.
.."Kiana. Apa kau tahu, yang kau lakukan itu hal yang tidak pantas untuk dilakukan di desa ini!" ujar pria paru baya memarahi gadis bernama Kiana tersebut di dalam rumah."Maafkan aku Ayah, aku tidak tahu siapa dia, aku tidak kenal dia. Aku hanya ingin menolongnya." Tunjuknya pada pemuda yang sekarang sudah mengenakan pakaian milik ayah Kiana. "Kau siapa?" tanya Kiana akhirnya. Pemuda itu tampak kebingungan. Ia seperti orang linglung yang tidak tahu apa-apa."Aku siapa?" tanyanya balik bingung, bahkan berbicara pun ia tampak berpikir."Sepertinya pemuda ini sedang lupa ingatan." Ujar ibu Kiana datang membawakan minuman.Setelah memperhatikan pria linglung itu, mereka menyadari pria itu memang mengalami lupa ingatan."Apa yang harus kita lakukan padanya, Ibu?" tanya Kiana."Karena Kiana yang menemukan pemuda ini, keluarga ini yang harus bertanggung jawab merawatnya sampai sembuh dan tahu rumahnya di mana, kita tidak bisa juga menelantarkan orang lain yang kesusahan seenaknya." Ucap paman yang memergoki Kiana di hutan tadi. Beruntungnya paman itu adalah kerabat Kiana juga."Ta-tapi, Paman..." Kiana ingin protes."Sebenarnya jika ini hukuman desa, gadis lajang dan pemuda melakukan hubungan seperti itu di tengah hutan. Harusnya akan langsung dinikahkan." Ujar Paman masih berceramah."Tapi aku tidak melakukan apa-apa, dia yang menarikku dan menindihku tiba-tiba, tidak seperti yang Paman pikirkan." Ujar Kiana tidak terima, sepanjang perjalanan pulang Kiana menjelaskan pada pamannya, namun pamannya masih berpikiran sebaliknya."Sudahlah Kiana, itu lebih baikan? Daripada kamu dinikahkan dengannya." Ujar Ayah dan Ibu Kiana yang sudah pasrah saja, karena anaknya sudah kepergok dengan lelaki dengan pose yang tidak baik, walaupun itu hanya salah paham.Ayah dan Ibu Kiana bisa menganggap pemuda itu adalah kerabat mereka dari jauh. "Terserah Ayah dan Ibu." Ucap Kiana masuk ke kamarnya. Lagipula Kiana tidak ingin meninggalkan pria lupa ingatan itu sendirian di luaran sana, ia juga tidak setega itu....Setelah yang terjadi kemarin, Kiana mendatangi Leon yang sedang memandangi langit cerah pagi hari, pria itu terlihat tidak memikirkan apa-apa sama sekali.Kiana menghampirinya. Kemudian duduk di dekatnya. "Ka-kau tidak akan menendangku lagi, kan?" tanya Leon takut sambil memegang senjatanya.Wajah Kiana yang putih langsung memerah menahan malu."Shhht, tolong lupakan kejadian kemarin." Ujar Kiana tidak ingin ingat lagi, "Atau aku akan tendang lagi milikmu jika kau terus mengingatnya." Ujar Kiana tampak kejam.Kepolosan Kiana hari itu serasa ternodai hanya karena melihat pria telanjang kemudian ditindihnya dengan penampilan seperti itu. Kiana tidak ingin mengingat hari itu lagi dan Leon hanya menelan ludahnya takut...."Kalau begitu kita belajar dari awal lagi, tapi sepertinya kau paham saja perkataanku." Pria itu hanya mengangguk.Kiana tidak akan heran jika ia menemukan pria amnesia seperti ini, atau orang berkekuatan super. Karena di dunia ini sudah sangat lazim dengan hal-hal yang tidak masuk akal, bahkan kemunculan monster-monster yang meresahkan itu sudah bukan hal yang mengejutkan untuk Kiana. Walaupun baginya itu tetaplah menyeramkan."Jadi, kau bisa berbicara bahasaku ya. Uum, dengarkan aku. Siapa namamu?" Kiana berbicara dengan nada lambat agar pemuda itu paham maksudnya.Kiana menyadari ketika ia berbicara cepat, pria itu tampak kebingungan dan kurang memahaminya."A-ku