Brughh…!!
Prakk…!!
"Aduh, di mana sih lingerie gue?"
"Udah ketemu? Gue nggak jual tas Hermès gue. Abisnya gue sayang banget, ini peninggalan almarhum ayah."
"Iya, serah lu dah. Gue sibuk, Sis. Ntar kita sambung lagi. Bye! Assalamualaikum."
Rosa mematikan ponselnya, lalu melemparkannya ke atas ranjang. Ia sibuk sekali sepulang dari kajian Zuhur tadi.
Allah tidak akan menanyakan berapa jumlah harta kita, tapi untuk apa harta itu digunakan dan dari mana kita mendapatkannya.
Di kepala Rosa, kata-kata itu terus terngiang. Apalagi saat kajian tadi, mereka diperlihatkan bagaimana kondisi umat Muslim di berbagai belahan dunia yang mengalami kesulitan.
Rosa dan empat sahabatnya menangis, bahkan sampai terisak-isak. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk melelang semua pernak-pernik mahal yang mereka miliki. Hasilnya akan mereka sumbangkan ke dinas sosial yang bersangkutan.
"Oh, lingerie 15 juta!! Di mana kah dirimu?"
Rosa mengusap peluhnya. Ia melirik ranjangnya yang sudah penuh dengan berbagai tas, sepatu, high heels, sneakers, bahkan sandal jepit dari merek ternama. Ia harus segera menemukan lingerie limited edition itu karena ia juga berniat menjualnya.
Seingatnya, ia pernah memakainya sekali, lalu menaruhnya kembali di walk-in closet bersama pakaian dalam lainnya. Lingerie itu adalah hadiah dari sang nenek dua tahun lalu.
"Abang…!! Lingerie adek yang 15 juta ke mana?"
Rosa berteriak menuju kamar Zany yang berada di lantai atas. Terlihat pria tampan itu sedang membersihkan iPad-nya.
"Tau dari mana? Yang punya kan kamu," jawab Zany cuek. Pria berkacamata itu kembali sibuk dengan iPad-nya yang kini tampak kinclong.
"Ih, abang…!! Biasanya kan abang yang suka masuk kamar adik, terus beres-beres. Padahal kamar adek udah rapi, tapi abang suka otak-atik sana-sini."
Rosa melipat tangan di dada, kesal. Ia memandangi kakak tertuanya yang tampak acuh.
Zany memang dijuluki Mr. Cleaner di keluarganya. Pria berumur 26 tahun itu tidak suka sesuatu yang kotor, berantakan, atau apa pun yang berbau jorok. Sejak kecil, ia adalah seorang perfeksionis. Semua harus bersih dan tertata rapi.
Oleh karena itu, ia lebih memilih tinggal bersama Rosa di rumah sang kakek ketimbang di rumah ayahnya. Ia tak ingin setiap hari bermandikan liur bayi kembar, belum lagi kekacauan yang mereka buat. Membayangkannya saja sudah membuat Zany bergidik ngeri.
"Warnanya apa?" tanya Zany, menghela napas, mencoba mengingat-ingat apakah ia pernah memindahkan barang dari kamar adiknya.
"Merah gelap, ada renda warna putih, terus tal—"
Puk!
Zany menimpuk kepala adiknya dengan tangannya. "Nggak usah terlalu dijabarkan. Gue tau lingerie, oke?!"
Zany berlalu menuju ranjangnya, meraih ponselnya, lalu kembali asyik dengan iPad-nya.
Lima menit…
Sepuluh menit…
Lima belas menit…
Ah, cukup sudah!
"JADI LINGERIE AKU DI MANA, BANG…?!" Rosa berteriak jengkel sembari menghentak-hentakkan kakinya.
"Au…! Abang kan udah bilang," jawab Zany acuh tak acuh.
"Iiih…! Tadi nanya, giliran ditungguin malah bilang nggak tau. Dasar PHP!" Rosa menggerutu kesal, lalu menjatuhkan dirinya ke atas sofa empuk di sampingnya.
"No, no…! Jorok, keluar! Kamu bau."
Zany menyeret lengan Rosa paksa, sementara wanita itu memasang gaya batunya—tak bergerak sama sekali.
"Lingerie-nya abang taruh di gudang. Sekarang KELUAR!"
Zany menunjuk pintu keluar.
Rosa tersenyum. Akhirnya berhasil juga! Ia mengecup pipi abangnya, lalu berlari secepat kilat keluar dari kamar Zany. Pasti abangnya itu akan mencuci wajahnya berkali-kali. Hahaha!
Rosa tertawa menuju gudang. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana abangnya yang bergelar playboy itu memilih wanita yang dikencaninya. Pastinya kinclong macam porselen.
****
"Ya, bisa transfer dulu. Thanks."
"Oke, UAE, Al Ain PO Box xx… Hmm, oke. Thanks."
"Sandal jepitnya 7 juta, nggak bisa dinego. Ini limited edition, loh. Ini aja kita udah turunin dari harga aslinya."
