Share

Married with My Best Friend (INDONESIA)
Married with My Best Friend (INDONESIA)
Penulis: Pixie

Bab 1. Malam yang Tak Biasa

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2021-02-12 07:30:59

“Akh! Sakit, Ridan! Pelan-pelan masuknya,” pekik Vela sembari meringis. Mata bulatnya kini melotot jengkel.

“Ini pelan, kok. Sekarang, jangan gerak-gerak, ya! Tadi aku sudah masuk sedikit. Karena kamu bergerak, ini jadi keluar lagi,” timpal Eridan sambil tetap fokus dengan tangannya.

Nononooo! Ridan! Masuknya yang benar, dong. Itu enggak kena lubang,” protes sang wanita seraya menepuk lengan kekar dalam jangkauannya.

“Sabar, Bawel! Ini tuh susah. Ujungnya rada bengkok, sedangkan lubangnya sempit banget,” gerutu sang pria.

“Memangnya, itu enggak bisa diluruskan?”

“Mana bisa? Ini aslinya memang bengkok.”

Vela pun menghela napas pasrah. Akhirnya, perempuan itu menunggu tanpa suara. Apakah keheningan itu berlangsung lama? Tentu saja tidak. Belum lewat lima detik, Eridan sudah kembali mendapat protes darinya.

“Kamu tuh sebenarnya bisa enggak, sih?”

Alis si laki-laki pun berkerut tak terima. “Bisa,” sahutnya yakin.

“Tapi, ini sudah lima menit dan lubangnya masih belum tembus juga. Padahal, barangnya kecil begitu,” celetuk Vela menyindir.

Kesabaran Ridan akhirnya terkikis habis. Laki-laki itu kini menatap sang wanita dari sudut atas matanya. “Kamu mau menusuknya sendiri?” tanya pria itu datar.

Senyum usil Vela pun mengembang. “Hehe …. Enggak,” gelengnya.

“Kalau begitu, diam,” ujar Ridan sambil menjepit bibir perempuan itu dengan jari-jarinya.

“Ih, Ridan! Awas kalau sampai lipstik aku berantakan, ya,” omel Vela lagi-lagi melengking.

“Kalian berdua ini kenapa, sih? Berisik banget. Tetangga yang dengar bisa salah sangka, tahu?” ujar Roger, teman serumah kontrakan Eridan. Laki-laki berkaus oblong itu hanya menampakkan kepala dari celah pintu.

“Itu berarti, pikiran tetangga kalian perlu dibersihkan. Coba dicuci pakai detergen, deh,” timpal sang wanita sambil mengerucutkan bibir.

“Nah, setuju!” angguk Ridan yang sudah kembali fokus pada benda kecil di tangannya.

Sementara itu, Roger hanya bisa menggeleng. Ia tak habis pikir dengan kekompakan dua orang itu. “Kalian mau pinjam mobil gue, kan?” tanya pria itu kemudian.

“Ya!” jawab Vela dan Ridan serempak.

“Oke, kunci mobilnya di rak depan, ya. Gue mau pergi dulu. Kalian berdua … selamat bersenang-senang,” ujar laki-laki berambut cepak itu.

Seperginya Roger dari kamar, sepasang sahabat itu mulai cekikikan.

“Kamu sih, enggak bisa kontrol suara,” bisik Ridan.

“Eh, kamu juga, ya. Bukan cuma aku yang salah,” timpal si perempuan seraya meruncingkan telunjuk ke wajah temannya.

“Lagian, kamu kenapa, sih? Vela yang aku kenal tuh enggak pernah pakai anting, enggak pernah pakai gaun, apalagi make up. Tapi malam ini, kamu beda banget,” tutur laki-laki yang akhirnya berpindah ke sisi kanan Vela. Sebuah bulatan emas besar sudah tergantung di daun telinga kiri perempuan itu.

“Ya, kamu kan tahu sendiri keluarga besarku seperti apa. Mereka selalu mengomentari penampilanku. Aku enggak mau dipandang sebelah mata lagi sama mereka,” jawab Vela mengutarakan kekhawatirannya.

“Eh, tunggu dulu. Memangnya, apa yang salah sama penampilan kamu yang biasa?” tanya Ridan heran.

“Terlalu cupu, kurang berkelas, kurang wah,” sahut sang wanita seraya memutar bola mata.

