~May i go?
Ku buka mataku tapi refleks menutup kembali saat melihat cahaya lampu yang terlalu terang. Kembali ku buka mataku, kali ini dengan perlahan. Mengerjab-ngerjabkannya sebentar untuk menyesuaikan cahaya.
Ku lihat sekeliling untuk memastikan berada dimana diriku. Dinding putih dengan bau obat-obatan yang menyengat hidungku, juga jarum infus yang tertancap di tangan kananku, sudah cukup menjelaskan dimana aku berada.
Rumah sakit.
Tempat yang paling ku benci di dunia ini.
'Ahh aku mau pulang.'
Tepat saat kalimat terakhir dalam benakku kuucapkan, pintu terbuka, menampakkan seorang wanita dengan daster motif bunga-bunga dan kerutan di wajah cantiknya.
Aku membenci kerutan di wajahnya. Karena itu semua disebabkan olehku.
Cepat-cepat wanita yang biasa kupanggil mama menghampiriku dengan ekspresi khawatir yang sudah melekat di wajahnya tiap kali melihatku. Wanita yang penuh kasih sayang itu mulai memberondongiku dengan banyak pertanyaan mengenai keadaanku. Aku terdiam, tidak tahu harus menjelaskan mengapa hal ini terjadi padaku. Melihatku hanya terdiam mama menghentikan pertanyaannya yang bertubi-tubi. Mama menatap mataku dan seakan mengetahui apa yang aku rasakan, Mama membungkukkan badannya untuk memelukku yang sedang terbaring di ranjang rumah sakit. Masih memelukku tanpa kata, rupanya air mata mama sudah tumpah ruah di atas dada ku. Air mataku perlahan menetes, aku merasa sangat bersalah karena harus membuat mamaku terus bersedih. 'Maafkan anakmu ini, ma' lirihku dalam hati. Aku membalas memeluk mama, dengan melingkarkan tanganku pada punggung mama.
Brak
Pintu di buka secara kasar oleh Papa-ku, mungkin karena mendengar isakan tangis mama, papa-ku menjadi marah. Papa mengambil alih mama ke dalam pelukannya. Suara tangis mama semakin terdengar nyaring, membuat papa semakin memeluk mama erat dan mengelus kepala mama untuk menenangkan. Merasa bahwa mama tidak akan tenang jika masih ada di sisiku, papa menggiring mama keluar, aku hanya bisa diam melihat itu, karena aku sangat sadar bahwa semua kesedihan mama adalah karena memikirkan aku.
Papa menghentikan langkahnya saat sudah berada di depan pintu, "Setidaknya jika kamu ingin bertingkah bodoh, jangan membuat orang lain khawatir padamu!" Lalu papa-ku pergi tanpa sedikitpun menoleh padaku.
Aku tersenyum di tengah derai air mataku, Papa dan mama-ku sangat peduli padaku, walaupun Papa tidak menunjukkannya dengan jelas. Aku menutup kedua mataku dengan lenganku. Aku tahu, maksud dari kata-kata Papa, agar aku tidak melakukan hal bodoh yang membuat mereka khawatir.
Kekhawatiran mereka membuatku teringat dengan seseorang yang mengintai di otakku. Membuatku kembali mengingat masa lalu yang membuat hatiku semakin perih. Karena diakhir aku harus di sadarkan oleh sebuah fakta yang masih belum mau aku percayai.
20 oktober 2017
"Kamu gak boleh makan-makanan yang pedes! Siniin ramyeonnya biar aku aja yang makan." -waktu di kantin sekolah
"Iiih!! Kamu tuh gak boleh makan gorengan!! Sini!" -waktu di rumah
"Duh kamu itu gak boleh minum fanta." -waktu jalan sama geng
Saat di rumahku yang kebetulan mama sama papaku masih di kantor. Dan saudaraku yang sudah ku tebak lebih memilih menyibukkan diri dengan game di kamarnya, dari pada harus melihat keromantisan kakaknya dan menjadi obat nyamuk.