"High heels-nya udah laku yang ini, Bu. Yang ini aja, ya?"
"Sorry, nggak bisa. Harganya udah segitu."
"Louis Vuitton-nya 50 juta, Tante. Ini limited edition juga. Tante bisa cek keluaran 2013, ini cuma ada 50 biji. Ini salah satunya. Harga aslinya 200 juta, loh."
Kelima gadis itu sibuk melayani para pembeli. Maya dan Lana bertugas menjual secara online, sementara Linda, Siska, dan Rosa melayani pembeli yang datang langsung ke ruko tempat mereka melelang barang-barang branded tersebut.
"Lingerie-nya udah laku. May, pindahin, please." Lana menginstruksikan Maya yang kebetulan berada dekat barang ‘keramat’ itu.
"Handbag-nya 8 juta, Chanel, loh, Mbak. Kualitasnya nggak usah ditanya. Saya belinya tujuh bulan yang lalu."
Maya tersenyum melihat beberapa pembeli yang masih memperhatikan barang-barang dagangan mereka yang kini hanya tersisa sedikit. Kebanyakan memang sudah terjual online sejak pagi tadi.
"Hai…!"
Siska tersenyum melihat seorang pria tampan yang begitu dikenalnya memasuki ruko. Ia bahkan sampai lupa dengan ponselnya yang terus berdering.
"Mau cari apa, Kak Rio?" Rosa, yang lebih waras, langsung bertanya kepada pria itu.
Rio masih memperhatikan barang-barang branded yang berjejer manis di etalase.
"Mau cari tas… yang seperti…"
Rio merogoh ponselnya, hendak memperlihatkan gambar di layar. Namun, Siska tiba-tiba menyerobot, bahkan sampai mendorong Rosa hingga ia tergeser.
Rosa berdecak kesal. Memang dasar Siska…!
"Ini? Dior, Kak. Punyaku, 105 juta. Tapi buat Kakak, aku kasih diskon jadi 100 juta."
Siska tersenyum, beranjak mengambil tas yang dimaksud Rio.
Rosa dan Maya saling melirik, menahan tawa melihat kaki Siska yang gemetar. Sementara itu, Lana hanya bisa menahan tawa karena masih sibuk berbicara di telepon.
"Buat ad—"
"Kakak…! Katanya sebentar. Di mobil panas, tau…!"
Seorang wanita berhijab tiba-tiba memeluk lengan Rio, lalu berbisik pelan. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi Rio hanya tersenyum menanggapinya.
Siska menahan napasnya. Rasanya ini lebih menyakitkan daripada berita Chen menikah atau berita hoaks tentang G-Dragon.
Bayangkan saja, bagaimana perasaanmu saat seseorang yang kamu idolakan—bahkan menjadi cinta pertamamu—ternyata sudah ada yang punya? Tskk…
Sakit… dan begitu sakit…!
"Sebentar dulu, Sayang. Mama suruh Kakak beli tas. Katanya buat temannya."
Rio mengelus perut buncit wanita di sampingnya, lalu tersenyum kepada Siska yang masih setia memegang tas Dior miliknya.
"Tolong dibungkus," pinta Rio. Pria itu meraih dompetnya, lalu menyerahkan kartu debitnya kepada Siska.
"Kenapa tidak berhijab?"
Rio bertanya sembari menunggu Siska membungkus barangnya.
"Kamu cantik kalau berhijab. Aku suka."
Rio mengulum senyum. Bukan bermaksud menggombal, tapi ia merasa lebih bisa menjaga pandangannya jika Siska dan gengnya berhijab.
"Kak, suami aku udah di kafe. Buruan dong."
Wanita di samping Rio merengek. Dan itu sukses membuat hati Siska berbunga-bunga, bahkan cacing-cacing di perutnya ikut berpesta pora mengetahui si pemilik tengah berbahagia.
Rasanya seperti panas sebulan, lalu hujan sehari.
"Silakan," ujar Siska, menyerahkan handbag kepada Rio dengan senyum manis.
"Jazakillahu khairan. Assalamualaikum."
Rio meninggalkan Siska yang masih melongo bak orang idiot. Otaknya memutar ulang kata-kata Rio beberapa detik yang lalu.
"Kamu cantik kalau berhijab. Aku suka."
"Kamu cantik kalau berhijab. Aku suka.""Kamu cantik kalau berhijab. Aku suka.""Aku suka.""Aku suka."Kyaaaaaaa!!
Siska menangkup pipinya yang sudah memerah. Ia tersenyum lebar saat melayani pelanggan dengan sukacita. Sementara itu, keempat sahabatnya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah aneh Siska.
Tapi tunggu!
Tadi Rio mengatakan Jazakillahu khairan. Itu artinya apa, ya?
Di Rumah Alfa
Rosa memperhatikan rumah minimalis bercat biru langit di depannya. Beberapa kali ia mencocokkan dengan alamat yang didapatnya dari ruang TU di kampusnya. Rumah ini memang minimalis, tapi Rosa bisa menebak kalau halaman belakangnya pasti luas.
