Share

Perasaan Aneh

Author: Ririichan13
last update Last Updated: 2025-04-24 12:54:54

Setya mengeratkan genggamannya di kemudi, berusaha mengendalikan debaran yang tiba-tiba menggila di dadanya. Sial. Kenapa hanya dengan bisikan singkat itu, tubuhnya bereaksi seakan ia dilempar kembali ke masa lalu?

Ia menarik napas dalam, mencoba menepis sensasi aneh yang mengganggunya. Itu cuma suara. Itu cuma Riri yang sedang menggoda. Itu seharusnya nggak berarti apa-apa. Tapi kenapa detak jantungnya masih berantakan?

Matanya melirik ke arah kaca spion, di mana ia masih bisa melihat sosok Riri yang berdiri di parkiran dengan ekspresi penuh kemenangan. Senyuman miring perempuan itu masih melekat di benaknya, seakan menantang sesuatu dalam dirinya.

"Miss you, Mr. Albino."

Tiga kata sederhana itu menggema di kepalanya, menghidupkan kembali sesuatu yang selama ini ia kubur dalam-dalam.

Setya mengumpat pelan sebelum akhirnya menekan pedal gas, meninggalkan tempat itu. Namun, sejauh apa pun ia pergi, bayangan Riri tetap tertinggal di pikirannya.

Setya mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Menyalip beberapa mobil yang ada didepannya, dan tak memperdulikan klakson yang menggema karena ulahnya. Jemarinya mencengkeram kemudi erat, seakan mencoba menyalurkan kegelisahan yang mendadak menguasai dirinya.

Sial. Seharusnya ini bukan masalah besar. Seharusnya hanya angin lalu.Tapi kenapa dadanya masih sesak? Kenapa suara Riri masih terngiang di telinganya?

Setya menggeleng pelan, mencoba menepis pikiran-pikiran yang mulai berantakan di kepalanya. Itu cuma permainan kata. Itu cuma Riri yang masih sama seperti dulu—suka menggoda, suka menantang, suka membuatnya kehilangan kendali.

Tapi ada sesuatu yang berbeda kali ini. Ada sesuatu di mata perempuan itu yang terasa lebih tajam, lebih yakin.

"Jangan ge-er, Set," gumamnya sendiri.

Namun, semakin ia berusaha mengabaikan, semakin ingatan itu menghantamnya.

Sial!

Setya membelokkan mobilnya, keluar dari tol, lalu berhenti mendadak di sebuah taman kota.

Dadanya naik-turun, mencoba menenangkan debaran yang terasa terlalu asing.

Kenapa ini terasa… berbeda?

Kenapa hanya dengan satu kalimat dari Riri, pertahanan yang selama ini ia bangun nyaris runtuh?

Setya menenggelamkan wajahnya di atas kemudi. Napasnya masih berat, dadanya masih sesak oleh sesuatu yang tak bisa ia pahami.

Riri ... Kenapa perempuan itu masih bisa mempengaruhinya seperti ini?

Ia pikir semuanya sudah selesai. Ia pikir perasaan itu sudah ia kubur dalam-dalam, tertinggal di masa lalu yang tak ingin ia ungkit lagi. Tapi nyatanya, hanya dengan satu kalimat sederhana, Riri berhasil mengacaukan ketenangan yang susah payah ia bangun selama ini.

Setya mengangkat wajahnya, menatap lurus ke jalanan yang mulai padat. Lampu-lampu kota mulai menyala, menciptakan sinar yang sedikit temaram.

Hatinya sedikit berkecamuk, apa itu tandanya ia masih belum benar-benar lepas dari Riri? Apa selama ini ia hanya berpura-pura bahagia?

Delapan tahun, bukanlah waktu yang singkat. Segala cara ia coba lalukan untuk membunuh perasaannya terhadap wanita itu. Namun kali ini ...

Setya mendengus, mencoba menertawakan kebodohannya sendiri. “Jangan ge-er, Set. Dia cuma main-main! Inget, dia dulu pernah bilang, nggak akan pernah suka sama lu!"

Tapi dalam hati kecilnya, ia tahu—Riri tidak pernah melakukan sesuatu tanpa alasan. Jika perempuan itu mengatakan sesuatu, maka pasti ada maksud di baliknya.

Dan yang lebih gila lagi, bagian terdalam dari dirinya… mungkin mengharapkan sesuatu dari Riri.

