Kejijikan dalam benak Ruby akan suaminya tak ada lagi. Berganti dengan rasa hampa. Dia tidak bisa lagi membalas pelukan suaminya, tidak menikmati aroma tubuh suaminya, tak ada niat untuk bersandar di dada suaminya yang kokoh. Dia hanya ingin berlari ke tempat yang jauh, melupakan semuanya untuk beberapa waktu.
Suaminya yang ia kenal optimis itu tak mampu mempertahankan rumah tangga mereka. Tak ada lagi harapan bagi Ruby untuk memperbaiki hubungan ini.
“Dan aku tidak menuntut jawabanmu, Attar Putra Hardana,” kata Ruby di balik bahu suaminya. “Pergilah. Jangan khawatir, aku akan meminta Mbok dan Bibi mengganti tugas yang biasa kulakukan di rumah.”
Trenyuh hati Attar mendengarnya. Istrinya yang sabar. Istrinya yang setia. Masih memikirkan kepentingannya. Attar mengeratkan pelukannya dengan air mata yang mulai menggenangi matanya. “Cinta, aku…” Attar tak bisa berkata apa-apa. Kenangan masa lalu datang padanya. Gadis kecil d
Attar memasukkan mobilnya dengan kalap. Dia bahkan tidak sempat untuk menutup pintu mobilnya, dan segera berlari ke dalam rumah. Dibukanya pintu kamar, dan yang ia takutkan terjadi.Tidak ada istrinya di sana. Di balkon. Di kamar mandi. Seperti orang yang kehilangan arah, Attar berlari mengelilingi rumahnya, sampai ia kembali lagi ke kamarnya dan mengecek lemari.Baju-baju istrinya sudah tidak ada di sana. Tuhan, tidak. Attar membuka brankas. Surat-surat penting istrinya, seperti akta kelahiran, ijazah, serta perhiasan yang diberikan suaminya sudah tak ada. Hanya buku nikah. Attar membuka kotak cincin nikah mereka. Mereka memang tidak suka memakai cincin kawin, takut hilang, kata Ruby dulu.Di sana hanya ada cincin milik Attar.Attar terduduk lemas di lantai. Di mana kamu, Ruby. Mengapa harus meninggalkanku seperti ini, Sayang? Tidak tahukah kamu, kalau kali ini aku masih memintamu untuk memaafkanku? Aku khilaf, Cinta. Aku tak bisa hidup tanpamu, Nia.
Ingin sekali Attar menjawab segala teka-teki itu. Tapi, dia tidak sempat. Dia membayangkan istrinya. Ia mengecek brankas sekali lagi, dan tak ada paspor istrinya dan Eda di sana. Istrinya telah pergi ke luar negeri.Mengapa kamu tega meninggalkanku seperti ini, renung Attar. Bagaimana bisa kamu ikhlas diceraikan seperti itu, kalau benar kamu mencintaiku? Tuhan tahu aku sangat cinta padamu, tapi mengapa Ia tidak membiarkanmu kuat hingga akhir, Sayang?Attar akan mencari istrinya, tapi tidak sekarang. Nyeri di dada kirinya tidak bisa ditahan. Dia membaringkan tubuhnya ke tempat tidur. Rasa sakit itu seakan menaik-turun jantungnya, dan dia tidak bisa meredam kesakitannya lagi.Attar tak sadarkan diri untuk beberapa bulan akibat serangan jantung yang dialaminya.**Hasyim menggeleng. “Anakmu sudah keterlaluan pada istrinya, Lik,” katanya murung. “Armand.. Emilia… Telah meracuninya hingga dia tega menalak Rubinia.&