"Bener kok."
Rosa berbicara sendiri, memperhatikan nomor rumah berkavling 28 di samping kirinya. Itu berarti rumah di depannya ini kavling 29.
Gotcha…!
Hari ini, Rosa berniat menyerahkan hasil lelang barangnya kepada Mr. Alim. Berdasarkan informasi yang ia dapat, Mr. Alim bertugas memegang uang donasi. Setelah jumlahnya cukup banyak, barulah dana tersebut ditransfer ke berbagai negara untuk kebutuhan kaum Muslimin.
Rosa memencet bel beberapa kali hingga seorang wanita berhijab hitam membuka pagar untuknya.
"Assalamualaikum, Gu—eh, saya mau cari Mr. Al—eh, maksudnya Kak Alfa."
Rosa merutuk dalam hati. Hampir saja ia keceplosan.
"Waalaikumussalam. Ada, kok. Silakan masuk dulu."
Gadis itu mempersilakan Rosa masuk, melewati taman kecil yang mengantarkan mereka menuju ruang tamu dari pintu samping.
Rosa cukup takjub. Rumah ini memiliki ruang tamu di samping, bukan di bagian depan seperti rumah kebanyakan. Ruangan tersebut minimalis, bercat putih, dengan tiga sofa berukuran sedang dan sebuah meja kaca di tengahnya.
Mini tapi tetap keren, pikir Rosa.
Apalagi catnya, seperti ada daun-daun di setiap dinding. Padahal, itu hanya permainan cat hijau daun yang dibuat sedemikian rupa hingga terlihat begitu berkelas.
"Saya Alifa, adiknya Kak Alfa," ujar wanita itu ramah, menjabat tangan Rosa.
"Saya Rosa."
Rosa tersenyum, lalu memperhatikan sekelilingnya. Tidak ada satu pun gambar yang tertempel di dinding putih itu.
Yaaah… gagal.
Awalnya, ia ingin seperti Oh Ha Ni yang mempermalukan Baek Seung Jo dengan foto masa kecilnya. Tapi di sini nggak ada foto apa pun. Ini GATAL…!! Gagal Total!
"Silakan duduk dulu, Mbak," ujar Alifa.
"Eh, iya. Makasih."
Rosa tersenyum canggung, lalu duduk di sofa.
"Sebentar, saya panggil Kak Alfa dulu."
Alifa berlalu, meninggalkan Rosa yang masih sibuk memperhatikan sekelilingnya.
"Oh, hai!"
Rosa cengo saat melihat Alfa keluar dengan tubuh shirtless, membawa dua ember cucian. Sepertinya pria itu baru selesai mencuci dan hendak menjemurnya di halaman belakang.
"Allahu Akbar!"
Alfa tersentak kaget. Cepat-cepat ia menaruh ember cuciannya, lalu menaikkan celana training yang dipakainya hingga menutupi pusarnya.
Ingat, dalam Islam batas aurat pria itu dari pusar sampai lutut.
"Maaf, ngagetin," ujar Rosa tersenyum, menangkupkan jemarinya.
Alfa tidak membalas. Pipi pria itu perlahan memerah. Ia langsung meninggalkan cucian begitu saja, berjalan cepat ke dalam rumah.
Sementara itu, Rosa masih terdiam, bibirnya sedikit menganga melihat perut kotak-kotak Alfa yang begitu…
My God!
Harusnya gue foto, terus gue sebarin di kampus. Pastinya gue dikira ada sesuatu sama si doi. Terus, abis itu Mr. Alim temuin gue, terus… WE ARE MARRIED!
Hahaha…! Mr. Alim bisa malu juga ternyata!
Batin Rosa menjerit kesenangan. Ini sesuatu yang lang to the ka—langka!
"Maaf, lama. Ini minumnya, silakan."
Alifa kembali, menghidangkan berbagai jenis camilan, tak lupa satu teko teh beserta dua cangkir kosong.
"Kak Alfa lagi ganti baju. Tunggu sebentar, katanya," ujar Alifa sambil menuangkan teh.
"Iya, nggak apa-apa kok. Oh iya, ini Basbousa, buat camilan."
Rosa tersenyum, lalu menyerahkan paper bag besar berisi kue khas Timur Tengah yang ia buat khusus untuk Mr. Alim and the family.
"Jazakillahu khairan, Kak. Ya ampun…! Ini kesukaan Kak Alfa banget! Dia suruh aku belajar bikin, tapi aku belum sempat," ucap Alifa bersemangat. Ia membuka aluminium foil dengan hati-hati.
"Oh, satu loyang! Masya Allah… Makasih banget, Mbak Rosa!"
"Sama-sama, em… Alifa," tanggap Rosa canggung.
Pasalnya, Alfa sudah berdiri di samping adiknya.
"Saya ke belakang dulu, Kak Rosa. Mau taruh ini."
