Home / Romansa / Marry Me / 10. Hilang

Share

10. Hilang

Author: Butiran Rinso
last update Last Updated: 2021-04-09 11:24:15

Keringat bercucuran dari dahi, napasnya memburu seirama dengan langkah kaki yang terus melaju. Tak peduli dengan embusan angin yang begitu dingin menusuk kulit, Rena terus berlari.

Pagi buta, Rena berlari sendirian mengelilingi jalanan komplek menuju taman yang tak jauh dari rumahnya. Semalaman ia terjaga, memikirkan kisah cintanya yang rumit. Bahkan setelah putus dari Alan, pria itu masih menghubunginya, meminta kesempatan kedua.

Rena sudah muak, ia sampai memblokir nomor Alan agar tidak bisa mengganggunya lagi. Tapi pria itu tak menyerah dan memakai nomor lain untuk meneror Rena. Sampai-sampai ia harus menonaktifkan ponselnya dan tak bisa memejamkan mata karena bayangan Alan terus menghantui pikirannya. Itu kenapa ia memutuskan lari pagi, berharap mampu melupakan sejenak masalah yang membelenggu.

Rena berhenti mendadak saat seseorang tiba-tiba menghadang langkahnya. Tubuhnya menegang, napasnya tercekat, takut. Bagaimana tidak, jika situasi taman yang sepi karena masih pukul setengah enam pagi. Belum ada orang-orang yang beraktivitas di sekitar taman, berhubung bukan weekend. Lalu ada orang asing yang muncul di hadapannya.

Rena menelan ludah, menatap ngeri seseorang yang berdiri di depannya. Orang itu memakai jaket hitam dan tudung kepala yang menutupi sebagian wajahnya. Siapa? Rena bertanya-tanya dalam benaknya, mencoba menerka-nerka siapa orang yang mencegatnya. Ketakutan menyergap, pikiran-pikiran negatif bergentayangan di dalam kepalanya.

"Siapa ya?" tanya Rena, memberanikan diri.

Pria itu membuka tudung kepala, mengangkat wajahnya. Betapa kagetnya Rena saat melihat wajah pria itu.

"Alan!" pekik Rena, tak percaya jika orang itu ternyata Alan. Mau apa lagi pria itu? Apa belum puas juga sudah menghancurkan hatinya, lantas sekarang datang lagi untuk mengusik ketenangannya. Rena mengepalkan kedua tangan, menahan gejolak emosi di dalam dada. "Mau apa kamu ke sini?"

Alan menatap lekat wajah Rena. "Kenapa kau menonaktifkan ponselmu?" Bukannya menjawab, Alan malah balik bertanya. "Kau sengaja menghindariku?"

Rena mendecih. "Minggir!" Ia tak ingin meladeni Alan, baginya hanya akan membuang waktunya percuma.

"Nggak mau." Alan si keras kepala, tentu saja ia tak akan menyingkir dari hadapan Rena sebelum wanita itu memaafkan dan menerimanya kembali. "Ren, dengarkan penjelasanku terlebih dahulu." Ia berusaha meraih tangan Rena, tapi wanita itu menepisnya dengan kasar.

"Cukup Alan!" bentak Rena, muak. "Nggak ada lagi yang perlu kita bicarakan, aku nggak butuh penjelasan apa pun darimu. Bagiku semuanya sudah berakhir, jadi minggir dari hadapanku. Aku muak melihat wajahmu!" Rena meluapkan emosi yang menggebu-gebu, menatap nyalang pria itu dengan penuh kebencian. "Alan lepas!" Rena memberontak ketika Alan mencekal lengannya.

Alan tak menggubris teriakan Rena, ia menyeret wanita itu menuju ke mobilnya yang terparkir tak jauh dari taman.

