Share

Bab 5. Ciuman Pertama

Author: Pixie
last update Last Updated: 2021-02-14 06:30:00

Vela membeku di hadapan Ridan yang berlutut memegangi tangannya. Dengan tampang minim senyum, sulit untuk memastikan apakah pria itu bercanda atau tidak. Namun dengan cincin bermata satu yang berkilauan di tangannya, lamaran itu tentu bukan main-main.

“K-kenapa kamu tiba-tiba melamarku? Kamu dipaksa Oma?” tanya Vela dengan canggung. Tanpa diduga, Eridan menggeleng santai.

“Enggak. Ini murni dari keinginanku sendiri. Aku mau menjadi orang yang selalu ada buat kamu, dan selalu mendukung apa pun impian kamu. Aku bakal membuktikan kalau kita bisa membungkam mulut orang-orang yang pernah merendahkan kamu,” tutur sang pria membuat napas sahabatnya tertahan.

Diam-diam, Vela memperhatikan wajah-wajah yang menyimak pembicaraan mereka. Semua tampak tidak senang dengan kenekatan Eridan.

“Bagaimana, Vela? Apakah kamu bersedia menerima seorang pria yang sederhana ini?” tanya Ridan yang terdengar seperti sebuah tantangan bagi Vela.

Napas perempuan itu pun mulai memburu. Detak jantungnya telah berpacu mengimbangi gejolak yang menggelitik hatinya. Setelah menelan ludah yang terasa kasar, Vela pun meninggikan sudut bibirnya.

“Ya, aku bersedia.”

Bibir Ridan ikut melengkung menyambut penerimaan. Tanpa ragu, tangannya mulai memakaikan cincin emas putih itu ke jari manis Vela. Hanya dalam sekejap, sahabatnya kini berubah menjadi calon istri. Kedua manusia gila itu telah berhasil mengejutkan para penonton. Situasi di ruangan sebelah kini terdengar riuh dengan seruan tak percaya.

“Vela benar-benar enggak waras. Kenapa mau saja menerima laki-laki seperti itu.”

“Hidup mereka enggak bakal senang. Dua-duanya sekarang pengangguran, loh.”

“Kasihan sekali mereka.”

Eridan kini tersenyum sambil mengelus mata cincin di jari Vela. Dengan tatapan hangat, ia menatap wajah calon istrinya. “Kita pulang sekarang?” ajak pria yang tidak ingin memusingkan suara di sekitar mereka. Telinganya sudah kebal dengan segala macam sindiran dan hinaan.

“Eng,” angguk Vela dengan senyum yang tak kalah lebar. “Tapi sebelum pulang, kita makan nasi goreng super dulu, ya. Aku lapar.” Si calon suami pun mengangguk setuju.

Sambil bergandengan tangan, pasangan instan itu berjalan meninggalkan orang-orang yang tidak mengucapkan selamat atas momen bersejarah mereka. Tidak ada seorang pun yang berani menghalangi langkah mereka, kecuali Ares yang entah sejak kapan berdiri di parkiran, di depan mobil Roger lebih tepatnya.

“Jadi, kalian baru mempertanggungjawabkan tindakan kalian sekarang?” ledek laki-laki congkak itu.

Seolah tidak mendengar apa-apa, Vela terus berjalan menuju joknya. Eridan pun dengan sigap membukakan pintu untuk si calon istri. Ketika berlalu di depan Ares, tiba-tiba saja, langkahnya melambat dengan telunjuk teracung mempertimbangkan kata.

“Ares, sepertinya aku harus mengucapkan banyak terima kasih. Berkat kau, aku akan punya istri yang sangat cantik. Dan aku yakin, malam-malamku bakal selalu menyenangkan. Jadi, terima kasih, ya,” ujar Ridan dengan ekspresi menyebalkan.

