“Mereka tidak bekerja?”
“Tidak,” jawab Attar. “Menjelang akhir tahun memang begitu. Mereka mengambil cuti, dan bersantai dengan uang yang mereka kumpulkan. Baru tahun ini aku ikut bergabung setelah beberapa tahun terakhir fokus dengan proyek Hardana Land. Tahun ini keluarga Hardana berkumpul di Singapura mengingat Aspen begitu jauh dan mereka sebenarnya masih punya urusan di Jakarta.”
“Oh, begitu. Kalau aku tidak salah dengar, Fariz ada di sini?”
“Ya.”
“Aku heran.”
“Kenapa begitu?”
“Kamu tidak mencekiknya setelah masalah yang ditimbulkannya,” jawab Ruby blak-blakan. Ia tahu suaminya takkan tersinggung. “Sekarang kamu harus bersentuhan dengan hukum karena dia, kan?”
“Kalau ditelaah lagi, ini semua salahku,” sahut suaminya muram. “Aku begitu bersikeras melakukan sesuatu yang tidak puguh hingga akhirnya mencelakakan diriku sendiri.” Terdiam Attar sejenak, kemudian melanjutkan, “Aku minta maaf telah mengorbankan kamu demi perasaan
semoga kalian suka cerita ini
Ruby cemberut mendengar ejekan itu. Kalau dia bisa, ingin dia patahkan saja kedua paha suaminya. Ia menurut, duduk di pangkuan suaminya dengan posisi menyamping.Suaminya merapikan rambutnya yang berantakan di bagian dahi. Mata Ruby tak terpaku memandang suaminya yang begitu fokus dengan bagian atas kepalanya. Tak urung Ruby membelai bagian belakang kepala suaminya.“Eda sudah tidur,” desis Attar, dengan bibir yang ditenggelamkannya di balik rambut yang menutupi leher istrinya. “Mungkin kita bisa bercinta dengan liar di rumah ini.”Dari jarak yang sedekat itu, Ruby dapat memandang suaminya yang tampan bak Narkissos. Percintaan mereka tadi memang luar biasa. Lebih dari luar biasa, tepatnya. Tapi tidak bisa seindah dulu.Fakta bahwa suaminya tetap menceraikannya walau mengetahui kehamilannya tidak bisa begitu saja dienyahkannya.“Attar.”“Hmmmm.”“Do you love me?”
“Sedang apa kamu di sini?” tanya Attar. Nina memang salah satu pemilik klub ini, tapi tidak pernah ikut campur sampai datang ke sini. Dari dulu Nina dikenal kolot karena gaya hidupnya yang sehat dan tidak pernah mencicipi anggur.“This place is good,” sahut Nina. “Kukira akan menjadi tempat orang-orang biadab. Tapi kulihat di sini aman-aman saja.”“Yang membuat night club ini tidak selaku yang lain,” komentar Attar.“Kami tidak mau masa lalumu dan Fariz terulang lagi,” jawab Nina, terkekeh dan tak bermaksud menghina. “Kalau kita menawarkan jasa pelacuran, akan banyak orang yang menemukan jalan penderitaan.”“Goodness, mungkin ini salah satu alasan kakak iparku tak mau menikahimu,” balas Attar yang langsung menerima pukulan ringan di lengannya.“Aku tidak butuh pria yang tak bisa menerima kekuranganku,” Nina membela dirinya. &ld
Sandra bergegas meninggalkan mereka. Attar duduk di depan meja kerja sepupunya dengan kaki yang disilangkan di atas pahanya yang lain. “Jadi, ini alasanmu keluar dari proyek Hardana World?”“Proyekmu,” Fariz mengoreksi. “Aku memilih pergi daripada bekerjasama dengan Edo, direktur sementara itu.”“Apa yang salah dengannya?”“Apa yang salah dengannya?” ulang Fariz. Ia terdiam sesaat. “Mulutnya begitu pedas menyindirku. Istrimu pasti sudah menceritakan mengenai Sandra.”“Sedikit mengejutkan mengapa bukan kamu yang diutus untuk jadi penggantiku.”“Para komisaris yang memutuskannya,” jawab Fariz. “Bahkan ayahku sendiri memintaku untuk tetap sabar menghadapi keputusan itu.”“Oom Demetrio setuju?” Alis Attar terangkat satu. “Seharusnya aku menyiapkan semacam surat wasiat in case aku koma lagi. Kamu yang seharusnya a