"Kamu hari ini kenapa?" Tanyaku saat kita baru tiba di depan pintu dengan dia yang baru saja turun dari motorku.
"Gak pa-pa kok. Emang kenapa?"
"Itu tadi-"
"Udah yuk masuk." Ucapnya sembari menggandengku untuk masuk kerumah.
Saat aku baru saja mendudukkan diri di sofa ruang tengah, ia langsung ngacir ke dapur.
Tak lama kemudian ia datang membawa nampan yang berisi apel dan melon yang sudah dikupas dan dipotong-potong,juga beberapa jeruk, dan 2 gelas air. Dia meletakkan semuanya di meja, lalu duduk di sampingku.
"Aaaa.... kereta siap meluncur.." ucapnya sambil menyodorkan sepotong melon.
Aku menerima suapannya. Merebut garpu yang dipegangnya untuk menyuapinya juga.
"Kenapa akhir-akhir ini kamu jadi perhatiin makanan aku?" Tanyaku menanyakan pertanyaan yang tadi ingin kutanyakan di depan rumah.
"Bukannya kamu sama bandmu mau ikut lomba ya minggu depan?"
"Iya, kok kamu bisa tahu sih?" Tanyaku heran, pasalnya aku memang menyembunyikan hal ini padanya.
"Emang aku gak boleh tahu? Terus kenapa kamu gak ngasih tahu aku? Jangan-jangan kamu malu ya punya pacar kayak aku? Atau.. Oh aku tahu, jangan-jangan kamu mau tebar pesona sama cewek lain ya? Kamu kok jahat sih sama aku? Kam-" aku membekap mulutnya yang super duper cerewet itu .
"Mmpph mmpphh"
"Ssttt... aku lepasin tapi dengerin aku ngomong dulu yaa..."
Dia mengangguk-anggukkan kepalanya. Setelah itu baru ku lepaskan tanganku. Tapi melihatnya kembali ingin bicara aku kembali membungkam mulutnya. Merasakan bibirnya yang cemberut aku akhirnya melepaskan tanganku. Ia tidak bicara tapi kepalanya menunduk menghindari tatapanku. Aku mengambil dagunya menghadapkannya ke arahku.
"Jadi tuh aku rahasiain ini karena pengen buat kejutan buat kamu."
"Kejutan apa?" Tanyanya dengan mata berbinar tak terlihat jejak murung seperti tadi.
"Ra-ha-sia"
"Ih kok gitu? Apaan sih? Pliss kasih tahu aku dong" ucapnya memelas
"Gak. Gak boleh. Nanti gak jadi kejutan lagi."
"Ish aku nanti bakal pura-pura terkejut dech.. tapi kasih tahu dulu apa kejutannya ya? ya? yaa??"
"Nggak. Tetep gak boleh!" Ucapku sambil menyedekapkan kedua tangan
"Oh gitu....." setelah ucapannya itu dia langsung menggelitiku.
Serangannya yang tak terduga membuatku kewalahan menghadapi serangan jari-jari lentiknya.
"Haha..haaa.. stop.. stoopp.. udah.. ampuunn..."
"Ayo ngaku dulu apa kejutannya?"
"La.. haahaa.. lagubuatkamu! "
Setelah aku mengatakan kalimat yang fatal itu, dia langsung menghentikan gerakan jemarinya.
"BENARKAH?! TERIMAKASIH SAYANG!! Aku akan menunggu kejutan itu." Dia memelukku dengan ekspresi yang berbunga-bunga.
tapi ekspresinya berubah khawatir dan menyesal saat melihatku memegangi perutku. padahal sebenarnya perutku tidak sakit.
"Duuh maaf pasti perutmu sakit ya.. aku buatin susu ya.." Dengan ekspresi yang terlihat sangat menyesal, dia segera melangkah pergi ke arah dapur.