"Alan! Tolong!" Rena menarik-narik tangannya, tapi cekalan Alan terlalu erat. "Alan lepas!" Pria itu tak menghiraukan jeritannya dan memaksa ia masuk ke mobil. "Alan, kau gila! Alan! Fuck!" Sumpah serapah Rena lontarkan, tangannya menggedor-gedor kaca jendela.

Alan masuk ke bangku kemudi, langsung menyalakan mobil dan segera pergi dari sana. Sepanjang perjalanan, ia terus menghalau serangan Rena yang brutal. Wanita itu  memberontak, teriakan nyaringnya memenuhi seisi mobil, hingga akhirnya Alan terpaksa harus mengikat kedua tangan dan melakban mulut Rena agar tidak berisik.

Mobil Alan berhenti di tepian danau yang dikelilingi pepohonan rindang. Rena bergidik, matanya menatap sekitar, mengamati tempat yang tak begitu asing. Tempat favoritnya dengan Alan ketika menghabiskan waktu akhir minggu, melepas penat dengan menaiki perahu di danau itu. Tapi mereka sudah lama tidak datang ke sini karena keduanya sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

"Kau masih ingat dengan tempat ini?" Suara Alan memecah keheningan di dalam mobil.

Rena mendelik, melirik sinis Alan yang duduk di sampingnya tengah memandang ke arah danau. Ia berusaha melepaskan ikatan tangan dan lakban yang membungkam mulutnya. Tapi Alan sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda akan melepaskannya.

"Dulu kita sering ke sini, kau dan aku memadu kasih berdua di tempat ini. Tempat yang menyimpan banyak kenangan." Rena mual mendengar ucapan Alan, menyesali semua waktu yang sempat ia habiskan bersama dengan pria itu. "Aku rindu Ren, aku sangat merindukan saat-saat kita berdua." Alan tersenyum tipis, menolehkan wajahnya ke Rena.

Gila!

Saiko!

Setan! Rena hanya bisa menjerit dalam hati. Usahanya sama sekali tak membuahkan hasil, meski pergelangan tangannya sampai lecet-lecet tapi ikatannya tak bisa dilepas.

"Maaf." Rena berhenti memberontak saat mendengar kata maaf yang terucap dari bibir Alan.

Maaf? Rena tersenyum kecut. Percuma, aku nggak butuh maafmu!" Rena kembali memberontak, Menggerak-gerakan tangannya berharap ikatannya akan terlepas. Walau ia tahu itu sangat mustahil, Alan mengikat kencang pergelangan tangannya dengan tali berlapis lakban.

"Aku khilaf Ren." Alan tiba-tiba terisak, pria itu menundukkan kepalanya. "Maafkan aku." Rena mengernyit, tak mengerti. "Aku sangat mencintaimu Ren, itu kenapa aku tak berani menyentuhmu. Karena aku tahu kau tak akan mau melakukannya, aku nggak mau kau membenciku jika aku meminta hal itu padamu."

Mata Rena berkedut, ia tahu ke mana arah pembicaraan Alan.

"Aku tidak benar-benar mencintai Vera, aku hanya mencintai kamu. Bahkan setiap bersama dengan Vera, aku selalu membayangkan dirimu." Rena melotot, jijik mendengar ucapan Alan yang begitu gamblang.

Apa pria itu gila? Rena tak habis pikir. Rasa bencinya semakin bertambah, karena pernyataan Alan yang terang-terangan mengatakan fantasi liar pria itu.

"Aku hanya menjadikan Vera sebagai pelampiasan sesaatku. Itu semua karena kau, karena kau tak memberikan hal itu padaku." Alan beralih menatap Rena, pandangan mereka saling beradu. "Seandainya kau memberikan hal itu padaku, aku tak mungkin tergoda dengan bujukan Vera."

Mata Rena berkedut, syok. Alan benar-benar sinting, harusnya pria itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa!

Alan sialan!

—————

Davin mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh ketika mendapat telepon dari Reyvan. Pria itu memberitahu kalau Rena menghilang dari rumah. Ia yang khawatir langsung tancap gas menuju kediaman orangtua Rena.