tidak ingat namaku." Ucapnya gagap tidak tahu namanya.Kiana tampak berpikir, "Bagaimana kalau kamu kupanggil Leon sampai kau ingat dengan namamu sendiri?" Kiana tetap meminta persetujuan pada orangnya."Nama yang bagus, aku merasa tidak asing, aku mau menggunakan nama itu, terima kasih." Ucap Leon senang, dan mulai hari itu pemuda itu dipanggil Leon."Ternyata kau ingat banyak kata juga rupanya. Kupikir kita akan banyak belajar tentang kata-kata yang kau tidak pahami, ternyata kau mengerti." Ucap Kiana tertarik, karena pemuda itu berkembang dengan pesat."Aku hanya tidak ingat masa laluku dan bagaimana aku dulu, tapi jika itu kalimat atau kata, sepertinya aku mengerti walaupun agak lemot." Jelas Leon."Mungkin karena kita masih terlahir di negara yang sama." Gumam Kiana tetapi ia tidak ingin memikirkan hal itu lagi, intinya untuk kata dan kalimat Leon tidak perlu repot-repot untuk diajarkan lagi."Aku bersyukur ini cukup mudah, tinggal mengembalikan ingatanmu lagi saja ke depannya." Ucap Kiana tersenyum ramah....."Manusia super kelas SSS, Noel Ricard telah menghilang dari dunia ini karena tertelan oleh portal waktu. Semoga saja pahlawan dunia kita akan kembali ...."Suara reporter berita memberitahukan berita duka atas hilangannya Noel Ricard. Saat itu Leon sedang menatap layar televisi sambil melamun.Kiana yang datang ke arahnya, sekarang sedang bergantian menatap televisi dan Leon."Apa ada masalah?" tanya Leon bingung melihat Kiana yang seperti itu."Kalian bukan orang yang sama, kan? Aku hanya berpikir jika kau adalah Noel, si manusia super sombong itu." Ujar Kiana langsung berucap. "Mentang-mentang kuat dia seenaknya menindas orang lemah sembarangan." Lanjut Kiana, ia teringat skandal yang Noel buat karena menghajar orang sampai sekarat. Tetapi, tidak ada hukum yang bisa menjeratnya. Hanya cukup dengan uang tutup mulut, kasus itu langsung menghilang."Tapi kulihat kalian berbeda. Orang itu memiliki tubuh kekar, tapi kau kurus. Berarti kau bukan dia sih. Walaupun wajahnya aku tidak tahu karena dia selalu mengenakan topeng." Ujar Kiana memegang dagunya memperhatikan Leon, kemudian pergi ke arah dapur. Leon hanya memandangi kepergian Kiana bengong, kemudian memperhatikan tubuhnya yang kurus."Kau benar mana mungkin aku adalah dia." Ujar Leon mematikan televisi. Wajah asli milik Noel tidak ada yang tahu. Jadi, tidak ada yang bisa memastikannya. Noel terkenal dengan hanya mengenakan topeng yang menutup seluruh wajahnya dan menyembunyikan wajah aslinya.Di dunia ini, senjata canggih sekalipun tidak ada yang bisa mengalahkan monster dari Dungeon atau sebuah portal reruntuhan yang bisa muncul di mana saja ketika energi magis terakumulasi dengan kuat.Monster dari Dungeon hanya bisa dilumpuhkan oleh para manusia super dengan kemampuannya yang bisa mengalahkan monster-monster yang muncul, senjata pun hanya akan berfungsi jika dialiri dengan kemampuan mereka.Kruyuuuk!Suara perut Leon berbunyi nyaring saat Kiana duduk di dekatnya dan Kiana menatapinya heran."Aku lapar, boleh minta makan?" Leon langsung berucap seperti anak kecil, ia lupa kapan terakhir kali ini makan, tadi malam ia hanya diberi makan roti."Kenapa kau bersikap seperti anak kecil begitu sih." Kata Kiana, Kiana ini orangnya tidak tegaan. Ia awalnya suka memprotes suatu hal, tetapi akhirnya dikerjakannya juga."Aku lapar tapi tidak tahu harus memasak itu seperti apa." Jelas Leon membuat Kiana menghela