Usai mengetahui di mana keberadaan Ibunya Jiro, Jovin dan Jovan, Rosella bersama Rhea bergegas pergi ke kamar tidur si bungsu Jiro. Di kamar tidur, Jiro duduk dengan tenang di meja belajarnya dengan didampingi oleh Rhea di sampingnya, sementara Rosella memperhatikan mereka dengan berdiri—tidak jauh—di belakang mereka sambil memegang notebook dan pena. Kedua benda tersebut akan Rosella gunakan untuk mencatat hal-hal penting saat ia melihat Rhea memeriksa tugas sekolah Jiro.
"Jiro.." Rhea mengalihkan pandangannya dari buku pelajaran di tangannya ke Jiro yang duduk di sampingnya. "Kenapa kau tidak pelajari aksara Mandarin?" tanya wanita ini lembut saat bertatapan dengan putra bungsu Rex itu. "Aksara Mandarin terlalu sulit," keluh Jiro. "Aku tak mau mempelajarinya," terang bocah berwajah mungil dan bertubuh tinggi ini saat ia dan Rhea masih berpandangan. "Apa aku harus mempelajarinya?" tanyanya begitu polos. Sehingga, Rosella yang mendengarnya refleks tersenyum."Kk—kalian tidak perlu repot-repot begini. Lagi pula aku memang tidak lapar. Dan, sebentar lagi juga makan malam, bukan?" ujar Rosella sedikit terbata-bata, dan masih dengan ekspresi jijik bercampur mual.Jovan dan Mark kemudian menggeleng tegas secara serentak. "Tidak repot sama sekali, Guru Rosella," jawab Jovan. "Kita tidak pernah berbicara secara langsung dengan baik sebelumnya," kata salah satu putra kembar Rex ini. Dan, Rosella pun mengangguk membenarkan kata-kata Jovan itu. "Dan... Karena kau adalah Tutor juga Pengasuh tinggal baru kami—""Lantas?" potong Rosella cepat dan lugas."Kami ingin memberimu hadiah perdamaian," ucap Mark kini. Dan kemudian, Jovan mengangguk tegas."Jadi, aku dan Kak Mark—kami membuat roti lapis ini untukmu," terang Jovan disertai dengan bibirnya yang melengkung ke atas, membentuk bulan sabit yang indah. Ia tampak ramah dan sopan saat berbicara dengan sang Tutor dan Pengasuh tinggal baru.Kontan kedua mata coklat gelap Rosella mem
Seketika saja netra Rosella membola besar usai mendengar penuturan Jovan. Namun kemudian, wanita ini mendengus kasar. "Anak-anak... Jangan melanggar janji kalian!" tegasnya sambil melotot ke arah Jovan juga Mark, Riku, Riyu, dan Chio silih berganti.Kelima bocah tampan itu pun mengangguk tegas. "Tidak akan!" balas Mark, tidak kalah tegas dari Rosella.Lalu detik berikutnya, dengan gugup Rosella mulai memasukkan roti lapis ke dalam mulut dan menggigitnya secara perlahan. Sebagai reaksinya, kelima bocah tampan dari keluarga kaya yang melihat itu berpura-pura dengan mengernyitkan wajah sembari menutup hidung mancung mereka dengan telapak tangan."Ini adalah selai kacang dengan almon jenis yang kasar," ungkap Rosella—makan sambil bicara—pada Mark, Riku, Riyu, Chio dan Jovan. "Aku menyukainya," imbuhnya. Mendengar itu, kelima bocah tampan itu lantas menatap Rosella terkejut, tak percaya, dan bercampur kesal."Ini sangat lezat." Rosella menggigit roti lapis selai kacang it
Rosella melebarkan senyumnya dan mengangguk. "Sudah jelas, Jovin, kau mencari alasan untuk mengusirku dari sini," balasnya. Jovin mengusap dagu sambil membuang muka ke arah lain lain. "Tidak kuakui dan bantah," jawab bocah laki-laki ini tanpa menatap Rosella. "Baiklah—" "Kau akan pergi? Bagus! Pintu keluar ada di lantai satu. Kau bisa pergi dari rumah ini sendiri, bukan? Atau mau kutunjukkan jalannya?" potong Jovin cepat. "Aku akan tampil di acara ulang tahun Nenekmu," jelas Rosella tegas. Seketika saja Jovin terbahak-bahak setelah ia mendengar Rosella dengan tegas mengatakan bahwa ia akan tampil di acara perayaan ulang tahun neneknya. "Kau akan tampil di acara ulang tahun Nenekku? Apa aku tidak salah dengar?" tanya Jovin. Mendengar itu, kening Rosella lantas berkerut dan netranya menatap Jovin bingung. "Kenapa memangnya?" tanya wanita 40an ini pada salah satu anak asuhnya itu. "Kau tidak boleh tampil." Jovin memandang sang Tutor dan Pengasuh tinggal baru di hadapannya i