“Eh, akhirnya … Vela mengaku,” ledek sang pria seraya mencolek ujung hidung lancip sahabatnya. Sudut bibir yang semula terkulai pun spontan terangkat semringah.

“Bukan begitu, Ridan. Itu kan pendapat mereka. Aku cuma lelah saja dikomentari terus. Mungkin dengan tampil seperti ini, mereka enggak bakal mengatur-atur hidupku lagi,” terang Vela dengan nada ringan.

“Oke, oke, aku mengerti. Tapi … apa karena itu juga, kamu mengajakku ke acara malam ini? Biar enggak ada yang bilang kamu jomlo seumur hidup? Atau jangan-jangan, kamu takut dijodohkan lagi?” simpul Ridan tanpa perlu berpikir panjang. Tawa datar sang wanita pun terdengar.

“Jangan mengada-ada, deh. Aku enggak minta kamu pura-pura jadi pacarku, ya. Kamu cuma perlu menemaniku saja, karena aku enggak nyaman kalau datang ke sana sendirian,” jelas Vela seraya memutar badan menghadap si penanya. Anting-anting berwarna emas kini telah terpasang pada kedua telinganya, terlihat sangat cocok dengan gaun merah marun yang membalut tubuh langsingnya.

“Lalu, bagaimana kalau nanti ada yang tanya, aku siapa?” tanya Ridan sambil menarik ringan hiasan pada kuping sahabatnya. Setelah yakin hasil kerjanya sempurna, barulah ia menempatkan tangan pada kedua pinggangnya.

“Kamu hanya perlu menjawab jujur,” sahut sang wanita tanpa beban.

“Sahabat?”

“Ya,” angguk Vela cepat.

Tiba-tiba saja, sebuah desah tawa terlepas dari mulut Ridan. “Vel, kamu tahu, kan? Enggak semua orang percaya kalau cewek dan cowok bisa bersahabat,” tutur laki-laki yang kini mengayun-ayunkan telunjuknya.

“Aku tahu. Kalau mereka enggak percaya, berarti itu urusan mereka. Yang penting, kita sudah jujur,” ujar Vela sebelum mengembangkan senyum manisnya.

Selang satu kedipan, mata perempuan itu tertuju pada kalung yang belum pernah terlihat di leher Ridan. Tanpa ragu, Vela menarik rantai kecil itu keluar dari balik kemeja merah. Sebuah cincin kini berada di atas telapak tangannya.

“Ini cincin yang mau kamu kasih ke Cassie, kan? Kenapa masih kamu bawa-bawa?” selidik Vela dengan nada tak senang. “Jangan bilang kamu masih berharap padanya?”

“Enggak, kok,” sanggah sang pemilik kalung sembari merebut cincin itu dan menyembunyikannya ke tempat semula. “Untuk apa mengharapkan cewek mata duitan? Dia pasti sudah menemukan cowok lain yang kaya dan bisa memenuhi semua keinginannya,” sambung Ridan dengan suara pelan.

“Bagaimana kalau Cassie kembali saat kamu sudah dapat kerja lagi? Kalian putus karena kamu berhenti kerja, kan?” gumam Vela menguji perasaan sahabatnya.

“Cih, mustahil!” timpal Ridan seraya melirik ke arah lain. Tanpa sengaja, indra penglihatannya terpaku pada jam dinding. Ia baru sadar sudah terlalu lama bermain-main dengan anting sahabatnya. “Vel, berangkat sekarang, yuk!” ajaknya kemudian.

“Ayo!” angguk sang wanita seketika lupa dengan pembahasan tentang mantan kekasih Ridan.

Tanpa basa-basi lagi, Vela meraih tas di atas meja lalu melangkah keluar kamar. Perempuan itu tidak sadar bahwa sang sahabat sempat menghela napas berat. Setelah menelan ludah pahit, Ridan pun menyusul keluar kamar. Bersama-sama, mereka pergi ke acara yang akan menguji ketulusan hati mereka. Malam ini sungguh akan berbeda dari biasanya.

***

“Halo, Oma!” sapa Vela begitu tiba di hadapan seorang wanita berambut putih dengan bando hitam yang menghiasi kepalanya.

“Eh … Vela?” timpal wanita tua yang tersenyum canggung. Ia tampak terkejut dengan kehadiran cucunya.