"Ini ayo minum" Dia kembali dengan cepat dari dapur, dan duduk di sebelahku, menyodorkan segelas susu hangat padaku. Aku menerimanya.
'Cepat sekali ia kembali pasti dia sudah lama menyiapkan ini' -pikirku
Aku meminum susu yang ia berikan. Dia yang disampingku memasukkan tangannya ke dalam bajuku dan berhenti diatas perutku, lalu di usap-usapnya perutku. Perbuatannya itu hampir sukses membuatku menyemburkan minumanku, tapi untung saja tidak jadi karena aku buru-buru berhenti meminum dan cepat-cepat menelan minumanku.
"Udah berhenti." Ucapku padanya sambil memegang tangannya.
"Loh kenapa? Mama kamu bilang kalo perut kamu sakit karena digelitikin harus diusap-usap" dengan tampang polos dia berkata seperti itu. Nah sekarang aku tahu darimana dia tahu semua ini, dan petunjuk ini hanya mengarah pada satu tersangka. Mama.
"Udah jangan diusap lagi, nanti yang sakit malah jadi yang lain." Ringisku
Dengan tampang watadosnya ia berkata "Loh kok sakitnya bisa jadi yang lain?"
"Duh pokoknya gitu" nah kan sekarang aku sendiri yang bingung mau menjawab apa.
"Kok gitu sih? Padahal mama gak ngasih tau gitu."
Herannya dan oh iya, aku sudah membawanya bertemu dengan mama ku. Dan mama ku sangat senang karena anaknya sudah berani membawa pacarnya untuk di perkenalkan di rumah. Itu semua karena seblum-sebelumnya aku tidak pernah membawa pacarku yang dulu, kalo sekarang udah mantan sih, untuk di perkenalkan ke rumah. Karena kalau dahulu, aku tidak terlalu serius dengan mereka, tapi sekarang aku benar-benar serius dengan dirinya. Jadi setelah aku mempertemukan my baby hunny sweety pada keluargaku, orang tua ku, terutama mama, memintanya untuk memanggilnya mama juga sepertiku. Awal-awalnya gadisku terlihat malu-malu untuk memanggil ibu ku mama. Tapi karena sifat ibuku yang humble dan kekinian membuat pacarku merasa nyaman untuk berbincang dengan ibu ku dan sekarang dia sudah sangat terbiasa untuk memanggil ibuku dengan "mama".
"Ya bisa gitu. Udah gitu aja." Balasku akan pertanyaannya sebelumnya.
Dia memicingkan matanya dan aku mulai was-was apa yang akan ia lakukan.
"Oh ya udah aku mau nelpon ma-" ucapnya sambil mulai merogoh tasnya untuk mencari keberadaan hp miliknya.
"Eh JANGAN!" Aku buru-buru berteriak untuk menghentikan apa yang dia lakukan. Entah apa lagi yang akan mama katakan pada gadis polosku.
"Ih apaansih pake teriak-teriak", dia menegurku.
"Duh maap sayang. Gak usah telpon mama ya.. sini aku jelasin, jadi kalo kamu terus elusin perut sixpack aku ini.. nanti aku bisa mules-mules." Jelasku dengan sedikit bumbu-bumbu
"Kok bisa mul-"
"Duh aku laparrr. Habis digelitikin kamu aku jadi lapar. Kamu harus tanggung jawab!! Suapin dong sayang!!" Ucapku manja
"Dasar manja!! Ayo aaa"
Dan kami saling menyuapi sampai apa yang ada di atas piring ludes tidak tersisa.
Aku merebahkan kepalaku di atas pangkuannya.
"Jadi kenapa?"
"Kenapa apanya?"
Dan sepertinya aku mulai tertular cerewetnya "Kenapa kok makanan aku dibatasin? Aku gendutan ya? Perasaan enggak deh, perut aku aja udah sixpack gini masak masih gendut? Atau kamu mau aku punya ei-"
"Syuutt" ucapnya sambil memaruh satu jarinya di bibirku menghentikan ucapanku yang belum selesai.