nafasnya."Haaa ... baiklah biarkan aku menyiapkan makanan untukmu." Kiana langsung pergi ke dapur....Tidak lama kemudian ia membawa semangkuk mie, Leon menatapnya ragu."Ada apa?" tanya Kiana yang duduk tidak jauh dari Leon, wajah Leon terlihat masam."Apa ada makanan lain." Ujar Leon terus menatapi mie instan itu."Saat ini tidak ada, aku tidak ada niat masak. Makan apa yang ada dulu, kau 'kan sedang lapar." Ujar Kiana."Tidak mau." Tolak Leon."Haish, mau Kakak suapin?" Kiana tersenyum jahil mengambil mangkuk berisi mie instan dan benar-benar akan menyuapi Leon dengan itu, seharusnya tidak ada orang yang bisa menolak pesona mie instan dan rasanya. Padahal jelas terlihat jika Kiana itu lebih muda daripada Leon, tetapi Kiana malah bersikap menjadi yang lebih tua dari Leon...."Anak pintar." Ujar Kiana merasa puas sambil membawa mangkuk yang sudah kosong.Tidak lama kemudian, muka Leon terlihat pucat tanpa Kiana sadari dan perutnya mulai terasa sakit. Setelahnya Leon berakhir ke luar masuk toilet . Sampai ia terkulai lemas...."Kamu beri makan apa anak orang, Kiana?" ibu Kiana mengomelinya di depan Leon yang terbaring lemas karena sakit perut.Kiana hanya tertunduk merasa bersalah. "Maafkan aku Leon, maafkan aku Ibu. Aku tidak tahu jika Leon tidak bisa makan mie instan." Ujarnya merasa bersalah.Setelah mendengar penjelasan itu, ibu Kiana terlihat tampak berpikir. Ia bingung karena selama ini ia belum pernah bertemu orang yang tidak bisa makan mie instan sampai sakit seperti itu. Kecuali, kalau punya masalah kesehatan."Benar kau sakit perut karena mie instan?" tanya ibu Kiana tidak percaya dan Leon mengangguk.Ibu Kiana kemudian masuk ke dalam kamar dan mengambil sebuah obat. "Intinya kau tanggung jawab dan rawat Leon sampai pulih. Ibu ada urusan," ibu Kiana memberikan obat itu pada anaknya. "Oh iya, jangan berbuat macam-macam." Ujar Ibu kemudian meninggalkan mereka."Siapa yang mau buat macam-macam, Ibu!" Kiana berteriak kesal, bisa-bisanya ibunya menggodanya seperti itu. "Lagian kalau takut anaknya berbuat aneh, kenapa ditinggal." Lanjut Kiana lagi, ibunya hanya tertawa dan melambaikan tangan keluar dari rumah."Dasar Ibu." Gumam Kiana, menatap ke arah Leon yang terbaring."Apa kau lihat-lihat sambil tersenyum begitu. Lepas gigimu baru tahu." Ketus Kiana sambil tetap merawat Leon."Galaknya ...." Ujar Leon langsung terdiam."Hmpft!" Kiana membuang muka dan meninggalkan Leon ke dapur.Setelah beberapa lama Kiana kembali lagi ke ruang tamu tempat Leon yang berbaring di kasur kecil. Karena rumah Kiana hanya ada dua kamar, kamarnya dan kamar orang tuanya. Jadi, Leon terpaksa tidur di luar."Aku minta maaf sebelumnya, karena membuatmu jadi seperti ini." Kiana duduk di samping kanan Leon memegang semangkuk bubur."Tidak apa-apa, kok." Leon menyentuh puncak kepala Kiana."Ya, sudah deh kalau gitu. Kamu tidak trauma, kan memakan makanan buatanku?" tanya Kiana tidak enak hati. "Kalau kau trauma, aku tidak masalah aku akan memakannya sendiri." Kiana terus berucap bahkan sebelum Leon menjawab."Tidak kok, aku akan memakannya. Kau sudah berusaha membuatkannya untukku. Tapi, bisakan kau menyuapiku lagi." Ujar Leon memasang wajah yang dilemas-lemaskan."Kau, kan bisa makan sendiri." Ketus Kiana."Tanganku lemas." Leon mengangkat tangannya dan menjatuhkannya. Kiana memutar bola matanya malas, tetapi ia tidak menolaknya juga.Saat menyuapi Leon, seorang pria tiba-tiba membuka pintu, hal