Share

6. Drama

Penulis: Butiran Rinso
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-09 11:19:46

Jika tak mampu melupakan, gantilah kenangan yang menyakitkan dengan kenangan yang baru.

Setelah kemelut panjang yang menguras emosi dan waktu tidurnya, akhirnya masa berkabung itu telah usai. Dua hari absen dari rumah sakit, kini Rena kembali menapaki koridor sepi rumah sakit di pagi hari. Semilir angin menyejukkan hatinya, kicauan burung mengiri suara high heels yang bergema.

"Pagi Dokter cantik," sapa seorang wanita yang sedang mengepel lantai.

"Pagi," balas Rena, seulas senyuman tipis menghias wajahnya yang terlihat berseri. "Shift pagi, Bu? Sudah sarapan belum?" Rena merupakan Dokter paling muda di rumah sakit Persada Medical Center. Selain parasnya yang cantik, sikapnya juga ramah dan baik pada orang-orang di lingkungan rumah sakit membuat wanita itu sering dijuluki Dokter cantik baik hati.

"Sudah Dok," jawab petugas kebersihan itu. "Dokter mau teh? Atau mau beli makan, biar saya yang belikan ke kantin."

Rena mengusap pundak wanita yang lebih tua darinya, mungkin seumuran mamanya. "Nggak usah Bu, Rena nanti buat sendiri. Ibu semangat ya kerjanya. Fighting." Rena menyemangati.

"Siap Dokter cantik, fighting." Wanita itu membalas penuh semangat, mengacungkan kepalan tangan ke atas menirukan Rena.

"Kalau begitu saya permisi dulu ya, Bu." Rena pamit undur diri, meneruskan langkah kaki menuju ruangannya.

Helaan napas panjang bersamaan dengan bokong yang mendarat mulus di kursi empuk. Rena menyandarkan punggungnya, sembari memejamkan mata. Ternyata berpura-pura bahagia itu menguras tenaga. Mungkin di depan orang lain ia tampak baik-baik saja, seperti seorang wanita kebanyakan yang semakin berseri menyambut datangnya hari pernikahan. Tapi di dalam dirinya justru terjadi pergejolakan batin yang menyiksa, seakan drama percintaannya belum usai juga.

Rena mengembuskan napas kasar, berusaha menata kembali semangat yang sempat redup kala teringat kisah percintaannya yang kandas sebelum menyentuh pelaminan. "Semangat Rena, lo pasti bisa menghadapi semua ini. Stop jadi cengeng, termehek-mehek. Lo bukan bucinnya Alan, masih banyak pria yang jauh lebih tampan, mapan dan pastinya setia nggak kaya Alan." Ia mensugesti dirinya sendiri, mengenyahkan pikiran negatif yang memprovokasi air matanya.

Suara notifikasi pesan masuk, mengalihkan perhatian Rena. Ia membuka pesan masuk, senyuman samar terbit ketika membaca pesan singkat berisi ucapan selamat pagi.

Davin

Jomlo boleh, kesepian jangan. Selamat pagi, nggak perlu datang ke indomaret buat dapat ucapan selamat pagi. Karena gue rela ngucapin itu tiap hari.

Jangan lupa ngopi, karena pura-pura bahagia juga butuh inspirasi.

"Dasar jones." Rena mendengkus geli setelah membaca pesan singkat yang agak ambigu dari Davin. Tapi, kenapa pria itu tiba-tiba mengiriminya pesan? Mungkin ... Rena menepis prasangka yang muncul dalam benaknya. "Mungkin dia cuma prihatin, sama seperti yan lain berusaha kasih gue motivasi buat bangkit lagi. Ya, cuma itu. Nggak lebih." Ia meyakinkan dirinya dan menepis semua dugaan tentang Davin yang mungkin saja suka dengannya.

