Hari sudah semakin sore. Fairel dan Dona memilih bersantai dulu di taman kampus sebelum pulang ke rumah.
Kursi besi itu sudah diduduki oleh Fairel dan Dona, dilindungi oleh pohon besar yang terasa sangat menyejukkan.
"Rel, gue mau nanya sesuatu, boleh?"
Fairel mengangguk pelan. Pria itu seperti sedang memikirkan sesuatu yang tidak Dona ketahui.
Terpaksa, Dona harus menanyakan siapa nama kakaknya agar Dona tidak penasaran lagi.
"Nama kakak lo siapa?"
Fairel menoleh, wajahnya tampak segar seperti semangatnya baru saja kembali. Apakah mengingat kakaknya, Fairel jadi semangat hidup lagi?
Fairel mengulum senyum,
"Namanya Nea."Dona hampir terjungkal jika saja Fairel tidak menjaganya.
"Hati-hati," ucap Fairel mengingatkan.
Dona mengangguk, jari-jemarinya terus bergerak merapikan rambutnya. Jantung Dona seakan meledak ketika Fairel mengatakan nama Nea dengan begitu jelas.
Jadi, dugaannya dari dulu it
Dona berguling-guling di atas kasurnya karena kesal. Foto yang diambilnya susah payah tadi ternyata tidak membuahkan hasil. Saking kesalnya, Dona bahkan lupa tujuan pertama, yaitu untuk mengambil rambut Nea. Lihatlah, gigi Fairel ada cabainya. Senyum mereka jadi kelihatan tidak mirip karena cabai itu. Lagian, bisa-bisanya bubuk keripik nyempil di gigi Fairel. Dona menghela sarkas. Ia pusing, tangannya mulai memijat kepalanya. Perlahan-lahan, Dona menggeser layar ponselnya ke aplikasi kontak, lalu mencari kontak Fairel di sana. Baru saja ingin menelepon, pria itu meneleponnya duluan. "Baru aja gue mau nelepon lo Rel." Fairel terkekeh, firasatnya benar. Dona pasti akan selalu membuat Fairel tidur setiap malam. "Nggak baik, cewek yang nelepon cowoknya duluan. Udah kewajiban cowok untuk ngabarin ceweknya. Kamu lagi apa Na?" Mati-matian, di tempatnya Dona terus menggigit bibir bawah."Lagi tiduran." "Kamu pasti ma
Bi Kian mulai mengisi piring Fairel dan How dengan nasi dan ayam yang dimasaknya.Beliau juga memberikan sedikit sambal di piring Fairel, berbeda dengan Gow yang tidak ada sambal.Ayahnya itu tidak menyukai makanan pedas. Mirip sekali dengan Fairel."Udah lama ayah nggak makan bareng sama kamu."Nggak salah? Tangan Fairel berhenti menyendok nasi. Ucapan Gow membuat hatinya bertanya-tanya.Bukan bahagia, hanya saja Fairel merasakan ada yang janggal. Entah itu apa, Fairel tidak mengetahuinya."Ayah ingin balikan sama kamu. Kamu masih mau nerima ayah kan?"Fairel terbatuk-batuk, pria itu tersedak oleh nasi. Gow segera memberikan air minum. Pria itu berdiri menghampiri Fairel dan mengelusi punggung anaknya agar tenggorokannya lega."Makasih," jawab Fairel setelah selesai minum."Sikap ayah mengejutkan kamu yah?"Tentu saja, kenapa Gow harus bertanya lagi?Fairel hanya berdeham untuk mencairkan suasana. Dentinga
Dona berpamitan kepada Fairel. Ia ada janji dengan Meta, dan sebisa mungkin Dona jauh-jauh dengan Fairel saat ini. Dona mengistirahatkan tubuhnya di kursi besi taman kampus. Ia lagi-lagi hanya bisa berteduh di sana. Semilir angin menerbangkan penat Dona. Fairel juga berusaha untuk menjauh dari Dona sementara. Ia harus belajar melukis wajah manusia, dan Fairel juga menjauh karena salah tingkah. Di sinilah Fairel berada. Berada di kelas seni seorang diri. Fairel mengeluarkan buku gambar dari sana, pria itu memilih alternatif menggunakan buku gambar terlebih dahulu daripada langsung ke kanvas. Fairel mengeluarkan alas tulis seperti pensil dan penghapus. Ia juga tidak membawa pensil warna karena belum tentu hasilnya nanti akan memuaskan. . Dona menguap, ia kembali merasa kantuk karena Meta tak kunjung datang. Perutnya sedikit melilit karena terlalu banyak makan pedas. Jajan bersama Fairel tadi menghabiskan hampir seratus ribu. Liha
"Sekarang, giliran ke rumah sakit. Semuanya udah jelas, kemungkinan hasilnya kalau Kak Nea adalah kakak kandung Fairel. Siapa yang mau pergi ke rumah sakit? Gue atau lo? Atau kita berdua?" tanya Dona. Rekaman yang sedari tadi diputar itu telah selesai. Entah kenapa, tubuh Dona terasa ringan. Padahal masalahnya belum selesai, mungkin karena perlahan kebenaran terungkap. "Kapan?" tanya Meta. Ia menatap langit dengan sorot sendu."Bentar lagi malam. Lo yakin, mau ke sana sekarang?" "Besok aja gimana? Mau ketemuan?" "Besok gue ada jadwal nganter Loey untuk tanding tinju. Gue nggak bisa." Dona mengangguk paham,"Yaudah, gue sendirian aja besok." "Lo yakin nggak papa?" "Nggak papa kok gue. Semoga aja hasilnya memuaskan yah Met." Meta tersenyum simpul, ia memandangi tubuh Dona yang jangkung sedang berdiri di hadapannya."Iya." "Yaudah, gue pulang dulu. Mau pulang bareng nggak?" Meta menggeleng, ia mere