Rupanya saat itu Wendy mengajak Rosella ke walk in closet di salah satu kamar yang tak berpenghuni tetapi rapi dan bersih. Entah kamar siapa itu tapi Rosella melihat banyak sekali pakaian bagus, memesona, dan modern di walk in closet di kamar tidur itu. Selera fesyennya sangat bagus, pikir Rosella. "Nona Rosella, silakan melihat-lihat dan tentukan pilihanmu," jelas Wendy, tenang, santai dan ramah seperti biasanya. Ia bahkan tidak lupa dengan senyumnya kepada Rosella. Rosella mengangguk seraya membalas senyuman Wendy. "Akan kulakukan, Nyonya Wendy. Tapi, kalau tidak ada...." Mata Rosella terbelalak saat ia melihat beberapa pakaian di lemari adalah baju yang ia butuhkan. Karena itu, Dengan wajah terkejut bercampur senang, Rosella berlari cepat ke arah baju tersebut. "Astaga ... hebat! Ini tampak seperti pakaian dari kabaret," kata Rosella saat ia melihat dan memegang salah satu baju di depan matanya. "Nyonya Wendy...." Wanita 40an ini berbalik menatap Wendy yang berdiri dan tertawa d
Rosella yang terdiam sejenak sambil menatap Jiro bingung kemudian tersenyum sambil mengangguk samar. "Permintaan apa? Katakan saja," ucap Rosella pelan dan lembut. Ia begitu ramah pada putra bungsu Rex itu. "Nona Rosella... Tolong jangan beritahu siapapun tadi aku menangis. Jika kakak-kakakku tahu, mereka akan meledekku karena cengeng. Aku bukan bayi," ungkap Jiro tegas. Seketika saja Rosella tersenyum dan mengangguk tegas pada Jiro. "Baik. Aku tidak akan memberitahu siapa pun," balasnya, memahami perasaan Jiro. Mendengar itu, Jiro lantas melebarkan senyumnya kepada Rosella. "Janji?" Jiro mengacungkan jari kelingkingnya ke arah Rosella. Dan, Rosella yang masih tersenyum dengan cepat menganggukkan kepalanya tegas. Wanita 40an itu kemudian mengacungkan jari kelingkingnya ke arah Jiro, dan mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Jiro. "Petir membuatku takut. Jadi, aku hanya menangis sedikit. Bukan karena aku merindukan Ibuku," terang
"Mungkinkah Jiro tidur sambil berjalan sampai ke luar rumah, dan di luar saat hujan?!" Bibi Grace terbelalak saat ia menatap Rex, Wendy dan suaminya silih berganti. "Bibi Grace, jangan mengatakan hal menakutkan!" tegas Wendy, memperingatkan si ART. "Jiro belum pernah melakukan hal seperti itu," ujar Rex pada Bibi Grace, datar. "Hhhhh..." Jovin mendengus kasar dan menggeleng heran. "Ada apa denganmu, Bibi Grace?" tanya Jovin, sinis. "Hm... Aku hanya khawatir, itu saja," balas si ART keluarga Alba ini. "Bibi Grace, bisa periksa kamar tidur Nona Rosella? Hanya itu yang belum kuperiksa," ucap Rex. Segera, Bibi Grace melaksanakan perintah sang Presdir. "Kalau dipikir-pikir, kenapa Nona Rosella tidak juga keluar saat ada keributan?" kata Jovin, bergumam setelah Bibi Grace meninggalkan kamar tidur Jovan dan pergi ke kamar tidur Rosella, yang kemudian disusul oleh Wendy juga suaminya dan Rex Alba. "Hey, ayo!" Jovin meng