“Sasarannya adalah Kakek dan aku.”“Sekarang bertambah aku.” Fariz mendengus dengan wajah sumir. “Well, we’re in Singapore by the way. Masalah seperti ini takkan menjatuhkan keluarga kita. Kita punya pengacara hebat, selain itu.”“Siapa? Kakek Hasyim?”“Bukan, murid Kakek Hasyim. Bhismarajasa.”Dalam hati Attar mendengus. Pria itu lagi. Walaupun Bhisma tidak pernah menantangnya terang-terangan, Attar tahu ia mulai alergi mendengar nama pria yang telah berjasa untuk istrinya. “Haruskah kita memakainya?”“Kakek sangat percaya padanya. Selama ini ia juga dikenal sebagai pengacara terkemuka. Kita akan bayar mahal untuk itu.”“Tidak ada pengacara hebat lain selain dia?”Fariz menggeleng. “Well, dari nadamu bicara tentangnya mengingatkanku ketika kamu ingin Adam enyah dari kehidupan istrimu.” Kemudian ia menyun
Attar memeluk istrinya dan mendorongnya masuk ke dalam rumah. Ditendangnya pintu agar tertutup dan dikuncinya dengan satu tangannya.Sambil berciuman mereka ke kamar. Attar melentangkan istrinya di tempat tidur. Ketika tangannya menyelusup dari bagian bawah baju istrinya, Ruby mengelak.Istrinya menggeser tubuhnya ke samping.Attar mengernyit bingung. “Masih tidak memaafkanku?” tanyanya dengan napas yang memburu.“Aku tidak ingin kita terlalu terhanyut dengan percintaan semu ini,” kata Ruby. “Kamu bilang aku masih punya waktu hingga kita bercerai. Apakah itu masih berlaku?”Attar mengangguk. “Lalu?”“Ada kemungkinan kita berpisah. Mood kita berubah drastis dalam waktu jangka pendek. Tidak tahu apa yang terjadi, kan?”“Kamu masih menginginkan perceraian?” Attar merasa tubuhnya terkulai dan merosot di tepi tempat tidur. “Hanya karena aku tidak bisa me
Attar meraih istrinya dan memagut bibirnya dengan ganas. Ia berbaring di atas istrinya, merasakan setiap inci tubuh istrinya. Tangan Ruby yang mencengkram kepala belakangnya, ditariknya dan dikuncinya dengan tangan istrinya yang lain di atas kepala istrinya.Ia menghujam istrinya tanpa kelembutan sama sekali. Namun itu menimbulkan getaran nikmat untuk Ruby. Ruby memejamkan matanya ketika bentakan Attar mengguncangkannya, “Tell me you love me, say it loudly, whore!”Oh, Attar pasti tidak sadar dengan apa yang dilakukannya. Dia melampiaskan ketakutannya dengan memasukkan istrinya seperti binatang.Ruby membuka matanya lebar-lebar, membalas tatapan suaminya yang tak jelas dibanjiri oleh peluh. Attar masih menahan tangannya di atas kepalanya, dan Ruby berani bersumpah, ini percintaan yang paling liar sekaligus nikmat walau suaminya sedang tak sadar.“I love you.”Kala ia mengucapkannya, keduanya mencapai puncak
