriku dan sofa.
Dia menegakkan tubuhnya yang sebelumnya membungkuk untuk mengintip isi hapeku. Dia mulai menyedekapkan kedua tangannya dan menatapku penuh curiga.
"Jangan bilang kamu ..."
"Aku nggak lagi lihat foto wanita lain kok, sayang." Aku buru-buru memotong ucapannya, takut dia menyangka aku berselingkuh.
"Oh!"
Dia menampilkan ekspresi terkejut yang sangat lucu, sweater pinknya yang berlengan panjang dan rok warna pinknya yang berwarna lebih soft dari sweaternya dan memiliki panjang pas di atas lututnya mendukung ekspresi imutnya. Matanya membulat dan mulutnya terbuka namun dia menutup nya dengan kedua kepalan telapak tangannya yang dia genggam di depan bibirnya.Namun ekspresi itu hanya lima detik dia tampilkan pada ku, karena selanjutnya dia kembali memicing curiga padaku.
"Kamu lagi lihat foto cewek lain ya? Kupikir kamu lagi lihatin fotoku yang ku jadiin walpaper layar hapemu!" Protesnya.
"Ah a-apa?" Aku tidak menyangka dia berpikir begitu, pasti sifat narsisku telah mempengaruhi pola pikir gadis manisku ini.
Melihatku yang gelagapan, dia langsung menyerangku, untuk mengambil hapeku. Aku yang malu untuk memberitahukannya soal apa yang aku lihat dari tadi berusaha menyembunyikan hal itu darinya. Aku memegang hapeku agar tetap berada di sisi kiriku. Dia memegang tangan ku berusaha merebutnya, tapi dengan tenagaku yang lebih besar darinya tentu dia tidak akan berhasil merebut hape ku. Dia berhenti berusaha merebut hape ku. Nafasnya terdengar memburu karena kesal karena usahanya tidak berhasil.
Aku memandangnya tidak enak. "Sayang, aku-"
Ucapanku terpotong karena tindakannya yang sangat berani, dia menduduki perutku dan tiba-tiba menciumku dengan brutal, walau yang dia lakukan sangat amatir dengan menyesap dan menggigiti bibirku dengan tidak beraturan, tapi itu sudah cukup untuk membangkitkan naluri laki-laki ku. Aku mengikuti iramanya yang terburu-buru, membuatku ikut melahap bibir mungilnya yang berwarna pink. Dia meremas gemas rambutku, membuatku semakin terbakar, aku memegang pinggangnya dan membalikkan posisi tubuh kami.
Membuatku semakin dalam menyesap bibirnya.
Tapi tiba-tiba dia mendorongku sampai jatuh dari sofa."Aww." Bokongku mendarat dengan sempurna, beruntung karpet bulu di sekitar sofa memiliki ketebalan yang lumayan sehingga membuat bokongku tidak terlalu sakit."Aha! Mari kita lihat ini!" serunya setelah mendapatkan hapeku."Ah! Sh**!" Aku mengumpat karena terkecoh godaannya."Kamu mengumpatiku sayang?" tanya nya dengan nada menggoda.Aku segera bangkit dari posisi jatuh terdudukku. Lalu segera duduk dibelakangnya dan memeluknya dari belakang. Menciumi lehernya yang menguarkan aroma manis."Kamu nakal!" ucapku pura-pura memarahinya. Dan masih mendekap tubuhnya dari belakang, sedang hidungku masih bertengger di leher putihnya yang harum."Kalo sekarang? Lebih nakal mana? Aku atau kamu?" Dia mengejekku rupanya.Aku menggelitik perutnya, membuatnya menggelinjang kegelian."Ah sudah, sudah cukup," ucapnya dengan wajah memerah.
