Masih Tentangmu
- Hanya MantanOleh-oleh dari Gama diletakkan begitu saja di meja makan oleh Dea. "Untuk Mbak Sri, ya," kata Dea pada seorang wanita setengah baya yang menjadi ART di rumah orang tuanya."Dari mana ini, Mbak?" Mbak Sri menghampiri meja dan melihat isi paper bag. "Siapa yang dari Tawangmangu?""Papanya Antik. Ambil semuanya, Mbak. Saya mau ke kamar." Gegas Deandra menuju tangga. Namun sebelum naik, ia melihat ke arah belakang rumah. Dari jendela kaca besar memperlihatkan papanya yang sedang melakukan senam ringan dan mamanya beryoga. Mereka memang orang-orang yang mementingkan menjaga kebugaran tubuh. Kesehatan nomer satu bagi Pak Dedi dan Bu Wetty.Apalagi setelah sekarang menikmati masa pensiun. Mereka memiliki banyak waktu luang untuk bersenam.Dea menaiki tangga ke kamarnya di lantai dua. Mengunci pintu lalu duduk di kursi dekat jendela.Semilirnya angin pagi menyejukkan permukaan kulit. Di atas sana, awan kelabu memayungi bumi. Pertengahan Oktober, musim penghujan di mulai.Terdengar suara derit ponselnya di atas meja rias. Entah siapa yang menelepon. Dea mengabaikan. Dia hanya ingin diam, tenang, tanpa berinteraksi dengan siapapun pagi ini.Dia memang menyendiri sekarang, tapi ingatannya tetap pada laki-laki itu. Apalagi kemarin ia dengar kalau antara Alita dan Gama sudah bertunangan. Benarkah? Kenyataan itu amat mengguris hati Dea.Apa gadis itu tidak ingat bahwa suatu waktu dulu, ia pernah cerita tentang perasaan yang belum berubah pada mantan suaminya."Aku kenal Mas Gama sejak masih sama-sama SMA. Dia kelas tiga aku kelas satu. Mulai dari teman biasa, teman dekat, pacaran, menikah, dan sekarang bercerai. Namun perasaanku masih sama, Lit. Aku masih berharap kalau kami bisa bersama lagi. Dia cinta pertamaku." Dea menceritakan tentang perasaannya. Apa Alita lupa?Lupa atau sengaja tidak peduli. Karena itu tidak penting bagi Alita. Toh antara Dea dan Gama sudah bercerai sebelum mereka mengenal gadis itu. Jika akhirnya antara Alita dan Gama jatuh cinta, apa itu salah?Apa Dea pantas menyalahkan Alita karena jatuh cinta pada mantannya? Apa dia harus marah pada Gama karena menyukai dan memilih temannya?Dea menekuk lututnya hingga menempel pada dada. Memeluk kaki dan meletakkan dagunya di atas lutut. Memandang jari kakinya dengan netra yang berembun.Jutaan kenangan berkeliaran dalam kepalanya. Sungguh itu merupakan sebuah siksaan. Karena dia sendiri yang masih mencintai dalam diam. Gama sudah lebih dulu melangkah lebih jauh, meninggalkan segala kenangan bersamanya.Terus mau sampai kapan ia begini?Kembali ponselnya berderit di atas meja. Dea meraih benda yang tidak jauh dari tempatnya duduk. Ternyata Hani yang menelepon."Hallo.""Hei, aku meneleponmu dari tadi. Kamu jadi nggak ke rumahku." Suara Hani di seberang. Suara mixer terdengar di latar belakang."Antik dijemput Mas Gama, Han.""Kamu aja yang ke sini daripada bengong di rumah. Aku juga sendirian ini. Anak-anak ikut ayahnya ke rumah ibu."Hening."Dea, kemarilah. Aku tahu kamu sedang nggak baik-baik saja," kata Hani lagi karena Dea masih diam. Hani paling mengerti dengan kondisi Dea. Berteman semenjak sama-sama masih kuliah, membuat wanita itu sangat paham psikologis Deandra."Ya, aku mau mandi dulu terus ke rumahmu.""Aku tunggu."Dea mengakhiri panggilan. Kemudian ada keinginan untuk melihat story dari Alita. Dan apa yang dilihat membuat dadanya kembali tersayat. Foto-foto pemandangan Tawangmangu yang sangat dihafalnya muncul di semua slide story wanita itu. Di sebuah meja restoran, ada dua cangkir kopi, dua piring sate kelinci, dan dua porsi lontong yang telah di potong-potong. Ada steak juga. Dan lengan yang terlihat separuh itu, sangat ia kenal. Lengan Gama.Jelas sudah kalau mereka memang memiliki hubungan dan pergi liburan