“Aneh sekali. Dia tidak mau kamu berhubungan dengan Hardana. Tapi untuk menjaga perasaan Kakek Gun, dia terima saja dengan hadirnya kami semua di rumahmu.”“Ya. Aku tak menyangkal Papi sangat sayang pada Kakek Gun. Kukira itu disebabkan karena Hardana dan Adiwangsa rival dalam berbisnis, dan Papi benci dengan kelunakan yang dimiliki Kakek.”“Barangkali memang begitu. Nia?”Attar merasa bulu dadanya dimainkan oleh istrinya. Ia menangkap tangan istrinya, dan diletakkannya tangan itu di atas dada kirinya. “Jangan pernah melakukannya, aku tidak mau waxing gratis.”“Aku suka melakukannya.” Ruby bangkit dari posisinya dan duduk di pangkuan suaminya yang mulai terlelap. “Let me do it to you, baby. Gimme a chance before the divorce.”“Ya, lakukanlah sesukamu,” Attar mulai menikmati percintaan lagi. Ia memejamkan matanya. “Lakukan dengan pelan, Sw
“Aku biasa memasak sendiri,” dengus istrinya. “Saat hamil Eda pun aku memasak untukmu, kan? Saat itu juga tidak ada pembantu. Tidak ada masalah kalau begitu.”“Nia, itu kan saat kamu masih muda,” kata Attar. “Dan saat itu masalah yang kita hadapi tidak sepelik sekarang.”“Kamu yang membuatnya lebih pelik!” Ruby menoleh pada suaminya. Matanya yang bersorot amarah menatap suaminya dengan dingin. “Kenapa sih kamu tidak bisa membiarkanku sendiri jika pada akhirnya kamu hanya menyakitiku saja?”“Menyakiti bagaimana…” Mata Attar bingung menatapnya. Dalam hati ia mengumpat. Brengsek. Aku sudah tersiksa di Jakarta tanpanya, dan dia kembali menjadi wanita seperti ini lagi! “Aku tidak bermaksud menyakitimu. Apalagi semalam sangat hebat.”Wajah Ruby merona mendengar itu. Ia masih ingat betapa liar dan hebatnya mereka memadu kasih dengan dirinya. Menyatukan tubuh me
“Bagaimana dengan kontrak itu? Ketika kamu bilang mengenai lamaran itu, aku teringat pada kontrak itu.” “Curse the contract. Kamu tidak akan meninggalkan suamimu yang satu ini, kan?” Attar terus mencium, menggigit, leher serta bahu istrinya. “I will never give up on you, Rubiniaku. You’re the light of my life, I love you so much. Way too much.” “Attar, katakan dulu apa yang terjadi dengan kontrak itu.” Ruby membalikkan tubuhnya dan menatap suaminya dengan penuh tuntutan. “Apa yang kamu lakukan dengan perjanjian itu?” “Well, aku tidak peduli dengan perjanjian itu. Kakekmu juga sudah tidak ada, bukan? Bahkan notaris yang menyaksikan perjanjian itu sudah pergi juga. Dan aku.” Attar terdiam sejenak. “Aku tidak perlu kontrak atau jaminan apa pun untuk memilikimu dan anak-anak.” “Benarkah?” “Mau taruhan? Sebelumnya, aku ingin tahu apakah aku masih kuat menggendongmu atau tidak.” Dengan tubuhnya yang kekar Attar ma
ItaliaPemuda dengan memakai kemeja kotak-kotak menggandeng gadis kecil berambut panjang. “Papa!” teriak gadis kecil itu.“Miriam!” Attar menghampiri putri kecilnya dan menggendongnya. “Bagaimana jalan-jalannya dengan Kak Eda?”Tujuh tahun berlalu begitu cepat. Attar bersyukur, dengan kesehatannya yang semakin membaik, dan di usianya yang menginjak empat puluh, ia mendapat semuanya—anak-anak yang cantik dan tampan yang pintar—istri yang begitu sabar menghadapinya. Kehidupannya sangat sempurna tujuh tahun terakhir, setelah puluhan tahun sebelumnya ia habiskan dengan kebohongan dan kemarahan yang tak terkendali.Attar menamakan anak keduanya Miriam. Sebagai tanda hormatnya pada sang nenek yang sudah lama pergi. Nenek yang dicintai kakeknya, yang akan selamanya Attar kenang akan kebaikan sang kakek semasa hidupnya.Sebelum meninggalkan Hardana Land dan tinggal di Singapura, Attar melakuk