"Sayang... kamu kan mau ikut lomba, jadi kamu juga harus jaga kesehatan kamu, terutama kesehatan suara kamu. Dan sebagai pacar yang baik, aku berusaha ngingetin kamu."
"Duuhh baiknya pacar aku...sini aku peluk" menyampingkan posisi tidurku dan mulai memeluk pinggangnya.
Dia hanya balas mengelus lembut rambutku. Lalu membisikkan "aku cinta kamu.."
Aku melepaskan pelukanku, dan kembali menghadap kearahnya. Netra kami bertumbukan. Aku membalas ucapannya "Aku lebih cinta kamu"
Aku menatap mata yang tidak akan lagi mampu aku tatap.
Kamu selalu bertingkah konyol, anehnya, aku selalui menyukai itu.5Aku memilih meninggalkan rumah sakit keesokan paginya. Aku tak menyangka bahwa Tuhan masih memberi aku ,anak yang sangat durhaka pada ibunya, kesempatan untuk hidup. Kemarin saat aku melamunkan dirinya, aku yang terhanyut akan kenangan kita tak menyadari ada mobil yang oleng ke arah jalan dan hampir menabrakku, beruntung pemilik mobil segera memutar setir dan hanya menyenggolku, namun aku yang terjatuh dan kepalaku yang terhantam aspal aspal jalan membuat aku kehilangan kesadaran dan segera dilarikan ke rumah sakit. Administrasi rumah sakit juga di tanggung oleh pemilik mobil.Kemarin saat aku sedang sibuk dengan pikiranku, ponselku berbunyi dan membawa kabar yang dapat menenangkan hatiku yang bergemuruh. Mamaku mengirimkan pesan padaku agar bahwa mama baik-baik saja dan hanya shock karena kecelakaan yang aku alami, dan dia berpesan agar aku harus mengina
Dduukkk"Ahh!"Aku mengerang kesakitan. Kepalaku berdenyut. Sebuah bola basket menghantam kepalaku.Seorang pria dewasa dan anak kecil mendekat ke arah ku, anak kecil berjenis kelamin laki-laki dan berumur sekitar tujuh tahun itu mengambil bola basket yang menggelinding di sebelah kursi taman, membawanya dalam pelukannya di depan perutnya, kemudian kembali ke sisi pria itu. Pria itu kemudian tersenyum tidak enak sambil menatapku."Maaf, Pak. Saya sedang mengajari anak saya bermain basket. Ayo, 'Nak minta maaf," ujarnya meminta anaknya untuk meminta maaf padaku. Awalnya anak itu menatap polos ayahnya, kemudian dengan wajah tanpa dosanya itu dia menatap wajahku. "Maaf ya, Om," ucapnya.Hah sudahlah ini juga salahku, batinku mencemooh diriku yang kembali teringat tentang gadis berambut coklat yang terus menghantui pikiranku, bahkan hanya dengan melihat fotonya yang ada di laya
Tapi tiba-tiba dia mendorongku sampai jatuh dari sofa."Aww." Bokongku mendarat dengan sempurna, beruntung karpet bulu di sekitar sofa memiliki ketebalan yang lumayan sehingga membuat bokongku tidak terlalu sakit."Aha! Mari kita lihat ini!" serunya setelah mendapatkan hapeku."Ah! Sh**!" Aku mengumpat karena terkecoh godaannya."Kamu mengumpatiku sayang?" tanya nya dengan nada menggoda.Aku segera bangkit dari posisi jatuh terdudukku. Lalu segera duduk dibelakangnya dan memeluknya dari belakang. Menciumi lehernya yang menguarkan aroma manis."Kamu nakal!" ucapku pura-pura memarahinya. Dan masih mendekap tubuhnya dari belakang, sedang hidungku masih bertengger di leher putihnya yang harum."Kalo sekarang? Lebih nakal mana? Aku atau kamu?" Dia mengejekku rupanya.Aku menggelitik perutnya, membuatnya menggelinjang kegelian."Ah sudah, sudah cukup," ucapnya dengan wajah memerah.