berdua ke sana. Hani yang pernah melihat mereka berdua, kasak kusuk dari cerita teman-temannya di kantor, terus oleh-oleh dari Gama dan story Alita, tentu semua itu bukan kebetulan saja.Mungkin memang sudah waktunya, Dea tahu apa yang sebenarnya terjadi selama ini. Teman yang masih bersikap seperti biasanya itu ternyata diam-diam telah memiliki hubungan dengan lelaki yang paling dicintai oleh Dea. Meski mereka sekarang hanyalah 'mantan'.Dea meletakkan ponsel begitu saja, lantas bangkit dari duduknya dan langsung masuk kamar mandi. Menikmati guyuran air shower di tengah tangisnya yang tidak terbendung.Empat tahun lebih setelah perpisahan itu, Dea masih bertahan sendiri. Gama juga sama. Berharap sekali bakal ada keajaiban yang akan menyatukan mereka kembali. Mengingat laki-laki itu juga tidak terdengar dekat dengan wanita mana pun. Sikapnya juga berubah lebih baik sekarang. Tak lagi balapan, mengurangi nongkrong dan touring karena sibuk dengan pekerjaannya. Itu yang didengar Dea dari cerita Bu Ariana.Bibi yang sudah seperti ibu kedua bagi Gama. Salah satu wanita yang sangat disayangi dan disegani oleh laki-laki itu. Makanya sempat merasa iri saat saat kehadiran Saga, sedikit merebut perhatian sang bibi.Mantan mertua juga masih sangat perhatian terhadapnya. Dipikir Dea ini adalah awal yang baik. Ternyata ia salah. Gama telah menemukan pelabuhan barunya.Dea menyudahi mandi, mengeringkan rambut sejenak, dan mengaplikasikan make up sekedarnya pada wajah yang ayunya yang berselimut pedih.Dia keluar kamar dengan rambut terurai, celana jeans dan kaos warna putih."Sayang, kamu mau ke mana?" tanya Bu Etty saat melihat putrinya turun dari tangga dengan pakaian rapi. Wanita itu sempat heran melihat mata putrinya yang memerah. Oh, mungkin karena baru selesai keramas."Ke rumah Hani, Ma.""Antik sudah dijemput papanya?""Sudah tadi. Sore nanti di antar pulang.""Nggak diajak nginap?" tanya Bu Wetty.Dea menggeleng. Biasanya tiap akhir pekan, Gama memang mengajak putrinya menginap. Entah di rumahnya sendiri atau di rumah orang tua Gama. Minggu sore baru di antarkan pulang. Tapi sudah beberapa kali, Antika hanya seharian saja diajaknya keluar. Perlahan kebiasaan itu mulai berubah. Malam Minggu tentunya Gama sudah ada jadwal lain. Berkencan dengan calon istrinya. Hati Dea kembali perih."Aku pergi dulu, Ma.""Hati-hati.""Iya." Dea mengambil kunci mobil di rak televisi. Tempat menaruh semua kunci kendaraan.Tidak lama kemudian mobil warna putih susu meluncur meninggalkan halaman rumah. Butuh waktu lima belas menit untuk sampai ke rumahnya Hani.***L***"Matamu sembab. Kamu habis nangis lagi?" seloroh Hani yang melangkah di belakang Dea sambil membawa sepiring sponge cake yang baru selesai mereka buat. Sejak kedatangan Dea tadi sebenarnya Hani sudah ingin bertanya. Namun masih di tahannya sampai mereka selesai beraktivitas di dapur.Dea meletakkan dua gelas es lemon di atas karpet ruang keluarga rumah Hani. Kemudian mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan story milik Alita. Sambil menceritakan serba kebetulan yang tadi dipikirkannya."Han, bagaimana jika ternyata benar, antara Mas Gama dan Alita telah bertunangan dan akhirnya mereka menikah. Lalu aku dan Alita masih bekerja di kantor yang sama. Kamu pasti tahu bagaimana perasaanku. Rasanya aku nggak akan sanggup?" Suara Dea bergetar saat mengucapkan kalimat itu."Lalu kamu berniat resign?""Mungkin.""Kamu sudah bekerja lebih dulu di sana, Dea. Kenapa harus resign? Jika kamu berhenti bekerja, itu hanya akan menunjukkan sisi rapuhmu saja. Jangan. Tunjukkan kalau kamu sanggup berhadapan dengan mereka. Biarkan mereka yang justru lebih dulu menyingkir darimu. Bukan kamu yang harus pergi lebih dulu.""Aku nggak akan sanggup, Han."Hani meraih tisu dan