Sial! Ia tak bisa terus seperti ini. Ia harus menjauh. Ia harus memastikan cepat atau lambat Riri harus kembali pergi dari hidupnya. Setidaknya, agar dirinya tetap waras dan tidak gila.

Setelah beberapa saat diam di parkiran taman kota, Setya menghela napas panjang, lalu kembali menyalakan mobilnya. Kali ini, ia mengemudikannya dengan sedikit tenang menuju rumahnya. Namun, sayangnya, meskipun tubuhnya bergerak menjauh dari rumah sakit, pikirannya masih saja tertinggal di sana.

Tidak, lebih tepatnya pada bisikan yang Riri katakan tadi. Pada semua rada yang nyaris ia lupakan, tapi kini kembali menghantui.

*

Sementara itu, setelah pertemuannya dengan Setya tadi, Riri melangkah santai menuju parkiran sepeda. Ia meraih sepeda listriknya, lalu segera pulang.

Rumahnya tak terlalu jauh dari rumah sakit itu. Hanya berjarak sekitar sepuluh menit saja menggunakannya sepeda listrik.

Sepanjang jalan, senyuman kecil terus tersungging di wajahnya. Ia terus memikirkan bagaimana reaksi Setya tadi.

"Mr. Albino, ya?" gumamnya pelan, mengingat tatapan terkejut pria itu.

"Udah lama nggak manggil di dengan nama itu."

Sepedanya terus melaju, melewati deretan kedai yang menjajakan aneka makanan dan cemilan.

Ia menepi sebentar di salah satu kedai pecel ayam favoritnya. Lalu, membeli dua porsi pecel ayam, sebagai teman makan malamnya nanti.

Ia memang jarang memasak, karena sudah lelah bekerja. Jadi, memilih membeli lauk matang saja untuk menghemat tenaganya.

Setelah selesai, ia kembali melajukan sepeda listriknya. Namun, pikirannya masih terbayang tentang pertemuannya dengan Setya tadi.

Entah mengapa, ada perasaan yang berbeda di pertemuan kali ini. Sesuatu yang ... ia sendiri sulit mendefinisikannya.

Tak lama, sepedanya pun berbelok tepat di sebuah kontrakan tingkat. Ia memarkirkan sepedanya di tempat parkir, lalu melangkah dengan tenang menuju salah satu pintu di sana.

Begitu sampai di depan pintu, ia mengeluarkan kunci dari tasnya dan membuka pintu dengan satu tarikan pelan.

Namun, baru saja ia melangkah masuk…

“Ibuuuu!”

Suara nyaring itu menghentikan langkahnya.

Riri menoleh.

Di depannya, seorang anak kecil berlari menghampirinya dengan penuh semangat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Mata Biru

    Riri terpaku sejenak, menatap anak kecil yang kini berdiri di hadapannya. Bocah itu menengadah dengan mata berbinar, senyumnya lebar, penuh kegembiraan.“Ibu lama banget pulangnya!” protesnya dengan suara renyah.Riri tersenyum tipis, lalu segera memeluk tubuh anak semata wayangnya."Hmm, anak ibu udah wangi aja. Udah mandi, Nak?" tanya Riri sambil tersenyum."Udah, Bu. Ibu kenapa lama banget sih, pulangnya?" tanyanya lagi, kali ini sambil bersedekap dada.Riri terkekeh pelan, mendengar rajukannya, lalu segera mengangkat tentengannya."Iya, maaf ya. Tadi ibu beli pecel ayam dulu. Katanya kamu mau makan pecel ayam," ucap Riri sambil membelai lembut pipi sang anak.Sang anak pun nampak girang karenanya. Ia seger mengambil tentengan itu, lalu bergegas masuk ke dalam rumahnya.Tak lama, seorang ibu paruh baya pun menghampiri Riri, sambil membawa tas ransel milik sang anak."Duh, Mbak Riri maaf. Si Juna dari tadi udah ribut mulu nanyain ibu kapan pulang. Terus, pas keluar liat sepeda ibuny

    Last Updated : 2025-04-24
  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Perasaan Riri dan Setya