itu membuat Kiana benar-benar tampak terkejut dibuatnya bahkan Kiana sampai membulatkan matanya kaget, ketika melihat siapa pria tersebut.Lelaki yang baru saja membuka pintu langsung berjalan masuk ke arah Leon dan Kiana tanpa berkata apa-apa seolah-olah itu adalah rumahnya sendiri. Kiana langsung melepaskan sendok makan yang masih menggantung di mulut Leon dan menaruh mangkuk berisi bubur itu di pangkuan Leon. Menghampiri pria yang baru saja masuk, tidak memperdulikan Leon lagi.Duh, kenapa aku malah merasa sedang kepergok selingkuh sih. Pikir Kiana ia malah gelagapan sendiri.Muka Leon terlihat masam karena tidak dipedulikan oleh Kiana lagi. Ia kemudian melepaskan sendok di mulutnya dan menaruh mangkuk buburnya di samping tempat tidur."Siapa dia, Kiana?" tanya pria yang berdiri di hadapan Kiana, minta penjelasan."Itu ... begini Rachel, dia itu adalah orang yang aku tolong di hutan dan mengalami lupa ingatan." Ujar Kiana tidak ingin pria bernama Rachel itu salah paham.Leon yang sekarang berdiri di samping Kiana malah merangkulnya akrab. Membuat perasaan Rachel memanas. Kiana yang diperlakukan seperti itu membelalakk
"Kyaaa!" teriak Kiana dari arah kamar mandi membuat Leon langsung datang menghampirinya karena terkejut."Kenapa? Ada apa?" tanya Leon celingak-celinguk melihat ke dalam kamar mandi yang sudah terbuka, Kiana langsung bersembunyi di belakang Leon, ketakutan."Li, lintah macam apa itu?" Kiana merasa merinding di sekujur tubuhnya karena melihat binatang besar mengerikan itu mulutnya terlihat terbuka bulat dengan gigi-gigi tajam yang sangat banyak.Kemudian lintah raksasa itu melompat ke arah Leon. Kiana hanya menutup wajahnya ketakutan tenaganya terasa habis bahkan untuk lari, Leon menangkapnya dengan santai. Meremasnya dengan kuat sehingga lintah itu meledak dan mati. Darahnya yang berwarna hijau seperti ingus berhamburan di wajah tampan Leon."Sudah tidak apa-apa." Ucap Leon datar. Menghadap arah Kiana.Kiana memperhatikan wajah Leon dengan prihatin, entah karena merasa jijik, kasihan, dan ingin tertawa."Cuci mukamu dulu, kau terlihat sangat kotor." Ujar Kiana langsung, sejak lintah it
Ayah, Ibu. Aku akan mati perawan. Pikir Kiana ingin menangis tetapi daripada menangis tubuhnya hanya bergetar ketakutan.ZRAAASH! BUK! Hanya ada suara sesuatu terjatuh dengan kasar. Kiana pikir itu adalah Leon yang mati duluan karena serangan beruang raksasa itu. Akan tetapi, setelah menunggu beberapa lama tidak ada hal yang membuat tubuh Kiana merasa dicabik-cabik. Penasaran Kiana membuka matanya dan melihat Leon yang bersimbah darah berdiri tepat di hadapannya. "Kyaaa! Hantu Leon." Ujar Kiana asal sangking kagetnya. "Sembarangan." Ucap Leon sambil mengusap wajahnya yang dipenuhi oleh darah. "Aku masih hidup tau." Ucap Leon terduduk, genggamannya pada kapak kayu terlepas. Kiana menoleh ke belakang Leon dan melihat beruang raksasa yang sudah tergorok lehernya dengan kapak kayu. Beruang itu sudah benar-benar mati."Mengerikan dia benar-benar mati. Kau benar-benar bukan orang biasa ya?" Kiana malah bertanya di saat seperti itu sambil menatapi Leon yang terduduk lemas. "Aku tidak ta