Setelah membalas pesan Davin, Rena pergi ke pantri untuk membuat kopi sesuai saran pria itu. Ia memang sepertinya butuh kopi untuk mengenyahkan rasa kantuk. Saat sedang membuat kopi, pintu di belakangnya terbuka. Seseorang melangkah masuk. Rena melirik sekilas, lalu mendecih saat tahu siapa orang yang barjalan mendekatinya.

"Lo beneran batalin pernikahannya 'kan?" Tangan Rena yang sedang mengaduk kopi seketika terhenti saat mendengar suara dari samping. "Gue harap itu bukan akal-akalan lo buat mempermalukan gue doang." Sontak Rena menolehkan kepalanya, menatap wanita tidak tahu diri yang berdiri angkuh di sebelahnya. 

"Lo waras?" komentar Rena, tak habis pikir dengan ucapan Vera. Seakan tak punya malu, sama sekali tidak merasa bersalah juga. Seolah wanita itu menempatkan dirinya sendiri sebagai korban dan Rena sebagai orang jahatnya.

Vera mengambil teh celup, memasukkannya ke cangkir. "Gue sudah tidur sama Alan." Tanpa mempedulikan reaksi Rena, ia kembali berbicara. "Dia sering dateng ke aparteman gue."

"Terus?" Vera menghadap Rena ketika mendengar jawaban wanita itu. "Lo pikir gue peduli?" Rena mendecih, memandang jijik Vera.

"Gue nggak peduli lo mau bilang gue cewek murahan atau apa pun. Gue cuma mau Alan tanggung jawab atas apa yang sudah dia perbuat ke gue. Nggak mungkin gue nikah sama orang lain sementara keperawanan gue diambil oleh dia." Vera kembali menegaskan, tak peduli jika ucapannya menghancurkan perasaan Rena.

Hati yang sudah retak, kini hancur berkeping-keping. Bahkan Rena sudah tak tahu lagi seperti apa perasaannya sekarang, terlalu sakit mendengar fakta yang nyaris membuatnya serangan jantung mendadak. Masih tak terpikirkan oleh Rena, seorang Alan yang ia kenal baik, santun dan menghargai wanita selayaknya mamanya sendiri. Ternyata melakukan hal bejat, melanggar norma dan mengabaikan larangan agama.

"Gue harap lo nggak deketin Alan lagi, gue nggak mau persahabatan kita rusak karena keras kepala———"

"Persahabatan?" Rena tersenyum sinis, matanya berkaca-kaca menahan air mata yang mendesak keluar. "Persahabatan yang mana? Bukannya persahabatan kita sudah hancur?"

"Ren, gue nggak mau ribut pagi-pagi. Gue cuma mau kasih tahu———"

"KASIH TAHU APA?" Rena kembali menyela, suaranya lebih lantang. "Kasih tahu kalau lo sudah tidur sama calon suami gue? Kalau lo nusuk sahabat lo sendiri dari belakang? Atau lo yang jadi duri dalam hubungan gue sama Alan?" Rena bertepuk tangan, diiringi tawa sumbang. "Lo berhasil. Tapi gue nggak pernah menyangka kalau ada wanita serendah lo, nggak punya harga diri, tidak tahu malu———" Pintu terbuka menginterupsi Rena sesaat, ia dan Vera refleks menoleh ke arah pintu. Di mana ada dua Dokter masuk ke pantri.

Tapi hal itu tak membuat Rena terpengaruh, ia kembali menatap tajam Vera. "Gue tegasin ke lo, gue nggak bakal sudi balik lagi ke Alan apalagi dia bekas lo dan kalau lo emang sebucin itu sama Alan, lo ambil saja. Gue nggak peduli!"

"Ren." Salah satu dari mereka memanggil. "Ada apa———"

"Kebetulan kalian di sini." Rena memasang senyum palsunya. "Gue sama Alan batal nikah." Sedikit mendongak untuk menghalau air mata yang kembali mencoba menerobos pertahannya. "Karena dia sudah punya pengganti yang bisa memenuhi kebutuhan biologis yang nggak bisa gue kasih sebelum menikah."