    Riri menarik napas dalam, berusaha mengendalikan dirinya yang mulai berpikir yang aneh-aneh.Ia yakin, semua ini pasti hanya kebetulan. Apa lagi, tadi siang ia sempat bertemu dan menggoda Setya, jadi wajar saja jik dia berpikiran yang aneh-aneh karenanya.Riri berusaha untuk fokus kembali pada makan malam yang harus ia hidangkan. Namun nyatanya, perasaan aneh itu tak juga hilang."Bu, ada apa?" tanya Juna polos.Sontak, suara itu sukses membuatnya sedikit tersentak. Ia menoleh cepat, dan mendapati sang anak yang masih menatapnya dengan mata bulat --yang entah kenapa pada malam ini-- terasa seperti milik Setya.Riri memaksakan senyum. "Nggak apa-apa, kok Nak. Yuk, kita makan, keburu ayamnya dingin."Juna mengangguk mantap, lalu mulai menyendok nasi ke dalam mulutnya dengan lahap. Riri sendiri hanya duduk di seberangnya, mengaduk-aduk makanannya tanpa benar-benar berselera.Pikirannya masih melayang.Setya…Tatapan pria itu tadi ... Cara ia terkejut saat mendengar julukan Mr. Albino.Da

    Last Updated : 2025-04-24
  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Keinginan Yuzha

    Malam mulai larut, Setya berusaha menyibukkan dirinya di klinik miliknya. Namun, tetap sjaa, bayangan Riri tak bisa lepas begitu saja. Bahkan beberapa kali, ia salah melakukan pemeriksaan terhadap pasien."Dek, kamu lagi ada masalah? Kok keliatannya galau banget sih?" tanya Yuzha penasaran terhadap tingkah adiknya."Entah, Mas. Aku juga lagi bingung, kenapa," jawab Setya datar.Cukup lama keduanya terdiam, hingga akhirnya Setya pun kembali teringat dengan penerimaan Riri sebagai karyawan di bagian farmasi."Ah iya, Mas. Mas tau nggak apoteker baru di rumah sakit sekarang?" tanya Setya mengalihkan perhatiannya."Riri?" tanya Yuzha balik dan mendapat anggukan dari Setya."Ada apa sama dia?"Setya langsung bungkam. Ia pun salah tingkah karenanya. Untuk apa tadi ia bertanya tentang Riri pada sang kakak? Nanti, bisa-bisa Yuzha berpikir yang macam-macam lagi."Eh, nggak apa kok, Mas. Kinerjanya dia gimana? Aku kek nggak ngerasa nyaman deh sama kerjaan dia," ucap Setya memberi alasan."Nggak

    Last Updated : 2025-04-24
  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Siapa Wanita Itu?

    Riri berusaha menepis pikirannya yang sedikit gila. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Juna lalu mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi sang anak."Semoga, suatu saat kita bisa beneran ketemu ayah ya, Nak," ucap Riri, suaranya lirih, nyaris tenggelam dalam pikirannya sendiri. Tangannya membelai lembut rambut Juna, seolah ingin menggantikan kehangatan yang seharusnya anak itu dapatkan dari seorang ayah."Jika tidak di dunia, biar di Surganya Allah, aminn,"lanjutnya kembali dengan senyum tipis.Juna mengangguk paham, lalu ia bergegas untuk mandi.Riri menarik napas panjang, mencoba menghalau sesak yang tiba-tiba datang. Dengan tangan sedikit gemetar, ia kembali fokus pada kimbab yang sedang ia potong. Setelah selesai memotong tiga roll kimbab menjadi potongan kecil-kecil, ia pun beralih pada ponselnya, berniat menghubungi seseorang di sana.[Mas, aku hari ini bikin kimbab. Kamu mau aku bawain sekalian buat sarapan nggak?]Setelah pesan terkirim, Riri pun kembali pada Juna. Menyiapkan pak

    Last Updated : 2025-04-25
  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Kinan Hilang

    Waktu makan siang tiba, tetapi pesan Riri tetap tak kunjung dibalas. Ponselnya tetap sunyi, tanpa satu pun notifikasi dari Yuzha.Ia melirik jam di layar ponsel. Jam sudah menunjukkan pukul 12.30, sementara waktu makan siangnya hanya tinggal 30 menit lagi.'Apa mungkin Mas Yuzha sibuk ya?' tanya Riri kepada dirinya sendiri.Riri menarik napas dalam, lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku. Ia segera mengambil dompetnya di dalam tas. Namun, baru saja hendak melangkah keluar, seorang perawat dari IGD masuk ke dalam farmasi dengan sedikit tergesa."Ri, bantuin gua. Ini obat-obat yang dibutuhin. Stok di IGD menipis," ucapnya sedikit terengah.Riri segera mengambil kertas yang diberikan oleh lelaki itu. Secepat yang ia bisa, ia pun segera menyiapkan obat-obatan itu tanpa bertanya lebih jauh."IGD sibuk, Mas?" tanya Riri pada akhirnya."Iya, R