"Sudah cukup, kapan kamu akan mulai bekerja untuk memenangkan lomba itu jika terus-terusan manja pada ku?" Dia berusaha melepaskan diri, dari jeratan pelukan ku."Ah aku tidak mau. biarkan kita seperti ini dahulu." Aku menggoyang-goyangkan badannya ke kanan dan ke kiri.Dia tiba-tiba mendorongku sampai aku jatuh terduduk di sofa, dan dia yang menumpukan kedua tangannya di sisi kanan dan kiri kepalaku, dengan satu kaki yang menekuk diatas sofa, hampir saja mengenai masa depanku.Awalnya aku menatap matanya kemudian memeriksa masa depanku, aku membuat ekspresi lega, hufft untung masih aman pikirku.Dia ikut menunduk dan tertawa. "Hahahaa ... Hampir saja ya babe, apa nanti bakal sakit?" tanyanya dengan nada polos.Aku menariknya agar duduk di paha kiriku. "Diam disini, temani aku melakukan tugasku." Aku kemudian mengambil drawing pad ku yang untung saja tidak jatuh saat ku lempar ta
"Nak tunggu!"Suara seorang wanita yang dulu lumayan sering ku dengar karena perempuan yang aku suka selalu mengajakku kesini tiap dua bulan sekali, membuatku menghentikan langkahku."Mas Williem kok disini? Nggak mau masuk ke dalam dulu?" Bibi em melangkahkan kakinya mendekatiku. Di tangannya dia memegang sebuah keranjang sampah, ah pasti bibi baru saja kembali dari belakang rumah setelah membuang beberapa kantong sampah."Kemana anak-anak bi em? Kenapa bibi em membuang sampah sendirian?" tanyaku heran, karena biasanya anak-anak pasti selalu mengitu kemanapun Bibi Em pergi."Anak-anak sedang tidur, mereka baru saja bekerja bakti hari ini, dan setelah melakukan pesta makan besar, mereka kelelahan dan akhirnya tertidur." Bibi Em menjelaskan."Wah pasti seru sekali." Aku yakin anak-anak pasti bersenang-senang tadi. aku berusaha mengambil alih keranjang sampah di tangan Bibi E
Aku kembali duduk saat bibi Em menghidangkan sajiannya. Oh iya kenapa aku dan gadisku memanggil Bibi Em, itu karena semua anak di panti ini memanggil bibi Em, ibu, jadi aku dan gadisku untuk memanggil bibi Em, bibi, dan tentu ini sudah di setujui bibi Em."Silahkan di minum, Nak," ucap Bibi Em mempersilahkanku untuk minum."Terimakasih Bi Em." Aku meneguk segelas teh yang disuguhkan pada ku. Aroma melati sempat sekilas tecium indra penciumanku sebelumaku meneguk tehnya."Sudah lama sejak kalian berdua tidak kemari, awalnya anak-anak panti sangat sedih karena kehilangan sosok kakak-kakak yang mengajak mereka bermain dan belajar. Tapi untung saja, beberapa minggu kalian tidak kemari, ada orang baru yang menghibur hati anak-anak di sini dengan mengajak mereka
Aku menggeser tubuhku, untuk mempersilahkan tuan putri duduk di sebelahku. “Coba lihat ini deh, Mida! Lagi ada kumpulan mahasiswa yang lagi ngadain bazar di sekitar sini. Tapi kita bisa beli secara online, loh. Coba lihat buku-buku yang mereka jual!” ucap gadisku sambil menunjukkan hpnya pada Mida yang awalnya tidak tertarik, tetapi berubah tertarik saat mendengar kata ‘Buku’ dan langsung menarik hp Keyza untuk dia amati lebih jauh. Gadisku tampak senang karena berhasil menarik perhatian lawan bicaranya. “Eh iya beneran bagus ada cerita fabelnya … ayo ayoo beli,” ucap Mida sambil menggandeng tangan gadisku, aku yang sedikit tidak rela ada orang lain yang menyentuh tangan gadisku, padahal aku saja yang baru berpacaran dengannya sangat jarang menyentuh tangannya. Aku menarik tangan gadisku agar lepas dari genggamannya. “Ayo pulang!” ajakku pada Keyza sambil menarik ranselku. Cemburu karena perhatiannya tidak lagi terpusat padaku. “Eh