Sadar akan respon yang sama sekali tidak hangat itu, Vela hanya bisa menutupi kesedihan dengan mempertahankan lengkung bibirnya. “Selamat ulang tahun, ya, Oma,” ujarnya sambil merentangkan tangan memeluk sang nenek.

Alih-alih balas mengalungkan lengan, Oma Stela hanya duduk diam. “Kamu datang?” ucap wanita tua itu tanpa terduga. Bahkan, Ridan pun menaikkan alis mendengarnya. Bukankah pertanyaan itu mengartikan bahwa kehadiran Vela tidak dinantikan?

“Hm, iya, Oma,” sahut sang cucu sambil melepas dekapan. Dirinya tahu jika sang nenek merasa tidak nyaman, sama seperti yang ia sembunyikan dalam hati. Selang keheningan sejenak, kekakuan Vela akhirnya dipecahkan oleh suara sahabatnya.

“Selamat ulang tahun, ya, Oma,” tutur Ridan sembari menyodorkan salam.


“Ah, terima kasih. Ini siapa, Vela?” tanya sang nenek basa-basi. Suaranya memang menghangat, tetapi ekspresinya masih sebeku es.

“Ini Ridan, Oma. Teman Vela,” jawab sang cucu singkat.

“Oh,” timpal wanita tua bergaun biru itu datar. Sudah jelas bahwa ia tidak tertarik untuk melanjutkan perbincangan.

“Ah, iya …. Aku punya kado kecil untuk Oma,” ujar Vela seraya mengambil sesuatu dari tasnya. Sebuah bando hitam berhiaskan manik-manik halus pun terlihat. Kerut alis sang nenek seketika berubah menjadi lengkung tinggi. Wanita tua itu tidak menduga akan mendapat kado yang begitu sederhana.

“Semoga saja, Oma suka dengan bando ini,” tutur Vela terdengar seperti harapan. Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia menyerahkan kado kecilnya.

Belum sempat hiasan kepala itu sampai di tangan sang nenek, perempuan lain sudah lebih dulu menghambur memeluk Oma Stela. Entah disengaja atau tidak, tubuh Vela terdorong ke samping. Bando di tangannya pun terlepas dan jatuh ke lantai. 

Pixie

Hello, Wise Reader! Terima kasih sudah membaca bab ini. Kalau suka, jangan lupa masukkan ke pustaka kalian, ya! Dan, kalau berkenan, mohon beri review untuk Vela dan Ridan. :) Terima kasiiiih

| 7
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Park Soeun
cincin atau kalung nih?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 2. Tak Dianggap

    “Oma … Virgo datang!” sapa perempuan dengan perhiasan lengkap itu ceria. Berbeda dengan penyambutan terhadap Vela yang sangat tegang, senyum sang nenek kini malah terbentang lebar. Dengan penuh semangat, wanita tua itu menepuk-nepuk punggung cucu kesayangannya.“Cucu Oma yang paling cantik ini selalu saja penuh kejutan. Terima kasih, ya, sudah datang,” ucap sang nenek sukse

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-12
  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 3. Dipermalukan

    Lengkung bibir Vela otomatis berubah datar. Ares merupakan orang yang paling ingin dihindarinya. Namun kini, perempuan itu tidak punya pilihan lain. Dirinya harus tetap sopan meski hatinya meminta pergi. Tanpa ia ketahui, Ridan juga sedang memasang tampang tak senang. Laki-laki itu sadar bahwa Ares bukanlah pria yang layak untuk sahabatnya.“Ini cowok yang mau dijodohkan denganmu?” bisik Ridan yang masih terdengar oleh Ares. “Kok, bisa?”&ldq

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-13
  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 4. Berduaan di Kamar

    Vela terduduk lesu di kursi dekat meja rias milik sepupunya. Dengan kepala tertunduk dan bahu terkulai, perempuan itu hanya mampu menatap lantai. Tanpa sadar, setetes air mata bergulir menuruni pipinya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-13
  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 5. Ciuman Pertama

    Vela membeku di hadapan Ridan yang berlutut memegangi tangannya. Dengan tampang minim senyum, sulit untuk memastikan apakah pria itu bercanda atau tidak. Namun dengan cincin bermata satu yang berkilauan di tangannya, lamaran itu tentu bukan main-main.“K-kenapa kamu tiba-tiba melamarku? Kamu dipaksa Oma?” tanya Vela dengan canggung. Tanpa diduga, Eridan menggeleng santai.