    Last Updated : 2025-04-26
  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Pertemuan Tak Disengaja

    "Setya!"Panggilan itu menggema di lorong sekolah yang nampak sepi. Hanya suara langkah kaki dan derit pintu kelas yang berbunyi samar.Namun, lelaki yang dipanggil namanya itu, tetap melangkah dengan tenang, seolah teriakan itu hanyalah sebuah angin yang berlalu.Sementara Riri, sosok yang memanggilnya, nampak menggerutu kesal sambil berkacak pinggang, karena lelaki itu tak jua merespon."Dasar budeg!" umpatnya.Hilang sudah kesabarannya saat ini. Tanpa pikir panjang, ia pun segera melepas salah satu flat shoes-nya, dan ...Pluk!"Awww,"Setya berhenti. Ia menunduk, mengambil sepatu yang mendarat tepat di kepalanya, lalu berdecak pelan."Shit, ngeselin banget sih!" gerutunya kesal, nyaris tanpa emosi.Sementara Riri, nampak berseru senang karena lemparannya tepat pada sasaran. Ia pun segera mengangkat rok lilitnya sedikit lebih tinggi, lalu segera menghampiri Setya yang masih terdiam disana.Setya yang masih berdecak kesal, tiba-tiba kembali terkesiap karena tiba-tiba telinganya di t

    Last Updated : 2025-04-24
  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Pertemuan Kedua

    Riri melangkah cepat menuju IGD, menahan napas yang terasa berat di dada. Pikirannya kacau. Setya. Delapan tahun tak bertemu, kini pria itu berdiri lagi di hadapannya, dengan tatapan yang sama dinginnya seperti dulu."Dia masih sama ... dingin dan sulit ditebak, menyebalkan!" gerutunya.Setibanya di IGD, Riri menyerahkan obat kepada Dokter Yuzha sambil berusaha tersenyum meski hatinya gelisah."Terima kasih, Ri," ucap Dokter Yuzha ramah."Sama-sama, Dok. Kalau gitu, saya ijin pamit balik ke farmasi ya, Dok," balasnya singkat.Namun, baru saja Riri hendak berbalik, lengannya kembali di tahan oleh Dokter Yuzha."Sibuk banget yah? Ada yang mau saya obrolin," ucap Dokter Yuzha penuh harap.Riri hanya mengangguk samar, lalu segera melepaskan cekalan tangannya. Ia berbalik, setengah berlari menuju koridor tempat tadi ia bertemu Setya.Namun—Kosong.Lorong itu kini hanya dipenuhi perawat dan dokter yang berlalu-lalang. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Setya."Sh*t! Ngeselin banget sih! Selal

    Last Updated : 2025-04-24

Latest chapter

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Kinan Hilang

    Waktu makan siang tiba, tetapi pesan Riri tetap tak kunjung dibalas. Ponselnya tetap sunyi, tanpa satu pun notifikasi dari Yuzha.Ia melirik jam di layar ponsel. Jam sudah menunjukkan pukul 12.30, sementara waktu makan siangnya hanya tinggal 30 menit lagi.'Apa mungkin Mas Yuzha sibuk ya?' tanya Riri kepada dirinya sendiri.Riri menarik napas dalam, lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku. Ia segera mengambil dompetnya di dalam tas. Namun, baru saja hendak melangkah keluar, seorang perawat dari IGD masuk ke dalam farmasi dengan sedikit tergesa."Ri, bantuin gua. Ini obat-obat yang dibutuhin. Stok di IGD menipis," ucapnya sedikit terengah.Riri segera mengambil kertas yang diberikan oleh lelaki itu. Secepat yang ia bisa, ia pun segera menyiapkan obat-obatan itu tanpa bertanya lebih jauh."IGD sibuk, Mas?" tanya Riri pada akhirnya."Iya, R

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Siapa Wanita Itu?