Usai mengakhiri kalimatnya, pria itu lanjut berjalan lalu masuk ke mobil. Ares hanya bisa tercengang mendengarkan ucapan yang tidak ia sangka. Bukannya memanas-manasi, dirinya malah menjadi frustrasi. Perempuan yang selama ini diidam-idamkan olehnya terancam jatuh dalam dekapan pria lain.

Tin tin! Bunyi klakson mengagetkan laki-laki yang semula bersandar pada kap mobil. Begitu berbalik, Ares dapat melihat Eridan mengayunkan tangan ke arah samping. Mau tidak mau, ia menurut dan bergeser ke sisi mobil. Dari posisinya, senyum penuh kemenangan tampak jelas di wajah musuhnya. Ya, detik itu juga, Eridan telah dicap sebagai lawan oleh Ares.

“Tunggu saja! Aku tidak akan membiarkan kalian menang. Vela tidak akan menyerahkan mahkotanya untuk laki-laki culun sepertimu. Akulah yang harus menikmatinya lebih dulu,” batin Ares dengan tangan terkepal sekeras tekad. Rencana licik telah berseliweran dalam benaknya.

***

“Kita enggak apa-apa makan di sini? Nanti Roger marah kalau mobilnya beraroma nasi goreng,” celetuk Vela yang sedang mengaduk-ngaduk butiran kecokelatan di piring agar panasnya menguap.

“Enggaklah, dia enggak mungkin marah. Lagian, memangnya kamu mau makan di situ, dilihat oleh banyak laki-laki? Penampilan kamu malam ini menarik perhatian, loh,” timpal Ridan dengan suara yang tak jelas. Mulutnya sudah mulai mengunyah dengan penuh semangat.

“Tumben, kamu perhatian?” gurau perempuan dengan senyum hangatnya.

“Kapan sih aku enggak perhatian sama kamu? Apalagi, sekarang kamu calon istriku,” timpal Ridan santai. Sahabatnya pun tertawa kecil menanggapi candaan itu.

“Tapi tadi, akting kamu bagus banget, loh. Natural begitu. Aku jadi salut,” angguk Vela sebelum memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya. Pada saat itulah, matanya menangkap pantulan cahaya dari mata cincin di jari manisnya.

“Oh iya, hampir saja aku lupa. Ini cincinmu, aku kembalikan,” ujar perempuan yang kini mulai menarik lingkaran logam mulia di tangannya.

“Loh, kenapa dikembalikan? Kan, cincin itu sudah kuberikan untuk kamu,” timpal Ridan di sela lahapnya.

“Tapi cincin ini terlalu mahal untukku,” tutur Vela seraya memindahkan piring dari pangkuannya. Dengan begitu, ia bisa lebih leluasa mengerahkan tenaga untuk mencabut cincin yang tersangkut di ruas jarinya.

“Uh …. Lain kali, kalau mau bersandiwara, jangan pakai properti sungguhan, dong. Jadi ribet begini. Mana salah tangan lagi. Seharusnya, kamu pasangkan cincin ini di tangan kiri,” gumam sang wanita sukses menghilangkan nafsu makan sahabatnya. Laki-laki itu terpaksa meletakkan kembali sendok ke atas piring.

“Tadi itu, aku enggak bersandiwara, Vel,” aku Eridan dengan nada serius. Tawa kecil Vela pun terdengar.

“Jangan bercanda, Ridan. Kita sama-sama mau menikah dengan orang yang kita cinta. Mana mungkin kamu menikah denganku?” celetuk Vela yang masih berjuang dengan cincinnya.

“Aku serius, Vel. Aku memang melamar kamu,” ucap sang pria sebelum memindahkan piring ke atas dashboard. Selang satu kedipan, ia memutar posisi duduknya hingga menghadap wanita di jok sebelah. “Kamu sekarang calon istriku.”

Mencium aroma keseriusan di udara, Vela pun mematung. Perempuan itu butuh waktu untuk mencerna kondisi yang di luar nalarnya. “Jadi, tadi itu sungguhan?” tanyanya masih tak percaya. Pria yang menatapnya pun mengangguk.