Istrinya yang penasaran bertanya padanya ada apa. Malik hanya menggeleng. “Kamu tahu kan, Papa selalu khawatir dengan Attar?” Malik tersenyum miris, mengingat Attar bukan cucu kandung Hasyim. “Sulit baginya menerima Attar harus heart attack begini.”“Aku bahkan tidak tahu Attar punya kelainan di jantungnya, Pa,” kata Lenny sedih. “Ibu macam apa aku ini. Sayang sekali aku tak bisa berbagi dengan Ruby mengingat dia sedang hamil.”Malik mengangguk. Hanya ia dan Hasyim yang tahu mengenai perceraian itu. Di depan keluarga yang lain, Hasyim memberitahu bahwa Ruby sedang tinggal di rumah keluarganya.“Jangan menyalahkan dirimu begitu, Ma,” sahut Malik. “Kurasa Attar hanya serangan ringan saja.” Tentu saja aku ragu. Ini pasti karena perceraian yang terpaksa harus dilakukannya.“Tapi bagaimana bisa? Orang serangan jantung biasanya karena sesuatu yang buruk telah terjadi
“Ya, untuk apa jadi pengacara kalau harus pendiam dan jaim?!” Bhisma tertawa. “Lalu, apa rencanamu setelah mendapatkan uang itu? Pindah ke luar negeri?”Ruby mengangguk. “Aku akan tinggal di Singapura. Aku punya rumah yang dibelikan Kakek sebelum aku menikah. Di sana juga ada cabang Edora di Marina Square. Setidaknya, aku akan bertemu dengan abangku beberapa bulan sekali.”“Good idea. Kapan? Begitu kamu mendapatkan uang?”“Ya. Aku akan meminta Attar untuk datang ke sana ketika aku melahirkan nanti. Dia pasti bela-belain datang ke sana untuk mengadzankan anaknya.”“Baiklah, setelah ini akan kucari orang untuk membeli mobil sport-mu. Banyak klienku yang punya uang sebanyak itu. Dan tidak perlu khawatir, mereka orang asing yang tinggal di sini, bukan koruptor!”Ruby tertawa. “Thanks.”“Apakah aku boleh menemanimu di Singapura? Pi
“U hoeft niet om me te vertellen, jongen. Ik weet altijd alles.” –Kau tak perlu memberitahuku, anak muda. Aku tahu segalanya. Hasyim tertawa miris. “Katakan ke mana dia akan pergi, Bhismarajasa.”Ketegasan dalam nada suara gurunya itu membuat pertahanan Bhisma luruh. Di luar, ia bisa menjadi pengacara yang hebat, tapi bersama Hasyim, dia hanya seongok cacing kecil yang tak berani berdusta. “Singapura.”“Singapura!” cetus Hasyim. “Ya, tentu saja. Kakek wanita itu memberikan hadiah pernikahan untuknya dan Attar, rumah di Singapura. Hanya saja, dia tidak punya uang sebanyak itu. Attar sudah memblokir akses kartu kredit dan rekeningnya.”“Cucu Anda melakukannya?” tanya Bhisma tak percaya. “Saya kira dia mencintai Ruby..”“Dia melakukannya setelah pulang dari Majalengka dan sebelum sampai rumah. Ia tidak mau istrinya pergi. Sayang dia datang terlambat hingg
Seseorang berdiri di sebelahnya.Armand Adiwangsa.“Kau takkan bahagia bersama anakku, cucu Hasyim Hardana,” katanya. “Kebohongan demi kebohongan dilakukan kakekmu yang pengecut itu. Dan kamu akan bernasib sama seperti dia, mati dengan jutaan rahasia.”“Saya bukan pengecut,” balas Attar dingin. “Saya tidak pernah menyiksa anak saya.”Tertawa Armand mendengar tukasan penuh ketegasan itu. “Kau tidak punya hak untuk menghakimiku. Kita berada di dunia yang berbeda. Aku harus memukul anakku karena dia membalas sapaan Hasyim Hardana. Anakku tak boleh berhubungan dengan Hardana. Kalian semua bajingan!”“Pergilah ke neraka yang paling dalam, Armand.”“Tenang saja, aku akan menarikmu dan semua keluargamu bersamaku.”Armand menghilang dari sisinya. Kini Attar sendiri di gurun pasir, bagaika
