Sebelum kejadian saling peluk, ketika Fairel duduk santai di pinggir panggung, ia dikejutkan oleh kedatangan seseorang yang entah berantah sejak kapan berada di situ. "Fera? Ngapain lo?" tanya Fairel terkejut bukan main ketika melihat wujud Fera di tempat reuninya dengan berpakaian rapi. Fera berdecih, ia merasa tersindir karena ucapan Fairel,"Gue ke sini kebetulan aja. Eh, dengan sedihnya gue malah ketemu lo dan langsung diusir." Fairel meringis mendengarnya, ia menyadari mungkin kosakatanya terlalu menyakitkan untuk diutarakan kepada Fera yang baru saja datang. Tetapi kali ini, Fairel benar-benar terkejut. Ia bahkan tidak bisa basa-basi lagi. "Sini duduk." Fairel menepuk satu kursi kosong plastik di dekatnya. Dengan gaya sok manis, Fera duduk di sebelah Fairel. Satu kaki kanannya menumpu di kaki kiri, Fera melepaskan kacamata hitamnya itu. "Lo kenapa sendirian? Di tempat reuni juga, lo nggak punya temen kah?" tanya Fera. "Enak aja. Gue punya temen. Lagian ada Dona di sini,"
"Oke. Selanjutnya, acara bucin-bucinan. Bagi kalian yang bucin akut, gue persilakan untuk mendaftarkan diri di perlombaan tersebut. Kapan lagi yekan, bucin lo menghasilkan hadiah? Hahaha...." Gero tertawa renyah dengan mikrofonnya, yang terkadang mengeluarkan suara 'ngik' hingga telinga mereka berdengung kencang. "Oke, lalu keempat?" Gero memperlihatkan jarinya yang membentuk angka empat."Benerkan keempat? Yah, pokoknya yang entah keberapa, adalah ajang mencari pacar. Bagi kalian yang jomblo akut, silakan mengikuti acara ini. Khusus untuk pemenang, gue dan semua panitia sudah menyiapkan hadiah spesial khusus untuk perlombaan ini. Yuk, bagi yang sudah bosan menjomblo harap mendaftarkan diri. Lalu kemudian, kostum pasangan. Kalian sudah menyiapkan, kostum terbaik kalian?" tanya Gero luar biasa heboh. "Sudah...." teriak semuanya kompak. "Oke, acara yang terakhir adalah musik. Bagi kalian yang ingin berpartisipasi di panggung, harap mendaftar ke pacar saya, yaitu Alfina yah. Oke, bagi
Selang sepuluh menit, Dona kembali menghampiri Fairel. Ia memandangi dua orang di depannya yang begitu lama, bahkan cuman menyebutkan nama saja, kenapa mereka mengobrol begitu lama? Hingga antrian semakin panjang. "Gimana?" tanya Dona kepada Fairel. "Belum tuh, di depan ada tiga orang lagi." Dona menghela nafas mendengarnya. Ia mimijit pangkal hidungnya yang berdenyut sakit. Antrian yang panjang, sangat membuang-buang waktu. Walaupun sudah mencuci muka dan membersihkan diri, tetap saja otak Dona kembali keruh ketika melihat antrian yang panjang itu. Berbeda dengan Fairel yang menahan mati-matian senyumnya agar tidak mengembang. Entah kenapa, pria itu senyum-senyum sendiri bak orang gila. "Haduh, cepetan kek, cepetan kek, cepetan kek." Dona menghentak-hentakkan kedua kakinya ke pasir dengan gemas. Haknya menghentak, membuat Fairel merasa lucu sendiri. Setelah satu orang itu selesai, Dona menghembuskan nafas lega. "Tinggal dua orang lagi," ucap Fairel menenangkan. Dona menganggu
"Cepet-cepet. Baris yang bener. Kenapa kalian kayak anak kecil yang nggak bisa baris. WOY! DENGERIN GUE!" Teriakan kencang itu hampir menggema ke seluruh peserta gendong pasangan. Mereka langsung diam dan berbaris sangat rapi setelah mendengar teriakan Bayu bak petir yang menggelegar itu. Bayu yang dulunya adalah ketua OSIS masih sangat disegani oleh semua alumni. Bayu, dulu juga adalah salah satu cowok paling terkenal seangkatan. Tepat, ketika Bayu lebih memilih Ayu sebagai pacarnya, hari itu menjadi hari patah hati nasional di sekolah. Semua wanita murung dan tidak pergi ke kantin. Para laki-laki, bertanya-tanya, kenapa kantin sangat sepi. Kemudian mereka menyadari, kalau hari ini adalah hari patah hati nasional ketika kedua mata mereka menangkap sosok Bayu dengan pacar barunya, yaitu Ayu. Dan sampai sekarang, mungkin diantara semua anggota reuni, pasti ada salah satu yang masih mencintai Bayu dalam diam. "Yu, cepetan Yu. Gue udah siap gendong Maemunah nih." Maemunah yang mend