Alifa berlalu, meninggalkan Rosa yang serasa mati gaya di depan Mr. Alim.
"Bawa sini, Dek. Abang mau cicip."
Alfa mengambil sepotong Basbousa sebelum adiknya benar-benar menghilang.
"Sip!" sahut Alifa, lalu meninggalkan mereka.
"Minum dulu tehnya. Camilannya juga dimakan."
Alfa menuangkan teh ke cangkir Rosa, lalu ke cangkirnya sendiri.
Rosa tersenyum anggun, lalu menyeruput teh pelan.
"Aw, panas!"
Rosa spontan menyemburkan tehnya. Ia buru-buru mengipas bibirnya yang terasa terbakar.
"Pelan-pelan," ujar Alfa, menyerahkan tisu.
"Makasih. Kirain tehnya anget," Rosa tersenyum kikuk, merapikan sweaternya malu-malu.
Alfa langsung memalingkan wajahnya. Sweater Rosa melorot, memperlihatkan bahu serta belahan dadanya.
Selalu saja begitu…
Astagfirullah
Astagfirullah!
Astagfirullah!
Alfa harus ekstra istighfar jika tidak ingin mencela Rosa terlalu banyak.
"Sorry."
Rosa tersenyum sok polos. Ia tahu Alfa selalu menghindari tatapannya.
"Oh iya, kami sudah menjual semua barang-barang mahal kami dan bermaksud menyumbangkannya. Totalnya kurang lebih satu setengah miliar. Uangnya mau dalam bentuk tunai atau cek?"
"Bisa transfer ke sini. Jazakillahu khairan untuk sumbangannya."
Alfa menyerahkan kartu nama berlabel universitas, lengkap dengan namanya serta nomor rekening.
"Sama-sama," jawab Rosa bangga.
Siapa lagi di kampus yang bisa menyumbang sebanyak itu? Rosa yakin tidak ada selain gengnya.
"Buat kamu. Dibaca ya, nanti aku tanya kalau ketemu."
Alfa menyerahkan sebuah buku berukuran sedang kepada Rosa.
"Kitabut Tauhid?"
Rosa mengernyitkan dahi, lalu tertawa geli.
"Aku percaya Allah itu satu, kok, jadi nggak perlu buku ini."
Rosa mengembalikan buku itu kepada Alfa.
"Baiklah."
Alfa mengalah. Ia yakin di rumah Rosa sudah ada banyak buku agama. Pak Arka—ayah Rosa—sering memintanya untuk membelikan buku-buku keislaman sekalian.
"By the way, arti Jaza… Jaza… hmm, yang kamu ucapkan tadi itu apa, ya? Itu bahasa Arab, kan?"
Rosa bertanya penasaran. Ia sudah lima kali mendengar kata itu: dua kali di pengajian, satu kali di ruko, dan dua kali di rumah Alfa.
"Jazakillahu khairan untuk perempuan, Jazakallahu khairan untuk laki-laki, dan Jazakumallahu khairan untuk bentuk jamak atau umum," jelas Alfa.
"Lalu, ada hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang ini. Dari Zaid radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
'Barang siapa yang diberikan satu perbuatan kebaikan kepadanya, lalu dia membalasnya dengan mengatakan: Jazakallahu khair (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka sungguh hal itu telah mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya.'
(HR. At-Tirmidzi [2035], An-Nasa’i dalam Al-Kubra [6/53], Al-Maqdisi dalam Al-Mukhtarah: 4/1321, Ibnu Hibban: 3413, Al-Bazzar dalam Musnadnya: 7/54. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Tirmidzi.)
"Ooo, thanks! Eh… Ja-za-kal-lahu khairan untuk tehnya."
Rosa tersenyum.
Rasanya menyenangkan mengucapkan Jazakallahu khairan. Mungkin mulai sekarang, ia akan menghafalnya. Selain menyenangkan, ia juga bisa dapat pahala. Secara, itu sunnah, kan?