"Baik," balas Rosella pelan. Ia kemudian berjalan di belakang Rhea yang membawanya ke ruang makan. Di ruang makan, Rhea dan Rosella duduk dengan saling berhadapan di meja makan. Sementara, Bibi Grace menyeduh teh di island di belakang meja makan. "Nona Rosella, aku tak peduli betapa takutnya Jiro, seharusnya kau tidak membiarkan Jiro tidur denganmu," kata Rhea tegas saat ia menegur Rosella. Rosella yang duduk di hadapan Rhea dengan raut wajah bersalah melipat bibirnya ke dalam dan sedikit menunduk. "Ya, aku memang tidak bijaksana, Nona Rhea," akunya. "Hhhhh...." Rhea yang kesal mendengus kasar usai mendengar penuturan Rosella itu. "Setidaknya kau harus meneleponku," ucap Rhea saat ia menatap Rosella, sinis, sementara nada bicaranya marah. "Mulai sekarang hubungi aku jika terjadi sesuatu pada anak-anak baik larut malam atau dini hari," tegasnya. Rosella lantas mengangguk tegas. "
"Ini bonus," jawab Rex. Mendengar itu, dengan cepat Rhea mengalihkan pandangannya dari amplop putih di tangannya kepada sang Presdir di hadapannya. "Nona Rhea, kau telah melakukan tugas Tutor selama lebih dari sebulan. Kau melakukan banyak hal untuk kami. Dan, kau juga sering lembur," bebernya secara runut. Sekali lagi, Rhea menggeleng pada Rex. Kemudian, ia menyodorkan amplop putih yang dipegangnya kembali kepada sang Presdir. "Tidak apa-apa, Pak Rex. Kau tidak perlu melakukan ini," katanya, tak enak hati. "Jangan menolaknya, Nona Rhea," tegas Rex. "Aku akan merasa lebih baik dengan melakukan ini," ungkapnya. "Kalau begitu...." Sambil tersenyum, Rhea menarik kembali amplop putih itu. "Aku akan menerimanya dengan senang hati." "Aku ingin memberimu istirahat selama tiga pekan. Tapi hal itu harus menunggu sampai Tutor dan Pengasuh baru terbiasa. Jadi... Nona Rhea, tolong lebih berhati-hati agar Nona Rosella bisa segera beradaptasi," pinta Rex.Usai mendengar penuturan sang Presd
Rosella memberitahu Chris tentang kesepakatan Park Hill. Ia mengambil file yang disimpan dan melampirkannya sebelum ia menghapus jejak informasi apa pun dari ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku. Rasa bersalah mulai menggerogoti Rosella.Rasa bersalah itu menyusup dari sekeliling Rosella. Rasa bersalah terhadap Rimba dan tidak bisa menjaga performanya. Rasa bersalah atas apa yang mungkin ia lakukan pada Hugo Kenyataan.Rex berkata dulu itu perusahaannya adalah milik ayahnya. Dan yang mengejutkan Rosella, bagian yang paling membuatnya merasa tidak enak adalah kenyataan bahwa ia mengkhianati Rex.Rosella seharusnya tidak merasa bersalah atas hal itu, tetapi ia merasa bersalah. Tidak peduli seberapa sering ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia sedang membalas kematian Rimba, rasa bersalah itu tetap ada.Rosella meraih handuk untuk menyeka wajahnya. Satu-satunya saat rasa bersalah dan amarah itu tidak mencoba menguasainya adalah ketika Rex memeganginya. Kendali yan
Rosella menatap ke bawah ke set catur, dan jantungnya mulai berdebar. Ia mengusap telapak tangannya yang berkeringat di pahanya, mencoba mencari tahu bagaimana ia akan keluar dari situasi ini. Rasa bersalah yang seharusnya tidak ia rasakan seketika menyerangnya. "Ini indah," Rosella mengakui, mengambil ratu dari Rex. "Kenapa Joy dan Chris harus meletakkan ini di resumeku yang dibuat-buat?" Rosella menggerutu dalam hati. Rosella sama sekali tidak tahu apa-apa tentang catur. Biasanya tidak butuh waktu lama bagi Rosella untuk mengingat sesuatu dengan ingatannya, tetapi dalam hal ini, ia sama sekali tidak tahu. Rosella harus mengalihkan perhatian Rex sehingga Rex tidak sadar kalau ia tidak tahu apa yang ia lakukan.Rosella bahkan tidak tahu nama separuh bidaknya, apalagi cara memainkannya. Rosella mencoba mencari di otaknya untuk melihat apakah ia dapat mengingat momen saat orang lain bermain di dekatnya. Kalau saja ia dapat mengingatnya, setidaknya ia dapat mengambil bebe