“Aku juga senang berteman denganmu. Kamu sangat menolongku. Tapi, kamu tahu kan, Attar tidak bisa tergantikan di hatiku. Aku sangat mencintainya, dan setelah punya dua anak, suami baru atau ayah tiri takkan terlalu dibutuhkan.”Penolakan itu menghancurkan hati Bhisma. Hasyim benar. Attar memang segalanya untuk wanita ini. “Maafkan aku, aku hanya..”“Tapi bukan berarti kamu tidak dibutuhkan,” Ruby tersenyum kecut. Sebagai wanita, ia tahu Bhisma menaruh hati padanya. “Kamu pria yang hebat. Percayalah padaku, kamu akan menemukan wanita yang lebih baik daripadaku.”“Benarkah?”Mata Bhisma yang berbinar itu membuat Ruby mengangguk. “Ya, terkadang kita tidak tahu bersama siapa kita akan menghabiskan sisa hidup kita di dunia ini. Aku berpacaran dengan yang lain untuk waktu yang lama, dan pada akhirnya aku memilih Attar. Itu yang namanya takdir, meski harus berakhir seperti ini.”&ldqu
Mengapa bercerai adalah satu-satunya jalan terakhir yang harus kita lalui?Tidak bisakah kita saling mencintai tanpa ada prasangka di antara kita, Sayang?Tidak bisakah kita selalu bersama tanpa ada rahasia pahit di balik kebahagiaan yang kita miliki, Cinta?Ruby mencoba untuk tidur. Dipejamkannya matanya, namun beberapa menit kemudian ia terjaga lagi. Tenggorokannya terasa kering. Hati-hati ia menarik lengannya dari kepala anaknya, diletakkannya bantal di bawah kepala Eda, kemudian ia turun dari tempat tidur.Di dapur ia melihat Bhisma sedang menulis di sebuah kertas kecil di meja bar. “Baru pulang?” tegur Ruby, melihat lelaki itu masih memakai kemeja rapi. Setelah makan malam tadi Bhisma pergi untuk bertemu kliennya.Bhisma mengangkat mukanya. “Ya, baru sepuluh menit. Butuh sesuatu?” tawarnya.“Tidak. Apa ada susu cokelat hangat?”Yang ditanya tidak menjawab. Bhisma bangkit dari duduknya dan membu
“Bagaimana dengan kontrak itu? Ketika kamu bilang mengenai lamaran itu, aku teringat pada kontrak itu.” “Curse the contract. Kamu tidak akan meninggalkan suamimu yang satu ini, kan?” Attar terus mencium, menggigit, leher serta bahu istrinya. “I will never give up on you, Rubiniaku. You’re the light of my life, I love you so much. Way too much.” “Attar, katakan dulu apa yang terjadi dengan kontrak itu.” Ruby membalikkan tubuhnya dan menatap suaminya dengan penuh tuntutan. “Apa yang kamu lakukan dengan perjanjian itu?” “Well, aku tidak peduli dengan perjanjian itu. Kakekmu juga sudah tidak ada, bukan? Bahkan notaris yang menyaksikan perjanjian itu sudah pergi juga. Dan aku.” Attar terdiam sejenak. “Aku tidak perlu kontrak atau jaminan apa pun untuk memilikimu dan anak-anak.” “Benarkah?” “Mau taruhan? Sebelumnya, aku ingin tahu apakah aku masih kuat menggendongmu atau tidak.” Dengan tubuhnya yang kekar Attar ma
ItaliaPemuda dengan memakai kemeja kotak-kotak menggandeng gadis kecil berambut panjang. “Papa!” teriak gadis kecil itu.“Miriam!” Attar menghampiri putri kecilnya dan menggendongnya. “Bagaimana jalan-jalannya dengan Kak Eda?”Tujuh tahun berlalu begitu cepat. Attar bersyukur, dengan kesehatannya yang semakin membaik, dan di usianya yang menginjak empat puluh, ia mendapat semuanya—anak-anak yang cantik dan tampan yang pintar—istri yang begitu sabar menghadapinya. Kehidupannya sangat sempurna tujuh tahun terakhir, setelah puluhan tahun sebelumnya ia habiskan dengan kebohongan dan kemarahan yang tak terkendali.Attar menamakan anak keduanya Miriam. Sebagai tanda hormatnya pada sang nenek yang sudah lama pergi. Nenek yang dicintai kakeknya, yang akan selamanya Attar kenang akan kebaikan sang kakek semasa hidupnya.Sebelum meninggalkan Hardana Land dan tinggal di Singapura, Attar melakuk