Leon yang panik terdiam, setelah menyadari Kiana hanya tiba-tiba tertidur pulas ketika itu. Kemampuannya saat meng-heal Leon membuatnya kelelahan, meskipun mereka sudah saling bertukar energi sebelumnya. Tubuh Kiana masih belum terbiasa dengan kemampuannya yang sudah lama tidak ia gunakan sama sekali. Leon memutuskan membawa Kiana pulang dengan menggendong Kiana di pundaknya, berjalan menyusuri hutan.... "Huwaaaa!" Seorang gadis kecil menangis ketakutan, di tengah kobaran api besar dan di sekelilingnya tergeletak mayat-mayat orang yang sudah bersimbah darah. Di sana ada beberapa kerabat yang sudah tidak bisa tertolong. "Hiks! Hiks!" Gadis kecil itu menangis sesegukan ketakutan dengan tubuh bergetar. Di tengah kobaran api itu seorang pria dewasa berjalan tanpa ragu sedikit pun, api tidak mempengaruhi dirinya. Matanya berkilat merah, dengan aura-aura berhamburan yang bisa menghancurkan benda-benda di sekelilingnya, membuatnya terlindung dari kobaran api. Sang gadis kecil hanya b
Wajah kedua pemuda-pemudi yang baru saja kembali dari hutan ini tampak pucat kelelahan. Meskipun akhirnya mereka berhasil keluar dari hutan Kiana dan Leon membutuhkan waktu yang lama untuk bisa sampai ke rumah."Kiana kau bilang tahu jalan, tapi sampai sore hari, baru kita bisa sampai rumah." Keluh Leon dengan wajah pucat, karena tidak sedikit binatang melata yang mereka berdua jumpai di jalan."Kau gila, seandainya kita tidak berpindah tempat sampai di jalur sungai. Kita tidak akan berakhir seperti sekarang." Kiana berucap terengah-engah, rambutnya yang terikat sudah berantakan dipenuhi oleh daun-daun kering dan ranting."Tapi, kalo aku tidak ke sungai aku tidak akan tahan dengan bau-bau darah itu." Protes Leon."Kenapa kau tidak menungguku sadar saja ...."Mereka berdua berakhir ribut mempermasalahkan siapa yang salah. Tidak sadar jika di depan pintu rumah ada ayah dan ibu Kiana yang sedang menunggu kedatangan mereka."Ke mana saja kalian berdua pergi?" ayah Kiana menatap horor kedua
Kiana dan Rachel bersiap untuk melarikan diri, berusaha untuk menyelamatkan diri menerjang Leon, walaupun hampir mustahil karena mereka telah terjebak, jalan mereka satu-satunya untuk lari telah diblokir oleh Leon yang tidak mereka kenal sekarang."Apa sekarang Leon lepas kendali? Dia seperti bukan dirinya." Gumam Kiana ketakutan. Mata Leon yang semulanya hitam berubah menjadi kuning keemasan."Aku takut." Kiana memegang tangan Rachel. Pria itu kemudian pasang badan di depan Kiana."Jangan lukai dia." Ujar Rachel lantang."Cih!" Leon mendecak sebelum sempat mengucapkan sepatah kata apa pun, kemudian ia tiba-tiba jatuh tergeletak di hadapan Kiana dan Rachel. Menyisakan Leon yang saat ini terbaring terengah-engah karena menggunakan kekuatannya secara berlebihan.Kiana langsung menghampiri Leon yang setengah sadar itu, ia harus meng-heal Leon secepatnya agar pria itu segera pulih karena sudah dua kali nyawanya diselamatkan oleh pria misterius itu."Kiana, apakah dia tidak berbahaya?" tany
Di tengah lapang sunyi—tidak ada orang berlalu lalang, tampak dua orang pria yang saling berhadapan.Deru angin menerbangkan rambut kedua orang pria yang besar tubuhnya tidak jauh berbeda. Kemudian keduanya saling menyerang dan tinju tepat mendarat pada masing-masing pipi mereka...."Aku pulang!"Kiana masuk ke dalam rumahnya, untuk beberapa alasan Kiana akhirnya meninggalkan Leon sendirian hari itu untuk menjaga rumah dan ia baru saja kembali dari perjalanannya. Ia pergi ke pusat kesehatan bersama dengan orang tuanya. Beruntungnya saat itu Leon mau saja di tinggal, padahal biasanya ia selalu mengikuti Kiana."Kiana, sudah kembali! Selamat datang!" Leon bersemangat karena sudah merasa bosan sendirian dan hanya menonton televisi untuk menghilangkan kesuntukkannya."Kenapa wajahmu memar begitu?" Kiana malah tertarik dengan lebam yang terdapat di pipi Leon."Habis kepleset tadi di luar dan pipiku terbentur, hehehe." Alasan Leon kurang meyakinkan sebenarnya."Ada-ada saja, baru satu h