    Riri berusaha menepis pikirannya yang sedikit gila. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Juna lalu mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi sang anak."Semoga, suatu saat kita bisa beneran ketemu ayah ya, Nak," ucap Riri, suaranya lirih, nyaris tenggelam dalam pikirannya sendiri. Tangannya membelai lembut rambut Juna, seolah ingin menggantikan kehangatan yang seharusnya anak itu dapatkan dari seorang ayah."Jika tidak di dunia, biar di Surganya Allah, aminn,"lanjutnya kembali dengan senyum tipis.Juna mengangguk paham, lalu ia bergegas untuk mandi.Riri menarik napas panjang, mencoba menghalau sesak yang tiba-tiba datang. Dengan tangan sedikit gemetar, ia kembali fokus pada kimbab yang sedang ia potong. Setelah selesai memotong tiga roll kimbab menjadi potongan kecil-kecil, ia pun beralih pada ponselnya, berniat menghubungi seseorang di sana.[Mas, aku hari ini bikin kimbab. Kamu mau aku bawain sekalian buat sarapan nggak?]Setelah pesan terkirim, Riri pun kembali pada Juna. Menyiapkan pak

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Keinginan Yuzha

    Malam mulai larut, Setya berusaha menyibukkan dirinya di klinik miliknya. Namun, tetap sjaa, bayangan Riri tak bisa lepas begitu saja. Bahkan beberapa kali, ia salah melakukan pemeriksaan terhadap pasien."Dek, kamu lagi ada masalah? Kok keliatannya galau banget sih?" tanya Yuzha penasaran terhadap tingkah adiknya."Entah, Mas. Aku juga lagi bingung, kenapa," jawab Setya datar.Cukup lama keduanya terdiam, hingga akhirnya Setya pun kembali teringat dengan penerimaan Riri sebagai karyawan di bagian farmasi."Ah iya, Mas. Mas tau nggak apoteker baru di rumah sakit sekarang?" tanya Setya mengalihkan perhatiannya."Riri?" tanya Yuzha balik dan mendapat anggukan dari Setya."Ada apa sama dia?"Setya langsung bungkam. Ia pun salah tingkah karenanya. Untuk apa tadi ia bertanya tentang Riri pada sang kakak? Nanti, bisa-bisa Yuzha berpikir yang macam-macam lagi."Eh, nggak apa kok, Mas. Kinerjanya dia gimana? Aku kek nggak ngerasa nyaman deh sama kerjaan dia," ucap Setya memberi alasan."Nggak

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Perasaan Riri dan Setya

    Riri menarik napas dalam, berusaha mengendalikan dirinya yang mulai berpikir yang aneh-aneh.Ia yakin, semua ini pasti hanya kebetulan. Apa lagi, tadi siang ia sempat bertemu dan menggoda Setya, jadi wajar saja jik dia berpikiran yang aneh-aneh karenanya.Riri berusaha untuk fokus kembali pada makan malam yang harus ia hidangkan. Namun nyatanya, perasaan aneh itu tak juga hilang."Bu, ada apa?" tanya Juna polos.Sontak, suara itu sukses membuatnya sedikit tersentak. Ia menoleh cepat, dan mendapati sang anak yang masih menatapnya dengan mata bulat --yang entah kenapa pada malam ini-- terasa seperti milik Setya.Riri memaksakan senyum. "Nggak apa-apa, kok Nak. Yuk, kita makan, keburu ayamnya dingin."Juna mengangguk mantap, lalu mulai menyendok nasi ke dalam mulutnya dengan lahap. Riri sendiri hanya duduk di seberangnya, mengaduk-aduk makanannya tanpa benar-benar berselera.Pikirannya masih melayang.Setya…Tatapan pria itu tadi ... Cara ia terkejut saat mendengar julukan Mr. Albino.Da

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Mata Biru

    Riri terpaku sejenak, menatap anak kecil yang kini berdiri di hadapannya. Bocah itu menengadah dengan mata berbinar, senyumnya lebar, penuh kegembiraan.“Ibu lama banget pulangnya!” protesnya dengan suara renyah.Riri tersenyum tipis, lalu segera memeluk tubuh anak semata wayangnya."Hmm, anak ibu udah wangi aja. Udah mandi, Nak?" tanya Riri sambil tersenyum."Udah, Bu. Ibu kenapa lama banget sih, pulangnya?" tanyanya lagi, kali ini sambil bersedekap dada.Riri terkekeh pelan, mendengar rajukannya, lalu segera mengangkat tentengannya."Iya, maaf ya. Tadi ibu beli pecel ayam dulu. Katanya kamu mau makan pecel ayam," ucap Riri sambil membelai lembut pipi sang anak.Sang anak pun nampak girang karenanya. Ia seger mengambil tentengan itu, lalu bergegas masuk ke dalam rumahnya.Tak lama, seorang ibu paruh baya pun menghampiri Riri, sambil membawa tas ransel milik sang anak."Duh, Mbak Riri maaf. Si Juna dari tadi udah ribut mulu nanyain ibu kapan pulang. Terus, pas keluar liat sepeda ibuny