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-14
  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 6. Persoalan Seks

    “Sekarang, kamu tahu caranya berciuman,” ujar sang pria dengan senyum usilnya. Mendengar gurauan itu, pelupuk Vela akhirnya kembali berkedip.“Apa yang baru saja kamu lakukan? Kamu menciumku? Itu ciuman pertamaku, Ridan,” omel perempuan itu seraya menutupi mulut dengan tangan. Sangat disayangkan, bibir merah yang selalu dijaganya sudah tidak lagi suci. Sahabat terdekatnya telah menghancurkan fantasi indah Vela tentang ciuman p

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-14
  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 7. Obat Perangsang

    “Karena aku cuma mau kasih keperawananku untuk laki-laki yang aku cinta. Prinsip itu masih sama, Ridan,” desah Vela mengharapkan pengertian. Sahabatnya pun terdiam sejenak.“Kamu melamarku … mengajak aku menikah bukan demi seks, kan? Hm?” tanya Vela dengan suara pelan. Selang keheningan sesaat, si calon suami akhirnya menghela napas panjang.

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-14
  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 8. Perbuatan Bejat Ares

    Keanehan mulai terjadi pada tubuh Vela. Selain debar jantung yang meningkat drastis, rasa gerah juga menyerang tubuhnya. Perempuan itu kini bergerak-gerak gelisah. Sesekali, desah lirih berembus dari mulutnya.“Ada apa, Vela?” tanya Ares sok perhatian.

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-15
  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 9. Tak Tahan Lagi

    “Ridan! Tolong aku! Ridan, Ridan!” teriak Vela yang tidak tahu harus meminta bantuan dengan cara apa. Ia bahkan tidak sempat berpikir untuk menjelaskan keadaan. Perempuan itu terlalu sibuk meronta-ronta, menghalangi Ares untuk merenggut kesuciannya.Sementara itu, pria yang mendengar namanya sontak terbelalak. “Vela?” gumam Ridan yang langsung merasakan adanya bahaya. Secepat angin yang berembus, ia menghampiri sumber suara.Begitu melihat sahabatnya sedang terdesak dalam keadaan setengah telanjang, tangan Ridan langsung terkepal erat. Tanpa membuang waktu, pria itu menarik Ares dari atas Vela.“Kurang ajar kau!” Buk! Sebuah pukulan pun mendarat pada rahang si pria bejat. Ares seketika terhuyung-huyung dan jatuh ke lantai. Bukannya merasa sakit atau bersalah, pria itu malah tertawa.“Aku sudah memasukimu, Vela. Aku berhasil merebutnya,” seru pria licik

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-16

Bab terbaru

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   BONUS: Vela, Eridan, dan Ular Kecil

    “Kamu tunggu di sini, ya. Aku cari dulu di mana mainannya. Carina pasti meletakkannya sembarangan,” perintah Vela saat ia dan Eridan masuk ke rumah.“Oke! Jangan lama-lama, ya!”Anak laki-laki itu pun menurut dan langsung duduk di ruang tamu. Sambil celingak-celinguk, ia mengetuk-ngetuk jari pada batas celana merahnya di lutut.“Mainan ular yang seperti asli? Seperti apa bentuknya?” gumam bocah itu seraya mengingat penjelasan Vela tadi pagi. Selang beberapa detik, ia pun berteriak. “Sudah ketemu belum, Vel?”“Belum! Sabar!”Eridan kecil pun berdecak dan melangkah masuk ke ruang tengah. Ketika ia melewati lemari TV, kakinya berhenti. Matanya tertuju pada ular kecil berwarna hijau yang melintang di dekat kaki lemari.“Loh? Ini mainannya. Vel, sudah ketemu. Ada di sini.” Dengan berani, Eridan mencengkeram ekor ular dan membawanya menemui Vela.Di saat yang hampir bersamaan, gadis kecil itu menghampiri dengan senyum semringah. Tangannya sedang m

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 70. Ciuman Pertama yang Sesungguhnya (TAMAT)