“Kata Tante Nina, Oom Attar tidak bisa bawa yang berat-berat dulu sejak serangan kayak Kakek.”Anak kecil tidak mungkin berbohong. Agar tidak membahas lebih lanjut, Attar bangkit dan mengajak istrinya untuk ke kamarnya yang berada di lantai yang sama. Sebelumnya ia menitip pesan pada Eda untuk menemani Kakek Malik dan Nenek Lenny di sana.Ketika Attar mendorong kursi roda istrinya ke kamar, sosok Kakek Gun dan keluarga Adiwangsa lainnya muncul. Mereka menjelaskan bahwa di luar macet sekali hingga Kakek Gun harus naik helikopter dari Menara Adiwangsa yang lokasinya tak jauh dari rumah.Kakek Gun meminta Ruby untuk beristirahat dulu sementara keluarga Adiwangsa menjenguk Hasyim. Ruby menolak, namun tak punya pilihan karena Edo dan Shera ikut mengkhawatirkan keadaannya.Begitu sampai kamar Attar membantu istrinya untuk bangun dan berbaring di tempat tidur. Dipastikannya kepala istrinya sudah nyaman dengan bantalnya. Kemudian ia duduk di tepi temp
“Kakek saya tidak pernah terlihat sakit.”“Anda pun juga begitu. Tapi Anda pernah serangan juga, bukan?” Dokter Prapto, dokter yang sama yang menangani Attar ketika ia dirawat. “Sekarang temuilah anggota keluarga yang lain di lorong, Pak Attar.”Dengan lemas Attar keluar dari kamar kakeknya. Di lorong sudah ada semua anggota keluarga Hardana, termasuk dari keluarga menantu. Adam, Fariz, dan sepupu yang lain memeluknya, memberi semangat padanya.Attar menghampiri istrinya yang duduk di atas kursi roda di pojok sebelah ibunya. Sebelumnya Attar memeluk mama-papanya, dan meminta Eda untuk mendoakan kakek buyutnya agar cepat sembuh.Ia duduk di kursi yang paling dekat dengan istrinya. “Bagaimana ceritanya? Kata Pak Mahdi dia serangan di kamarmu.”Ruby mengangguk. “Kakek mengakui semuanya di depanku.”“Apakah kamu menyakitinya?”Mata Ruby menyipit. Apakah suaminya berni
“Kakek Hasyim,” kata Ruby. “Ada perlu apa kemari?” Tidak perlu bertanya sebenarnya. Ia tahu apa yang ingin dikatakan kakek. Mengenai hubungan mereka yang sebenarnya. Tapi Ruby tidak tertarik. Yang diinginkannya adalah menemui Attar, membahas jenis kelamin bayinya.“Apakah Attar belum memberitahu bahwa aku…”“Kakekku? Sudah.”Ketenangan yang ditunjukkan Ruby membuat Hasyim terbelalak. “Kamu tidak marah atau benci padaku, Rubinia…”“Saya tidak punya pilihan, bukan,” jawab Ruby sinis. “Anda sudah mendapatkan apa yang Anda inginkan. Attar tidak dipenjara, dan saya telah menikah atas kehendak Anda.”“Ruby, saya tidak menyangka kamu berpikir seperti itu mengenai saya…” Hasyim mengira dirinya sudah baik pada cucunya yang satu ini. Ia telah lama berdiam diri dengan fakta yang ditelannya puluhan tahun. Dan reaksi Ruby adalah beban besar untuk