"Ayah, selingkuh?" tanya Dona heran. Gadis itu melirik ibu dan Wima berkali-kali seraya meminta penjelasan. "Sejak kapan ayah kayak gitu bunda?" Dona menggoyangkan tubuh Aliya, tetapi beliau tetap diam dan tidak bergeming sama sekali. "Jawab Dona!" Dona berteriak, air matanya mengalir deras membasahi pipi."Jawab Dona! Apa cuman Dona yang nggak tahu kejadian ini?" Naas sekali nasib Dona. Dona pikir kehidupan keluarganya akan menyenangkan. Dona pikir, ibunya bahagia hidup bersama Dion. Dona tahu, Dion tampak tidak terlalu perhatian. Dona pikir, itu hanya karena sikapnya. Karena manusia memiliki sifat yang berbeda-beda, dan ada juga yang malu untuk mengungkapkan rasa perhatian atau kasih sayang. Dona tidak tahu, kalau sikap cuek ayahnya itu lebih ke rasa bosan. Ayahnya selingkuh? Seperti ada petir yang menggelegar di telinga Dona. Gadis itu berjongkok di hadapan ibunya, menutup kedua telinganya, kemudian menangis tersedu-sedu
"Nah, yang terakhir, rambutnya keriting sebahu. Warnanya kuning." Dona sudah mendeskripsikan seluruh wajah yang harus Fairel gambar. Ia berharap, Fairel dapat menggambarnya dengan baik tanpa ada kendala lain lagi. "Warna kuning?" tanya Fairel heboh. Ia jarang menemukan wanita yang memiliki rambut warna kuning selain Fera. "Iya, gambar aja dulu." Dona nyengir, ia benar-benar penasaran dengan hasil gambar Fairel. "Oke-oke. Sabar yah." Dona mengangguk tanpa menjawab, sesekali ia melirik jam dinding yang terpajang di seberang kasur. Matanya membulat ketika melihat pukul empat dini hari. Dona hampir berteriak kaget ketika dirinya tidak tidur malam ini hanya karena menemani Fairel menggambar. Tetapi tidak apa, jika Fairel bisa keluar dari kegelapannya, Dona siap untuk insomnia. "Udah?" tanya Dona tidak sabaran. "Iya udah." "Gimana? Cantik kan?" tanya Dona. Fairel terdiam, ia memandangi wajah pe
Dona menenggelamkan wajahnya di tumpukan tangan. Ia benar-benar merasa kantuk. Sebenarnya, Dona tidak boleh tidur, nanti malam bisa saja dirinya insomnia. Tetapi apa boleh buat, urusan malam biarlah terjadi nanti malam, Dona hanya butuh tidur sebentar saja. Matanya bahkan bengkak dan menghitam karena bergadang. Dona menguap, gadis itu segera memejamkan matanya dan berusaha untuk terlelap. . "Ayah mau makan apa? Biar Wima beliin. Wima pinjem mobil ayah." Dion yang sedang bersantai di sofa setelah rapat yang memakan waktu dua jam itu langsung membalalak kaget. "Kenapa ayah kaget gitu? Nah, ayah mikir yang aneh-aneh ya?" Dion menelan salivanya, ia segera berdiri dan merampas kunci mobil di meja kerja. "Nggak usah. Biar ayah aja yang beli makan, kamu mau makan apa?" Dion berjalan ke tempat gantungan, mengambil jas abu-abu dari sana, kemudian memakainya dengan rapi. "Biar Wima aja. Ayah diem aja di sini." Dion berger
Dona menunggu Fairel sampai ia ikut ketiduran lagi. Mereka mungkin terlalu lelah dengan dunia, hingga tidak sadar jam telah menunjukkan pukul tujuh malam. Saat Dona terbangun dari tidurnya, gadis itu tersentak ketika sekelilingnya mendadak gelap. Ia sempat menerka-nerka di mana ia berada, namun setelah mengingat-ingat, ternyata Dona masih berada di kampus. Dona segera menyalakan senter di ponselnya. Ia membangunkan Fairel dan mengarahkan senter itu ke seluruh penjuru. Semilir angin kala malam membuat seluruh bulu kuduk Dona meremang. Ia terus melarikan pandangannya ke segala arah sambil terus berdeham untuk mengusir kantuk. "Rel... bangun Rel." Fairel menggeliat, pria itu segera membuka matanya dan terlonjak kaget hingga hampir terjengkang. "Kenapa mati lampu?" tanya Fairel polos. Maklum, nyawanya masih belum berkumpul. "Kita ketiduran di kampus. Sekarang udah jam tujuh." Fairel merentangkan kedua tangannya yang kaku. M