menyodorkan pada sahabatnya. "Aku paham bagaimana perasaanmu. Tapi aku yakin kalau kamu bakalan mampu. Memang sekarang kamu masih syok karena baru mendengar kenyataan ini. Tapi nggak akan lama. Kamu pasti bisa mengatasinya." Hani merangkul bahu sahabatnya."Sekarang kamu menangislah. Sepuasnya. Setelah itu jangan nangis lagi untuk Gama. Aku tahu kamu wanita seperti apa. Cerdas dan terpelajar. Kamu cantik, dari keluarga baik-baik. Keluargamu terhormat. Nggak kalah dari Gama dengan darah ningratnya. Kamu bisa mendapatkan yang lebih dari Gama. Ingat, Dea. Dia hanya mantan. MANTAN." Hani menegaskan di kata terakhir.Dea menyusut air matanya. Kemudian kembali duduk tegak. "Ya. Harusnya aku sadar dengan status 'hanya mantan'. Tapi rasa ini yang nggak tahu diri banget, Han. Memang aku dulu yang minta pisah karena permasalahan yang kami hadapi waktu itu. Sebab Mas Gama lebih mementingkan karirnya di LA. Padahal banyak peluang berkarir di perusahaan keluarganya sendiri di sini. Belum lagi dengan kebiasaannya yang membuatku merasa tersisih dan nggak penting baginya. Tapi kenapa aku masih juga mencintainya."Sebenarnya Alita tahu perasaanku pada Mas Gama, Han. Waktu itu dia pernah bertanya. Dan aku jawab jujur. Tapi aku nggak nyangka sama sekali kalau diam-diam dia menjalin hubungan dengan mantan suamiku."Dea berhenti sejenak."Tapi bukan salahnya juga. Aku dan Mas Gama hanyalah mantan." Dea tersenyum miris dengan bibir bergetar. "Aku saja yang masih cinta sedangkan dia tidak."Kini ganti Hani yang menarik tisu untuk menghapus air matanya. Hatinya ikut sakit dan sedih. Dia saksi bagaimana hubungan Gama dan Dea sejak duduk di bangku kuliah. Dea yang anak rumahan dan begitu dijaga oleh keluarga, pada akhirnya pacaran dengan Gama yang menjadi idola saat itu.Gama yang sudah dikenal Dea sejak masih SMA adalah sosok yang menawan, meski terlihat urakan dan suka usil. Waktu kuliah rambutnya dibiarkan panjang. Tapi sisi manly-nya begitu kentara dan digilai banyak mahasiswi. Namun Dea-lah pemenangnya. Meski Dea tidak pernah mengejar-ngejar Gama seperti yang dilakukan oleh gadis-gadis itu. Gama sendiri yang datang dan mengungkapkan perasaannya. Gama yang menjadikan Dea pemenang di hatinya.Pemenang hingga mereka menikah dan Dea hamil anak pertamanya. Namun bayi laki-laki itu langsung meninggal saat dilahirkan. Setahun kemudian, Dea hamil lagi dan lahirlah Antika."Kamu jangan nangis, Han. Karena hanya kamu tempatku mengadu. Beri aku kekuatan.""Kamu pasti bisa, Dea. Kamu hanya perlu melewati beberapa waktu ini dalam keterpurukan. Setelah itu kamu akan menjadi perempuan tangguh seperti Dea yang kukenal sejak dulu." Hani berusaha tersenyum di sela tetesan air matanya.Hening."Han, apa Mas Gama sudah lupa ya. Bahwa dia pernah jatuh cinta padaku selama itu."Hani yang mulai tenang kini kembali merasakan perihnya ucapan Dea."Tentu saja sudah lupa, Han. Wong sekarang dia sudah memilih wanita lain," jawab Dea sendiri."Di mata orang lain mungkin dia laki-laki yang nggak tahu diri banget. Mementingkan teman-teman dan hobinya daripada istri dan anak. Tapi di antara teman-temannya yang suka berselingkuh, Mas Gama nggak pernah melakukan itu. Meski dia suka usil."Selama kami pacaran hingga menikah, dia nggak pernah menyentuhku kelewat batas. Hanya sekedar mengandeng tangan di waktu-waktu tertentu."Tapi sekarang dia sudah berani membawa Alita berlibur dua hari padahal belum ada ikatan. Berarti dia sudah benar-benar jatuh cinta dengan Lita.""Stop, Dea. Nggak usah kamu mengatakan hal yang akan menyakiti hatimu sendiri. Please, kamu sangat berharga. Ayo, mulai membuka lembaran baru. Dia hanya mantan. Bukan suami yang layak kamu tangisi seperti ini." Tangis Hani kembali pecah. Namun Dea hanya menunduk dalam diam.Butuh waktu cukup lama