Rosella yang terdiam sejenak sambil menatap Jiro bingung kemudian tersenyum sambil mengangguk samar. "Permintaan apa? Katakan saja," ucap Rosella pelan dan lembut. Ia begitu ramah pada putra bungsu Rex itu. "Nona Rosella... Tolong jangan beritahu siapapun tadi aku menangis. Jika kakak-kakakku tahu, mereka akan meledekku karena cengeng. Aku bukan bayi," ungkap Jiro tegas. Seketika saja Rosella tersenyum dan mengangguk tegas pada Jiro. "Baik. Aku tidak akan memberitahu siapa pun," balasnya, memahami perasaan Jiro. Mendengar itu, Jiro lantas melebarkan senyumnya kepada Rosella. "Janji?" Jiro mengacungkan jari kelingkingnya ke arah Rosella. Dan, Rosella yang masih tersenyum dengan cepat menganggukkan kepalanya tegas. Wanita 40an itu kemudian mengacungkan jari kelingkingnya ke arah Jiro, dan mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Jiro. "Petir membuatku takut. Jadi, aku hanya menangis sedikit. Bukan karena aku merindukan Ibuku," terang
"Mungkinkah Jiro tidur sambil berjalan sampai ke luar rumah, dan di luar saat hujan?!" Bibi Grace terbelalak saat ia menatap Rex, Wendy dan suaminya silih berganti. "Bibi Grace, jangan mengatakan hal menakutkan!" tegas Wendy, memperingatkan si ART. "Jiro belum pernah melakukan hal seperti itu," ujar Rex pada Bibi Grace, datar. "Hhhhh..." Jovin mendengus kasar dan menggeleng heran. "Ada apa denganmu, Bibi Grace?" tanya Jovin, sinis. "Hm... Aku hanya khawatir, itu saja," balas si ART keluarga Alba ini. "Bibi Grace, bisa periksa kamar tidur Nona Rosella? Hanya itu yang belum kuperiksa," ucap Rex. Segera, Bibi Grace melaksanakan perintah sang Presdir. "Kalau dipikir-pikir, kenapa Nona Rosella tidak juga keluar saat ada keributan?" kata Jovin, bergumam setelah Bibi Grace meninggalkan kamar tidur Jovan dan pergi ke kamar tidur Rosella, yang kemudian disusul oleh Wendy juga suaminya dan Rex Alba. "Hey, ayo!" Jovin meng
"Baik," balas Rosella pelan. Ia kemudian berjalan di belakang Rhea yang membawanya ke ruang makan. Di ruang makan, Rhea dan Rosella duduk dengan saling berhadapan di meja makan. Sementara, Bibi Grace menyeduh teh di island di belakang meja makan. "Nona Rosella, aku tak peduli betapa takutnya Jiro, seharusnya kau tidak membiarkan Jiro tidur denganmu," kata Rhea tegas saat ia menegur Rosella. Rosella yang duduk di hadapan Rhea dengan raut wajah bersalah melipat bibirnya ke dalam dan sedikit menunduk. "Ya, aku memang tidak bijaksana, Nona Rhea," akunya. "Hhhhh...." Rhea yang kesal mendengus kasar usai mendengar penuturan Rosella itu. "Setidaknya kau harus meneleponku," ucap Rhea saat ia menatap Rosella, sinis, sementara nada bicaranya marah. "Mulai sekarang hubungi aku jika terjadi sesuatu pada anak-anak baik larut malam atau dini hari," tegasnya. Rosella lantas mengangguk tegas. "
"Ini bonus," jawab Rex. Mendengar itu, dengan cepat Rhea mengalihkan pandangannya dari amplop putih di tangannya kepada sang Presdir di hadapannya. "Nona Rhea, kau telah melakukan tugas Tutor selama lebih dari sebulan. Kau melakukan banyak hal untuk kami. Dan, kau juga sering lembur," bebernya secara runut. Sekali lagi, Rhea menggeleng pada Rex. Kemudian, ia menyodorkan amplop putih yang dipegangnya kembali kepada sang Presdir. "Tidak apa-apa, Pak Rex. Kau tidak perlu melakukan ini," katanya, tak enak hati. "Jangan menolaknya, Nona Rhea," tegas Rex. "Aku akan merasa lebih baik dengan melakukan ini," ungkapnya. "Kalau begitu...." Sambil tersenyum, Rhea menarik kembali amplop putih itu. "Aku akan menerimanya dengan senang hati." "Aku ingin memberimu istirahat selama tiga pekan. Tapi hal itu harus menunggu sampai Tutor dan Pengasuh baru terbiasa. Jadi... Nona Rhea, tolong lebih berhati-hati agar Nona Rosella bisa segera beradaptasi," pinta Rex.Usai mendengar penuturan sang Presd