Sesampainya di sana, Davin disambut Reyvan yang tampak kebingungan, begitupun dengan orangtua Rena dan juga ada Kimmy yang sedang menggendong bayinya. Semua orang berkumpul di rumah orangtua Rena.

"Van." Davin berjalan menghampiri Reyvan. "Masih belum bisa?" tanyanya ketika melihat Reyvan sedang mencoba menghubungi nomor Rena.

Reyvan menggeleng. "Nomornya nggak aktif."

"Apa kita lapor polisi saja?" usul mamanya, terlihat jelas raut khawatir di wajahnya.

"Percuma Ma, nggak akan diproses sebelum dua puluh empat jam," kata Reyvan, kembali mencoba menelepon Rena, tapi hasilnya tetap sama.

Davin tak bisa tinggal diam, ia berusaha mencari ide. Lantas ia menghubungi seseorang yang diharapkan bisa membantunya untuk menemukan Rena.

"Halo." Beruntung orang itu langsung mengangkat panggilannya. "Gue mau minta tolong, darurat." Semua orang menatap Davin, berharap pria itu menemukan petunjuk keberadaan Rena. "Gue kirim nomornya ke lo, tolong lo cek lokasinya ... iya, darurat banget. Jadi, gue mohon bantuannya." Davin menganggukkan kepala ke semua orang, agar mereka tak perlu rusau lagi karena temannya bersedia membantu. "Oke, thank's bro. Nanti gue ke tempat lo kalau urusannya sudah selesai." Setelah itu Davin mengakhiri panggilan telepon dan segera mengirimkan nomor dan id Rena agar bisa dilacak oleh temannya yang kebetulan orang IT.

Selang lima belas menit kemudian, temannya mengirimkan pesan ke nomor Davin. Pesan tentang lokasi keberadaan ponsel Rena terakhir kali diaktifkan.

"Gue udah dapat alamatnya," kata Davin.

"Serius? Yaudah kita langsung ke sana aja." Reyvan tampak antusias, ia segera mengambil kunci mobilnya. "Pakai mobil gue aja." Davin mengangguk, setuju. "Ma, Pa, Sayang, kalian tunggu di rumah saja. Biar aku dan Davin yang nyusulin Rena." Orangtua Reyvan dan Kimmy mengangguk bersamaan.

"Hati-hati," ucap Kimmy saat Reyvan mengecup keningnya sebelum pergi.

"Pasti." Reyvan pamit, menyalami kedua orangtuanya, disusul Davin yang melakukan hal serupa.

"Tolong bawa Rena dengan selamat ya Vin," ucap mama Rena, menumpukan harapannya pada Davin.

Davin mengangguk. "Iya Tante. Pasti. Aku akan bawa Rena kembali dengan selamat."

Davin dan Reyvan bergegas menuju lokasi yang berjarak lumayan jauh, karena berada di pinggiran kota Jakarta. Reyvan melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, hingga satu jam kemudian mereka tiba di lokasi. Di sebuah danau yang jauh dari jalan raya, di kanan kirinya terdapat pepohonan rindang.

"Itu 'kan ... sialan!" Reyvan langsung keluar dari mobil saat melihat sebuah mobil yang sangat dikenalinya terparkir di dekat danau.

Davin ikut keluar, mengejar Reyvan yang sudah berlari lebih dulu. Ia menyusul Reyvan menghampiri mobil yang terparkir di tepi danau.

"Rena!" teriak Davin, berharap Rena ada di dalam mobil. Namun harapannya pupus saat melihat ekspresi kecewa Reyvan.

"Nggak ada," kata Reyvan, memberitahu.

Davin yang tak percaya, lantas melihat ke dalam mobil yang kosong dan ia tak menemukan apa-apa kecuali ponsel Rena yang sudah remuk, layarnya pecah.