untuk mereka kembali bicara."Habiskan tangismu, sedihmu, lukamu, hari ini. Setelah itu berhenti meratapi. Apa yang nggak kamu miliki? Kamu cantik, kamu seksi, kamu menarik, dan kamu sangat baik hati. Banyak laki-laki di luar sana, yang jauh lebih baik dari Gama, dan berharap bisa memiliki wanita sepertimu." Hani bicara berapi-api."Berapa pria yang kamu tolak? Mereka semua pria berkelas dan baik. Sekarang, buka hatimu lagi. Tinggalkan masa lalu dan songsong hidup baru."Hani terus memberikan suntikan semangat dan membesarkan hati Dea, hingga wanita itu pamitan pulang menjelang shalat zhuhur.***L***Mobil hitam milik Gama memasuki pekarangan rumah saat Dea menyiram bunga di halaman.Wanita itu menoleh ketika Antika yang tampak ceria menghampirinya. Gadis kecil itu memeluknya.Sama sekali Dea tidak menatap Gama hingga laki-laki itu menghampiri. "Dengkulnya Antik lecet dikit waktu kepleset di kolam renang rumah mama tadi.""Ya, nggak apa-apa. Mana yang sakit, Sayang." Tanpa memandang Gama, Dea berjongkok untuk memeriksa kaki Antika. "Oh, nggak apa-apa. Besok pasti sembuh," ujar Dea."Om dan Tante ada di rumah, De?""Nggak ada, Mas. Mereka keluar baru saja," jawab Dea masih sok sibuk dengan kaki anaknya. Sedangkan Gama masih berdiri dan heran dengan perubahan sikap Dea."Kalau gitu aku pulang dulu," pamit Saga akhirnya."Iya, Mas. Makasih," jawab Dea masih sibuk dengan luka kecil yang tak berarti apa-apa. Antika sudah terbiasa dengan luka seperti itu.Gama yang masih keheranan dengan sikap Dea kembali ke mobilnya. Sampai dia memundurkan mobil, Dea masih sok sibuk dengan kaki si kecil.Wanita itu berdiri dan menggandeng anaknya masuk rumah. Pun tidak menoleh ke arahnya. Padahal Gama sengaja mengentikan mobilnya tepat di tengah pintu pagar. Hanya Antika yang menoleh ke belakang dan melambaikan tangan ke arahnya. "Dadah, Pa!" teriak Antika.Next ....Selamat membaca.Masih Tentangmu- Deandra "Hai, Dea," sapa Alita yang melewati meja kerja Deandra Senin pagi itu. Gadis itu tersenyum sekilas pada Dea. Padahal biasanya mampir sejenak untuk ngobrol atau sekedar bertanya sudah sarapan apa belum.Dea pun hanya memandang sejenak, karena Alita langsung duduk di meja kerjanya. Jika empat hari yang lalu, sebelum gadis itu mengambil cuti, perasaan Dea masih biasa. Sekarang sangat berbeda.Kalau boleh meminta, dia tidak ingin bertemu gadis itu. Namun bukankah itu terlalu kekanak-kanakan? Jika menunjukkan kalau dia kuat, butuh mengorbankan perasaan dan berusaha terlihat baik-baik saja. Apa Dea bisa?Padahal semalaman dia sudah banyak merenung. Untuk apa cemburu, untuk apa marah. Toh itu hak mereka untuk bersama. Walaupun Alita sebenarnya tahu bagaimana perasaan Dea pada Gama. Namun apa haknya untuk meminta Alita menjaga perasaannya. Dia siapa? Hanya mantan yang sudah dilupakan. Sekarang hanya perlu meyakinkan diri, bahwa semua pasti bisa dilewati. Segalany
MASIH TENTANGMU - Dua Perempuan "Dea, ternyata Alita sendirian. Cuman yang dipake mobilnya Gama," bisik Hani di telinga Dea.Dea hanya mengangguk tanpa kembali memandang ke arah Alita yang melangkah masuk pintu pagar. Gadis itu tampaknya juga tidak menyadari keberadaan Dea dan Hana yang berbaur dengan para pelayat yang berpakaian serba hitam, duduk di tenda depan rumah sebelah barat. Apalagi Dea dan Hani kali ini memakai jilbab. Sedangkan Alita mengenakan selendang panjang yang dikalungkan pada lehernya. Namun mereka sama-sama memakai kacamata hitam.Hampir semua karyawan yang datang meneteskan air mata. Mereka teringat sosok manager yang humble dan sangat perhatian pada karyawan. Lelaki berwajah oriental itu tiada dalam usia lima puluh lima tahun. Setelah sakit beberapa lama.Setelah mengucapkan bela sungkawa pada keluarga almarhum, Alita duduk bergabung dengan rekannya yang berada di sebelah timur rumah. Namun pada akhirnya ia melihat Dea dan Hani yang duduk di bawah tenda. Gadis