"Tidak mungkin, Bibi Grace," balas Rhea. Nadanya terdengar pongah. "Pimpinan tidak mungkin mengabaikan keinginan orangtuanya. Secara khusus orang tua Pimpinan memintaku menjaganya dan anak-anaknya. Dan Pimpinan sangat menghormati orangtuanya. Cintanya pada mereka sangat besar," beber Rhea lugas. "Menurutmu apa artinya itu?" Rhea menatap Bibi Grace. Yang ditanya dan ditatap hanya diam saja. "Bukankah itu artinya aku harus menjadi istrinya berikutnya?" tanya asisten Rex ini lagi."Begitukah? Apakah kau merekam pembicaraan itu?" ucap Bibi Grace, balik bertanya kepada Rhea alih-alih menjawab pertanyaan asistennya Rex itu."Aku tidak merekamnya, tetapi Pimpinan juga ada di sana saat orangtuanya membicarakan hal itu," ungkap Rhea lugas. "Jadi, jangan mengkhawatirkan apa pun mulai sekarang," pinta wanita ini kepada Bibi Grace tegas. Bibi Grace hanya mengangguk pelan. Wanita tua itu kemudian bangkit dari duduknya dan pergi ke dapur.Tidak berselang lama setelah kepergian Bibi Grace ke dapur,
Sesaat setelah Rex berlalu dari hadapannya, sang Tutor dan Pengasuh tinggal baru keluarga Alba naik ke lantai dua, ia mencoba pergi ke kamar tidur Jovan untuk memeriksa keadaan salah satu putra kembar Rex itu. "Apa maumu?!" Jovan mengernyit. Ia menatap Rosella bingung saat wanita itu masuk ke kamar tidurnya setelah mengetuk pintunya dahulu. "Jovan... Apa ada masalah? Aku melihat ada tanah di seragammu, dan keliman di baju juga celanamu koyak," ucap Rosella dengan tenang. "Apa kau jatuh?" tanyanya, lembut. "Jangan hiraukan aku, dan tutup pintunya saat kau keluar," balas Jovan, dingin. Ia yang duduk di depan meja belajarnya kemudian bangkit dari duduknya dan berbaring di kasurnya. "Baik, aku akan melakukannya." Rosella menatap Jovan yang berbaring di kasur dengan memunggunginya. Setelah itu, wanita ini meninggalkan Jovan sendirian di kamar tidurnya. "Apa yang harus kulakukan? Bagaimana jika aku dipecat?" gumam Rosella selagi ia berdiri
Setelah mengantar Jiro sekolah, Rosella langsung pulang ke rumah keluarga Alba. Saat tiba di rumah, wanita 40an itu pergi ke dapur untuk mengambil minum.Namun, di dapur, Rosella bertemu dengan Bibi Grace yang baru selesai membuat sarapan untuk tuan rumah—Rex Alba juga adik perempuan dan saudara iparnya alias suaminya Wendy, serta para pekerja yang bekerja untuk keluarga mereka."Nona Rosella, bisa bantu aku bawakan Geotjeori ini kepada Pak Taylor di paviliun?" tanya Bibi Grace selagi ia menutup kotak makan berisi Geotjeori di hadapannya. Yang diajak bicara beringsut dari depan kulkas ke arahnya. "Kau bisa sekalian menyapa. Kalian berdua belum bertemu, bukan?" imbuh ART keluarga Alba ini.Rosella mengangguk dan tersenyum lebar. "Tentu, aku akan melakukannya," balasnya pada Bibi Grace pelan juga lembut dan ramah seperti biasanya. Mendengar itu, Bibi Grace lantas mengangsurkan kotak makan itu kepada Rosella. Dan, Rosella pun mengambilnya lalu ia bergegas per
"Tentang ini... Aku akan mendiskusikannya dengan Nona Rhea dahulu." Rosella mengambil napas. "Berpura-puralah tak tahu apa-apa untuk saat ini," terang wanita ini saat menatap Taylor. "Seperti kata Bibi...." Ia mengalihkan pandangannya pada istri Taylor. "Aku tak mau kita dipecat. Kita tak punya rumah lagi," jelasnya tegas lalu meletakkan kotak makan yang dibawanya di atas meja di dekat pintu masuk. Usai meletakkan kotak makan, Rosella melangkah ke arah pintu masuk, berencana untuk pergi dari paviliun. Namun kemudian, ia berhenti tepat di depan pintu masuk dan berbalik ke belakang, menatap paman dan bibinya. "Omong-omong, sedang apa Bibi di sini?" tanya Rosella pada istrinya Taylor. Nadanya bingung sementara dahinya berkerut dan netranya menatap sang bibi tajam. Alih-alih menjawab rasa penasaran Rosella, wanita yang tak lagi muda itu justru diam membisu. Dengan raut wajah datar, ia lalu menunduk sambil menggigit bibir dan memilin ujung bajunya. Melihat bahasa tubu