“Aku suka, kok, Ay.” Arhan mensejajarkan langkahnya dengan sang istri yang berjalan lebih dulu. Keadaan hati Namira harus dikembalikan seperti semula. Wanita itu tidak boleh merasa kalau usahanya sia-sia.
Memang salahnya yang selalu melontarkan kata-kata yang membingungkan. Padahal ia hanya penasaran, tapi kalau jadi seperti ini Arhan sungguh menyesal. Istrinya itu sudah berusaha keras untuk mempersiapkan semuanya.
Pasti tidak mudah harus mengatur banyak hal, dari mulai dekorasi yang dengan terpaksa ia percayakan kepada orang lain sebab jarak yang tak memungkinkannya datang dan melihat secara langsung, kemudian meminta para pegawai untuk bersedia bekerja sama dalam melancarkan rencananya. Bahkan Bianca dan Andri serta karyawan lain yang sebelumnya ikut bersamanya mau membantu dan rela diperalat oleh Namira.
Semua usaha itu, pasti Namira merasa telah membuang waktu, tenaga serta materi hanya karena satu kalimat yang keluar dari mulutnya. Semua perkata
Arhan tak pernah meragukan selera sang istri. Wanita yang masih dalam dekapannya itu tak pernah gagal dalam memilih sesuatu, ia tahu apa yang sesuai dengannya. Terlebih kenyamanan yang selalu diutamakan.Villa yang Namira sewa memang tak sebesar rumahnya, tapi ia rasa cukup untuk menampung mereka semua yang saat ini sudah keluar dari mobil. Memperhatikan rumah yang begitu terasa nyaman. Suasana sebelum masuk pun disuguhi dengan hamparan rumput hijau di halaman depan yang tersambung sampai halaman belakang.Bangunan dengan cat putih itu dikelilingi oleh berbagai tanaman. Pohon-pohon yang menjulang tinggi pun menambah suasana sejuk dan asri. Cocok sekali untuk sekedar menyembuhkan diri dari kemelut pekerjaan atau dunia yang begitu ramai.Arhan melangkah lebih dulu menuju teras yang tersedia dua kursi rotan beserta meja bundar diantara keduanya. Ah, istrinya tahu sekali jika pagi harinya harus melakukan aktivitas semacam melamun ditemani kopi hitam sebelum menyibukkan diri dengan pekerja
“Bi Ida. Pak Marwan. Sini ikut makan kue.”Namira berteriak kala netranya tak menemukan dua orang tua yang bekerja di rumahnya. Beruntung sebelum lapisan krim kue itu hampir hilang, Namira sudah menyisihkan dua potong yang cukup besar.Sejak tadi Elio tak hentinya mengambil adonan berwarna putih manis yang menutupi permukaan tidak rata dari kue yang ia beli. Bahkan coklat dan buah cherry sebagai hiasan di atasnya pun sudah hilang dilahap habis bayi yang berdiri dengan bantuan Arhan itu.“Nih, makan kue-nya juga.” Namira menyodorkan potongan kecil dari kue coklat di depannya kepada Elio. Bayi itu tak menolak, justru semakin sibuk mengambil satu persatu kue yang sudah ibunya siapkan. Sementara sisa kue itu sengaja ia jauhkan dari tangan jahil Elio yang akan menghancurkannya.“Mas juga makan. Jangan sampai ada yang dibuang.” Kali ini Namira menyuapi suaminya yang tak bisa menggerakkan tangan ke tempat lain sebab menahan tubuh Elio yang tak bisa diam. Takut anaknya akan terjatuh karena ka
Merdeka rasanya ketika mereka bisa menghabiskan waktu bersama tanpa ada bayi yang selalu menempeli keduanya. Anaknya itu kini tengah bermain di halaman bersama Bi Ida dan Pak Marwan. Dua orang tua itu menawarkan diri untuk menjaga anak mereka sebab tak ada lagi yang harus mereka kerjakan.Di dalam kamar, Arhan dan Namira tengah berpelukan mesra sembari berbaring. Melepaskan penat perjalanan dan mengistirahatkan emosi yang terus berubah. Keduanya saling melempar tatapan. Membisikkan kata-kata manis yang mereka harap bisa memberikan ketenangan untuk masing-masing.“Ay, yang kamu bilang ke Pak Marwan waktu di mobil itu beneran atau cuman bercanda?” Ternyata sejak tadi Arhan memikirkan hal itu. Laki-laki yang tengah berulang tahun merasa tak percaya dengan apa yang dikatakan sang istri sebab ucapannya disertai emosi yang meluap seperti tengah menyampaikan maksud sebenarnya.“Mas nggak percaya, ya?” Namira tersenyum kecut. Ia pun menyesali perkataannya yang keterlaluan. Rasanya ingin memut
Sepertinya Namira tengah larut dalam ingatan tentang kejadian pertengkaran mereka sebelumnya yang tak akan ia lupakan. Itu sebabnya ia melontarkan pertanyaan yang tidak akan menutup kemungkinan jika masa lalu suaminya pun akan datang sekedar menyapa.Masalah kemarin memberinya banyak pelajaran dalam menghadapi masalah dalam rumah tangga. Jika memang saat itu akan tiba, yang harus ia lakukan adalah tetap tenang, bicarakan dengan baik-baik sehingga menemukan solusi atas permasalahan yang menimpa.Akan tetapi, ia berharap suaminya tak akan merespon mantan kekasihnya meskipun hanya sebuah panggilan nama ketika tak sengaja bertemu secara langsung atau tiba-tiba menghubungi lewat chat. Dari semua itu yang paling ia inginkan semoga tidak ada orang ketiga lagi yang akan merusak rumah tangganya.Harus ia akui selama dua tahun menikah, masalah kemarin adalah masalah yang besar untuk keduanya sampai memakan waktu berhari-hari dan berimbas pada liburan yang sudah mereka nantikan.Namira tak menya