"Alan sialan! Berengsek!" Reyvan yang emosi, melampiaskan kekesalannya ke mobil Alan, menendang-nendang dengan sepenuh tenaga.

"Alan?" Davin menatap Reyvan. "Apa maksud lo?"

Reyvan mengusap kasar wajahnya. "Ini mobil Alan, gue yakin pria itu yang menculik Rena. Sialan emang!" Lagi, Reyvan menghantam mobil Alan sampai tangannya berdarah.

"Shit!" Davin tak bisa membendung emosinya lagi, panik dan cemas bercampur jadi satu. Ketakutan menyergap, ia takut jika terjadi sesuatu dengan Rena. Davin celingukan, melihat ke sekitar. "Mereka pasti belum jauh dari sini, sebaiknya kita berpencar. Lo ke sana." Davin menginteruksi Reyvan ke arah kiri, di mana terdapat pepohonan rindang dan semak-semak di sekitarnya. "Gue ke sana." Lalu menunjuk ke arah berlawanan yang sama memiliki pepohonan rindang dan semak belukar.

"Oke, kalau lo temuin Rena, langsung kabarin gue," kata Reyvan sebelum berpencar.

Davin menerobos semak-semak, tak peduli dengan rasa gatal dari tumbuhan liar yang mengenai kulitnya. Ia terus menjelajahi tempat itu, sembari berteriak memanggil-manggil nama Rena.

"Rena!"

"Rena, kau di mana?" Davin tak menyerah, meski ia sudah berjalan lumayan jauh. Matanya bergerak liar melihat ke sekitar, dalam hati terus merapalkan do'a, berharap keselamatan untuk Rena.

"Ren!"

"Kau di mana?"

Davin menghela napas panjang, keringat bercucuran di dahi. Rasa khawatir kian menyiksa, pikiran-pikiran buruk silih berganti muncul di dalam kepalanya.

Tuhan tolong lindungi Rena, di mana pun dia berada. Batin Davin.

Di saat ia melangkah, tiba-tiba Davin berhenti, mendengar suara rintihan. Dengan cepat ia berputar arah, mengikuti suara samar itu. Hingga akhirnya ia tiba di bawah sebuah pohon yang sangat lebat, kini rintihan itu diselingi suara tangis sesenggukan.

Davin menelan ludah, tubuhnya menggigil. Ia berharap itu bukan suara tangisan mba-mba penunggu pohon, meski situasi yang sepi di tengah hutan seperti ini jelas mendukung spekulasinya.

"Ren," panggil Davin, pelan. "Ren, itu kamu?" Davin perlahan melangkah mendekat ke samping pohon, dengan perasaan campur aduk. "Ren———" Ia tercekat saat melihat seorang wanita tertunduk lesu memeluk tubuhnya sendiri, bersembunyi di balik pohon. "Rena?"

Wanita itu mengangkat wajahnya, pandangannya bertemu dengan mata Davin yang sedang menatapnya. "Davin," gumam wanita itu yang ternyata Rena.

Sontak Davin langsung menghambur, memeluk Rena, membawa tubuh ringkih wanita itu ke dalam dekapannya. "Syukurlah, akhirnya aku berhasil menemukanmu."

Rena menangis, mempererat pelukannya pada Davin. Bibirnya bergetar, tak mampu berkata-kata kecuali meloloskan isakan pilu. Namun dalam hati, ia mengucap syukur atas kedatangan Davin. Terima kasih Tuhan, sudah mengabulkan doaku.

Related chapters

  • Marry Me   Malaikat Penolong

    Vera terbangun ketika merasakan pergerakan di sampingnya, namun matanya tetap terpejam, pura-pura masih tertidur meski sebelah matanya sedikit terbuka untuk mengintip.Mau ke mana?Vera mengerutkan keningnya ketika melihat Alan bangun lebih dulu, pria itu keluar dari kamar mandi setelah mencuci muka dan langsung mengganti pakaiannya.Tadi malam Alan pulang ke apartemen Vera dalam keadaan mabuk. Entah apa yang terjadi, Vera tak sempat bertanya karena pria itu langsung menerkamnya dan mereka menghabiskan malam yang panas sampai dini hari. Namun tak seperti bisanya, Alan bangun pagi-pagi buta begini. Gelagat pria itu juga terlihat aneh, tampak tergesa-gesa.Apa dia menyembunyikan sesuatu?