Dua Dokter wanita itu saling pandang, bingung mendengar pernyataan Rena,  ditambah ketegangan antara Rena dan Vera yang begitu kentara.

"Gue punya janji sama pasien, gue duluan." Rena mengusap sudut matanya, membawa kopinya. Ia ingin cepat-cepat meninggalkan pantri, tapi tarikan dari belakang mengejutkan dirinya. Rena menganga saat tamparan keras melayang ke wajahnya. "Lo!"

"Lo pantas mendapatkannya." Lagi, dengan tidak tahu diri Vera menyiramkan teh panas ke baju Rena menyulut emosi wanita itu.

Rena pun melakukan hal yang sama. Perkelahian antara keduanya tak terelakkan, mereka saling melemparkan kalimat kotor, menjambak rambut satu sama lain. Belum lagi kuku-kuku mereka saling mencakar, melukai kulit mulus keduanya.

——————

Rena keluar dari ruangan Direktur rumah sakit. Akibat drama pagi tadi, ia mendapatkan skors selama seminggu, berlaku juga untuk Vera. Beruntung keduanya hanya mendapat sanksi berupa skors bukan pemberhentian karena sudah membuat keributan di lingkungan rumah sakit.

Rena tak sepenuhnya menyesal, ia puas sudah melampiaskan semua kekesalannya. Meski untuk itu semua, dirinya harus menerima konsekuensinya. Tapi itu tak seberapa dengan Vera, selain diskors, wanita itu juga jadi bahan gunjingan atas tuduhan sebagai perusak hubungan orang  alias pelakor. Semua orang membicarakannya, mengucilkan wanita itu, bahkan ada beberapa Dokter yang menyindir secara terang-terangan.

Rena mengambil tasnya, bergegas pergi dari rumah sakit. Berada di sana membuat ubun-ubunnya kembali mendidih ketika melihat Vera, ia juga tak berniat menjelaskan lebih jauh pada rekan kerjanya di rumah sakit mengenai pernikahannya yang batal.

Rena memacu mobilnya dengan kecepatan penuh. Tujuannya bukan rumah, melainkan kafe kakaknya. Setengah jam perjalanan dari rumah sakit, akhirnya ia tiba di depan kafe in love yang dikelola kakak iparnya.

"Selamat datang——Rena." Seorang wanita cantik menyambut dirinya, berjalan mendekat memberikan pelukan hangat. "Are you okay, baby?" Rena selalu suka dengan perlakuan kakak iparnya, wanita itu selalu peka hanya dengan melihat wajahnya. "Duduk dulu, kakak buatin kamu minum. Mau kopi atau es?" tawar Kimmy, kakak iparnya.

"Es Mocha boleh, kepalaku rasanya sangat panas seakan siap meledak," jawab Rena, tak bisa menyembunyikan kekesalannya.

"Oke, tunggu sebentar." Kimmy berlalu ke meja bar untuk membuat es pesanan Rena.

Rena menghela napas panjang dan dalam, matanya mengedar ke sekeliling kafe yang lumayan ramai hari ini. Beruntung ia duduk di ujung, setidaknya tidak akan menarik perhatian pengunjung yang lain jika tiba-tiba emosi atau tangisannya meledak.

"Kamu nggak kerja?" Suara berat mengalihkan atensi Rena, ia menolehkan kepalanya ke depan. "Jangan bilang kamu ... bolos———"

"Aku diskors," jawab Rena.

"Kok bisa?" Kimmy yang baru datang terkejut mendengar penuturan Rena, begitupun dengan Reyvan yang sudah duduk di hadapannya. Kebetulan sedang jam makan siang, sehingga pria itu berada di kafe.

"Ren, kamu nggak buat masalah 'kan?" Reyvan mengelus tangan Rena. "Apa ini soal ...." Reyvan mengatupkan bibirnya saat melihat Rena menganggukkan kepala pelan.