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Perasaan Aneh

    Setya mengeratkan genggamannya di kemudi, berusaha mengendalikan debaran yang tiba-tiba menggila di dadanya. Sial. Kenapa hanya dengan bisikan singkat itu, tubuhnya bereaksi seakan ia dilempar kembali ke masa lalu?Ia menarik napas dalam, mencoba menepis sensasi aneh yang mengganggunya. Itu cuma suara. Itu cuma Riri yang sedang menggoda. Itu seharusnya nggak berarti apa-apa. Tapi kenapa detak jantungnya masih berantakan?Matanya melirik ke arah kaca spion, di mana ia masih bisa melihat sosok Riri yang berdiri di parkiran dengan ekspresi penuh kemenangan. Senyuman miring perempuan itu masih melekat di benaknya, seakan menantang sesuatu dalam dirinya."Miss you, Mr. Albino."Tiga kata sederhana itu menggema di kepalanya, menghidupkan kembali sesuatu yang selama ini ia kubur dalam-dalam.Setya mengumpat pelan sebelum akhirnya menekan pedal gas, meninggalkan tempat itu. Namun, sejauh apa pun ia pergi, bayangan Riri tetap tertinggal di pikirannya.Setya mengendarai mobilnya dengan kecepata

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Pertemuan Kedua

    Riri melangkah cepat menuju IGD, menahan napas yang terasa berat di dada. Pikirannya kacau. Setya. Delapan tahun tak bertemu, kini pria itu berdiri lagi di hadapannya, dengan tatapan yang sama dinginnya seperti dulu."Dia masih sama ... dingin dan sulit ditebak, menyebalkan!" gerutunya.Setibanya di IGD, Riri menyerahkan obat kepada Dokter Yuzha sambil berusaha tersenyum meski hatinya gelisah."Terima kasih, Ri," ucap Dokter Yuzha ramah."Sama-sama, Dok. Kalau gitu, saya ijin pamit balik ke farmasi ya, Dok," balasnya singkat.Namun, baru saja Riri hendak berbalik, lengannya kembali di tahan oleh Dokter Yuzha."Sibuk banget yah? Ada yang mau saya obrolin," ucap Dokter Yuzha penuh harap.Riri hanya mengangguk samar, lalu segera melepaskan cekalan tangannya. Ia berbalik, setengah berlari menuju koridor tempat tadi ia bertemu Setya.Namun—Kosong.Lorong itu kini hanya dipenuhi perawat dan dokter yang berlalu-lalang. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Setya."Sh*t! Ngeselin banget sih! Selal

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Pertemuan Tak Disengaja

    "Setya!"Panggilan itu menggema di lorong sekolah yang nampak sepi. Hanya suara langkah kaki dan derit pintu kelas yang berbunyi samar.Namun, lelaki yang dipanggil namanya itu, tetap melangkah dengan tenang, seolah teriakan itu hanyalah sebuah angin yang berlalu.Sementara Riri, sosok yang memanggilnya, nampak menggerutu kesal sambil berkacak pinggang, karena lelaki itu tak jua merespon."Dasar budeg!" umpatnya.Hilang sudah kesabarannya saat ini. Tanpa pikir panjang, ia pun segera melepas salah satu flat shoes-nya, dan ...Pluk!"Awww,"Setya berhenti. Ia menunduk, mengambil sepatu yang mendarat tepat di kepalanya, lalu berdecak pelan."Shit, ngeselin banget sih!" gerutunya kesal, nyaris tanpa emosi.Sementara Riri, nampak berseru senang karena lemparannya tepat pada sasaran. Ia pun segera mengangkat rok lilitnya sedikit lebih tinggi, lalu segera menghampiri Setya yang masih terdiam disana.Setya yang masih berdecak kesal, tiba-tiba kembali terkesiap karena tiba-tiba telinganya di t

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status