Namira mengecek satu persatu pesan yang masuk ke ponsel yang sebelumnya sudah ia matikan mode pesawatnya ketika hendak mulai memasak. Saat ini wanita itu memilih mengabaikan sang anak serta ayam kukus buatannya beberapa saat yang lalu. Tak hanya itu, bunyi keroncongan perutnya pun seolah bukan sesuatu yang penting. Ia kini hanya fokus pada satu foto dan deretan pesan dari satu nomor yang ia beri nama ‘Mama’.Gambar yang dikirim oleh Ibu mertuanya itu menampilkan keadaan rumah yang kacau. Semua benda berserakan di mana-mana, bahkan ia bisa melihat ada pecahan gelas kaca dan vas bunga di sana. Di sudut lain pada foto yang ia terima, ada seseorang yang tertangkap kamera ponsel Ibu mertuanya, tengah berselonjor kaki dengan punggung bersandar lesu pada tangan sofa di ruang tamu. Wajahnya basah dengan air mata serta raut yang sedih.“Pulang sekarang, Mir.” Pesan pertama itu Namira baca dengan tersenyum miring. Dalam kalimat yang dikirim pun seolah ia bisa mendengar nada yang digunakan oleh
Ternyata laporan tentang keadaan rumah yang berantakan bukan akal-akalan Ibu mertuanya saja. Namira baru bisa percaya setelah Bi Ida membalas dengan mengirimkan foto sebelum dan sesudahnya rumah itu dibersihkan.Namira menghela napas berat mengetahui apa yang sudah suaminya lakukan. Bisa-bisanya Arhan melakukan hal itu, padahal kepergiannya belum sampai dua puluh empat jam. “Papa kamu kenapa kayak anak kecil, ya, El?” tanya wanita itu pada sang anak yang tengah asik bermain dengan jari-jarinya sembari menyusu.Emosinya yang sebelumnya memenuhi dada seketika menguar begitu saja kala melihat bagian dalam rumah yang ditinggalkannya sudah kembali rapi seperti semula saat ia masih di sana.Bi Ida juga menyampaikan jika hari ini Arhan memilih istirahat di kamar, sementara Ibu mertuanya pulang kala wanita paruh baya itu diizinkan masuk untuk membereskan semua barang yang berserakan ulah majikannya.Beruntungnya ada Pak Marwan yang bebas dari tugas hari ini, jadi laki-laki paruh baya itu bisa
Langkah Arhan begitu gontai menuruni tangga. Laki-laki itu baru keluar kamar pada sore hari setelah perutnya sudah tak bisa lagi diajak kompromi. Dirinya pun merasa lemas karena tak mendapatkan balasan apapun dari sang istri setelah dengan tanpa malu mengirimkan foto yang sudah ia ambil secara mengenaskan. Berharap istrinya mau pulang karena melihat keadaan dirinya.“Namira masih belum pulang, Bi?” tanya Arhan seraya menarik kursi meja makan. Meskipun tahu bahwa jawabannya belum, ia tetap menanyakan hal itu kepada wanita paruh baya yang saat ini segera menghangatkan bubur sesuai permintaan Namira sebelumnya.Arhan menuangkan air pada gelas, kemudian meneguknya dengan rakus hingga habis dan diulangi hampir tiga kali. Cairan di tubuh laki-laki itu sepertinya terkuras oleh air mata serta lelah menunggu kepulangan sang istri yang belum pasti kapan dan tengah berada di mana.Kepala laki-laki itu lantas jatuh di atas meja dengan mengenaskan dalam posisi menyamping, menatap kosong pintu yang
Meskipun tidak tahu di mana tepatnya Namira berada, Arhan sangat lega mengetahui jika Bi Ida ada di pihak wanita itu. Setidaknya sang istri tak benar-benar kabur berdua saja bersama Elio, apalagi ke tempat yang tidak ada siapapun yang mereka kenal. Disaat Arhan sudah mulai bisa kembali tenang atas kabar sang istri yang baik-baik saja. Di sisi lain, Namira justru gusar karena informasi yang wanita itu dapatkan dari Iyan. Pasalnya tak ada siapapun yang bisa ia tanyai tentang apa yang dibicarakan oleh Arhan dan Raya. Mantan kekasihnya itu hanya mengirimkan foto saja, tidak beserta video yang memuat percakapan keduanya. Namira menggigiti bibirnya berulang kali. Pilihannya antara bertanya langsung pada Iyan, barang kali laki-laki itu mengetahui sesuatu, atau memilih opsi lain yaitu dengan cara mengabaikan pesan itu sampai Arhan yang mengatakannya sendiri. Namun mengingat keadaan rumah tangganya saat ini bersama Arhan, Namira jadi tak yakin akan mendapatkan jawaban itu dalam waktu d