    Last Updated : 2021-04-09
  • Marry Me   Lucu

    "Apa lo bisa belajar membuka hati lo buat gue?"Kata-kata Davin terus terngiang, berputar-putar memenuhi isi kepalanya bagaikan radio rusak. Rena duduk termenung di tepi jendela, matanya memandangi embun di kaca setelah hujan deras mengguyur daerah rumahnya beberapa saat yang lalu.Semenjak kepulangannya tadi siang, Rena sengaja mengurung diri di kamar dan enggan ditemui oleh siapa pun. Ia ingin menenangkan diri, selain masih syok akan perlakuan Alan. Ia juga ingin merenungi permintaan Davin, berkali-kali pria itu meminta kesempatan. Seperti waktu di jalan menuju festival musik, Davin juga mengatakan hal yang sama. Pria itu terlihat sangat bersungguh-sungguh, membuatnya dilema. Bingung harus bagaimana, ia tak ingin menyakiti perasaan Davin yang sudah baik padanya. Tapi di sisi lain, ia masih belum yakin dengan dirinya sendiri.

    Last Updated : 2021-05-09
  • Marry Me   Marry Me

    "Aaa ...." Teriakan Rena yang paling kencang di antara pengunjung lain. Bukan karena wahana yang memacu adrenalin, melainkan karena dada yang terasa sesak. "Huaaa!"Davin menolehkan kepalanya ke Rena, ketika tornado yang dinaikinya berhenti di atas. Matanya terfokus pada Rena, walau memakai masker dan kaca mata, ia bisa melihat ada tetes air mata di sudut mata wanita itu. Dadanya nyeri, melihat wanita yang begitu dicintainya terluka. Jika luka fisik, mungkin Davin bisa mengobati, tapi bagaimana dengan luka hati? Yang bisa ia lakukan hanya membuat Rena kembali tersenyum, dengan begitu luka di hatinya akan berangsur terlupakan. Meski ia sendiri tak tahu seberapa lama wanita itu akan memendamnya seorang diri."Huwaaa!" Davin memekik, ketika ia ingin menyeka sudut mata Rena, wahana tornado yang dinaikinya justru terjun ke bawah. "Huuuaaa ..

    Last Updated : 2021-05-09
  • Marry Me   Bulan

    "Will you marry me."Suara itu berdengung di telinga Davin, tanpa mendapat tanggapan setelah beberapa menit terucapkan. Ia masih senantiasa menunggu, berlutut di hadapan seorang Rena Tara Ardiansyah, satu-satunya wanita yang telah menggetarkan hatinya selama setahun ini. Hari-harinya selalu dipenuhi bayangan Rena yang tak bisa digapai, bukan hanya terpaut oleh jarak, tapi juga sekat dalam rasa yang tak direstui oleh semesta. Di mana wanita itu sudah melabuhkan hatinya pada pria lain, namun ketika wanita itu kembali mencari sebuah tempat untuk berlabuh, dengan gagah berani Davin mengajukan diri. Bahkan tanpa ba-bi-bu langsung melamar Rena saat itu juga, ia tak ingin kehilangan kesempatan untuk yang kesekian kali.Namun manusia hanya bisa berekspetasi tinggi, kadang hasilnya tak sesuai dengan yang diharapkan. Seperti itu yang Davin rasakan saat ini, merasa terombang-ambing, d