“Sama, kok. Ya udah, aku mau lanjut keliling perpustakaan.” Ijinku karena memang yang menjaga perpustakaan adalah Mida sepertinya.Mida mengangguk. Namun, saat aku berdiri ingin melangkah ke dalam perpustakaan, Mida mencegahku. “Eh tunggu, tunggu dulu, Kak Will. Kakak udah nggak apa-apa, ‘Kan? Nggak perlu di panggilin ambulans?” tanyanya dengan nada khawatir.Aku sedikit tertawa karena tingkahnya yang pasti khawatir takut dimarahi Bi Em, padahal Bi Em tidak galak, hanya mungkin sedikit diberi pencerahan yang akan memakan waktu sangat lama. “Hehehe … Nggak apa-apa, kok. Saya juga nggak akan bilang ke Bi Em kejadian hari ini.”“Hufffttt … untunglah,” ujar Mida lega. “Silahkan masuk, Kak. Banyak buku baru, loh …, tapi saya disini aja ya, Kak? Soalnya mau lanjutin cerita ini dulu.” Mida menunjuk buku novel bersampul astronaut yang berdiri di atas laut.“Oke,” ja
Hari itu, William duduk sendirian di sebuah café kecil di pinggiran kota. Dia memperhatikan setiap orang yang masuk, berharap bisa melihat wajah Keyza. Sampai tiba-tiba, pintu café terbuka dan ada seorang wanita yang masuk. William hampir tidak percaya pada matanya sendiri. Itu adalah Keyza!Keyza tersenyum lebar ketika dia melihat William. Dia berjalan ke meja tempat William duduk dan duduk di depannya. William terkejut dan bahagia melihatnya. Hatinya berbunga-bunga, seperti melihat matahari kembali bersinar setelah hujan lebat."Keyza! Aku tidak bisa percaya!" serunya dengan suara bergetar, dihiasi dengan raut wajah bahagia.FlashbackDi sebuah malam yang cerah di teras rumah Keyza, William dan Keyza duduk bersama di bawah langit berbintang, menikmati kebersamaan mereka setelah hari yang panjang.William memperhatikan ekspresi wajah Keyza yang tampak sedikit serius, dan dia bertanya dengan lembut, "Keyza, apa yang ada di pikiranmu? Kamu terlihat sedikit khawatir."Keyza menarik napa
“Sama, kok. Ya udah, aku mau lanjut keliling perpustakaan.” Ijinku karena memang yang menjaga perpustakaan adalah Mida sepertinya.Mida mengangguk. Namun, saat aku berdiri ingin melangkah ke dalam perpustakaan, Mida mencegahku. “Eh tunggu, tunggu dulu, Kak Will. Kakak udah nggak apa-apa, ‘Kan? Nggak perlu di panggilin ambulans?” tanyanya dengan nada khawatir.Aku sedikit tertawa karena tingkahnya yang pasti khawatir takut dimarahi Bi Em, padahal Bi Em tidak galak, hanya mungkin sedikit diberi pencerahan yang akan memakan waktu sangat lama. “Hehehe … Nggak apa-apa, kok. Saya juga nggak akan bilang ke Bi Em kejadian hari ini.”“Hufffttt … untunglah,” ujar Mida lega. “Silahkan masuk, Kak. Banyak buku baru, loh …, tapi saya disini aja ya, Kak? Soalnya mau lanjutin cerita ini dulu.” Mida menunjuk buku novel bersampul astronaut yang berdiri di atas laut.“Oke,” ja