"Sudah cukup, kapan kamu akan mulai bekerja untuk memenangkan lomba itu jika terus-terusan manja pada ku?" Dia berusaha melepaskan diri, dari jeratan pelukan ku."Ah aku tidak mau. biarkan kita seperti ini dahulu." Aku menggoyang-goyangkan badannya ke kanan dan ke kiri.Dia tiba-tiba mendorongku sampai aku jatuh terduduk di sofa, dan dia yang menumpukan kedua tangannya di sisi kanan dan kiri kepalaku, dengan satu kaki yang menekuk diatas sofa, hampir saja mengenai masa depanku.Awalnya aku menatap matanya kemudian memeriksa masa depanku, aku membuat ekspresi lega, hufft untung masih aman pikirku.Dia ikut menunduk dan tertawa. "Hahahaa ... Hampir saja ya babe, apa nanti bakal sakit?" tanyanya dengan nada polos.Aku menariknya agar duduk di paha kiriku. "Diam disini, temani aku melakukan tugasku." Aku kemudian mengambil drawing pad ku yang untung saja tidak jatuh saat ku lempar ta
"Nak tunggu!"Suara seorang wanita yang dulu lumayan sering ku dengar karena perempuan yang aku suka selalu mengajakku kesini tiap dua bulan sekali, membuatku menghentikan langkahku."Mas Williem kok disini? Nggak mau masuk ke dalam dulu?" Bibi em melangkahkan kakinya mendekatiku. Di tangannya dia memegang sebuah keranjang sampah, ah pasti bibi baru saja kembali dari belakang rumah setelah membuang beberapa kantong sampah."Kemana anak-anak bi em? Kenapa bibi em membuang sampah sendirian?" tanyaku heran, karena biasanya anak-anak pasti selalu mengitu kemanapun Bibi Em pergi."Anak-anak sedang tidur, mereka baru saja bekerja bakti hari ini, dan setelah melakukan pesta makan besar, mereka kelelahan dan akhirnya tertidur." Bibi Em menjelaskan."Wah pasti seru sekali." Aku yakin anak-anak pasti bersenang-senang tadi. aku berusaha mengambil alih keranjang sampah di tangan Bibi E
Aku kembali duduk saat bibi Em menghidangkan sajiannya. Oh iya kenapa aku dan gadisku memanggil Bibi Em, itu karena semua anak di panti ini memanggil bibi Em, ibu, jadi aku dan gadisku untuk memanggil bibi Em, bibi, dan tentu ini sudah di setujui bibi Em."Silahkan di minum, Nak," ucap Bibi Em mempersilahkanku untuk minum."Terimakasih Bi Em." Aku meneguk segelas teh yang disuguhkan pada ku. Aroma melati sempat sekilas tecium indra penciumanku sebelumaku meneguk tehnya."Sudah lama sejak kalian berdua tidak kemari, awalnya anak-anak panti sangat sedih karena kehilangan sosok kakak-kakak yang mengajak mereka bermain dan belajar. Tapi untung saja, beberapa minggu kalian tidak kemari, ada orang baru yang menghibur hati anak-anak di sini dengan mengajak mereka
Aku menggeser tubuhku, untuk mempersilahkan tuan putri duduk di sebelahku. “Coba lihat ini deh, Mida! Lagi ada kumpulan mahasiswa yang lagi ngadain bazar di sekitar sini. Tapi kita bisa beli secara online, loh. Coba lihat buku-buku yang mereka jual!” ucap gadisku sambil menunjukkan hpnya pada Mida yang awalnya tidak tertarik, tetapi berubah tertarik saat mendengar kata ‘Buku’ dan langsung menarik hp Keyza untuk dia amati lebih jauh. Gadisku tampak senang karena berhasil menarik perhatian lawan bicaranya. “Eh iya beneran bagus ada cerita fabelnya … ayo ayoo beli,” ucap Mida sambil menggandeng tangan gadisku, aku yang sedikit tidak rela ada orang lain yang menyentuh tangan gadisku, padahal aku saja yang baru berpacaran dengannya sangat jarang menyentuh tangannya. Aku menarik tangan gadisku agar lepas dari genggamannya. “Ayo pulang!” ajakku pada Keyza sambil menarik ranselku. Cemburu karena perhatiannya tidak lagi terpusat padaku. “Eh