"Dokumen untuk kesepakatan Park Hill hampir selesai, dan aku akan mengirimkannya kepadamu sore ini. Kami memiliki beberapa petunjuk tentang SUV hitam yang kami incar. Polisi tidak banyak membantu, tetapi orang yang memiliki perusahaan teknologi di lantai atas, Maxim, sedang mengerjakan semacam pengenalan karakter. Aku tidak begitu memahaminya, tetapi dia berpikir bahwa dengan melapisi foto-foto dari CCTV dan membandingkan bentuk-bentuk piksel dengan basis data gambar, kita akan dapat mengidentifikasi pelat nomor SUV tersebut. Aku tidak berpikir itu dapat dilakukan, tetapi dia cukup yakin. Itu berarti kita seharusnya dapat kembali ke kantor sekitar minggu depan mungkin,” beber Cannor. “Tidak perlu terburu-buru,” kata Rex pada Connor. “Kita tidak terburu-buru.”“Kurang dari 24 jam yang lalu kau marah karena kita bekerja di rumah dan ingin mengembalikan hukuman rajam,” Cannor berteriak.“Aku lapar. Aku sudah lama tidak makan, dan emosiku menguasai diriku. Jangan terburu-bu
Rosella mengerang ketika merasakan batang Rex menekan pantatnya. Sementara, tangan Rex menyelinap untuk masuk ke dalam kemeja Rosella. Jari-jari Rex menelusuri perut Rosella hingga ia mencapai kancing celana panjangnya. Rex lalu menarik, melepaskan kancing sebelum mendorong celana Rosella ke bawah kakinya.“Apakah ini yang ada dalam pikiranmu? Ketika kau terus bicara, Rosella?” Kali ini ketika Rex menggerakkan tangannya ke perut Rosella, ia terus turun sampai ke antara kedua paha Rosella. Rosella menggigit bagian dalam pipinya ketika ia mendengar Rex mengeluarkan kutukan pelan di bawah napasnya. Rosella menutup matanya. Ia tidak yakin apakah itu malu atau bukan, tetapi tidak dapat disangkal sekarang bahwa ia terangsang. Celana dalamnya yang basah adalah semua bukti yang Rex butuhkan.“Jawab aku,” tuntut Rex. “Pergilah ke neraka.” Rosella menjerit kecil ketika tangan Rex turun ke pantatnya. Kejutan rasa sakit menghantamnya, entah bagaimana langsung menuju klitorisny
Rosella mengganggu. Rex tidak dapat melakukan apa pun karena ia berpikir apakah Rosella merasa hangat atau tidak cukup panas, apakah Rosella lapar atau ia harus pergi membeli makanan, apakah Rosella mengisap ujung penanya karena itu kebiasaan ataukah ia berfantasi tentang mulutnya di sekitar batangnya. Itu mungkin kebiasaan tapi sial, bibir Rosella akan terlihat sangat melar di atas batang Rex dengan gunung kembarnya keluar dan tangannya terkubur di antara kedua kakinya. Rex bertanya-tanya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat Rosella mencapai klimaks usai perang dingin yang terjadi pada mereka belakangan ini. Apakah Rosella cepat panas atau butuh waktu untuk menyalakan apinya? Rex senang dengan kedua hal itu."Apakah ada sesuatu yang kau butuhkan?" tanya Connor. Rex terkejut mendengar suaranya. Ia benar-benar lupa bahwa ia sedang menelepon asistennya. "Maaf. Aku sedikit terganggu di sana. Begini, kita harus menyelesaikan urusan Mason. Dari tinjauanku, tampak