“Dan, aku sudah menerima lamaranmu?” seru Vela dengan mata sebulat purnama. Dua detik kemudian, indra penglihatan wanita itu mulai menyipit. “Sebenarnya, apa sih yang sudah kamu bicarakan dengan Oma? Kenapa kamu jadi … aneh begini?”

Helaan napas sang pria pun berembus mencairkan suasana. Ia tidak ingin ketegangan di antara mereka terus merangkak naik. “Bukan hal yang penting, kok,” sahut Ridan diiringi gelengan kepala.

“Bohong. Kalau enggak penting, kenapa kamu sampai nekat melamarku?” desak Vela yang sudah sangat mengenal sahabatnya. Eridan bukanlah pria yang bisa mengambil keputusan dengan sembrono. Pasti ada alasan yang disembunyikan olehnya.

“Bukankah tadi sudah kubilang? Aku mau membuktikan kalau kamu enggak pantas direndahkan,” terang sang pria yang tampak tidak berdusta.

“Aku? Bukan kita?” selidik Vela dibantu dengan gerak telunjuknya.

“Ya … kamu. Aku enggak suka dengan cara mereka memperlakukan kamu,” jawab Ridan abu-abu.

“Lalu, apa hubungannya hal itu dengan lamaran tadi? Memangnya dengan kita menikah, mereka akan berhenti menghinaku?” desak perempuan yang masih belum mengerti.

“Begini … kalau suatu saat nanti kamu sukses menggapai impian dengan status sebagai istriku, itu berarti kamu juga berhasil membuat mereka menjilat ludah sendiri,” tutur sang pria akhirnya membocorkan rahasia. Wanita dalam pantulan bola matanya pun menarik napas panjang.

“Oke, berarti benar dugaanku. Oma pasti sudah memancing emosi kamu,” simpul Vela seraya mengitari sudut matanya sebelum kembali pada Ridan. “Tapi kamu tahu, kan? Aku enggak mungkin menikah dalam waktu dekat? Aku belum siap. Pacaran saja, aku belum pernah. Aku bahkan enggak tahu caranya berciuman.”

Cup! Tiba-tiba, Eridan menempelkan bibirnya pada bibir Vela. Momen itu berlangsung sangat cepat, tetapi efeknya merambat hingga ke tulang. Sang wanita kini membeku dalam keterkejutan.

Related chapters

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 6. Persoalan Seks

    “Sekarang, kamu tahu caranya berciuman,” ujar sang pria dengan senyum usilnya. Mendengar gurauan itu, pelupuk Vela akhirnya kembali berkedip.“Apa yang baru saja kamu lakukan? Kamu menciumku? Itu ciuman pertamaku, Ridan,” omel perempuan itu seraya menutupi mulut dengan tangan. Sangat disayangkan, bibir merah yang selalu dijaganya sudah tidak lagi suci. Sahabat terdekatnya telah menghancurkan fantasi indah Vela tentang ciuman p

    Last Updated : 2021-02-14
  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 7. Obat Perangsang

    “Karena aku cuma mau kasih keperawananku untuk laki-laki yang aku cinta. Prinsip itu masih sama, Ridan,” desah Vela mengharapkan pengertian. Sahabatnya pun terdiam sejenak.“Kamu melamarku … mengajak aku menikah bukan demi seks, kan? Hm?” tanya Vela dengan suara pelan. Selang keheningan sesaat, si calon suami akhirnya menghela napas panjang.

    Last Updated : 2021-02-14
  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 8. Perbuatan Bejat Ares

    Keanehan mulai terjadi pada tubuh Vela. Selain debar jantung yang meningkat drastis, rasa gerah juga menyerang tubuhnya. Perempuan itu kini bergerak-gerak gelisah. Sesekali, desah lirih berembus dari mulutnya.“Ada apa, Vela?” tanya Ares sok perhatian.