Alita tersenyum. Senyuman yang terlihat sinis bagi Hani. "Jadi, aku harus minta izin sama Dea. Gitu?"Hani menahan rasa yang nyaris meledak dalam dadanya. Perempuan di sampingnya ini memang tidak tahu bagaimana menjaga perasaan orang lain. Ingin rasanya mencakar dan mencabik-cabik wajah yang tak menunjukkan empati sama sekali."Setidaknya kamu bisa menjaga perasaan orang lain. Apalagi kamu tahu bagaimana perasaan Dea pada Gama."Lagi-lagi Alita tersenyum sambil membuang pandang. "Tapi Gama sudah nggak ada perasaan lagi pada Dea. Gama hanya menganggap Dea sebagai ibu dari anaknya. Itu saja. Kalau dia sudah nggak mau kenapa Dea masih berharap. Salah siapa kalau begini? Bucin sendiri."Hani benar-benar harus mengontrol emosi. Wanita di depannya ini laiknya srigala berbulu domba. Padahal selama ini terlihat begitu manis dan lembut di depan Dea. "Kamu bisa ya ngomong seperti ini? Pada teman yang hampir setiap hari duduk makan bersamamu. Jalan dan curhat bersama. Jadi sikapmu yang terlihat
MASIH TENTANGMU - Move On, Dea"Antik sudah pulang apa belum?" tanya Gama memandang ke arah Dea."Aku belum tahu. Sejak pagi aku takziah. Mungkin malam nanti, Antik baru di antar oleh Mas Rizal. Maaf, Mas. Aku pulang dulu.""Tunggu!" tahan Gama saat Dea hendak melangkah."Bisa kita bicara sebentar."Apa yang hendak dibicarakan oleh Gama? Apa akan memberitahu tentang hubungannya dengan Alita? Degup jantung Dea terasa nyeri."Bicara apa?""Aku dan Alita ....""Aku sudah tahu," sahut Dea cepat sambil bersitatap dengan Gama. Lantas lebih dulu mengalihkan perhatian pada tempat lain."Apa yang kamu tahu?""Kalian sudah bertunangan dan akan menikah." Oh, rasanya sangat sakit mengatakannya.Hening. Yang terdengar hanya gemerisik dedaunan yang bergesekan karena tertiup angin. Sebenarnya Gama tidak ingin membicarakan hal itu. Tapi Dea pasti melihat mobilnya yang dipakai oleh Alita tadi. Gama menghela nafas panjang sambil memandang nisan kecil, di mana anak pertamanya telah tenang di sana. Te
Namun setelah Gama menikah dengan Alita, masih bisakah ia memperhatikan Antik seperti sekarang ini. Atau berubah lagi tidak peduli.Ini sudah malam. Kenapa Gama nekat datang?Dea ikut bangun dan menghampiri Mbak Sri. "Temani Antik turun, Mbak. Saya mau istirahat. Kepala saya agak pusing.""Njih, Mbak Dea. Ayo, Mbak Antik.""Yeay, Mbak Sri lupa ya. Mesti memanggilku apa?"Mbak Sri terkekeh. Wanita bertubuh subur itu mencubit gemas pipi majikan kecilnya. "Ya, Nona Antik."Antika tersenyum lebar. Dia ingin dipanggil seperti princess di film kartun kesukaannya. Kemudian memandang ke arah sang mama. "Mama, nggak ikut?""Nggak, Sayang.""Tapi ada Mbak Astrid juga, Mbak," kata Mbak Sri baru ingat. Ah, dia jadi pelupa sekarang. "Mbak Astrid ingin bertemu Mbak Dea tadi."Dea diam sesaat. Enggan rasanya turun dan bertemu mereka untuk saat ini. Tapi sudah didatangi, masa iya tidak ditemui. Dea bergerak ke meja riasnya. Mengambil jepit rambut dan mengikat asal saja rambut panjangnya.Akhirnya men
MASIH TENTANGMU - Cemburu Dea meraih ponsel yang tergeletak tidak jauh di hadapannya. Bukan panggilan masuk, tapi sebuah pesan dari mamanya.[Dea, nanti sepulang kerja kamu mampir ke rumah sakit. Sita mau melahirkan. Sekarang baru bukaan lima, tapi tadi mama dikabari oleh budhemu kalau akan dilakukan tindakan SC.]Sita ini sepupunya Dea. Anak dari satu-satunya kakak perempuan sang mama. Dea segera mengetik pesan balasan. [Oke, Ma.]"Ada apa?" tanya Hani."Sepupuku mau lahiran. Mama memintaku mampir ke rumah sakit sepulang kerja nanti."Setelah Dea selesai membalas pesan, Hani mengajak sahabatnya itu kembali ke kantor. Di lobi mereka berpapasan dengan Alita yang hendak masuk ruangan juga. Sengaja Dea memperlambat jalan supaya Alita lebih dulu melangkah. Beberapa rekan heran melihat kerenggangan mereka. Namun sudah ada beberapa orang yang tahu duduk permasalahan. Namun mereka hanya berbisik sesama rekan, tidak ada yang menanyakan langsung pada Dea atau pun pada Hani. Yang tampak ken