Rosella bersumpah Rex Alba tampak seperti akan menciumnya. Rex mendapati Rosella, ia mencondongkan tubuhnya ke arahnya seolah ia menginginkan ciuman itu. Perut Rosella mengeluarkan suara keroncongan keras, dan ia jadi tidak yakin apakah ia ingin mengutuknya atau berterima kasih padanya karena telah mengganggunya dan Rex, tetapi ia tersenyum."Ayo kita makan."Rosella menganggukkan kepala karena sepertinya ia tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Rex melepaskan tangannya dan meraih tangan Rosella untuk menuntunnya menyusuri lorong. Rosella belum sempat melihat sekeliling, yang jelas rumah terasa sepi. Jadi, ia yakin anak-anak telah tidur dan ia hanya melihat apa yang bisa ia lihat saat mereka berdua menuju dapur.Rumah Rex mengingatkan Rosella pada saat kali pertama ia datang ke rumah itu. Suasana rumah itu juga mengingatkan Rosella pada salah satu rumah mewah di suatu tempat. Semuanya serasi, dan kau bisa tahu tidak ada yang murah. Tetapi tidak ada sentuhan pribadi la
“Aku hanya makan malam denganmu,” jawab Rosella. “Dan menghabiskan malam denganku,” kata Rex. “Tidur akan menghabiskan banyak energi? Apa kau punya tempat tidur getar? Tunggu. Jangan jawab itu. Mari kita bicarakan sesuatu yang tidak berhubungan dengan apa yang terjadi di kepalamu,” balas Rosella. Rex mengernyitkan wajah. “Bagaimana mungkin?”“Apa kau benar-benar bekerja di rumah?” Rosella bersikeras, mengganti topik pembicaraan.Rex mengangguk. “Ya.”“Maksudmu, apakah kau punya komputer dan sebagainya?” tanya Rosella, asal. Ia bergalak seolah ia tak pernah tinggal di rumah Rex. "Hhhhh...." Rex mendengus lemah. "Bukankah kau sudah pernah melihat komputer di rumah?" tanyanya pada Rosella. "Lagi pula, semua orang pasti punya komputer di rumah mereka?”Rosella menggeleng tegas. “Tidak. Komputer itu mahal.”Di lampu merah, Rosella menoleh untuk melihat Leila, salah satu karyawan di perusahaan Rex, dengan saksama. Ia menginap di motel jangka panjang
"Kau sangat mengganggu," akhirnya Rex berkata, memecah kesunyian. "Itu sebabnya aku tak peduli dengan penampilanmu. Tak peduli apa niatmu padaku sekarang. Tak peduli dengan kekecewaanmu. Aku ingin mengubah kesakitan ini. Aku ingin menebus kesalahanku, mantan istriku dan orang tuaku padamu dan Rimba. Aku ingin menajagmu. Kau telah mengambil semua perhatianku, Rosella." Rex menggeram di bagian terakhir saat pikiran Rosella membungkus apa yang Rex katakan. "Tapi—" Rosella tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun karena Rex mencengkeramnya. Rex menarik Rosella ke tubuhnya, dan mulutnya turun ke mulutnya. Untuk sesaat Rosella bersandar pada Rex, dan menikmati kehangatan juga kenyamanan tubuhnya. Ia membiarkan semua yang lain terlepas saat Rex mendorong lidahnya ke dalam mulutnya. Ketukan di pintu membuat Rosella melompat mundur. Semuanya membanjiri kembali padanya tentang kenyataan tentang siapa Rex Alba juga bagaimana orang tuanya. Dan seberapa banyak yan
Rex memaksakan pandangannya ke depan. “Aku mengatakannya. Kau tak mendengarkan. Ada seseorang yang berlarian memotong ban mobilku di dekat kantor, dan kita harus meningkatkan keamanan. Kau karyawan baru di kantor hari ini, jadi aku di sini untuk memastikan kau sampai di tempat kerja dengan aman dan tidak ditikam saat masuk. Itu akan buruk untuk bisnisku, dan agen tenaga kerja sementara mungkin akan berhenti mengirimiku orang,” jelas Rex pada Rosella. “Kau tahu siapa yang melakukannya?” tanya Rosella pada Rex pelan.“Tidak, tapi aku akan tahu pada akhir hari dan siapa pun yang bertanggung jawab akan membayar mahal.” Rex meretakkan buku-buku jarinya. Orang itu bisa saja menusuk Jovan, Jovin, Jiro atau Rosella, jadi saat ia menemukan mereka, tentu saja mereka akan tenggelam dalam kehancuran. "Tidak ada ampun."***Apakah Rex mempermainkannya? Pasti begitu pikir Rosella. Jika tidak, kenapa Rex ada di sini menjemputnya? Gadis yang bahkan tidak tahan melihatnya. Tetap saja, Rosella tidak y