    Last Updated : 2021-02-15
  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 9. Tak Tahan Lagi

    “Ridan! Tolong aku! Ridan, Ridan!” teriak Vela yang tidak tahu harus meminta bantuan dengan cara apa. Ia bahkan tidak sempat berpikir untuk menjelaskan keadaan. Perempuan itu terlalu sibuk meronta-ronta, menghalangi Ares untuk merenggut kesuciannya.Sementara itu, pria yang mendengar namanya sontak terbelalak. “Vela?” gumam Ridan yang langsung merasakan adanya bahaya. Secepat angin yang berembus, ia menghampiri sumber suara.Begitu melihat sahabatnya sedang terdesak dalam keadaan setengah telanjang, tangan Ridan langsung terkepal erat. Tanpa membuang waktu, pria itu menarik Ares dari atas Vela.“Kurang ajar kau!” Buk! Sebuah pukulan pun mendarat pada rahang si pria bejat. Ares seketika terhuyung-huyung dan jatuh ke lantai. Bukannya merasa sakit atau bersalah, pria itu malah tertawa.“Aku sudah memasukimu, Vela. Aku berhasil merebutnya,” seru pria licik

    Last Updated : 2021-02-16
  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 10. Melanggar Kontrak

    Begitu membuka mata, Vela langsung disambut oleh sahabatnya. Alih-alih menjawab sapaan, perempuan itu hanya diam sembari bertanya-tanya. “Kenapa ada Ridan?” pikirnya heran.Tiba-tiba, bayangan wajah Ridan saat sedang menggarapnya melintas cepat. Sontak saja, Vela terbelalak dan beranjak dari tidur.

    Last Updated : 2021-02-17
  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 11. Gugup

    “Apakah kamu diam-diam mencintaiku?” tanya Vela sukses membuat sahabatnya terbelalak. Setelah satu kedipan tegas, desah tawa pun terlepas dari mulut Ridan.“Kenapa kamu bertanya begitu? Kamu mabuk, ya?” timpal sang pria sembari menggeleng-geleng tak habis pikir. “Pertanyaanmu konyol, Vel.”“Lalu kenapa kamu meminta hal semacam itu? Bukankah selama ini kita sepemikiran? Kita hanya akan melakukan seks dengan orang yang kita cinta setelah menikah?” tanya Vela yang meragukan sahabatnya.“Ya ... karena kondisi sekarang berbeda, Vel,” timpal pria itu sukses menyipitkan mata Vela. Memang tidak mudah untuk menyembunyikan getar suara dari perempuan yang telah lama mengenalnya.“Kamu gugup,” tuduh si pengamat sembari meruncingkan telunjuknya.“Enggak,” sanggah Ridan cepat.“Bohong!”“Enggak!”Cup! Tiba-tiba, Vela mendaratkan ciuman singkat pada bibir sahabatn

    Last Updated : 2021-02-18
  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 12. Memaksakan Restu

    “M-Mama?” desah Vela dengan pelupuk yang terasa panas. Ia benar-benar tidak mengerti alasan sang ibu sangat marah kepadanya.“Tega kamu, Vela. Mama dan Papa selalu percaya sama kamu. Tapi sekarang, kamu malah bikin kami kecewa,” ucap Nyonya Aster dengan suara bergetar. Deru napasnya yang memanas semakin membuat Vela terluka.“Mama sabar dulu. Ini ada apa? Aku benar-benar enggak mengerti,” bujuk sang putri dengan suara pelan. Tangan kurusnya tampak ragu untuk menyentuh sang ibu.“Kamu jangan pura-pura bodoh, Vela. Ares sudah menceritakan semuanya,” sahut Nyonya Aster sukses membekukan kebingungan putrinya.“Ares?” gumam Vela keheranan.Tiba-tiba, seorang pria muncul dari pintu ruang tamu. Dengan senyum sok lugu, laki-laki itu menyapa, “Maaf Vela, aku terpaksa menceritakan semuanya.”Darah