Armand memiliki temper yang sulit diduga. Ketika Edo masuk usia remaja, sikap Armand berubah pada putranya. Kasih sayang yang dulu disalurkannya pada anak-anaknya sirna begitu saja. Berganti dengan kemarahan karena anak-anaknya tidak ada yang menghargainya sebagai kepala rumah tangga, kebenciannya pada Gunawan yang tak pernah bersikap tegas padanya, bahkan seakan menunjukkan sikap tidak sayang pada anaknya dengan mendukung hubungan Armand dengan Hasyim.Hingga suatu hari Hasyim melakukan kesalahan.Dia tidak bisa mengekang dirinya untuk mengakui Armand. Pada acara open house Lebaran yang diadakan keluarga Adiwangsa, ia memanggil Ruby dengan sebutan yang tak biasa. “Hai, gadis kecil. Tidak salam pada kakekmu?”Ruby menoleh padanya dengan heran. Saat itu ia sudah remaja dan dia bukan cucu Hasyim. “Saya bukan Nina,” kata Ruby kikuk.“Tentu saja. Kamu Rubinia. Cucuku.”Percakapan mereka tidak berlanjut tatka
“Mustahil untuk membuka pintu maafmu,” bisik Attar di lehernya. “Aku insyaf, lelaki yang kini menjadi suamimu lelaki yang serakah, meraup apa yang diinginkannya, dan sekarang kamu menyadarkan aku bahwa malaikat pun tak sanggup memaafkan aku.”“Aku bukan malaikat,” jawab Ruby, masih memunggungi suaminya. “Aku hanya wanita tolol yang mencintaimu.”“Aku tetap suamimu, Nia. It’s my duty to ease your ache, and…” “Berhentilah mengesankan kamu melakukan ini karena statusmu,” bentak Ruby. Ia berbalik menatap suaminya. “Bisakah sekali saja kamu katakan padaku, kamu merawatku, menolongku, karena kamu seorang manusia yang memiliki hati nurani? Seorang suami yang mencintai istrinya?”“Kalau pun aku mengatakannya, kamu tidak akan percaya lagi padaku,” jawab Attar kaku. “Aku tidak perlu membusakan mulutku dengan janji-janji lagi. Aku akan buktika
“Mengapa kamu di sini?”“Mengapa aku di sini?” Suara Attar meninggi mendengar pertanyaan istrinya. “Well, kenapa aku harus di tempat lain di saat istriku sedang dirawat?”“Kamu terbiasa di kantor setiap akhir tahun atau bersama Nina dan yang lainnya berpesta menyambut tahun baru.”“Aku tidak begitu semangat di Hardana Land untuk saat ini. Bagaimana menurutmu jika aku pindah ke perusahaan Stephen? Hm, Stephen ini teman Fariz yang waktu itu kuceritakan. Dia yang menawarkan aku jadi CEO di Osvaldo Property.”Ruby mengernyit tanda tidak setuju. “Itu artinya kita akan tinggal di Singapura?”“Kita bisa berpisah dan aku bisa pulang setiap akhir minggu. Yah, mungkin juga tidak, karena uangku tidak akan sebanyak saat di Hardana Land dan aku tidak bisa memesan pesawat pribadiku sesukaku di sana.”“Aku tidak setuju jika kita harus berpisah. Maksudku, kita
“Mengapa tidak kamu saja yang melakukan proyek ini? Aku yakin kamu bisa menggantikan aku di sini. Kamu lebih berhak.”“Oh, Tara, bahkan aku tidak merasa ada bedanya kamu cucu Kakek atau bukan,” dengus Fariz. “You’re always my leader, cousin. Aku menyesal telah mengantarkan pesan Stephen mengenai tawaran itu. Mereka selalu welcome kapan pun kamu menerima mereka.”“Tidak ada ketegasan sekali. Mengapa tidak mencari CEO lain saja?”“Memang banyak pengusaha properti yang sukses, tapi mereka memilih untuk menjaga perusahaan mereka sendiri. Stephen berpikir dengan anggota keluarga Hardana yang banyak, melepasmu bukanlah masalah besar untuk kita. Tapi nyatanya, itu masalah juga.”“Aku percaya padamu.”“Tidak, Attar,” jawab Fariz tegas. “Aku akan sangat membencimu jika kamu meninggalkan perusahaan ini. Aku tahu passion-ku bukan di sini.