"Aku berantem sama Vera," ucap Rena, emosinya kembali mencuat ketika teringat ucapan Vera tadi pagi. "Ternyata mereka berdua berengsek!" Pertahanan Rena seketika runtuh bersamaan dengan air mata yang menerobos keluar membasahi pipinya.

Kimmy duduk di samping Rena, mendekap erat, mengelus pundak Rena dengan lembut. Tak ada yang bersuara baik Kimmy ataupun Reyvan, keduanya diam jadi pendengar yang baik untuk Rena. Wanita itu meluapkan semua perasaan kesal, kecewa dan putus asa yang bercampur jadi satu, diiringi dengan suara tangisan yang menyayat hati.

Satu jam berlalu, akhirnya keadaan Rena sudah kembali tenang. Meski wanita itu hanya duduk termenung memandang ke luar jendela kafe dengan pandangan kosong. Tak ingin melihat adiknya larut dalam kesedihan, lantas Reyvan kembali menghampiri.

"Kamu nggak pulang?" tanya Reyvan, sebenarnya ia sudah akan kembali ke kantor karena waktu istirahatnya sudah habis.

Rena hanya menggelengkan kepalanya pelan, tanpa mengalihkan pandangan barang sedetik pun. Pandangannya masih terfokus pada objek di luar kafe.

"Kamu pasti takut mama sama papa tahu 'kan?" Refleks Rena menoleh, menatap sayu Reyvan. "Kakak nggak bakal bilang, kalau kamu mau, buat sementara waktu kamu bisa tinggal bareng kakak." Rena tak memberikan jawaban, namun dari sorot matanya sepertinya wanita itu menyetujui tawaran Reyvan.

"Tapi lusa kakak mau liburan ke pulau Bawah, kamu mau ikut?"

"Pulau Bawah?" beo Rena, kemudian menggelengkan kepalanya. Tentu ia tidak mau, terlalu banyak kenangan bersama dengan Alan di sana.

"Kenapa? Karena Alan?" Tebakan Reyvan tepat sasaran. "Bukan tanpa alasan kakak ajak kamu. Kakak nggak pengen lihat kamu larut dengan kesedihan terus dan masalah kenangan kamu dengan Alan, bukankah kamu justru bisa menghapus kenangan itu lebih cepat dengan menggantikannya dengan yang baru," ujar Reyvan.

"Maksud Kak Reyvan?" Rena mengernyit, tak paham dengan ucapan kakaknya. Otaknya sedang tidak mau diajak berpikir.

"Patah hati bikin kamu lola ya," ucap Reyvan, mendengkus geli. "Kamu pikirin aja dulu, kakak buru-buru mau ke kantor lagi, banyak kerjaan soalnya." Reyvan mengacak-ngacak rambut Rena.

"Aish, Kak Reyvan!" Rena memanyunkan bibirnya, kesal. Ia paling tidak suka kalau rambutnya diacak-acak.

Selepas kepergian Reyvan, Rena kembali termenung. Matanya bergerak bebas memandangi pengunjung kafe silih berganti. Hingga suara notifikasi pesan menginterupsi, Rena langsung membukanya.

Davin

Butuh bahu atau telinga? Kapan pun lo mau, gue siap.

Seperti mendapat pelepas dahaga, sinar di wajah Rena kembali terpancar. Entahlah, hanya satu kalimat yang dikirim Davin mampu menciptakan seulas senyum di bibirnya.

Bab terkait

  • Marry Me   7. Coklat

    Davin memandangi layar ponselnya, menunggu balasan pesan. Ia terlihat fokus, keningnya berkerut karena pesannya belum juga dibalas. Nyaris saja putus asa, tiba-tiba sebuah notifikasi pesan muncul. Cepat-cepat dibuka olehnya, senyuman lebar seketika terbit saat membaca pesan itu."Yes!" Spontan Davin bersorak kegirangan, berjingkrak-jingkrak layaknya anak kecil yang baru saja dibelikan kinderjoy."Kamu kenapa Vin?" Mamanya yang baru muncul dari dapur sampai keheranan melihat tingkah laku putra semata wayangnya. Sudah lama ia tidak melihat wajah Davin yang seceria itu. "Abis dapatgive awayya?" tebak wanita paruh baya itu, terlihat penasaran."Ini lebih darigive away, Ma. Davin akhirnya dapat mukjizat." Mamanya mengernyit, semakin bing