    Last Updated : 2021-02-22
  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 13. Melanjutkan Sandiwara

    “Jawab, Vela! Apa benar, kamu hamil?” tanya Nyonya Aster dengan bola mata bergetar hebat. Kedua tangannya terkepal erat di atas pangkuan.Perempuan yang tidak pernah berbohong kepada sang ibu pun sontak menunduk. Ia tidak mampu bertatapan langsung, takut jika kebohongannya terkuak sebelum sempat dilancarkan.Sadar akan kekhawatiran Vela, Eridan langsung mengambil tindakan. Dengan santai, ia menyelipkan tangannya ke balik jemari si perempuan. Setelah menggenggam erat dan memberikan satu anggukan, pria itu menghadap calon mertuanya tanpa keraguan.“Ya, Vela sedang mengandung anak kami,” ujar pria yang tidak kenal takut. Bisa-bisanya ia mengakui sesuatu yang mampu menimbulkan bencana. Orang tua mana yang tidak histeris jika mengetahui putrinya hamil di luar nikah?Napas Nyonya Aster kini menderu. Matanya sudah kembali dipenuhi guratan merah. Sambil membuang muka, ia berusaha meredakan emosi. Tangannya terus bergerak me

    Last Updated : 2021-03-26

Latest chapter

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   BONUS: Vela, Eridan, dan Ular Kecil

    “Kamu tunggu di sini, ya. Aku cari dulu di mana mainannya. Carina pasti meletakkannya sembarangan,” perintah Vela saat ia dan Eridan masuk ke rumah.“Oke! Jangan lama-lama, ya!”Anak laki-laki itu pun menurut dan langsung duduk di ruang tamu. Sambil celingak-celinguk, ia mengetuk-ngetuk jari pada batas celana merahnya di lutut.“Mainan ular yang seperti asli? Seperti apa bentuknya?” gumam bocah itu seraya mengingat penjelasan Vela tadi pagi. Selang beberapa detik, ia pun berteriak. “Sudah ketemu belum, Vel?”“Belum! Sabar!”Eridan kecil pun berdecak dan melangkah masuk ke ruang tengah. Ketika ia melewati lemari TV, kakinya berhenti. Matanya tertuju pada ular kecil berwarna hijau yang melintang di dekat kaki lemari.“Loh? Ini mainannya. Vel, sudah ketemu. Ada di sini.” Dengan berani, Eridan mencengkeram ekor ular dan membawanya menemui Vela.Di saat yang hampir bersamaan, gadis kecil itu menghampiri dengan senyum semringah. Tangannya sedang m

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 70. Ciuman Pertama yang Sesungguhnya (TAMAT)

    “Ridan, kamu masih berutang penjelasan kepadaku!” desak Vela ketika suaminya masuk ke dalam kamar. Ia bahkan tidak membiarkan pria itu mengenakan baju terlebih dulu.“Penjelasan apa sih, Vel?” desah Eridan seraya menarik celana dari lemari dan mengenakannya.“Kamu jangan pura-pura lupa, deh. Tentang ciuman pertama kita. Kenapa kamu menjawab di perpustakaan?”“Kalau aku jujur, kamu bakal marah, enggak?” tanya sang pria dengan sebelah alis terangkat. Dengan langkah santai, ia menghampiri istrinya yang duduk di ranjang.“Tergantung,” sahut Vela seraya mengangkat sebelah bahu.Dengan senyum misterius, Eridan ikut duduk di atas kasur. Sambil menatap istrinya lekat-lekat, ia pun memulai cerita. “Dulu itu, kita sering belajar di perpustakaan, kan? Tempatnya sepi, cocok untuk belajar tapi bikin mengantuk.”Mulut Vela tiba-tiba menganga tanpa suara. Setelah mengangguk-angguk, barulah perempu