    Last Updated : 2021-05-09
  • Marry Me   Ambyar

    Udara pagi berembus pelan, begitu menyejukkan ketika menerpa wajah yang dipenuhi dengan bulir keringat. Hawa dingin menusuk kulit, tak menghalau Rena untuk terus memacu laju kakinya. Sudah jadi rutinitasnya setiap pagi, ia akan berlari mengelilingi jalanan komplek menuju taman. Meski beberapa hari yang lalu ia mengalami insiden penculikan, nyatanya hal itu tak lantas membuat Rena takut untuk lari pagi sendirian.Napasnya memburu, Rena sedikit memelankan langkah kakinya. Ketika fokusnya tertuju di depan, tanpa ia sadari ada suara langkah kaki mendekat."Hai."Rena terkesiap, seketika menoleh saat merasakan embusan angin menerpa lehernya, bersamaan dengan suara bisikan yang menyapa gendang telinganya."Davin!" Rena memekik, langsung ber

    Last Updated : 2021-05-09
  • Marry Me   Kadar Cinta

    Jangan pikulbebanmusendiri, izinkan aku jadi pundak kedua untuk memikul beban yang tak mampu kau pikul sendiri.-Davin-❤❤❤❤"Apa lo pikir dia bakal tanggung jawab?"Mungkin pertanyaan menohok yang Rena lontarkan pada Vera terdengar begitu kejam. Tapi sebenarnya, ia justru peduli pada wanita itu. Sebesar apa pun rasa bencinya pada Vera, nyatanya tak bisa dipungkiri jika Rena masih sangat menyayangi sahabatnya."Akan gue pertimbangkan, tapi gue nggak bisa menjanjikan apa pun ke lo. Karena ini bukan sekedar menyangkut gue, tapi juga keluarga gue. Mama, papa, kak Reyvan, gue nggak yakin mereka mau membebaskan Alan beg

    Last Updated : 2021-05-09
  • Marry Me   Jodoh

    Jika kamu jodohku, aku harap kita akan dipertemukan di pelaminan, disatukan dalam sebuah ikatan suci, dan hanya bisa dipisahkan oleh maut.-Davin-Rena menatap pantulan diri di cermin, memandangi gaun panjang bewarna hitam yang membalut tubuh rampingnya. Seulas senyum tipis tercetak jelas di wajah cantiknya yang sudah dipolesmake-up,ia tampak begitu elegan dengan rambut panjang yang terurai bebas."Ren." Ketukan pintu dibarengi suara panggilan dari luar menginterupsi Rena. Sontak ia menoleh ke arah pintu yang baru saja terbuka lebar. "Ada Davin di bawah," ucap mamanya, memberitahu."Iya, Ma. Ini sudah selesai kok." Rena meraihclutchwarna hitam mengkilap di ata

    Last Updated : 2021-05-09
  • Marry Me   Pacar

    "Yes.""Tapi pacaran dulu ya."Davin tersenyum geli, membayangkan ekspresi Rena semalam saat menerima lamarannya. Di depan para tamu undangan Rena menganggukkan kepala sebagai jawaban, pipinya bersemu tampak malu-malu. Apalagi ketika Davin tanpa izin langsung memeluknya, beruntung Reyvan sudah merestuinya. Jika tidak, mungkin ia akan dihakimi oleh pria itu. Tapi di saat pelukan itulah Rena berbisik pelan, meminta waktu untuk saling mengenal lebih dekat lagi. Jadi keduanya sudah resmi pacaran sekarang.Senangnya dalam hati, baru punya pacar lagi. Seakan, dunia, hanya milik berdua.Plak!Itu lagu poligami kenapa lo aransemen liriknya Bambang!