Dua minggu sudah berlalu semenjak Rosa mengetahui arti, "Jazakallahu khairan", wanita itu benar-benar mengamalkannya.Arka bahkan kaget mendengar putri centilnya mengucapkan kata-kata keramat itu. Padahal dari dulu Arka sudah mengajarkan Rosa melalui buku-buku hadis ataupun kitab yang ia koleksi untuk dibaca. Tapi memang watak Rosa yang sama kerasnya dengan sang kakek membuatnya bertahan dan tidak menyentuhnya sedikit pun. Meskipun begitu, ia bersyukur putrinya lancar mengaji—yeah, meskipun bertolak belakang dengan kelakuannya."Ayah, aku mau pergi sama Bunda. Bye, assalamualaikum."Rosa mengecup pipi ayahnya kilat, kemudian menyusul ibunya yang sudah lebih dahulu menuju mobil."Ayah harap kamu berubah, Sayang."Arka berbisik melihat punggung anak gadisnya yang semakin hari semakin bertumbuh. Ia tidak menyangka bisa mengurus gadis keras kepala itu hingga sebesar ini. Ada rasa bangga di hatinya ketika mengingat almarhum istrinya.Sejak kecil, Rosa memang selalu dimanjakan oleh keluarga
Hall jazaaa ul_ihsaani illal_ihsaan....Fa bi'ayyi aalaaa'i robbukumaa tukazzibaan...Alfa terisak, berusaha meneruskan tilawahnya hingga selesai. Ia tidak menyadari sosok gadis yang memperhatikan gerak geriknya dari tadi. Pria itu kerap kali menangis jika membaca surah Ar - Rahman. Apalagi saat mengulangi ayat yang berarti 'Maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kau dustakan,' rasanya itu seperti di siram air es di musim dingin. Selama ini ia merasa bebas bahkan terkesan santai dengan hidupnya. Padahal semua fasilitas yang ia nikmati semuanya dari sang pencipta Allah. Oksigen yang selama ini di hirup tidak pernah habis stoknya, makanan yang selama ini ia makan, mata yang bisa melihat, telinga yang bisa mendengar, bibir yang bisa berbicara, tangan yang bisa bergerak, kaki yang bisa melangkah, kulit yang begitu peka, lidah yang perasa, air liur yang tidak pernah habis stoknya, dan banyak karunia yang di berikan sang pencipta Allah kepadanya dan seluruh mahluk hidup di bumi. Pernahkah
Dentingan sendok yang beradu dengan piring mengawali pagi Rosa yang cerah. Wanita itu begitu menikmati nasi goreng seafood karyanya. “Kamu nggak kuliah dek?” Rosa mengalihkan pandangannya dari piring ke sosok tampan kakaknya yang sudah rapi dengan setelan jasnya.“Nggak, aku mau ikut ke kantor bareng abang."Zany mengerutkan keningnya, sejak kemarin tingkah adiknya aneh, bahkan betah menempel kepadanya padahal ia sudah membentak Rosa, karena adiknya selalu berbuat hal hal yang tidak di sukainya. “Abang mau ke lokasi proyek. Sekalian ketemu klien." Rosa mendengkus sebal mendengar jawaban sang kakak. Pokoknya ia tidak mau tahu. Karena hari ini jadwalnya mewawancarai sang kakak tentang Mr. Alim. Besok tidak bisa karena jadwal kuliahnya yang padat."Pokoknya aku ikut. Nggak pake koma." Jawab Rosa keras kepala.Zany menghela nafasnya , susah sekali menang dari si keras kepala Rosa. "Bi Jum, yang membersihkan kamar mandi saya siapa?"Rosa nyaris tersedak mendengar pertanyaan sang k
"Udah tau gue amnesia. Elo aja yang sombong." Rosa tak mau kalah. Ia menatap sengit ke arah Alfa yang tampak biasa saja."Nggak penting juga." Jawab Alfa. Pria itu menyerahkan piring kepada Rosa dan Zany."What? nggak penting gimana? Bagi gue masa kecil itu penting." Rosa berkoar tak sabar. Wanita itu melipat kerah kemeja hitamnya, kemudian merebut sendok nasi dari Alfa. Menyendok nasi ke piringnya dengan emosi.Ughh, air liur siapa yang tidak menetes melihat menu yang tersedia di kotak bekal yang Alfa bawa. Ada ayam panggang, tempe dan tahu goreng, sayur asam tak lupa sambal tomat yang begitu menggugah selera, limau di atas sambal itu serasa melambai lambai meminta di cicipi. Zany dan Alfa hanya saling pandang melihat tingkah Rosa. Menunggu dengan sabar si tuan putri yang sibuk comot sana sini sesekali berujar 'enak banget'."Gue belum selesai. Nanti kalau udah kenyang baru lanjut." Ujar Rosa ketus saat melihat Alfa yang meredam tawanya karena tingkahnya yang di luar prediksinya .A