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-09
  • Marry Me   8. Baku Hantam

    "Oh, buat lo," jawab Davin. Namun di luar ekspetasinya, Rena tiba-tiba tertawa nyaring. Wanita itu cekikikan seperti mba-mba penghuni pohon beringin. Jelas Davin merasa heran, apa ada yang lucu dengan jawabannya? Sepertinya tidak. Lantas kenapa Rena justru tertawa setelah mendengar jawaban darinya, kalau bunga mawar itu untuk dia. "Kenapa? Bunganya aneh ya?"Rena menggeleng, menghentikan tawanya. "Bukan bunganya, tapi lo yang aneh.""Gue?" beo Davin, mengerutkan keningnya. Semakin bingung, emang apanya yang aneh? Apa penampilannya aneh? Sontak ia melirik spion di atasnya untuk memastikan dan hasilnya nihil. Menurut Davin, penampilannya sudah sangat oke, ganteng, rapi, wangi, terus letak anehnya di mana coba?"Bukan penampilan lo yang aneh, tapi sikap lo," ucap Rena ketika melihat Davin

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-09
  • Marry Me   9. Munafik

    Davin meringis, menahan sakit ketika Rena menekan lukanya dengan kapas yang sudah diberi cairan antiseptik. "Awww!"Rena mencebikkan bibirnya. "Sakit 'kan? Emang enak, lagian suruh siapa berantem. Jadi bonyok gini 'kan muka lo!" omel Rena, miris melihat wajah tampan Davin berubah babak belur setelah baku hantam dengan Alan tadi."Aww, pelan-pelan Ren. Lo kayanya dendam banget," keluh Davin, memasang ekspresi seakan orang yang paling teraniaya."Bodo amat! Suruh siapa juga lo berantem, sok jadi pahlawan kesiangan." Rena mengolesi salep ke sudut bibir Davin yang terluka."Terus, lo pengennya gue diem aja gitu lihat lo diseret-seret kaya kambing sama si brekele itu." Davin mendengkus. "Mana bisa Ren, lihat lo dibentak aja hati gue sakit.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-09
  • Marry Me   10. Hilang

    Keringat bercucuran dari dahi, napasnya memburu seirama dengan langkah kaki yang terus melaju. Tak peduli dengan embusan angin yang begitu dingin menusuk kulit, Rena terus berlari.Pagi buta, Rena berlari sendirian mengelilingi jalanan komplek menuju taman yang tak jauh dari rumahnya. Semalaman ia terjaga, memikirkan kisah cintanya yang rumit. Bahkan setelah putus dari Alan, pria itu masih menghubunginya, meminta kesempatan kedua.Rena sudah muak, ia sampai memblokir nomor Alan agar tidak bisa mengganggunya lagi. Tapi pria itu tak menyerah dan memakai nomor lain untuk meneror Rena. Sampai-sampai ia harus menonaktifkan ponselnya dan tak bisa memejamkan mata karena bayangan Alan terus menghantui pikirannya. Itu kenapa ia memutuskan lari pagi, berharap mampu melupakan sejenak masalah yang membelenggu.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-09
  • Marry Me   Malaikat Penolong

    Vera terbangun ketika merasakan pergerakan di sampingnya, namun matanya tetap terpejam, pura-pura masih tertidur meski sebelah matanya sedikit terbuka untuk mengintip.Mau ke mana?Vera mengerutkan keningnya ketika melihat Alan bangun lebih dulu, pria itu keluar dari kamar mandi setelah mencuci muka dan langsung mengganti pakaiannya.Tadi malam Alan pulang ke apartemen Vera dalam keadaan mabuk. Entah apa yang terjadi, Vera tak sempat bertanya karena pria itu langsung menerkamnya dan mereka menghabiskan malam yang panas sampai dini hari. Namun tak seperti bisanya, Alan bangun pagi-pagi buta begini. Gelagat pria itu juga terlihat aneh, tampak tergesa-gesa.Apa dia menyembunyikan sesuatu?