Keesokan harinya pada pagi hari, Arhan bersiap-siap untuk bekerja seperti biasa. Laki-laki itu ingin menunjukkan kepada Namira jika ia akan berusaha untuk mandiri. Semoga ini bukan disalahartikan dengan persiapan hidup sendiri tanpa wanita itu. Namun sebagai bentuk bahwa ke depannya ia tidak akan menyusahkan sang istri dengan hal-hal yang bisa ia lakukan sendiri.Seperti dasi yang melingkar di lehernya saat ini yang dibiarkan menjuntai begitu saja tanpa tersimpul rapi sesuai dengan yang biasa Namira lakukan. Kelihaian tangannya dalam membentuk kain panjang itu sudah tak sebagus dulu. Setelah memiliki istri, ia jadi tidak pernah melakukannya sebab wanita itu yang akan dengan senang hati memenuhi segala kebutuhannya meskipun sembari bersungut-sungut karena waktu memasak atau kegiatan lain yang tengah istrinya lakukan jadi terhambat.Mengingat semua rutinitas paginya bersama Namira, membuat hati laki-laki itu kembali merasa bersalah. Mungkin saat ini ia terlihat acuh tak acuh. Namun jauh
Kabar tentang kabur Namira nyatanya sampai ke telinga Raya. Wanita itu mendapatkan informasinya tentu saja dari Iyan yang masih bersikeras mencari tahu apapun mengenai rumah tangga sang mantan kekasih.Berawal dari bolos kerjanya Arhan kemarin, seseorang yang Iyan jadikan mata-mata di tempat kerja suami Namira itu memberitahu dirinya. Lantas dengan mengantongi kabar tersebut, laki-laki itu mengulik alasan di balik tindakan sang mantan kekasih terhadap suaminya.Sejak Iyan mengusulkan untuk bekerja sama memisahkan Arhan dan Namira, Raya tidak begitu setuju dengan ide itu. Dampak dari kejadian yang wanita itu lakukan terhadap ayahnya Nima saja sudah cukup membuatnya terpuruk sebab semua yang ia miliki saat itu hilang seketika, dengan kata lain ia dibuang dari segala sisi.Namun setelah melihat kemesraan Arhan dan istrinya saat di Bandung, membuat Raya menginginkan hal yang sama serta dari orang yang sama pula. Sejak saat itu ia jadi memikirkan hal yang serupa dengan Iyan. Wanita itu jug
Arhan berangkat kerja dengan perasaan yang campur aduk. Di kursi belakang ia menatapi kotak bekal dari Namira yang di berikan oleh Bi Ida sembari berlari tergopoh-gopoh supaya sempat memberikan kepadanya. Pikirannya melayang pada makanan yang sudah mendarat di perutnya yang pagi tadi keroncongan.Saat itu perasaannya begitu senang sekedar membaca pesan singkat yang ditulis di kertas kecil yang ditempel di bagian luar plastik. Namun sekarang ia jadi tak yakin jika makanan itu aman untuk dirinya. Tiba-tiba pikirannya berkelana ke segala kemungkinan buruk yang akan terjadi padanya.Bagaimana kalau makanan tadi sudah di beri racun?Sekilas pertanyaan itu menghampiri perasaannya yang tengah gundah, tapi jika memang begitu kenapa ia tidak merasakan dampak apa-apa. Apa racunnya belum bereaksi?Arhan larut dalam pikirannya sendiri sejak dari berangkat hingga saat ini duduk di ruangan kerjanya. Bahkan ketukan pintu yang dilakukan hampir lima kali itu ia abaikan. Laki-laki itu tersadar kala pon
Berbekal informasi dari Bianca tentang Andri yang mengumbar kondisi rumah tangganya pada orang lain yang tidak diketahui identitasnya, Arhan mulai beraksi mencari tahu kebenaran dari ucapan sang sekretaris serta mencoba mencari petunjuk, barang kali ia menemukan sesuatu mengenai seseorang yang menjadi lawan bicara Andri di telepon.Ponsel yang semula menjadi fokus utamanya ia simpan, lantas beralih pada komputer di depan. Gerakan tangan dan ketukan jari pada mouse begitu lincah, memamerkan kelihaian tangannya entah pada siapa.Arhan membuka kembali rekaman CCTV saat Iyan datang ke kantornya untuk mencari Namira, berharap dari sana ia bisa menemukan sesuatu. Perasaannya mengatakan jika Andri bertukar informasi dengan mantan kekasih istrinya setelah mendengar apa yang Bianca ucapkan.Mata tajam Arhan memperhatikan setiap gerak-gerik Iyan yang tampak biasa saja. Tidak ada yang mencurigakan sama sekali dalam rekaman di layar komputernya. Namun untuk meyakinkan dirinya sekali lagi, laki-la