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 69. Permainan yang Berujung Keterbukaan

    “Ridan ... kamu harus membayar berapa untuk menyewa tempat ini?” bisik Vela ketika sang suami menarik tangannya memasuki sebuah gedung mewah. Dengan sudut bibir terangkat misterius, pria berkemeja merah itu mendekat ke telinga istrinya.“Tidak mahal, kok. Aku dapat diskon karena pemilik gedung ini berteman dekat dengan Roger.” Setelah mengedipkan sebelah mata, ia membawa istrinya masuk ke lift.“Terima kasih, ya, Ridan. Kamu sudah melakukan banyak hal untukku,” tutur sang wanita selagi lantai yang mereka pijak bergerak naik.“Vela, pesta bahkan belum dimulai, tapi kamu sudah berterima kasih kepadaku? Bagaimana kalau kamu simpan rasa syukurmu itu sampai tiga minggu lagi,” tutur Eridan seraya mengangkat alis. Dengus napas langsung berembus dari hidung istrinya.“Sampai kita boleh berhubungan, maksudmu?”“Tepat sekali

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 68. Nostalgia

    “Loh, Pa? Sepatu siapa ini?” tanya Nyonya Aster begitu mendapati sepatu asing di samping tempat anak bungsunya meletakkan sepatu.“Bukan sepatu Carina?” celetuk sang suami dengan raut tak acuh.“Bukan dong, Pa. Ukurannya saja besar begini,” terang sang istri heran.“Mama,” sapa seorang anak kecil berambut panjang. Mata bingung sang wanita sontak berubah hangat. “Eh, Carina ... kamu lagi apa?”“Nonton TV.”“Sama Kakak?” tanya sang ibu sambil menghampiri.“Sendiri.”“Tumben? Kakakmu mana?” tanya Nyonya Aster seraya membelai rambut putrinya.“Di kamar. Katanya mau mengerjakan tugas bareng teman.”“Teman?” Mata Nyonya Aster terbelalak. Setelah berkedip-kedip cepat, wanita

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 67. Yang Lalu Biarlah Berlalu

    “Aku pergi ke bar itu karena Roger memintaku untuk menemaninya,” jawab Eridan seraya merapikan rambut Vela yang menutupi leher.“Kenapa dia mau ditemani? Apakah dia mau memperkenalkanmu kepada seseorang?” terka perempuan itu asal. Tanpa terduga, pria yang sedang duduk di tepi ranjang mengangguk dengan tampang datar. “Siapa?” Mata Vela otomatis membulat.“Orang tuanya.”Kerut alis si wanita sontak bertambah dalam. “Orang tuanya? Tapi, kenapa memilih tempat di bar?”“Karena bar itu milik orang tua Roger.”Mulut Vela spontan menganga. “Seorang pengacara memiliki bar?”Tawa kecil pun berembus dari mulut Ridan. “Bukan orang tua angkat Roger, Vel, tapi orang tua kandungnya.”Sang istri seketika berkedip-kedip heran. “Tunggu dulu. Jadi, Roger itu anak angkat?”Eridan kembali mengangguk. “Ya. Aku tidak bisa menceritakan secara rinci, tapi intinya, Roger dul

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 66. Rahasia di Bawah Pohon

    “Kamu sedang apa, Vel? Bukankah dokter bilang kamu enggak boleh melakukan aktivitas berat dulu?” tanya Eridan ketika mendapati istrinya sedang mencuci beras.“Memasak bukan aktivitas berat, Ridan.”“Tetap saja, kamu mengeluarkan energi ketika memasak,” protes pria yang berkacak pinggang di samping istrinya.“Bernapas juga mengeluarkan energi. Jadi, aku enggak boleh bernapas?” celetuk Vela menggemaskan. Sang suami langsung terpancing untuk mengecup bibirnya yang mengerucut.“Apa kamu lupa? Ada urusan penting yang harus kita selesaikan,” tutur Eridan seraya menaikkan alis.“Tunggu sampai aku selesai memasak, ya,” timpal Vela tanpa perlu mengingat-ingat. Hal itu sudah memenuhi otaknya sejak tadi malam, saat orang-orang yang menjenguknya sudah pulang.“Tidak usah memasak, Vela. Kita pes