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-09
  • Marry Me   Lucu

    "Apa lo bisa belajar membuka hati lo buat gue?"Kata-kata Davin terus terngiang, berputar-putar memenuhi isi kepalanya bagaikan radio rusak. Rena duduk termenung di tepi jendela, matanya memandangi embun di kaca setelah hujan deras mengguyur daerah rumahnya beberapa saat yang lalu.Semenjak kepulangannya tadi siang, Rena sengaja mengurung diri di kamar dan enggan ditemui oleh siapa pun. Ia ingin menenangkan diri, selain masih syok akan perlakuan Alan. Ia juga ingin merenungi permintaan Davin, berkali-kali pria itu meminta kesempatan. Seperti waktu di jalan menuju festival musik, Davin juga mengatakan hal yang sama. Pria itu terlihat sangat bersungguh-sungguh, membuatnya dilema. Bingung harus bagaimana, ia tak ingin menyakiti perasaan Davin yang sudah baik padanya. Tapi di sisi lain, ia masih belum yakin dengan dirinya sendiri.

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-09
  • Marry Me   Marry Me

    "Aaa ...." Teriakan Rena yang paling kencang di antara pengunjung lain. Bukan karena wahana yang memacu adrenalin, melainkan karena dada yang terasa sesak. "Huaaa!"Davin menolehkan kepalanya ke Rena, ketika tornado yang dinaikinya berhenti di atas. Matanya terfokus pada Rena, walau memakai masker dan kaca mata, ia bisa melihat ada tetes air mata di sudut mata wanita itu. Dadanya nyeri, melihat wanita yang begitu dicintainya terluka. Jika luka fisik, mungkin Davin bisa mengobati, tapi bagaimana dengan luka hati? Yang bisa ia lakukan hanya membuat Rena kembali tersenyum, dengan begitu luka di hatinya akan berangsur terlupakan. Meski ia sendiri tak tahu seberapa lama wanita itu akan memendamnya seorang diri."Huwaaa!" Davin memekik, ketika ia ingin menyeka sudut mata Rena, wahana tornado yang dinaikinya justru terjun ke bawah. "Huuuaaa ..

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-09
  • Marry Me   Bulan

    "Will you marry me."Suara itu berdengung di telinga Davin, tanpa mendapat tanggapan setelah beberapa menit terucapkan. Ia masih senantiasa menunggu, berlutut di hadapan seorang Rena Tara Ardiansyah, satu-satunya wanita yang telah menggetarkan hatinya selama setahun ini. Hari-harinya selalu dipenuhi bayangan Rena yang tak bisa digapai, bukan hanya terpaut oleh jarak, tapi juga sekat dalam rasa yang tak direstui oleh semesta. Di mana wanita itu sudah melabuhkan hatinya pada pria lain, namun ketika wanita itu kembali mencari sebuah tempat untuk berlabuh, dengan gagah berani Davin mengajukan diri. Bahkan tanpa ba-bi-bu langsung melamar Rena saat itu juga, ia tak ingin kehilangan kesempatan untuk yang kesekian kali.Namun manusia hanya bisa berekspetasi tinggi, kadang hasilnya tak sesuai dengan yang diharapkan. Seperti itu yang Davin rasakan saat ini, merasa terombang-ambing, d

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-09

Bab terbaru

  • Marry Me   Hari Bahagia

    Rena mengernyit ketika mobil Davin berhenti di pelataran rumahnya, sorot matanya langsung tertuju pada barisan mobil yang terparkir di depan rumah—————nyaris memenuhi teras rumahnya.Ada apa ini?Rena bertanya-tanya, matanya memperhatikan keadaan rumahnya yang terpantau sepi meski banyak mobil terpakir di depannya.Apa ada tamu? Tapi siapa yang bertamu pagi-pagi begini? Hanya orang-orang kurang kerjaan yang bertamu sepagi ini. Bahkan mungkin orangtuanya baru terbangun. Di saat Rena sibuk dengan berbagai pertanyaan yang berseliweran di dalam kepalanya, dari arah samping suara Davin menginterupsi."Ayo." Davin sudah melepas sabuk pengaman, bersiap akan turun.