"Saya pakai jaring saja sudah terlanjur basah."Suara Alfa menginstrupsi Rosa yang masih menganga. Untung saja tidak ada belalang atau lebah yang singgah di mulutnya yang menganga lebih dari satu menit. Pstt, tau gitu gue bawa kamera! Terus gue sebarin ketampanannya ke instagram! Lagi lagi batin Rosa bergejolak, menyalahkan dirinya yang tidak seperti biasanya yang selalu ingat membawa kamera untuk mengabadikan momennya."Oh.., eumm. Oke gue ambilin. Tempatnya di mana?" Rosa bertanya gelagapan. Bisa hilang nilai jualnya kalau si Mr. Alim tahu dirinya terjatuh begitu dalam hingga dasarnya. Tapi Rosa berniat menetapkan hatinya, kali ini tidak untuk main main. Ya, meskipun masih dalam lingkup taruhan. "Di dapur bagian atas sebelah kiri." Alfa menjawab sembari menarik kail pancing. Pun Rosa yang langsung meninggalkan tempat."Al, elo nggak naksir adik gue kan?" Tanya Zany. Pria itu menatap sekilas ke bukit bukit terjal yang menjulang di ujung sawah sana. Pemandangannya memang sangat mema
Di tengah sunyinya malam, sang rembulan bersinar dengan terangnya, seolah mengejek gadis yang sedang meringkuk memeluk gulingnya. Terkadang ke kiri dan terkadang ke kanan. Gadis itu memutuskan bangkit dari ranjang, beranjak ke meja belajarnya kemudian membuka laptopnya. Lebih baik mengerjakan tugas, daripada memeras otak memikirkan Mr. Alim yang membuat dadanya berdenyut denyut nyeri. Masih segar di ingatannya saat kejujuran Alfa seolah-olah menembak hatinya hingga luluh lantah, 'Syukurlah karena kamu tidak benar-benar suka kepada saya. Saya sendiri juga tidak menginginkan istri yang mengumbar aurat' kata kata itu terus terngiang, melukai harga dirinya. Cinta?Oh, Rosa belum gila untuk jatuh cinta secepat itu pada Mr. Alim. Ia hanya merasakan hatinya sakit, bahkan beberapa hari ini susah tidur. Ditambah sosok Alfa tidak pernah muncul lagi membuatnya uring uringan. Apa mungkin pria itu marah karena dirinya yang mengatakan Alfa miskin? Ah, bodo amat!Mungkin harga diri Alfa terluka
"Wooy!! lagi makan apaan tuh?" Suara cempreng milik Rosa menggema di kantin yang masih terlihat ramai. Gadis itu tampak santai dengan tatapan memuja kaum adam pada tubuhnya yang begitu sexy bak gitar Spanyol. Kemeja berwarna hitam melekat pas pada tubuh Rosa, dua kancing teratasnya terbuka, menampakkan belahan dada putihnya. Hot pants berwarna senada memperlihatkan kaki jenjangnya, dilengkapi dengan sepatu sneakers berwarna coklat tampak anggun di kakinya. Wajar saja wanita itu di juluki bunga kampus. Rosa menghampiri teman-teman nya yang biasa di juluki grup Sexy Yeoja. Grup itu terdiri dari lima orang wanita cantik, Lana, Linda, Maya, Siska, dan Rosa. Bisa ditebak dari nama grupnya yang menggunakan kata 'Yeoja' yang berarti gadis atau wanita dalam bahasa korea. Dan mereka itu segerombolan penggila Kpop. Hampir seluruh penghuni kampus tau kalau grup Sexy Yeoja penggila kpop. Karena jika ada event di kampus pasti grup Sexy Yeoja akan menampilkan semua yang berbau kpop, entah itu
Rosa menghembuskan nafasnya kesal. Ia sudah menceritakan perihal ayah Mr Alim kepada sahabat nya. Namun keempat sahabatnya malah menyuruh Rosa melanjutkan misi. Bila perlu menikah sekalian balas jasa kata mereka. Fstt, padahal Rosa sudah membeberkan gaji Alfa yang senilai dengan uang jajannya, namun keempat sahabatnya tetap berpegang teguh pada pendirian mereka. "Ya, gue malah tambah salut sama Mr Alim. Secara dia yang selama ini menjadi kepala keluarga. Gue denger denger ibunya baru nikah lagi setahun yang lalu lho."Siska bercerita heboh. Matanya melirik sosok pria yang berjanggut yang sedang duduk sendirian di temani laptopnya. "Eh, itu Rio kan?" Lana mengikuti arah pandang Siska. "Hmm, Calon suami gue. " Siska tersenyum memperlihatkan sosok tanpan itu. Uhh, rasanya mendebarkan melihat seorang yang kau sukai dari jarak sedekat ini. "Ngimpi!!"Keempat sahabatnya bersorak, mengolok Siska yang masih saja tersenyum, memangku wajahnya. Matanya berfokus menatap sosok sempurna yang b
Di tengah sunyinya malam, sang rembulan bersinar dengan terangnya, seolah mengejek gadis yang sedang meringkuk memeluk gulingnya. Terkadang ke kiri dan terkadang ke kanan. Gadis itu memutuskan bangkit dari ranjang, beranjak ke meja belajarnya kemudian membuka laptopnya. Lebih baik mengerjakan tugas, daripada memeras otak memikirkan Mr. Alim yang membuat dadanya berdenyut denyut nyeri. Masih segar di ingatannya saat kejujuran Alfa seolah-olah menembak hatinya hingga luluh lantah, 'Syukurlah karena kamu tidak benar-benar suka kepada saya. Saya sendiri juga tidak menginginkan istri yang mengumbar aurat' kata kata itu terus terngiang, melukai harga dirinya. Cinta?Oh, Rosa belum gila untuk jatuh cinta secepat itu pada Mr. Alim. Ia hanya merasakan hatinya sakit, bahkan beberapa hari ini susah tidur. Ditambah sosok Alfa tidak pernah muncul lagi membuatnya uring uringan. Apa mungkin pria itu marah karena dirinya yang mengatakan Alfa miskin? Ah, bodo amat!Mungkin harga diri Alfa terluka