“Jangan main air, ya. Mandi aja.”Sore ini pukul empat, mereka sudah akan bersiap-siap untuk acara satu jam lagi. Saat ini Arhan hendak memandikan Elio yang sudah penuh dengan tanah dan banjir keringat. Entah halaman sebelah mana anaknya bermain sampai ujung kukunya hitam, baju kotor serta rambut yang lepek.Setelah berpesan kepada suaminya yang akan memandikan Elio, Namira berlalu pergi ke dapur. Di sana ada beberapa peralatan dapur yang bisa digunakan. Meskipun tidak lengkap, tapi kalau untuk mereka yang hanya menginap beberapa hari saja itu cukup.Menu makan malam untuk Elio sekarang pun adalah ayam tumis saus tiram. Olahan simpel dengan bahan utama paha ayam tanpa tulang. Bahan-bahan pendampingnya pun tak begitu sulit, cukup buncis, bawang bombai, bawang daun serta bawang putih, selebihnya ada saus tiram, kecap manis dan sedikit air, tidak lupa diberi penyedap rasa.Seusai memasak, Namira tidak mendengar suara kegaduhan yang biasa mengisi seisi sudut ruangan. Bayi itu selalu menol
Hampir semua orang sudah berkumpul di tempat makan sebelum pukul lima sore. Para wanita yang sudah merias diri dengan maksimal sibuk mengabadikan momen bersama teman masing-masing dengan cara mengambil foto dan video. Sedang di sudut lain ada kumpulan para laki-laki tengah berbincang santai seraya menyesap rokok.Tidak ada acara menggunakan pakaian tertentu. Namira hanya menyuruh mereka untuk tidak tampil secara berlebihan sebab ini hanya acara makan biasa dengan beberapa permainan yang ringan untuk mencairkan suasana.Acara yang diselenggarakan akan dimulai ketika Arhan dan Namira tiba. Namira juga menyampaikan melalui Bianca sebagai pemandu acara hari ini bahwa mereka bebas memilih makanan pembuka dan minuman di jam lima sore. Sementara makanan berat akan disajikan kala acara hampir selesai.Di sisi lain di sebuah villa, pasangan Ayah-anak itu tengah menunggu satu-satunya wanita yang selalu mereka cari ketika membutuhkan sesuatu. Arhan menyerahkan ponsel yang sudah memutar video kar
“Itu ada apa, Bu?” tanya gadis kecil di depannya. Raya yang menatap kemeriahan sejak keluarga itu keluar dari mobil beralih pada anaknya yang penasaran. “Kurang tau Ibu juga.” Nima tak lagi bertanya, gadis kecil itu hanya sibuk menatap dan mendengarkan segala yang diucapkan pembawa acara. Saat ini yang lebih menarik perhatiannya adalah bayi yang tersenyum senang karena dikerumuni banyak orang. “Gimana, ya, rasanya?” gumam anak itu seraya menatap kosong. “Apanya, Sayang?” Raya menanyakan gumaman sang anak yang sampai ke telinga. “Di perhatiin orang-orang,” jawab Nima dengan suara lemah. Selama ini gadis berusia empat tahun itu tak pernah mendapatkan hal semacam itu bahkan di sekolah barunya. Entah karena ia baru masuk atau memang orang-orang tak suka padanya. “Lihat, deh, Bu. Dari tadi dia duduk sama ayahnya.” Raya menatap arah pandang Nima. Sejak lahir anak itu juga tak pernah merasakan kasih sayang seorang Ayah meskipun laki-laki itu selalu berada di sekitarnya. Bukan berdiri
Acara terus berjalan semakin meriah, tawa orang-orang pun semakin menggelegar. Ada yang sibuk bertepuk tangan, sibuk mengambil video dan foto sampai ada yang sibuk makan. Para pegawai yang menyaksikan keseruan mereka pun ikut tersenyum bahagia, aura positif dari acara tersebut membuat orang-orang sejenak melupakan masalah mereka.Namun pada satu titik diantara orang-orang yang melepaskan tawa. Namira menatap intens tanpa menunjukkan ekspresi serupa dengan orang sekitar. Pandangannya tak beralih dari suaminya yang pergi.Percakapan antara laki-laki dan wanita di sudut tempat yang tak banyak dijamah orang saat ini membuatnya bertanya-tanya. Apa yang tengah mereka bicarakan? Hingga senyum tampan yang jarang ditunjukkan bahkan kepada para pegawainya itu kini terukir.Selama ini, senyum itu hanya selalu tertuju untuknya. Namun sekarang kenapa wanita lain menikmatinya juga? Kepala Namira ikut bergerak kala wanita itu menunjuk satu tempat yang ada anak kecil di sana tengah menikmati acara ya