“Sama, kok. Ya udah, aku mau lanjut keliling perpustakaan.” Ijinku karena memang yang menjaga perpustakaan adalah Mida sepertinya.Mida mengangguk. Namun, saat aku berdiri ingin melangkah ke dalam perpustakaan, Mida mencegahku. “Eh tunggu, tunggu dulu, Kak Will. Kakak udah nggak apa-apa, ‘Kan? Nggak perlu di panggilin ambulans?” tanyanya dengan nada khawatir.Aku sedikit tertawa karena tingkahnya yang pasti khawatir takut dimarahi Bi Em, padahal Bi Em tidak galak, hanya mungkin sedikit diberi pencerahan yang akan memakan waktu sangat lama. “Hehehe … Nggak apa-apa, kok. Saya juga nggak akan bilang ke Bi Em kejadian hari ini.”“Hufffttt … untunglah,” ujar Mida lega. “Silahkan masuk, Kak. Banyak buku baru, loh …, tapi saya disini aja ya, Kak? Soalnya mau lanjutin cerita ini dulu.” Mida menunjuk buku novel bersampul astronaut yang berdiri di atas laut.“Oke,” ja
Hari itu, William duduk sendirian di sebuah café kecil di pinggiran kota. Dia memperhatikan setiap orang yang masuk, berharap bisa melihat wajah Keyza. Sampai tiba-tiba, pintu café terbuka dan ada seorang wanita yang masuk. William hampir tidak percaya pada matanya sendiri. Itu adalah Keyza!Keyza tersenyum lebar ketika dia melihat William. Dia berjalan ke meja tempat William duduk dan duduk di depannya. William terkejut dan bahagia melihatnya. Hatinya berbunga-bunga, seperti melihat matahari kembali bersinar setelah hujan lebat."Keyza! Aku tidak bisa percaya!" serunya dengan suara bergetar, dihiasi dengan raut wajah bahagia.FlashbackDi sebuah malam yang cerah di teras rumah Keyza, William dan Keyza duduk bersama di bawah langit berbintang, menikmati kebersamaan mereka setelah hari yang panjang.William memperhatikan ekspresi wajah Keyza yang tampak sedikit serius, dan dia bertanya dengan lembut, "Keyza, apa yang ada di pikiranmu? Kamu terlihat sedikit khawatir."Keyza menarik napa
1. Meski rindu ini terus datang menyapa, aku masih berharap untuk bisa melepaskan rindu ini.Denganmu aku tahu, bahwa bahagia ternyata sesederhana iniAh.. menghirup harum petrikor di tengah Musim hujan yang sejuk ini mengembalikanku akan kenangan tiga tahun lalu. Sudah selama itu tapi rasanya masih melekat dalam benakku. Gadis manis dengan surai coklat dan mata hazelnya menghantui pikiranku. Entah magic apa yang ia lakukan padaku aku tidak bisa berhenti memikirkannya.Tak tau berapa lama aku duduk di cafe Moidef, disebelah meja yang di atasnya terdapat 3 cangkir kosong yang tadinya berisi kopi pagi ini, kalau ada dia pasti dia akan memarahiku. Aku tersenyum mengingat itu. Tak ingin terlarut dalam angan, aku segera melihat jam di tangan ku yang telah menunjukkan angka tiga . Ah... jam tiga di musim hujan. Jam tiga. Aku dan dia. Di tengah sejuknya udara sehabis hujan turun. Tak ayal ingatanku kembali pada kilas masa lalu.
Hari itu, William duduk sendirian di sebuah café kecil di pinggiran kota. Dia memperhatikan setiap orang yang masuk, berharap bisa melihat wajah Keyza. Sampai tiba-tiba, pintu café terbuka dan ada seorang wanita yang masuk. William hampir tidak percaya pada matanya sendiri. Itu adalah Keyza!Keyza tersenyum lebar ketika dia melihat William. Dia berjalan ke meja tempat William duduk dan duduk di depannya. William terkejut dan bahagia melihatnya. Hatinya berbunga-bunga, seperti melihat matahari kembali bersinar setelah hujan lebat."Keyza! Aku tidak bisa percaya!" serunya dengan suara bergetar, dihiasi dengan raut wajah bahagia.FlashbackDi sebuah malam yang cerah di teras rumah Keyza, William dan Keyza duduk bersama di bawah langit berbintang, menikmati kebersamaan mereka setelah hari yang panjang.William memperhatikan ekspresi wajah Keyza yang tampak sedikit serius, dan dia bertanya dengan lembut, "Keyza, apa yang ada di pikiranmu? Kamu terlihat sedikit khawatir."Keyza menarik napa