  • Marry Me   Dari Hati ke Hati

    Kitaperlu bicara, dari hati ke hati.-Davin-Davin berjalan gontai memasukiprivat roomdi klub miliknya. Ketika pintu terbuka, bunyi terompet berpadu dengan suara teriakan heboh dan percikan kertas kerlap-kerlip menyambutnya."Surprise!!" seru kelima pria tampan yang tak lain sahabat-sahabatnya sejak SMA.Namun, bukannya senang mendapat kejutan tak terduga dari para sahabatnya. Davin malah mendengkus pelan, wajahnya nampak kusut dan tak bersemangat. Langkahnya seperti zombi kelaparan, berjalan lesu menuju sofa tanpa menghiraukan satu pun para sahabatnya yang dibuat cengo oleh sikapnya."Lo kenapa?" tanya Rey

  • Marry Me   Salah Paham

    Dering ponsel memekakkan telinga, Rena yang masih terlelap di atas kasur empuknya mulai terusik oleh suara nada dering dari ponselnya yang begitu bising memenuhi ruang kamar. Kelopak mata Rena perlahan terbuka, ia menoleh ke samping, tangannya terulur meraih ponsel.Rena mendengkus pelan ketika melihat nama si penelepon yang muncul di layar, orang yang telah mengusik tidur lelapnya. Padahal semalam Rena pulang waktu dini hari, rasa kantuk jelas masih mendominasi meski saat ini waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi."Kenapa?" Rena langsungto the pointketika mengangkat panggilan dari kakaknya. "Mama?" Ia mengerutkan kening, sebelum akhirnya mengembuskan napasnya dengan kasar. "Kak Reyvan nelpon aku cuma buat nanyain mama di mana? Kakak 'kan bisa telepon langsung ke nomor mama, kenapa harus nelepon aku. Ganggu or

  • Marry Me   Mantan

    Acara lamaran antara Davin dan Rena sudah dilakukan seminggu yang lalu, kedua keluarga sudah memutuskan tanggal pernikahan yang akan digelar satu bulan lagi. Terkesan mendadak memang, namun itu demi kebaikan bersama mengingat banyak rumor tak sedang yang beredar. Demi menepis segala gosip miring itulah pernikahan keduanya dipercepat dan selama beberapa hari ini baik Rena dan Davin sudah sibuk mempersiapkan segala perlengkapan pernikahan keduanya, dibantu kedua orangtua masing-masing.Rena tersenyum manis ketika mendapat pesan dari Davin, pesan romantis dan terkesan ambigu seperti biasa. Ya, ia sudah terbiasa dengan kelakuan Davin, hal itu justru membuat Rena semakin mencintai pria itu. Davin yang romantis, terkadang nyeleneh, memberikan kesan berbeda di mata Rena."Iya, ini sudah selesai," ucap Rena ketika mengangkat panggilan telepon d

  • Marry Me   Camer

    Seperti biasa, saat Rena keluar dari rumah sakit sudah ada mobil Davin yang menunggu di depan lobi. Pria itustand bydi samping pintu mobil, menyunggingkan senyum manisnya ketika Rena menghampiri."Hai, makin cakep aja pacar aku." Dan seperti biasa, gombalan garing akan meluncur dari mulut Davin."Kenapa? Terpesona ya?" balas Rena, mencondongkan sedikit tubuhnya ke depan Davin yang lebih tinggi darinya."Iya, nih," ucap Davin, kemudian mengecup kening Rena sampai membuat sang empu membeku sesaat."Davin!" pekik Rena setelah kesadaran mengambil alih, ia melirik ke sekitar di mana orang-orang tampak berseliweran keluar masuk rumah sakit, beberapa dari mereka mencuri pandang ke arahnya. "Rese!" Seraya menahan malu Ren