Kiana tersadar jika saat ini ia ketiduran di meja kerjanya. Matanya yang masih setengah tertutup pas menatap mengarah keluar jendela, menangkap bayangan seseorang yang tengah berdiri di sebuah batang pohon tidak jauh dari rumahnya. Matanya berkilat kuning dari sosok bayangan itu, tentu saja langsung membuat Kiana membelalakkan matanya kaget. Ia mengucek matanya, memastikan dan bayangan itu menghilang setelahnya. Apa itu tadi? Buru-buru Kiana menutup gorden jendelanya dan langsung bersembunyi di balik selimut, ia merinding ketakutan. ...Kiana keluar kamar dengan lesu di pagi harinya, matanya terlihat berkantung. "Pagi Kiana. Eh, kau kenapa?" Leon menangkap wajah Kiana yang tampak tidak segar sama sekali. Pria itu sedang duduk di sofa menonton televisi awalnya."Aku semalam mimpi buruk dan berakhir tidak tidur dengan nyenyak." Jujur Kiana masuk ke dalam kamar mandi, meskipun berjalan gontai."Sebaiknya kau tidur lagi, sebentar." Leon memberi saran."Aku ada kerjaan hari ini, setela
Noel kembali tidak lama setelah ia keluar. "Cepat sekali kamu kembali. Apakah urusanmu di organisasi sudah selesai?""Aku tidak begitu perduli sih, jika organisasi itu bangkrut ataupun hancur aku masih bisa menciptakan organisasi baru lagi dari awal. Namun, sayang sekali orang yang ingin menjatuhkanku terlalu lemah." Noel menjelaskan sembari duduk di samping Kiana."Sepertinya aku salah karena mengkhawatirkan perusahaanmu." Kiana sedikit tahu tentang Noel, sebagai manusia super terkuat Noel seharusnya memiliki kekayaan yang tak terhitung jumlahnya. Kekayaan selain dari pendapatan perusahaannya. Seharusnya karena sering menghancurkan Dungeon Noel tentu saja memiliki banyak artefak langka yang berharga."Yang lainnya ingin bertemu denganmu." Noel tidak ingin membahas tentang perusahaannya lagi, lagi pula tempat itu akan bisa berfungsi seperti sediakala dalam beberapa hari lagi."Apakah mereka semua datang kemari?""Ya, sebentar lagi mereka akan sampai.""Apa mereka memang sudah serin
Sudah beberapa hari dari kejadian serangan, selama itu juga Kiana memulihkan dirinya di rumah sakit. Fasilitas Manusia Super diliburkan secara total, serangan Dungeon sepenuhnya ditangani oleh pemerintah atau organisasi kecil lainnya. Organisasi Noel mengalami banyak kerugian, namun ia tidak masalah dengan hal tersebut. Kekacauan seperti itu tidak akan membuatnya langsung hancur dan jatuh miskin. Saat ini fasilitas dalam pemulihan.Ini mengesalkan sudah beberapa hari ini aku masih tidak bisa melakukan apa-apa sendiri. Kiana membatin menggerutu, menatapi punggung Noel yang sepertinya tengah menyiapkan pakaian yang dikenakan oleh Kiana.Selama beberapa hari ini Noel sendiri yang mengurus Kiana dengan tangannya, Kiana pikir ia akan membayar orang lain tetapi, ternyata ia tidak melakukannya sama sekali.Bahkan sampai ke kamar mandi Noel juga yang membantu Kiana. Beruntungnya Kiana masih bisa menggerakan tangannya walau lemah, mereka berdua sempat berdebat karena hal itu. Namun, mendengar