"Mas, mau makan apa?" tanya Alita sambil memandang Gama yang duduk dan fokus pada ponselnya semenjak mereka datang tadi.Malam itu mereka makan malam di Restoran Wijaya Kusuma milik Bu Ariana. Mengambil tempat duduk paling tepi, agar bisa leluasa untuk ngobrol.Alita yang punya ide makan di sana biar sekalian bisa bertemu dan bicara dengan ibu kedua bagi Gama. Melihat Gama yang banyak berubah akhir-akhir ini membuat Alita khawatir. Tentunya ia tidak ingin malu jika gagal lagi. Apalagi Gama termasuk pria paket komplit. Kaya dan keturunan bangsawan.Saga dan Melati juga sudah tahu kalau ia bertunangan dengan Gama. Kalau gagal, mau ditaruh mana mukanya.Sejauh ini Gama juga belum tahu tentang masa lalunya. Jika pada akhirnya terbongkar, tak masalah. Yang penting mereka telah menikah."Mas," panggil Alita lagi karena Gama masih diam."Aku pesan nasi goreng saja," jawab Gama tanpa mengalihkan perhatian pada benda pipih di tangannya.Alita yang kesal langsung berdiri dan melangkah ke belaka
MASIH TENTANGMU - Keresahan Gama "Makan dulu, Mas." Alita meletakkan nampan di hadapan Gama.Ada dua porsi nasi goreng dan dua gelas es teh manis. Karena lapar, Gama langsung melahapnya hingga tandas. "Minggu ini, papaku minta kita ke Surabaya, Mas.""Aku belum bisa kalau Minggu ini, aku masih ada urusan ke Jakarta.""Terus kapan?""Nanti kukasih tahu."Alita melanjutkan makan tanpa berselera. Sikap dingin Gama makin terasa. Memang awalnya dia hanya ingin mendapatkan Gama karena gagal dengan Saga. Namun jika kali ini gagal, musibah juga baginya. Apalagi keluarga besarnya sudah tahu kalau ia akan menikah dengan pria kaya keturunan ningrat. Teman-teman di grup alumni juga sudah pada tahu. Alita sendiri yang mengabari mereka kalau sudah bertunangan.Jujur saja, Gama juga bukan lelaki yang buruk. Meski sikap dinginnya tidak ketulungan. Namun di waktu tertentu, enak juga diajak bercanda dan bicara. Cukup menyenangkan. Dan momen seperti itu sungguh spesial dan ia rindukan. Momen langka b
Paginya, Alita berkemas-kemas dibantu oleh Naufal. Sesekali mereka saling pandang dan melempar senyum. Rambut Alita terurai sebawah bahu dan masih setengah basah."Akhir pekan ini, kita lihat rumah di Grand Permata," kata Naufal menghampiri istrinya dan membantu mengunci travel bag."Kamu sudah tahu Grand Permata, kan?""Iya, aku pernah lewat sana.""Kamu suka nggak tempat itu?""Suka.""Ada juga di Singosari Residen. Tapi kejauhan kalau ke kantor. Di sana pemandangannya juga menarik. Bagaimana?""Aku ngikut saja. Mana yang terbaik buat kita.""Oke. Nanti kita lihat dua-duanya. Jadi kamu bisa membuat pilihan. Kalau di Singosari Residen memang lebih tenang tempatnya. Adem karena di kelilingi perbukitan. Cuman agak jauh dari kantor. Sebelum mendapatkan rumah, kita tinggal di kosanku sambil cari kontrakan rumah untuk sementara.""Ya." Alita tersenyum. Kemudian mengecek laci, memperhatikan gantungan baju, dan masuk ke kamar mandi untuk memastikan tidak ada barang mereka yang tertinggal.T