“Sama, kok. Ya udah, aku mau lanjut keliling perpustakaan.” Ijinku karena memang yang menjaga perpustakaan adalah Mida sepertinya.Mida mengangguk. Namun, saat aku berdiri ingin melangkah ke dalam perpustakaan, Mida mencegahku. “Eh tunggu, tunggu dulu, Kak Will. Kakak udah nggak apa-apa, ‘Kan? Nggak perlu di panggilin ambulans?” tanyanya dengan nada khawatir.Aku sedikit tertawa karena tingkahnya yang pasti khawatir takut dimarahi Bi Em, padahal Bi Em tidak galak, hanya mungkin sedikit diberi pencerahan yang akan memakan waktu sangat lama. “Hehehe … Nggak apa-apa, kok. Saya juga nggak akan bilang ke Bi Em kejadian hari ini.”“Hufffttt … untunglah,” ujar Mida lega. “Silahkan masuk, Kak. Banyak buku baru, loh …, tapi saya disini aja ya, Kak? Soalnya mau lanjutin cerita ini dulu.” Mida menunjuk buku novel bersampul astronaut yang berdiri di atas laut.“Oke,” ja
Aku menggeser tubuhku, untuk mempersilahkan tuan putri duduk di sebelahku. “Coba lihat ini deh, Mida! Lagi ada kumpulan mahasiswa yang lagi ngadain bazar di sekitar sini. Tapi kita bisa beli secara online, loh. Coba lihat buku-buku yang mereka jual!” ucap gadisku sambil menunjukkan hpnya pada Mida yang awalnya tidak tertarik, tetapi berubah tertarik saat mendengar kata ‘Buku’ dan langsung menarik hp Keyza untuk dia amati lebih jauh. Gadisku tampak senang karena berhasil menarik perhatian lawan bicaranya. “Eh iya beneran bagus ada cerita fabelnya … ayo ayoo beli,” ucap Mida sambil menggandeng tangan gadisku, aku yang sedikit tidak rela ada orang lain yang menyentuh tangan gadisku, padahal aku saja yang baru berpacaran dengannya sangat jarang menyentuh tangannya. Aku menarik tangan gadisku agar lepas dari genggamannya. “Ayo pulang!” ajakku pada Keyza sambil menarik ranselku. Cemburu karena perhatiannya tidak lagi terpusat padaku. “Eh
Aku kembali duduk saat bibi Em menghidangkan sajiannya. Oh iya kenapa aku dan gadisku memanggil Bibi Em, itu karena semua anak di panti ini memanggil bibi Em, ibu, jadi aku dan gadisku untuk memanggil bibi Em, bibi, dan tentu ini sudah di setujui bibi Em."Silahkan di minum, Nak," ucap Bibi Em mempersilahkanku untuk minum."Terimakasih Bi Em." Aku meneguk segelas teh yang disuguhkan pada ku. Aroma melati sempat sekilas tecium indra penciumanku sebelumaku meneguk tehnya."Sudah lama sejak kalian berdua tidak kemari, awalnya anak-anak panti sangat sedih karena kehilangan sosok kakak-kakak yang mengajak mereka bermain dan belajar. Tapi untung saja, beberapa minggu kalian tidak kemari, ada orang baru yang menghibur hati anak-anak di sini dengan mengajak mereka
"Nak tunggu!"Suara seorang wanita yang dulu lumayan sering ku dengar karena perempuan yang aku suka selalu mengajakku kesini tiap dua bulan sekali, membuatku menghentikan langkahku."Mas Williem kok disini? Nggak mau masuk ke dalam dulu?" Bibi em melangkahkan kakinya mendekatiku. Di tangannya dia memegang sebuah keranjang sampah, ah pasti bibi baru saja kembali dari belakang rumah setelah membuang beberapa kantong sampah."Kemana anak-anak bi em? Kenapa bibi em membuang sampah sendirian?" tanyaku heran, karena biasanya anak-anak pasti selalu mengitu kemanapun Bibi Em pergi."Anak-anak sedang tidur, mereka baru saja bekerja bakti hari ini, dan setelah melakukan pesta makan besar, mereka kelelahan dan akhirnya tertidur." Bibi Em menjelaskan."Wah pasti seru sekali." Aku yakin anak-anak pasti bersenang-senang tadi. aku berusaha mengambil alih keranjang sampah di tangan Bibi E