"Berhentilah menangis seperti anak kecil begitu." Noel mengusap air mata Kiana dengan telapak tangannya begitu juga ingusnya tanpa merasa jijik sedikit pun. Wanita itu terus menangis sesegukkan yang bahkan Leon tidak tahu apa sebabnya."Bagaimana aku tidak menangis, sudah sangat lama aku tidak melihatmu."Leon tampak kebingungan saat mendengar penjelasan Kiana. "Bukankah aku baru saja menghilang?" Tampaknya waktu berhenti untuk Leon ketika Noel mengambil alih kembali tubuhnya."Hiks! Sudah banyak yang terjadi semenjak kepergianmu." Kiana masih mengeluarkan air matanya."Jangan bersedih, aku merasa kita masih sangat dekat karena kita masih bisa bertemu seperti ini, walaupun aku tidak tahu apa-apa tapi aku merasa sangat dekat denganmu daripada beberapa waktu lalu. Apa kau sangat dekat denganku?" Leon sedikit bingung dengan perasaannya, ia tidak mengerti apa yang sebenarnya ia rasakan.Tiba-tiba tanah tempat mereka berdiri bergetar. Kiana yang ingin memberi penjelasan suaranya tiba-tiba
Kenapa tempat ini terasa aneh? Kiana membatin saat memasuki inti Dungeon. Ia merasakan perasaan yang cukup aneh saat itu."Sepertinya Noel telah masuk ke dalam jebakan kita.""Apakah kita bisa menyingkirkannya sekarang.""Dengan kemampuannya yang terbatas, seharusnya kali ini ia mati dan lenyap dari dunia ini.""Akhirnya dendamku akan terbalaskan." Mala merasa puas dengan apa yang akan terjadi ke depannya terhadap Noel.Saat masuk ke dalam Dungeon, Noel sejenak terdiam dan menurunkan Kiana dari gendongannya. Noel tiba-tiba membuka topeng yang ia kenakan, membuat Kiana sedikit bingung. Apa karena tidak ada orang di sini jadi dia melepaskanya?Kiana pun mengikuti apa yang Noel lakukan tersebut. Setelahnya Kiana mendapati pria yang sedikit lebih tinggi darinya itu tengah tersenyum simpul."Apa yang terjadi?" Kiana tidak tahan untuk tidak bertanya."Kita tidak bisa berdiam di tempat ini lebih lama, tempat ini adalah jebakan," jelas Noel pada Kiana. "Mereka pikir tempat ini bisa melumpuhka
"Kiana kau tidak perlu terlalu khawatir begitu." Lucia menjawabnya merasa tidak enak karena perhatian Kiana."Tapi, lukamu itu cukup parah." Kiana tidak percaya dengan sikap berusaha biasanya Lucia yang membiarkan darah mengalir di lengannya."Andai Tuan Noel sebaik dirimu, mungkin aku akan jatuh cinta padanya." Lucia tampak terharu, bahkan Kiana tidak percaya jika wanita itu bisa bersikap demikian. "Tapi, Noel bukan lah dirimu. Kenapa bisa kalian berdua memiliki aura sedikit mirip, tapi dengan sifat yang bertolak belakang.""Aku tidak mirip dengannya," protes Kiana."Ya mereka mirip karena berjodoh," timpal Joan.Setelahnya Kiana terdiam. Sepertinya hanya Lucia yang merasa seperti itu. Orang lain tidak ada yang menyadarinya.Dosa apa yang pernah aku lupakan sampai pada akhirnya terjebak dengan orang-orang seperti mereka. Kiana hanya bisa membatin tidak percaya, meskipun tidak akrab mereka masih bisa bercanda disituasi genting seperti sekarang."Tidak ada waktu untuk bercanda disituas
Rasanya aku merasa bersalah karena bersembunyi di tempat ini sendirian. Ada banyak orang yang panik di luar sana. Kiana membatin di sebuah ruangan cukup sempit sembari memeluk lututnya diam.Ingatan masa lalu mulai terbayang lagi diingatan Kiana. "Ah, jangan ingat. Bukan waktunya untuk takut sekarang." Kiana bergumam pelan menepuk pelipisnya, berusaha menenangkan diri. Mengingat banyaknya nyawa yang telah melayang di hadapannya kala itu, membuat Kiana cukup merinding. Meskipun, sudah cukup terbiasa tetapi ada kala bagi Kiana teringat kenangan mengerikan tersebut.Tiba-tiba suara pintu terbuka. "Siapa yang datang?" Kiana menelan ludahnya takut, seketika tombol yang Bian berikan padanya langsung digenggam Kiana erat, walaupun saat ini belum ia tekan untuk memanggilnya. Namun, Kiana telah berada dalam keadaan paling waspadanya.Suara langkah kaki manusia terdengar menggema di ruangan—tidak hanya satu orang. Bian bilang tidak ada yang tahu tempat ini? Kenapa ada orang lain yang datang ke