MASIH TENTANGMU- Hidup BaruJam dua ketika tamu sudah mulai senggang. Alita menghampiri Dea dan Melati yang duduk ngobrol, terpisah dari rombongan Pak Norman."Makasih banget kalian menyempatkan datang dari Jogja ke Surabaya," ucapnya sambil duduk di kursi depan dua wanita itu. Agak susah duduk karena memakai jarik yang sangat sempit. Makanya Dea membantu memegangi tangan Alita agar tidak terjengkang."Sama-sama," jawab Dea dan Melati hampir bersamaan."Setelah ini kamu dan suamimu tinggal di Malang?" tanya Melati."Iya. Kami berdua kerja di sana.""Kamu sudah lama pulang ke Surabaya?" tanya Melati lagi Dijawab anggukan kepala oleh Alita. Melati malah tidak tahu banyak tentang Alita, semenjak pakdhenya Alita masuk penjara. Apalagi setelah putus pertunangan dari Gama, Alita tidak pernah lagi datang ke kafenya. Dea sendiri tidak pernah membahas pertemuannya dengan Alita pada siapa-siapa. Kecuali pada sang suami, itu pun baru seminggu yang lalu. "Bentar aku mau ke toilet," pamit Melat
Jogjakarta, dua minggu kemudian."Undangan dari siapa, Mas?" Dea meraih undangan yang baru diletakkan oleh Gama di hadapannya. Dia membaca nama yang tertera. Tidak ada foto calon pengantin dalam undangan itu."Dari Alita?" Dea kaget. "Ya. Saga yang ngasih tadi. Seminggu lagi Lita nikah di Surabaya. Kata Saga, Naufal itu teman kuliah mereka dulu.""Calonnya dari Surabaya juga?"Gama mengangguk, tapi dia heran melihat wajah sang istri tampak bingung dan berulang kali memperhatikan undangan mewah kombinasi warna putih dan kuning keemasan di tangannya. "Sayang, kenapa?"Dea meletakkan undangan di atas meja riasnya."Mas, waktu aku hamil delapan bulan dan tinggal di apartemen. Sebenarnya aku bertemu dengan Alita yang tinggal di apartemen itu juga."Ganti Gama yang terkejut. "Beneran?"Dea mengangguk."Kenapa nggak cerita sama mas?""Karena Mas pasti langsung mengajakku pindah dan nggak boleh lagi bertemu dengan Lita. Waktu itu dia sudah berubah baik. Dia minta maaf padaku sambil nangis.
MASIH TENTANGMU- The Wedding Pagi yang cerah, suasana yang indah. Rumah Pak Handoyo begitu meriah. Senyum suami istri itu sangat sumringah. Menyambut tamu dari keluarga Naufal dan dari beberapa kerabat mereka sendiri yang di undang ke rumah. Tak ada yang ditutupi lagi kalau pernikahan Alita dengan Tony sudah selesai empat bulan yang lalu.Mereka mengerti dan tidak pernah bertanya secara detail.Tentang keguguran itu pun kerabat tidak ada yang tahu. ART saja yang tahu, tapi mereka juga tutup mulut. Tidak ada yang jadi 'lambe turah'. Sebab sadar karena di sana hanya bekerja dan digaji tidak murah. Pak Handoyo dan Bu Lany juga sangat baik sebagai majikan.Alita memakai gamis warna khaki dengan hiasan bordir di bagian kerah dan kancing depan. Memakai jilbab polos warna senada. Naufal memakai kemeja warna abu-abu. Acara dadakan yang membuat mereka tidak sempat menyelaraskan outfit untuk lamaran. Juga tidak ada backdrop. Namun tidak mengurangi kegembiraan hari itu.Orang tua Alita dan ke
Pagi-pagi sekali Gama bersama keluarganya sudah sampai di rumah Pak Norman. Ia juga sudah check out dari vila. Pagi ini bersama keluarga kecil Saga, mereka akan kembali ke Jogja. Liburan telah selesai dan besok waktunya kembali ke kantor.Pak Norman menciumi bocah-bocah satu per satu. Alangkah bahagianya. Di hari tua bisa memiliki cucu sebanyak itu. Termasuk anak-anak Gama direngkuh tak ubahnya seperti cucu sendiri. Gama adalah bagian dari Ariani. Perempuan yang memiliki tempat tersendiri di hatinya.Bu Rista dan Kartini juga menyempatkan menggendong si kembar yang sangat lucu. Juga si bayi Akhandra yang mencuri perhatiannya. Tiga hari ini menjadi momen yang sangat indah. Mereka berkumpul bersama dan membuat rumah besarnya sangat ramai."Kami pamit, Om, Tante." Gama mencium tangan Pak Norman dan Bu Rista. Diikuti oleh Dea. Juga berpamitan pada Akbar dan Tini.Saga dan Melati melakukan hal yang sama. Hingga mereka berpisah di halaman rumah. Dua mobil meninggalkan pekarangan disertai la