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 65. Alasan Sesungguhnya Eridan Melamar Vela

    “Kenapa Oma bertanya seperti itu?” selidik Vela tak langsung memberikan jawaban.“Karena saat bertemu dengan Ares, dia mengatakan seperti itu. Kalau memang benar demikian, maka pernikahan kalian tidak seharusnya dilanjutkan. Oma tidak akan memaksamu dengan pria mana pun lagi.”Deg! Jantung Vela sontak memompa darah lebih kencang. Ia tidak menyangka jika topik tentang perceraian kembali mencuat. “M-maksud Oma?” tanyanya pura-pura tak mengerti.“Ya, kalau memang benar itu alasan pernikahan kalian, maka sekarang kalian harus bercerai. Bukankah keadaan sudah berubah. Kamu tidak perlu seseorang untuk dijadikan tameng dari perjodohan.”Helaan napas pun berembus samar. Udara di sekitar Vela mendadak beku, sama dengan raganya yang mematung. Otaknya terlalu sibuk mencerna perintah neneknya.“Kenapa? Kamu tidak mau menceraikan Eridan?” tukas sang nenek sukses menarik kembali perhatian cucunya. Alis Vela kini

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 64. Di Sini Menjagamu

    “Vela ..., ini aku, Vel. Eridan,” ucap sang pria dengan suara lembut dan pelan.Bukannya sadar, Vela malah semakin menunduk, menyembunyikan setengah wajah di balik lipatan tangan. Ketika sang suami melangkah maju, ia bahkan bergeser menjauh tanpa peduli batas kasur.“Vel, jangan takut ...” bisik Eridan yang terus berjalan. Sebelah tangannya pun terangkat perlahan, mencoba menaklukan kekalutan sang istri. Akan tetapi, semakin pendek jaraknya dengan pundak Vela, semakin gemetar tubuh wanita itu.“Vel,” panggil pria itu lembut. Tangannya telah berhasil menyentuh sang istri. Namun, belum sempat ia lanjut bicara, suara tangis sudah lebih dulu pecah.“Jangan takut, Vel. Ada aku di sini. Hm?” ucap Eridan ketika menyejajarkan pandangan. Alih-alih menjawab, perempuan itu hanya menggeleng-geleng tanpa kata.“Vela, tatap mataku,” pinta sang pria sembari memindahkan tangannya dari pundak menuju pipi sang istri.

  • Married with My Best Friend (INDONESIA)   Bab 63. Obat Perangsang (2)

    “Kau yakin itu tidak apa-apa?” tanya pria yang mengernyit melihat darah di celana Vela. Tampangnya seperti baru saja memakan lemon yang sangat masam.“Astaga, Res. Kenapa kau pengecut sekali, sih? Itu cuma darah menstruasi. Tidak apa-apa. Kita saja pernah melakukannya ketika aku sedang dalam periode.”Selang keheningan sejenak, pria itu kembali menggeleng. “Tidak mungkin. Dia enggak memakai pembalut. Pasti itu bukan darah menstruasi.”Cassie pun menggaruk-garuk kepala tak habis pikir. “Jadi, sekarang, kau mau menyia-nyiakan semua usaha kita? Kau tinggal sedikit lagi mendapatkan Vela, Res. Come on!”“Tapi tidak dalam kondisi seperti ini, Cas. Kalau seandainya terjadi apa-apa pada Vela, bagaimana? Aku tidak mau dituduh sebagai pembunuh.”Helaan napas lelah kini berembus dari mulut si pencetus ide. “Ares, dar

DMCA.com Protection Status