“Kata Tante Nina, Oom Attar tidak bisa bawa yang berat-berat dulu sejak serangan kayak Kakek.”Anak kecil tidak mungkin berbohong. Agar tidak membahas lebih lanjut, Attar bangkit dan mengajak istrinya untuk ke kamarnya yang berada di lantai yang sama. Sebelumnya ia menitip pesan pada Eda untuk menemani Kakek Malik dan Nenek Lenny di sana.Ketika Attar mendorong kursi roda istrinya ke kamar, sosok Kakek Gun dan keluarga Adiwangsa lainnya muncul. Mereka menjelaskan bahwa di luar macet sekali hingga Kakek Gun harus naik helikopter dari Menara Adiwangsa yang lokasinya tak jauh dari rumah.Kakek Gun meminta Ruby untuk beristirahat dulu sementara keluarga Adiwangsa menjenguk Hasyim. Ruby menolak, namun tak punya pilihan karena Edo dan Shera ikut mengkhawatirkan keadaannya.Begitu sampai kamar Attar membantu istrinya untuk bangun dan berbaring di tempat tidur. Dipastikannya kepala istrinya sudah nyaman dengan bantalnya. Kemudian ia duduk di tepi temp
“Kakek saya tidak pernah terlihat sakit.”“Anda pun juga begitu. Tapi Anda pernah serangan juga, bukan?” Dokter Prapto, dokter yang sama yang menangani Attar ketika ia dirawat. “Sekarang temuilah anggota keluarga yang lain di lorong, Pak Attar.”Dengan lemas Attar keluar dari kamar kakeknya. Di lorong sudah ada semua anggota keluarga Hardana, termasuk dari keluarga menantu. Adam, Fariz, dan sepupu yang lain memeluknya, memberi semangat padanya.Attar menghampiri istrinya yang duduk di atas kursi roda di pojok sebelah ibunya. Sebelumnya Attar memeluk mama-papanya, dan meminta Eda untuk mendoakan kakek buyutnya agar cepat sembuh.Ia duduk di kursi yang paling dekat dengan istrinya. “Bagaimana ceritanya? Kata Pak Mahdi dia serangan di kamarmu.”Ruby mengangguk. “Kakek mengakui semuanya di depanku.”“Apakah kamu menyakitinya?”Mata Ruby menyipit. Apakah suaminya berni
“Kakek Hasyim,” kata Ruby. “Ada perlu apa kemari?” Tidak perlu bertanya sebenarnya. Ia tahu apa yang ingin dikatakan kakek. Mengenai hubungan mereka yang sebenarnya. Tapi Ruby tidak tertarik. Yang diinginkannya adalah menemui Attar, membahas jenis kelamin bayinya.“Apakah Attar belum memberitahu bahwa aku…”“Kakekku? Sudah.”Ketenangan yang ditunjukkan Ruby membuat Hasyim terbelalak. “Kamu tidak marah atau benci padaku, Rubinia…”“Saya tidak punya pilihan, bukan,” jawab Ruby sinis. “Anda sudah mendapatkan apa yang Anda inginkan. Attar tidak dipenjara, dan saya telah menikah atas kehendak Anda.”“Ruby, saya tidak menyangka kamu berpikir seperti itu mengenai saya…” Hasyim mengira dirinya sudah baik pada cucunya yang satu ini. Ia telah lama berdiam diri dengan fakta yang ditelannya puluhan tahun. Dan reaksi Ruby adalah beban besar untuk