"SATU!" Teriakan Bayu membuat sepuluh laki-laki berjongkok. Semilir angin menerpa rasa gugup dan khawatir mereka. Perlombaan ini begitu penting, dan mempertaruhkan harga diri seorang pria. Tenaga adalah nomor utama di dalam perlombaan ini. Selain itu, tekad dan rasa cinta juga dipertaruhkan. Mereka mempertaruhkan semuanya demi kemenangan. Bukan demi hadiah atau sertifikat, melainkan untuk mengukir kisah manis yang akan mereka kenang kelak. Semua wanita senyum-senyum sendiri. Jangan lupakan detak jantungnya, semua detak jantung mereka semua berdebar, memompa lebih cepat dan membuat ketegangan di sana. Meta bahkan merutuk Bayu yang begitu lama ketika menghitung angka saja. "DUA!" Semua wanita kompak naik ke punggung pria-nya. Semua laki-laki, mati-matian menahan tubuh gadisnya di posisi itu. Bahkan ada yang sampai kentut berkali-kali karena bobot sang pacar begitu besar. Tidak lain dan tidak bukan adalah Maemunah. Ino, harus mendapatkan sertifikat karena sudah dipermalukan sebanyak
Semuanya berlari dengan sangat kompak. Membelah pasir putih yang indah dengan sorot kejinggaan. Mereka tertawa lepas, menerbangkan setiap bebannya ke udara, untuk melepas diri dari sana. Rambut mereka berterbangan terhempas angin, dingin menjalar ke seluruh tubuh, tetapi mereka tidak mengindahkan itu semua. Pikiran mereka penuh dengan ambisi. Begitu juga dengan Fairel, hati pria itu terus menyerukan satu suara dan satu tujuan, yaitu menang. Fairel terus mempercepat laju larinya. Keringat sudah membasahi seluruh wajahnya. Fairel benar-benar kegerahan, stok tenaganya sudah berkurang, kedua kakinya terasa begitu ringan seperti sedang melayang. Karena kebas, tetapi Fairel terus mempertahankan laju larinya. Garis finish ada di depan matanya. Hanya beberapa menit lagi, Fairel akan memenangkan perlombaan di sesi ini dan masuk ke final. Fairel harus bisa memenangkan perlombaan ini. Hatinya bertekad dengan sangat kuat, membuat Dona heran di gendongan itu. "Kenapa laju larinya semakin cep
"Ada apa ini sebenarnya?" tanya Gow heran. Karena semuanya terdiam. Fairel terus menangis di pundaknya, sedangkan ibu tetangga itu hanya sibuk memainkan kuku-kuku jarinya walau sudah duduk di sofa. Panggil saja, Ibu tetangga itu dengan nama Yuni. Ibu Yuni menelan salivanya dengan susah payah. Degup jantungnya berpacu dengan cepat, kedua tangannya bergetar hebat bahkan sampai berkeringat. Harusnya Yuni tidak memikirkan imbas kepada anak lelaki itu, ia juga harus peduli dengan anak perempuan yang diculik. Karena siapa tahu, penculiknya belum terlalu jauh membawa gadis itu. "Anak bapak hilang. Sepulang saya dari pasar—." "APA?" Kalimat Yuni terhenti, digantikan dengan teriakan hebat Gow yang memilukan telinga. Kedua matanya membulat dan merah. Beliau terlihat seperti sedang marah besar. Ibu kandung Fairel tengah dirawat di rumah sakit. Penyakit beliau kambuh, dan harus dirawat selama tiga hari. Fairel tidak bisa memeluk tubuh ibunya dalam keadaan seperti ini. Bahkan, ibunya tidak
Gero, Bara, Fairel, Chen, Joy, Agung, Endrow, Yoro, Loey dan Bagas. Sepuluh orang itu berbaris dengan rapi. Masing-masing pasangannya sudah berbaris di punggung kekar masing-masing pacarnya. Bayu sudah siap sedia untuk memberikan aba-aba. Ayu kali ini ikut pasang mata, melihat dengan kedua matanya sendiri siapa yang akan keluar sebagai pemenang dari sepuluh pasangan itu. Siapa dari mereka yang benar-benar kompak. Karena setelah keluar sebagai pemenang dari perlombaan tersebut, Ayu sudah pastikan bahwa cintanya kepada pasangannya itu akan membara seperti semangatnya ketika berlomba. Hati Ayu terenyuh, hatinya juga sedikit sakit karena ia lebih memilih menjadi panitia daripada berpartisipasi dalam perlombaan langka ini. Ayu juga ingin mengukir kisah bersama Bayu, hanya saja pria itu sangat menyebalkan, membuat dirinya ingin sekali bermusuhan. Untuk kali ini, Ayu lebih mendukung Fairel dan Dona. Entah kenapa, pasangan itu tampak bersinar di mata Ayu. Atau mungkin... karakter mereka