    Last Updated : 2021-05-09

Latest chapter

  • Marry Me   Hari Bahagia

    Rena mengernyit ketika mobil Davin berhenti di pelataran rumahnya, sorot matanya langsung tertuju pada barisan mobil yang terparkir di depan rumah—————nyaris memenuhi teras rumahnya.Ada apa ini?Rena bertanya-tanya, matanya memperhatikan keadaan rumahnya yang terpantau sepi meski banyak mobil terpakir di depannya.Apa ada tamu? Tapi siapa yang bertamu pagi-pagi begini? Hanya orang-orang kurang kerjaan yang bertamu sepagi ini. Bahkan mungkin orangtuanya baru terbangun. Di saat Rena sibuk dengan berbagai pertanyaan yang berseliweran di dalam kepalanya, dari arah samping suara Davin menginterupsi."Ayo." Davin sudah melepas sabuk pengaman, bersiap akan turun.

  • Marry Me   Dari Hati ke Hati

    Kitaperlu bicara, dari hati ke hati.-Davin-Davin berjalan gontai memasukiprivat roomdi klub miliknya. Ketika pintu terbuka, bunyi terompet berpadu dengan suara teriakan heboh dan percikan kertas kerlap-kerlip menyambutnya."Surprise!!" seru kelima pria tampan yang tak lain sahabat-sahabatnya sejak SMA.Namun, bukannya senang mendapat kejutan tak terduga dari para sahabatnya. Davin malah mendengkus pelan, wajahnya nampak kusut dan tak bersemangat. Langkahnya seperti zombi kelaparan, berjalan lesu menuju sofa tanpa menghiraukan satu pun para sahabatnya yang dibuat cengo oleh sikapnya."Lo kenapa?" tanya Rey

  • Marry Me   Salah Paham

    Dering ponsel memekakkan telinga, Rena yang masih terlelap di atas kasur empuknya mulai terusik oleh suara nada dering dari ponselnya yang begitu bising memenuhi ruang kamar. Kelopak mata Rena perlahan terbuka, ia menoleh ke samping, tangannya terulur meraih ponsel.Rena mendengkus pelan ketika melihat nama si penelepon yang muncul di layar, orang yang telah mengusik tidur lelapnya. Padahal semalam Rena pulang waktu dini hari, rasa kantuk jelas masih mendominasi meski saat ini waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi."Kenapa?" Rena langsungto the pointketika mengangkat panggilan dari kakaknya. "Mama?" Ia mengerutkan kening, sebelum akhirnya mengembuskan napasnya dengan kasar. "Kak Reyvan nelpon aku cuma buat nanyain mama di mana? Kakak 'kan bisa telepon langsung ke nomor mama, kenapa harus nelepon aku. Ganggu or

  • Marry Me   Mantan

    Acara lamaran antara Davin dan Rena sudah dilakukan seminggu yang lalu, kedua keluarga sudah memutuskan tanggal pernikahan yang akan digelar satu bulan lagi. Terkesan mendadak memang, namun itu demi kebaikan bersama mengingat banyak rumor tak sedang yang beredar. Demi menepis segala gosip miring itulah pernikahan keduanya dipercepat dan selama beberapa hari ini baik Rena dan Davin sudah sibuk mempersiapkan segala perlengkapan pernikahan keduanya, dibantu kedua orangtua masing-masing.Rena tersenyum manis ketika mendapat pesan dari Davin, pesan romantis dan terkesan ambigu seperti biasa. Ya, ia sudah terbiasa dengan kelakuan Davin, hal itu justru membuat Rena semakin mencintai pria itu. Davin yang romantis, terkadang nyeleneh, memberikan kesan berbeda di mata Rena."Iya, ini sudah selesai," ucap Rena ketika mengangkat panggilan telepon d

  • Marry Me   Camer

    Seperti biasa, saat Rena keluar dari rumah sakit sudah ada mobil Davin yang menunggu di depan lobi. Pria itustand bydi samping pintu mobil, menyunggingkan senyum manisnya ketika Rena menghampiri."Hai, makin cakep aja pacar aku." Dan seperti biasa, gombalan garing akan meluncur dari mulut Davin."Kenapa? Terpesona ya?" balas Rena, mencondongkan sedikit tubuhnya ke depan Davin yang lebih tinggi darinya."Iya, nih," ucap Davin, kemudian mengecup kening Rena sampai membuat sang empu membeku sesaat."Davin!" pekik Rena setelah kesadaran mengambil alih, ia melirik ke sekitar di mana orang-orang tampak berseliweran keluar masuk rumah sakit, beberapa dari mereka mencuri pandang ke arahnya. "Rese!" Seraya menahan malu Ren