    “Ridan, kamu masih berutang penjelasan kepadaku!” desak Vela ketika suaminya masuk ke dalam kamar. Ia bahkan tidak membiarkan pria itu mengenakan baju terlebih dulu.“Penjelasan apa sih, Vel?” desah Eridan seraya menarik celana dari lemari dan mengenakannya.“Kamu jangan pura-pura lupa, deh. Tentang ciuman pertama kita. Kenapa kamu menjawab di perpustakaan?”“Kalau aku jujur, kamu bakal marah, enggak?” tanya sang pria dengan sebelah alis terangkat. Dengan langkah santai, ia menghampiri istrinya yang duduk di ranjang.“Tergantung,” sahut Vela seraya mengangkat sebelah bahu.Dengan senyum misterius, Eridan ikut duduk di atas kasur. Sambil menatap istrinya lekat-lekat, ia pun memulai cerita. “Dulu itu, kita sering belajar di perpustakaan, kan? Tempatnya sepi, cocok untuk belajar tapi bikin mengantuk.”Mulut Vela tiba-tiba menganga tanpa suara. Setelah mengangguk-angguk, barulah perempu

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 69. Permainan yang Berujung Keterbukaan

    “Ridan ... kamu harus membayar berapa untuk menyewa tempat ini?” bisik Vela ketika sang suami menarik tangannya memasuki sebuah gedung mewah. Dengan sudut bibir terangkat misterius, pria berkemeja merah itu mendekat ke telinga istrinya.“Tidak mahal, kok. Aku dapat diskon karena pemilik gedung ini berteman dekat dengan Roger.” Setelah mengedipkan sebelah mata, ia membawa istrinya masuk ke lift.“Terima kasih, ya, Ridan. Kamu sudah melakukan banyak hal untukku,” tutur sang wanita selagi lantai yang mereka pijak bergerak naik.“Vela, pesta bahkan belum dimulai, tapi kamu sudah berterima kasih kepadaku? Bagaimana kalau kamu simpan rasa syukurmu itu sampai tiga minggu lagi,” tutur Eridan seraya mengangkat alis. Dengus napas langsung berembus dari hidung istrinya.“Sampai kita boleh berhubungan, maksudmu?”“Tepat sekali

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 68. Nostalgia

    “Loh, Pa? Sepatu siapa ini?” tanya Nyonya Aster begitu mendapati sepatu asing di samping tempat anak bungsunya meletakkan sepatu.“Bukan sepatu Carina?” celetuk sang suami dengan raut tak acuh.“Bukan dong, Pa. Ukurannya saja besar begini,” terang sang istri heran.“Mama,” sapa seorang anak kecil berambut panjang. Mata bingung sang wanita sontak berubah hangat. “Eh, Carina ... kamu lagi apa?”“Nonton TV.”“Sama Kakak?” tanya sang ibu sambil menghampiri.“Sendiri.”“Tumben? Kakakmu mana?” tanya Nyonya Aster seraya membelai rambut putrinya.“Di kamar. Katanya mau mengerjakan tugas bareng teman.”“Teman?” Mata Nyonya Aster terbelalak. Setelah berkedip-kedip cepat, wanita

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 67. Yang Lalu Biarlah Berlalu

    “Aku pergi ke bar itu karena Roger memintaku untuk menemaninya,” jawab Eridan seraya merapikan rambut Vela yang menutupi leher.“Kenapa dia mau ditemani? Apakah dia mau memperkenalkanmu kepada seseorang?” terka perempuan itu asal. Tanpa terduga, pria yang sedang duduk di tepi ranjang mengangguk dengan tampang datar. “Siapa?” Mata Vela otomatis membulat.“Orang tuanya.”Kerut alis si wanita sontak bertambah dalam. “Orang tuanya? Tapi, kenapa memilih tempat di bar?”“Karena bar itu milik orang tua Roger.”Mulut Vela spontan menganga. “Seorang pengacara memiliki bar?”Tawa kecil pun berembus dari mulut Ridan. “Bukan orang tua angkat Roger, Vel, tapi orang tua kandungnya.”Sang istri seketika berkedip-kedip heran. “Tunggu dulu. Jadi, Roger itu anak angkat?”Eridan kembali mengangguk. “Ya. Aku tidak bisa menceritakan secara rinci, tapi intinya, Roger dul