Aku menggeser tubuhku, untuk mempersilahkan tuan putri duduk di sebelahku. “Coba lihat ini deh, Mida! Lagi ada kumpulan mahasiswa yang lagi ngadain bazar di sekitar sini. Tapi kita bisa beli secara online, loh. Coba lihat buku-buku yang mereka jual!” ucap gadisku sambil menunjukkan hpnya pada Mida yang awalnya tidak tertarik, tetapi berubah tertarik saat mendengar kata ‘Buku’ dan langsung menarik hp Keyza untuk dia amati lebih jauh. Gadisku tampak senang karena berhasil menarik perhatian lawan bicaranya. “Eh iya beneran bagus ada cerita fabelnya … ayo ayoo beli,” ucap Mida sambil menggandeng tangan gadisku, aku yang sedikit tidak rela ada orang lain yang menyentuh tangan gadisku, padahal aku saja yang baru berpacaran dengannya sangat jarang menyentuh tangannya. Aku menarik tangan gadisku agar lepas dari genggamannya. “Ayo pulang!” ajakku pada Keyza sambil menarik ranselku. Cemburu karena perhatiannya tidak lagi terpusat padaku. “Eh
Aku kembali duduk saat bibi Em menghidangkan sajiannya. Oh iya kenapa aku dan gadisku memanggil Bibi Em, itu karena semua anak di panti ini memanggil bibi Em, ibu, jadi aku dan gadisku untuk memanggil bibi Em, bibi, dan tentu ini sudah di setujui bibi Em."Silahkan di minum, Nak," ucap Bibi Em mempersilahkanku untuk minum."Terimakasih Bi Em." Aku meneguk segelas teh yang disuguhkan pada ku. Aroma melati sempat sekilas tecium indra penciumanku sebelumaku meneguk tehnya."Sudah lama sejak kalian berdua tidak kemari, awalnya anak-anak panti sangat sedih karena kehilangan sosok kakak-kakak yang mengajak mereka bermain dan belajar. Tapi untung saja, beberapa minggu kalian tidak kemari, ada orang baru yang menghibur hati anak-anak di sini dengan mengajak mereka
"Nak tunggu!"Suara seorang wanita yang dulu lumayan sering ku dengar karena perempuan yang aku suka selalu mengajakku kesini tiap dua bulan sekali, membuatku menghentikan langkahku."Mas Williem kok disini? Nggak mau masuk ke dalam dulu?" Bibi em melangkahkan kakinya mendekatiku. Di tangannya dia memegang sebuah keranjang sampah, ah pasti bibi baru saja kembali dari belakang rumah setelah membuang beberapa kantong sampah."Kemana anak-anak bi em? Kenapa bibi em membuang sampah sendirian?" tanyaku heran, karena biasanya anak-anak pasti selalu mengitu kemanapun Bibi Em pergi."Anak-anak sedang tidur, mereka baru saja bekerja bakti hari ini, dan setelah melakukan pesta makan besar, mereka kelelahan dan akhirnya tertidur." Bibi Em menjelaskan."Wah pasti seru sekali." Aku yakin anak-anak pasti bersenang-senang tadi. aku berusaha mengambil alih keranjang sampah di tangan Bibi E
"Sudah cukup, kapan kamu akan mulai bekerja untuk memenangkan lomba itu jika terus-terusan manja pada ku?" Dia berusaha melepaskan diri, dari jeratan pelukan ku."Ah aku tidak mau. biarkan kita seperti ini dahulu." Aku menggoyang-goyangkan badannya ke kanan dan ke kiri.Dia tiba-tiba mendorongku sampai aku jatuh terduduk di sofa, dan dia yang menumpukan kedua tangannya di sisi kanan dan kiri kepalaku, dengan satu kaki yang menekuk diatas sofa, hampir saja mengenai masa depanku.Awalnya aku menatap matanya kemudian memeriksa masa depanku, aku membuat ekspresi lega, hufft untung masih aman pikirku.Dia ikut menunduk dan tertawa. "Hahahaa ... Hampir saja ya babe, apa nanti bakal sakit?" tanyanya dengan nada polos.Aku menariknya agar duduk di paha kiriku. "Diam disini, temani aku melakukan tugasku." Aku kemudian mengambil drawing pad ku yang untung saja tidak jatuh saat ku lempar ta