  • Marry Me   Pernikahan

    Lima menit berlalu, suasana hening masih menyelimuti ruang rawat Vera. Hanya embusan napas berat yang silih berganti antara dua orang wanita yang sama-sama membisu seribu bahasa. Kecanggungan antara Vera dan Rena terlihat jelas dari gestur tubuh keduanya, saling melirik satu sama lain, namun enggan membuka obrolan lebih dulu."Gimana?" Rena akhirnya buka suara setelah keheningan yang cukup lama, menurunkan sedikit egonya untuk berbicara lebih dulu. "Nggak ada yang sakit 'kan? Kata Dokter Maya, hari ini lo udah boleh pulang."Vera mendesis pelan, melirik sinis Rena. "Nggak usah sok perhatian lo! Bukannya lo seneng, lo pasti lagi bahagia banget 'kan lihat gue sengsara kaya gini?"Rena menghela napas panjang, tak terpancing akan ucapan Vera yang mencercanya. "Gue tahu Ver, ini nggak mudah

  • Marry Me   Kebesaran Hati

    Mengalah bukan berarti kalah, memaafkan bukan berarti salah, hanya sebuah proses dari sudut pandang berbeda yang menunjukkan kebesaran hati seseorang dalam mendewasakan diri.-Rena Tara Adriansyah-❤❤❤"TIDAK!!!" Tubuh Rena seketika merosot ketika melihat Vera nekad menjatuhkan diri dari tepian jembatan penyeberangan. Ia tak kuasa menahan tangis, tak berani membuka matanya untuk melihat tubuh Vera yang pasti hancur menghantam aspal jalanan Tol yang berada di bawah jembatan. Namun suara teriakan Vera menyentak gendang telinganya."LEPAS!""LEPASKAN GUE!""BIARIN GUE JATUH

  • Marry Me   Rumor

    Manusia, pencipta rumor paling kejam, penikmatgibah, pecanduhoaks.Mobil yang dikendarai Davin tiba di depan parkiran rumah sakit, sebenernya Davin ingin mengantar Rena sampai lobi. Namun wanita itu meminta diantarkan sampai parkiran saja, wanita itu tidak ingin orang-orang berspekulasi negatif jika melihat dirinya diantarkan oleh pria lain setelah rumor tak sedap tersebar luas atas gagalnya pernikahannya dengan Alan."Makasih, gue langsung masuk ya." Rena tersenyum manis, sembari melepas sabuk pengaman. Ia ingin bergegas keluar, takut kalau ada orang yang melihat. Bisa dibilang kalau saat ini Rena dan Davin memangBackstreet, ia belum siap untukgopublik. Bukan karena apa-apa, hanya saja ia tak

  • Marry Me   Pacar

    "Yes.""Tapi pacaran dulu ya."Davin tersenyum geli, membayangkan ekspresi Rena semalam saat menerima lamarannya. Di depan para tamu undangan Rena menganggukkan kepala sebagai jawaban, pipinya bersemu tampak malu-malu. Apalagi ketika Davin tanpa izin langsung memeluknya, beruntung Reyvan sudah merestuinya. Jika tidak, mungkin ia akan dihakimi oleh pria itu. Tapi di saat pelukan itulah Rena berbisik pelan, meminta waktu untuk saling mengenal lebih dekat lagi. Jadi keduanya sudah resmi pacaran sekarang.Senangnya dalam hati, baru punya pacar lagi. Seakan, dunia, hanya milik berdua.Plak!Itu lagu poligami kenapa lo aransemen liriknya Bambang!

DMCA.com Protection Status