"Sudah cukup, kapan kamu akan mulai bekerja untuk memenangkan lomba itu jika terus-terusan manja pada ku?" Dia berusaha melepaskan diri, dari jeratan pelukan ku."Ah aku tidak mau. biarkan kita seperti ini dahulu." Aku menggoyang-goyangkan badannya ke kanan dan ke kiri.Dia tiba-tiba mendorongku sampai aku jatuh terduduk di sofa, dan dia yang menumpukan kedua tangannya di sisi kanan dan kiri kepalaku, dengan satu kaki yang menekuk diatas sofa, hampir saja mengenai masa depanku.Awalnya aku menatap matanya kemudian memeriksa masa depanku, aku membuat ekspresi lega, hufft untung masih aman pikirku.Dia ikut menunduk dan tertawa. "Hahahaa ... Hampir saja ya babe, apa nanti bakal sakit?" tanyanya dengan nada polos.Aku menariknya agar duduk di paha kiriku. "Diam disini, temani aku melakukan tugasku." Aku kemudian mengambil drawing pad ku yang untung saja tidak jatuh saat ku lempar ta
Tapi tiba-tiba dia mendorongku sampai jatuh dari sofa."Aww." Bokongku mendarat dengan sempurna, beruntung karpet bulu di sekitar sofa memiliki ketebalan yang lumayan sehingga membuat bokongku tidak terlalu sakit."Aha! Mari kita lihat ini!" serunya setelah mendapatkan hapeku."Ah! Sh**!" Aku mengumpat karena terkecoh godaannya."Kamu mengumpatiku sayang?" tanya nya dengan nada menggoda.Aku segera bangkit dari posisi jatuh terdudukku. Lalu segera duduk dibelakangnya dan memeluknya dari belakang. Menciumi lehernya yang menguarkan aroma manis."Kamu nakal!" ucapku pura-pura memarahinya. Dan masih mendekap tubuhnya dari belakang, sedang hidungku masih bertengger di leher putihnya yang harum."Kalo sekarang? Lebih nakal mana? Aku atau kamu?" Dia mengejekku rupanya.Aku menggelitik perutnya, membuatnya menggelinjang kegelian."Ah sudah, sudah cukup," ucapnya dengan wajah memerah.
Dduukkk"Ahh!"Aku mengerang kesakitan. Kepalaku berdenyut. Sebuah bola basket menghantam kepalaku.Seorang pria dewasa dan anak kecil mendekat ke arah ku, anak kecil berjenis kelamin laki-laki dan berumur sekitar tujuh tahun itu mengambil bola basket yang menggelinding di sebelah kursi taman, membawanya dalam pelukannya di depan perutnya, kemudian kembali ke sisi pria itu. Pria itu kemudian tersenyum tidak enak sambil menatapku."Maaf, Pak. Saya sedang mengajari anak saya bermain basket. Ayo, 'Nak minta maaf," ujarnya meminta anaknya untuk meminta maaf padaku. Awalnya anak itu menatap polos ayahnya, kemudian dengan wajah tanpa dosanya itu dia menatap wajahku. "Maaf ya, Om," ucapnya.Hah sudahlah ini juga salahku, batinku mencemooh diriku yang kembali teringat tentang gadis berambut coklat yang terus menghantui pikiranku, bahkan hanya dengan melihat fotonya yang ada di laya
Kamu selalu bertingkah konyol, anehnya, aku selalui menyukai itu.5Aku memilih meninggalkan rumah sakit keesokan paginya. Aku tak menyangka bahwa Tuhan masih memberi aku ,anak yang sangat durhaka pada ibunya, kesempatan untuk hidup. Kemarin saat aku melamunkan dirinya, aku yang terhanyut akan kenangan kita tak menyadari ada mobil yang oleng ke arah jalan dan hampir menabrakku, beruntung pemilik mobil segera memutar setir dan hanya menyenggolku, namun aku yang terjatuh dan kepalaku yang terhantam aspal aspal jalan membuat aku kehilangan kesadaran dan segera dilarikan ke rumah sakit. Administrasi rumah sakit juga di tanggung oleh pemilik mobil.Kemarin saat aku sedang sibuk dengan pikiranku, ponselku berbunyi dan membawa kabar yang dapat menenangkan hatiku yang bergemuruh. Mamaku mengirimkan pesan padaku agar bahwa mama baik-baik saja dan hanya shock karena kecelakaan yang aku alami, dan dia berpesan agar aku harus mengina