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 66. Rahasia di Bawah Pohon

    “Kamu sedang apa, Vel? Bukankah dokter bilang kamu enggak boleh melakukan aktivitas berat dulu?” tanya Eridan ketika mendapati istrinya sedang mencuci beras.“Memasak bukan aktivitas berat, Ridan.”“Tetap saja, kamu mengeluarkan energi ketika memasak,” protes pria yang berkacak pinggang di samping istrinya.“Bernapas juga mengeluarkan energi. Jadi, aku enggak boleh bernapas?” celetuk Vela menggemaskan. Sang suami langsung terpancing untuk mengecup bibirnya yang mengerucut.“Apa kamu lupa? Ada urusan penting yang harus kita selesaikan,” tutur Eridan seraya menaikkan alis.“Tunggu sampai aku selesai memasak, ya,” timpal Vela tanpa perlu mengingat-ingat. Hal itu sudah memenuhi otaknya sejak tadi malam, saat orang-orang yang menjenguknya sudah pulang.“Tidak usah memasak, Vela. Kita pes

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 65. Alasan Sesungguhnya Eridan Melamar Vela

    “Kenapa Oma bertanya seperti itu?” selidik Vela tak langsung memberikan jawaban.“Karena saat bertemu dengan Ares, dia mengatakan seperti itu. Kalau memang benar demikian, maka pernikahan kalian tidak seharusnya dilanjutkan. Oma tidak akan memaksamu dengan pria mana pun lagi.”Deg! Jantung Vela sontak memompa darah lebih kencang. Ia tidak menyangka jika topik tentang perceraian kembali mencuat. “M-maksud Oma?” tanyanya pura-pura tak mengerti.“Ya, kalau memang benar itu alasan pernikahan kalian, maka sekarang kalian harus bercerai. Bukankah keadaan sudah berubah. Kamu tidak perlu seseorang untuk dijadikan tameng dari perjodohan.”Helaan napas pun berembus samar. Udara di sekitar Vela mendadak beku, sama dengan raganya yang mematung. Otaknya terlalu sibuk mencerna perintah neneknya.“Kenapa? Kamu tidak mau menceraikan Eridan?” tukas sang nenek sukses menarik kembali perhatian cucunya. Alis Vela kini

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 64. Di Sini Menjagamu

    “Vela ..., ini aku, Vel. Eridan,” ucap sang pria dengan suara lembut dan pelan.Bukannya sadar, Vela malah semakin menunduk, menyembunyikan setengah wajah di balik lipatan tangan. Ketika sang suami melangkah maju, ia bahkan bergeser menjauh tanpa peduli batas kasur.“Vel, jangan takut ...” bisik Eridan yang terus berjalan. Sebelah tangannya pun terangkat perlahan, mencoba menaklukan kekalutan sang istri. Akan tetapi, semakin pendek jaraknya dengan pundak Vela, semakin gemetar tubuh wanita itu.“Vel,” panggil pria itu lembut. Tangannya telah berhasil menyentuh sang istri. Namun, belum sempat ia lanjut bicara, suara tangis sudah lebih dulu pecah.“Jangan takut, Vel. Ada aku di sini. Hm?” ucap Eridan ketika menyejajarkan pandangan. Alih-alih menjawab, perempuan itu hanya menggeleng-geleng tanpa kata.“Vela, tatap mataku,” pinta sang pria sembari memindahkan tangannya dari pundak menuju pipi sang istri.

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 63. Obat Perangsang (2)

    “Kau yakin itu tidak apa-apa?” tanya pria yang mengernyit melihat darah di celana Vela. Tampangnya seperti baru saja memakan lemon yang sangat masam.“Astaga, Res. Kenapa kau pengecut sekali, sih? Itu cuma darah menstruasi. Tidak apa-apa. Kita saja pernah melakukannya ketika aku sedang dalam periode.”Selang keheningan sejenak, pria itu kembali menggeleng. “Tidak mungkin. Dia enggak memakai pembalut. Pasti itu bukan darah menstruasi.”Cassie pun menggaruk-garuk kepala tak habis pikir. “Jadi, sekarang, kau mau menyia-nyiakan semua usaha kita? Kau tinggal sedikit lagi mendapatkan Vela, Res. Come on!”“Tapi tidak dalam kondisi seperti ini, Cas. Kalau seandainya terjadi apa-apa pada Vela, bagaimana? Aku tidak mau dituduh sebagai pembunuh.”Helaan napas lelah kini berembus dari mulut si pencetus ide. “Ares, dar

DMCA.com Protection Status