"Jadi, kau akan langsung kerja setelah ini?" tanya Kiana sebelum keluar dari mobil."Aku harus pergi ke luar kota," jawab Noel."Oh." Kiana, tidak bertanya lagi."Aku tidak akan pergi lama, sore nanti aku kembali dan pasti menjemputmu.""Oke, Pak Bos." Kiana keluar dari mobil setelahnya."Jaga dirimu baik-baik.""Ha? Aku tidak salah denger nih?""Kenapa? Tidak ada hal yang salahkan dengan hal itu.""Iya sih, cuma tumben saja. Lagi pula ini di area organisasi. Yang dijamin keamanannya.""Intinya jangan terlalu bersantai.""Kau merasakan sesuatu?""Tidak sih, cuma aku ingin kau berhati-hati. Meskipun tempat ini aman, tapi di dalam tetap ada musuh. Kau jangan merepotkanku.""Oke, oke, baiklah. Aku masuk dulu, aku akan menjaga diri. Kau tenang saja, dan fokuslah pada pekerjaanmu." Kiana pergi dengan cepat memasuki gerbang organisasi.Noel melesatkan kendaraannya setelah memastikan Kiana masuk ke dalam gerbang kantornya. Noel sadar jika Kiana masih tidak nyaman dengan keadaan kakinya, teta
Malam kekacauan tersebut terlewati seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Namun, pada akhirnya karena pertemuan itu dunia tahu jika Noel Ricard telah memiliki pasangan hidupnya. Hancurnya gedung pertemuan tentu saja menjadi salah satu berita menghebohkan juga, karena pengenalan pasangan yang mengalami kekacauan. Berita menghebohkan tentang aksi berani yang menentang manusia super yang tercatat sebagai yang terkuat di dunia, bagi banyak orang itu adalah hal yang benar-benar nekat.Kiana langsung dibawa pulang oleh Noel ke kediamannya. Saat topeng yang ia kenakan dilepas, Noel terdiam sejenak memperhatikan wajah wanita itu."Ada apa, kenapa kau menatapku begitu?" Kiana yang sedari tadi tidak sadar, menyentuh dahinya yang terasa tidak nyaman. Kemudian ia melihat telapak tangan yang berdarah, membuatnya sontak terkejut."Kenapa kau tidak menyadari jika dahimu terluka?" tanya Noel, dengan ekspresi yang Kiana tidak mengerti sama sekali."Mungkin karena terkejut aku jadi tidak sadar jika kepala
Pagi itu Kiana menyiapkan bubur untuk Noel karena melihat pria itu dalam keadaan demam. Untung saja hari ini, adalah hari libur. Jadi, aku bisa merawatnya.Kiana meletakan bubur yang barusan ia buat di meja samping ranjang Noel. Kemudian bermaksud ingin kembali ke kamarnya dan mandi, sembari menunggu Noel bangun dari tidurnya.Namun baru saja selesai meletakkan buburnya di meja samping ranjang milik pria itu, Noel tampak sudah sedari tadi menatapi Kiana."Kau sudah bangun? Kenapa tidak berbicara sama sekali?" tanya Kiana menatap ke arah Noel yang masih memperhatikannya.Tanpa berkata-kata pria itu bangun dari tidurnya dan masih tidak menjawab pertanyaan Kiana, ia mulai kesal karena perkataannya tidak mendapat jawaban sama sekali dan mau meninggalkan ruangan itu."Mau ke mana?" tanya Noel, akhirnya membuka suara."Aku tidak mau berbicara dengan manusia patung." Kiana menjawab ketus."Biarkan aku menenangkan diri sebentar. Kau duduklah di sini." Noel akhirnya mengeluarkan sedikit kata