Tapi tiba-tiba dia mendorongku sampai jatuh dari sofa."Aww." Bokongku mendarat dengan sempurna, beruntung karpet bulu di sekitar sofa memiliki ketebalan yang lumayan sehingga membuat bokongku tidak terlalu sakit."Aha! Mari kita lihat ini!" serunya setelah mendapatkan hapeku."Ah! Sh**!" Aku mengumpat karena terkecoh godaannya."Kamu mengumpatiku sayang?" tanya nya dengan nada menggoda.Aku segera bangkit dari posisi jatuh terdudukku. Lalu segera duduk dibelakangnya dan memeluknya dari belakang. Menciumi lehernya yang menguarkan aroma manis."Kamu nakal!" ucapku pura-pura memarahinya. Dan masih mendekap tubuhnya dari belakang, sedang hidungku masih bertengger di leher putihnya yang harum."Kalo sekarang? Lebih nakal mana? Aku atau kamu?" Dia mengejekku rupanya.Aku menggelitik perutnya, membuatnya menggelinjang kegelian."Ah sudah, sudah cukup," ucapnya dengan wajah memerah.
Dduukkk"Ahh!"Aku mengerang kesakitan. Kepalaku berdenyut. Sebuah bola basket menghantam kepalaku.Seorang pria dewasa dan anak kecil mendekat ke arah ku, anak kecil berjenis kelamin laki-laki dan berumur sekitar tujuh tahun itu mengambil bola basket yang menggelinding di sebelah kursi taman, membawanya dalam pelukannya di depan perutnya, kemudian kembali ke sisi pria itu. Pria itu kemudian tersenyum tidak enak sambil menatapku."Maaf, Pak. Saya sedang mengajari anak saya bermain basket. Ayo, 'Nak minta maaf," ujarnya meminta anaknya untuk meminta maaf padaku. Awalnya anak itu menatap polos ayahnya, kemudian dengan wajah tanpa dosanya itu dia menatap wajahku. "Maaf ya, Om," ucapnya.Hah sudahlah ini juga salahku, batinku mencemooh diriku yang kembali teringat tentang gadis berambut coklat yang terus menghantui pikiranku, bahkan hanya dengan melihat fotonya yang ada di laya
Kamu selalu bertingkah konyol, anehnya, aku selalui menyukai itu.5Aku memilih meninggalkan rumah sakit keesokan paginya. Aku tak menyangka bahwa Tuhan masih memberi aku ,anak yang sangat durhaka pada ibunya, kesempatan untuk hidup. Kemarin saat aku melamunkan dirinya, aku yang terhanyut akan kenangan kita tak menyadari ada mobil yang oleng ke arah jalan dan hampir menabrakku, beruntung pemilik mobil segera memutar setir dan hanya menyenggolku, namun aku yang terjatuh dan kepalaku yang terhantam aspal aspal jalan membuat aku kehilangan kesadaran dan segera dilarikan ke rumah sakit. Administrasi rumah sakit juga di tanggung oleh pemilik mobil.Kemarin saat aku sedang sibuk dengan pikiranku, ponselku berbunyi dan membawa kabar yang dapat menenangkan hatiku yang bergemuruh. Mamaku mengirimkan pesan padaku agar bahwa mama baik-baik saja dan hanya shock karena kecelakaan yang aku alami, dan dia berpesan agar aku harus mengina