Armand memiliki temper yang sulit diduga. Ketika Edo masuk usia remaja, sikap Armand berubah pada putranya. Kasih sayang yang dulu disalurkannya pada anak-anaknya sirna begitu saja. Berganti dengan kemarahan karena anak-anaknya tidak ada yang menghargainya sebagai kepala rumah tangga, kebenciannya pada Gunawan yang tak pernah bersikap tegas padanya, bahkan seakan menunjukkan sikap tidak sayang pada anaknya dengan mendukung hubungan Armand dengan Hasyim.Hingga suatu hari Hasyim melakukan kesalahan.Dia tidak bisa mengekang dirinya untuk mengakui Armand. Pada acara open house Lebaran yang diadakan keluarga Adiwangsa, ia memanggil Ruby dengan sebutan yang tak biasa. “Hai, gadis kecil. Tidak salam pada kakekmu?”Ruby menoleh padanya dengan heran. Saat itu ia sudah remaja dan dia bukan cucu Hasyim. “Saya bukan Nina,” kata Ruby kikuk.“Tentu saja. Kamu Rubinia. Cucuku.”Percakapan mereka tidak berlanjut tatka
“Mustahil untuk membuka pintu maafmu,” bisik Attar di lehernya. “Aku insyaf, lelaki yang kini menjadi suamimu lelaki yang serakah, meraup apa yang diinginkannya, dan sekarang kamu menyadarkan aku bahwa malaikat pun tak sanggup memaafkan aku.”“Aku bukan malaikat,” jawab Ruby, masih memunggungi suaminya. “Aku hanya wanita tolol yang mencintaimu.”“Aku tetap suamimu, Nia. It’s my duty to ease your ache, and…” “Berhentilah mengesankan kamu melakukan ini karena statusmu,” bentak Ruby. Ia berbalik menatap suaminya. “Bisakah sekali saja kamu katakan padaku, kamu merawatku, menolongku, karena kamu seorang manusia yang memiliki hati nurani? Seorang suami yang mencintai istrinya?”“Kalau pun aku mengatakannya, kamu tidak akan percaya lagi padaku,” jawab Attar kaku. “Aku tidak perlu membusakan mulutku dengan janji-janji lagi. Aku akan buktika
“Mengapa kamu di sini?”“Mengapa aku di sini?” Suara Attar meninggi mendengar pertanyaan istrinya. “Well, kenapa aku harus di tempat lain di saat istriku sedang dirawat?”“Kamu terbiasa di kantor setiap akhir tahun atau bersama Nina dan yang lainnya berpesta menyambut tahun baru.”“Aku tidak begitu semangat di Hardana Land untuk saat ini. Bagaimana menurutmu jika aku pindah ke perusahaan Stephen? Hm, Stephen ini teman Fariz yang waktu itu kuceritakan. Dia yang menawarkan aku jadi CEO di Osvaldo Property.”Ruby mengernyit tanda tidak setuju. “Itu artinya kita akan tinggal di Singapura?”“Kita bisa berpisah dan aku bisa pulang setiap akhir minggu. Yah, mungkin juga tidak, karena uangku tidak akan sebanyak saat di Hardana Land dan aku tidak bisa memesan pesawat pribadiku sesukaku di sana.”“Aku tidak setuju jika kita harus berpisah. Maksudku, kita
“Mengapa tidak kamu saja yang melakukan proyek ini? Aku yakin kamu bisa menggantikan aku di sini. Kamu lebih berhak.”“Oh, Tara, bahkan aku tidak merasa ada bedanya kamu cucu Kakek atau bukan,” dengus Fariz. “You’re always my leader, cousin. Aku menyesal telah mengantarkan pesan Stephen mengenai tawaran itu. Mereka selalu welcome kapan pun kamu menerima mereka.”“Tidak ada ketegasan sekali. Mengapa tidak mencari CEO lain saja?”“Memang banyak pengusaha properti yang sukses, tapi mereka memilih untuk menjaga perusahaan mereka sendiri. Stephen berpikir dengan anggota keluarga Hardana yang banyak, melepasmu bukanlah masalah besar untuk kita. Tapi nyatanya, itu masalah juga.”“Aku percaya padamu.”“Tidak, Attar,” jawab Fariz tegas. “Aku akan sangat membencimu jika kamu meninggalkan perusahaan ini. Aku tahu passion-ku bukan di sini.