MASIH TENTANGMU- Janji yang Ditepati"Itu Saga." Naufal melihat teman lamanya."Iya. Tapi kita pergi saja." Alita berbalik dan melangkah cepat. Naufal pun menjajari langkahnya. Mereka menuruni eskalator dan Alita tak lagi menoleh ke belakang.Bukan hal mudah bertemu mereka lagi. Mungkin menjauh juga tidak mempengaruhi apapun. Dirinya bukan siapa-siapa dan bisa jadi sudah dilupakan. Justru kalau tiba-tiba ia muncul, mungkin akan merusak suasana. Sebab di sana pun juga ada Akbar bersama istrinya. Mereka sedang bahagia menikmati kebersamaan.Rupanya Gama juga membawa istri dan anaknya menyambut pergantian tahun di Malang. Keluarga Saga tinggal di Lawang. Mungkin mereka tadi tengah jalan-jalan. Kenapa bumi ini terasa sempit."Kita keluar saja dari Trans*art kalau gitu." Naufal memutuskan karena melihat Alita yang tidak nyaman dan terlihat cemas.Ia bisa memahaminya. Tentu bertemu mereka lagi adalah sesuatu yang tidak mudah setelah banyak peristiwa tertoreh dalam hubungan mereka."Kita m
Naufal dan Alita lantas makan tanpa percakapan. Makan dengan cepat agar sampai pantai tidak kesiangan. Butuh waktu dua jam untuk sampai di Balaikambang.Alita yang menghindari banyak orang dalam waktu empat bulan ini. Namun terasa nyaman saat bepergian bersama Naufal. Sebenarnya dialah teman laki-laki yang bisa diajak ngobrol enak sejak dulu. Sosok yang bisa dipercaya. Saking percayanya sampai mereka melakukan one night stand.Bromo. Sebenarnya di bulan Desember dan awal Januari begini, Bromo sedang indah-indahnya. Savana dengan rerumputan yang menghijau karena terguyur hujan, setelah kekeringan selama musim kemarau. Mereka melanjutkan perjalanan tanpa banyak percakapan. Sesekali mengulas apa yang dilihatnya di sepanjang perjalanan. Tentunya pemandangan yang menyejukkan mata.Dua jam kemudian mereka sudah menyusuri pantai dengan pesona pasir putih dan pemandangan air laut yang kebiruan. Suasana teduh karena mendung memayungi angkasa, meski hari sudah siang.Tahun baru, pengunjung mem
MASIH TENTANGMU- 71 Serius Alita belum bisa tidur meski sudah jam sebelas malam. Sebentar lagi pergantian tahun. Sejam lagi sudah tahun yang berbeda. Namun kehidupannya masih tetap sama.Ia ingat Naufal. Tidak mengira saja, ia bertemu lagi dengan Naufal di kota ini.Memang bisa saja mereka bertemu, karena sama-sama berasal dari Surabaya. Namun statusnya yang masih single membuat Alita seakan tak percaya. Apa sekali saja dia tidak pernah pacaran?Dan kata-kata Naufal tadi masih diingatnya. Laki-laki itu merasa sangat bersalah terhadap apa yang telah mereka lakukan dulu. Tidak hanya merasa bersalah, tapi juga ingin bertanggungjawab. Bertanggungjawab seperti apa? Hendak menikahinya? Padahal dirinya terlalu kotor. Memang Naufal yang pertama kali mengambil segalanya. Tapi bukan alasan itu yang membuat Alita tetap sendiri sampai saat ini. Naufal belum tahu sejahat apa dirinya selama sebelas tahun.Wanita melamun lalu menoleh saat ponselnya di nakas berpendar. Siapa yang menelpon malam-ma
Alita tersenyum getir. Naufal tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Memang di biodata itu tertulis belum menikah, padahal dirinya sudah janda. Sebab mau mengganti identitas, dia tidak punya akta perceraian."Kamu sudah menikah? Aku khawatir kalau sedang jalan sama suami orang." Alita memberanikan diri untuk bertanya.Naufal dengan cepat menggeleng. "Nggak usah khawatir. Kamu duduk dengan laki-laki yang masih jomblo." Senyum mengakhiri ucapannya.Di usia tiga puluh empat tahun, Naufal juga masih belum menikah? Dia bukan lelaki kurang pergaulan, bukan pria buruk rupa, karirnya juga mentereng. Tapi belum menikah."Kenapa belum nikah?" Alita mulai enjoy. Dulu pun mereka adalah sahabat yang sangat akrab dan biasa ngobrol tentang apapun."Kamu juga belum menikah? Kenapa?"Alita tersenyum getir."Karena perbuatanku waktu itu?" tanya Naufal dengan wajah sendu. Ada sesal dan rasa bersalah tampak di sana. Meski harus membongkar kisah lama, tapi ia mesti mengutarakannya. Sebab ia menyesalinya hing