  • Marry Me   Pernikahan

    Lima menit berlalu, suasana hening masih menyelimuti ruang rawat Vera. Hanya embusan napas berat yang silih berganti antara dua orang wanita yang sama-sama membisu seribu bahasa. Kecanggungan antara Vera dan Rena terlihat jelas dari gestur tubuh keduanya, saling melirik satu sama lain, namun enggan membuka obrolan lebih dulu."Gimana?" Rena akhirnya buka suara setelah keheningan yang cukup lama, menurunkan sedikit egonya untuk berbicara lebih dulu. "Nggak ada yang sakit 'kan? Kata Dokter Maya, hari ini lo udah boleh pulang."Vera mendesis pelan, melirik sinis Rena. "Nggak usah sok perhatian lo! Bukannya lo seneng, lo pasti lagi bahagia banget 'kan lihat gue sengsara kaya gini?"Rena menghela napas panjang, tak terpancing akan ucapan Vera yang mencercanya. "Gue tahu Ver, ini nggak mudah

  • Marry Me   Kebesaran Hati

    Mengalah bukan berarti kalah, memaafkan bukan berarti salah, hanya sebuah proses dari sudut pandang berbeda yang menunjukkan kebesaran hati seseorang dalam mendewasakan diri.-Rena Tara Adriansyah-❤❤❤"TIDAK!!!" Tubuh Rena seketika merosot ketika melihat Vera nekad menjatuhkan diri dari tepian jembatan penyeberangan. Ia tak kuasa menahan tangis, tak berani membuka matanya untuk melihat tubuh Vera yang pasti hancur menghantam aspal jalanan Tol yang berada di bawah jembatan. Namun suara teriakan Vera menyentak gendang telinganya."LEPAS!""LEPASKAN GUE!""BIARIN GUE JATUH

  • Marry Me   Rumor

    Manusia, pencipta rumor paling kejam, penikmatgibah, pecanduhoaks.Mobil yang dikendarai Davin tiba di depan parkiran rumah sakit, sebenernya Davin ingin mengantar Rena sampai lobi. Namun wanita itu meminta diantarkan sampai parkiran saja, wanita itu tidak ingin orang-orang berspekulasi negatif jika melihat dirinya diantarkan oleh pria lain setelah rumor tak sedap tersebar luas atas gagalnya pernikahannya dengan Alan."Makasih, gue langsung masuk ya." Rena tersenyum manis, sembari melepas sabuk pengaman. Ia ingin bergegas keluar, takut kalau ada orang yang melihat. Bisa dibilang kalau saat ini Rena dan Davin memangBackstreet, ia belum siap untukgopublik. Bukan karena apa-apa, hanya saja ia tak

  • Marry Me   Pacar

    "Yes.""Tapi pacaran dulu ya."Davin tersenyum geli, membayangkan ekspresi Rena semalam saat menerima lamarannya. Di depan para tamu undangan Rena menganggukkan kepala sebagai jawaban, pipinya bersemu tampak malu-malu. Apalagi ketika Davin tanpa izin langsung memeluknya, beruntung Reyvan sudah merestuinya. Jika tidak, mungkin ia akan dihakimi oleh pria itu. Tapi di saat pelukan itulah Rena berbisik pelan, meminta waktu untuk saling mengenal lebih dekat lagi. Jadi keduanya sudah resmi pacaran sekarang.Senangnya dalam hati, baru punya pacar lagi. Seakan, dunia, hanya milik berdua.Plak!Itu lagu poligami kenapa lo aransemen liriknya Bambang!

DMCA.com Protection Status