"Saya pakai jaring saja sudah terlanjur basah."Suara Alfa menginstrupsi Rosa yang masih menganga. Untung saja tidak ada belalang atau lebah yang singgah di mulutnya yang menganga lebih dari satu menit. Pstt, tau gitu gue bawa kamera! Terus gue sebarin ketampanannya ke instagram! Lagi lagi batin Rosa bergejolak, menyalahkan dirinya yang tidak seperti biasanya yang selalu ingat membawa kamera untuk mengabadikan momennya."Oh.., eumm. Oke gue ambilin. Tempatnya di mana?" Rosa bertanya gelagapan. Bisa hilang nilai jualnya kalau si Mr. Alim tahu dirinya terjatuh begitu dalam hingga dasarnya. Tapi Rosa berniat menetapkan hatinya, kali ini tidak untuk main main. Ya, meskipun masih dalam lingkup taruhan. "Di dapur bagian atas sebelah kiri." Alfa menjawab sembari menarik kail pancing. Pun Rosa yang langsung meninggalkan tempat."Al, elo nggak naksir adik gue kan?" Tanya Zany. Pria itu menatap sekilas ke bukit bukit terjal yang menjulang di ujung sawah sana. Pemandangannya memang sangat mema
"Udah tau gue amnesia. Elo aja yang sombong." Rosa tak mau kalah. Ia menatap sengit ke arah Alfa yang tampak biasa saja."Nggak penting juga." Jawab Alfa. Pria itu menyerahkan piring kepada Rosa dan Zany."What? nggak penting gimana? Bagi gue masa kecil itu penting." Rosa berkoar tak sabar. Wanita itu melipat kerah kemeja hitamnya, kemudian merebut sendok nasi dari Alfa. Menyendok nasi ke piringnya dengan emosi.Ughh, air liur siapa yang tidak menetes melihat menu yang tersedia di kotak bekal yang Alfa bawa. Ada ayam panggang, tempe dan tahu goreng, sayur asam tak lupa sambal tomat yang begitu menggugah selera, limau di atas sambal itu serasa melambai lambai meminta di cicipi. Zany dan Alfa hanya saling pandang melihat tingkah Rosa. Menunggu dengan sabar si tuan putri yang sibuk comot sana sini sesekali berujar 'enak banget'."Gue belum selesai. Nanti kalau udah kenyang baru lanjut." Ujar Rosa ketus saat melihat Alfa yang meredam tawanya karena tingkahnya yang di luar prediksinya .A
Dentingan sendok yang beradu dengan piring mengawali pagi Rosa yang cerah. Wanita itu begitu menikmati nasi goreng seafood karyanya. “Kamu nggak kuliah dek?” Rosa mengalihkan pandangannya dari piring ke sosok tampan kakaknya yang sudah rapi dengan setelan jasnya.“Nggak, aku mau ikut ke kantor bareng abang."Zany mengerutkan keningnya, sejak kemarin tingkah adiknya aneh, bahkan betah menempel kepadanya padahal ia sudah membentak Rosa, karena adiknya selalu berbuat hal hal yang tidak di sukainya. “Abang mau ke lokasi proyek. Sekalian ketemu klien." Rosa mendengkus sebal mendengar jawaban sang kakak. Pokoknya ia tidak mau tahu. Karena hari ini jadwalnya mewawancarai sang kakak tentang Mr. Alim. Besok tidak bisa karena jadwal kuliahnya yang padat."Pokoknya aku ikut. Nggak pake koma." Jawab Rosa keras kepala.Zany menghela nafasnya , susah sekali menang dari si keras kepala Rosa. "Bi Jum, yang membersihkan kamar mandi saya siapa?"Rosa nyaris tersedak mendengar pertanyaan sang k
Hall jazaaa ul_ihsaani illal_ihsaan....Fa bi'ayyi aalaaa'i robbukumaa tukazzibaan...Alfa terisak, berusaha meneruskan tilawahnya hingga selesai. Ia tidak menyadari sosok gadis yang memperhatikan gerak geriknya dari tadi. Pria itu kerap kali menangis jika membaca surah Ar - Rahman. Apalagi saat mengulangi ayat yang berarti 'Maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kau dustakan,' rasanya itu seperti di siram air es di musim dingin. Selama ini ia merasa bebas bahkan terkesan santai dengan hidupnya. Padahal semua fasilitas yang ia nikmati semuanya dari sang pencipta Allah. Oksigen yang selama ini di hirup tidak pernah habis stoknya, makanan yang selama ini ia makan, mata yang bisa melihat, telinga yang bisa mendengar, bibir yang bisa berbicara, tangan yang bisa bergerak, kaki yang bisa melangkah, kulit yang begitu peka, lidah yang perasa, air liur yang tidak pernah habis stoknya, dan banyak karunia yang di berikan sang pencipta Allah kepadanya dan seluruh mahluk hidup di bumi. Pernahkah
Dua minggu sudah berlalu semenjak Rosa mengetahui arti, "Jazakallahu khairan", wanita itu benar-benar mengamalkannya.Arka bahkan kaget mendengar putri centilnya mengucapkan kata-kata keramat itu. Padahal dari dulu Arka sudah mengajarkan Rosa melalui buku-buku hadis ataupun kitab yang ia koleksi untuk dibaca. Tapi memang watak Rosa yang sama kerasnya dengan sang kakek membuatnya bertahan dan tidak menyentuhnya sedikit pun. Meskipun begitu, ia bersyukur putrinya lancar mengaji—yeah, meskipun bertolak belakang dengan kelakuannya."Ayah, aku mau pergi sama Bunda. Bye, assalamualaikum."Rosa mengecup pipi ayahnya kilat, kemudian menyusul ibunya yang sudah lebih dahulu menuju mobil."Ayah harap kamu berubah, Sayang."Arka berbisik melihat punggung anak gadisnya yang semakin hari semakin bertumbuh. Ia tidak menyangka bisa mengurus gadis keras kepala itu hingga sebesar ini. Ada rasa bangga di hatinya ketika mengingat almarhum istrinya.Sejak kecil, Rosa memang selalu dimanjakan oleh keluarga
Brughh…!!Prakk…!!"Aduh, di mana sih lingerie gue?""Udah ketemu? Gue nggak jual tas Hermès gue. Abisnya gue sayang banget, ini peninggalan almarhum ayah.""Iya, serah lu dah. Gue sibuk, Sis. Ntar kita sambung lagi. Bye! Assalamualaikum."Rosa mematikan ponselnya, lalu melemparkannya ke atas ranjang. Ia sibuk sekali sepulang dari kajian Zuhur tadi.Allah tidak akan menanyakan berapa jumlah harta kita, tapi untuk apa harta itu digunakan dan dari mana kita mendapatkannya.Di kepala Rosa, kata-kata itu terus terngiang. Apalagi saat kajian tadi, mereka diperlihatkan bagaimana kondisi umat Muslim di berbagai belahan dunia yang mengalami kesulitan.Rosa dan empat sahabatnya menangis, bahkan sampai terisak-isak. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk melelang semua pernak-pernik mahal yang mereka miliki. Hasilnya akan mereka sumbangkan ke dinas sosial yang bersangkutan."Oh, lingerie 15 juta!! Di mana kah dirimu?"Rosa mengusap peluhnya. Ia melirik ranjangnya yang sudah penuh dengan berba
Rosa menghembuskan nafasnya kesal. Ia sudah menceritakan perihal ayah Mr Alim kepada sahabat nya. Namun keempat sahabatnya malah menyuruh Rosa melanjutkan misi. Bila perlu menikah sekalian balas jasa kata mereka. Fstt, padahal Rosa sudah membeberkan gaji Alfa yang senilai dengan uang jajannya, namun keempat sahabatnya tetap berpegang teguh pada pendirian mereka. "Ya, gue malah tambah salut sama Mr Alim. Secara dia yang selama ini menjadi kepala keluarga. Gue denger denger ibunya baru nikah lagi setahun yang lalu lho."Siska bercerita heboh. Matanya melirik sosok pria yang berjanggut yang sedang duduk sendirian di temani laptopnya. "Eh, itu Rio kan?" Lana mengikuti arah pandang Siska. "Hmm, Calon suami gue. " Siska tersenyum memperlihatkan sosok tanpan itu. Uhh, rasanya mendebarkan melihat seorang yang kau sukai dari jarak sedekat ini. "Ngimpi!!"Keempat sahabatnya bersorak, mengolok Siska yang masih saja tersenyum, memangku wajahnya. Matanya berfokus menatap sosok sempurna yang b
"Wooy!! lagi makan apaan tuh?" Suara cempreng milik Rosa menggema di kantin yang masih terlihat ramai. Gadis itu tampak santai dengan tatapan memuja kaum adam pada tubuhnya yang begitu sexy bak gitar Spanyol. Kemeja berwarna hitam melekat pas pada tubuh Rosa, dua kancing teratasnya terbuka, menampakkan belahan dada putihnya. Hot pants berwarna senada memperlihatkan kaki jenjangnya, dilengkapi dengan sepatu sneakers berwarna coklat tampak anggun di kakinya. Wajar saja wanita itu di juluki bunga kampus. Rosa menghampiri teman-teman nya yang biasa di juluki grup Sexy Yeoja. Grup itu terdiri dari lima orang wanita cantik, Lana, Linda, Maya, Siska, dan Rosa. Bisa ditebak dari nama grupnya yang menggunakan kata 'Yeoja' yang berarti gadis atau wanita dalam bahasa korea. Dan mereka itu segerombolan penggila Kpop. Hampir seluruh penghuni kampus tau kalau grup Sexy Yeoja penggila kpop. Karena jika ada event di kampus pasti grup Sexy Yeoja akan menampilkan semua yang berbau kpop, entah itu