Wajah kedua pemuda-pemudi yang baru saja kembali dari hutan ini tampak pucat kelelahan. Meskipun akhirnya mereka berhasil keluar dari hutan Kiana dan Leon membutuhkan waktu yang lama untuk bisa sampai ke rumah.
"Kiana kau bilang tahu jalan, tapi sampai sore hari, baru kita bisa sampai rumah." Keluh Leon dengan wajah pucat, karena tidak sedikit binatang melata yang mereka berdua jumpai di jalan."Kau gila, seandainya kita tidak berpindah tempat sampai di jalur sungai. Kita tidak akan berakhir seperti sekarang." Kiana berucap terengah-engah, rambutnya yang terikat sudah berantakan dipenuhi oleh daun-daun kering dan ranting."Tapi, kalo aku tidak ke sungai aku tidak akan tahan dengan bau-bau darah itu." Protes Leon."Kenapa kau tidak menungguku sadar saja ...."Mereka berdua berakhir ribut mempermasalahkan siapa yang salah. Tidak sadar jika di depan pintu rumah ada ayah dan ibu Kiana yang sedang menunggu kedatangan mereka."Ke mana saja kalian berdua pergi?" ayah Kiana menatap horor kedua anak muda berbeda jenis kelamin itu."Huwaaa! Ayah, Ibu. Aku senang masih bisa melihat kalian." Kiana menangis langsung berlari memeluk kedua orang tuanya senang sekaligus haru, ia tidak menyangka dirinya masih hidup sampai sekarang."Apa yang sudah terjadi?" tanya ibu Kiana langsung merasa khawatir."Tadi kami diserang oleh beruang raksasa." Kiana menyeka air matanya, sambil menatap kedua orang tuanya seperti anak kecil, padahal tinggi badannya sama dengan ibunya."Kalian tidak terluka, kan?" ibu yang khawatir memperhatikan tubuh anak-anaknya, memastikan tidak ada yang terluka."Kami berdua baik-baik saja, kok." Ucap Kiana masih terharu.Leon hanya diam saja baju pria itu jika diperhatikan terlihat ada bercak-bercak samar bekas darah. Leon membersihkan bajunya yang bersimbah darah di sungai, makanya ia membawa Kiana yang tidak sadarkan diri ke sana juga."Kau juga tidak apa-apa, kan Leon?" tanya ibu Kiana, khawatir pada Leon seperti anaknya juga."Aman kok, Bu. Aku tidak terluka." Leon tersenyum senang."Leon yang menyelamatkan Kiana," ujar Kiana."Ayah senang kalian berdua selamat." Ayah memeluk Leon dan Kiana secara bersamaan, tidak perduli apa yang sudah terjadi yang penting anak-anaknya selamat."Ayah, Ibu. Ada yang Kiana ingin beritahukan." Kemudian ayah dan ibu Kiana mendekatkan telinganya ke mulut Kiana.Kemudian mereka berdua tampak terkejut sembari menatapi Leon, yang hanya diam saja sedari tadi."Terima kasih, Nak. Sudah menjaga Kiana." Ayah Kiana menepuk pundak Leon."Uum, aku rasa itu adalah kewajibanku untuk menjaga Kiana." Leon tersenyum senang, ia merasa berguna."Lain kali berhati-hatilah jika ke hutan.""Lagi apes kita tadi." Kiana berucap santai kepada kedua orang tuanya."Ayo siap-siap makan malam." Ajak ibu. Mereka berempat pun memasuki rumah. Leon merasa senang dengan kehangatan keluarga itu, ia merasa belum pernah merasakan kedekatan seperti itu sebelumnya dan ia menikmatinya....Hari sudah berganti, yang kemarin telah berlalu. Kiana dan Leon tidak begitu memikirkan kejadian yang telah terjadi di tengah hutan kala itu. Lagipula apa yang telah terjadi kemarin, adalah hal yang seharusnya biasa terjadi di dunia sekarang ini."Nah sekarang kau sudah tau banyak hal." Ucap Kiana hari itu duduk di ruang tamunya, setelah mengajari Leon hal-hal yang tidak begitu dimengerti olehnya."Iya, aku mengerti. Terima kasih Kiana." Senang Leon."Baiklah, aku pergi dulu.""Mau ke mana?" tanya Leon."Aku ada urusan kerjaan dengan Rachel." Ucap Kiana santai."Ke kota?""Yaps!""Aku ikut." Leon langsung berdiri semangat."Kau bantu Ayah dan Ibu saja." Keluh Kiana, ia hanya ingin berduaan dengan Rachel hari ini, karena terus bersama Leon, Kiana tidak punya banyak waktu untuk berhubungan dengan Rachel."Tapi, aku sudah berjanji untuk menjaga Kiana." Ujar Leon polos."Oh ayolah Leon, kau peka dikit kenapa sih.""Aku, kan juga ingin perhatianmu."Terang-terangan sekali...."Jadi dia ikut?" tanya Rachel tidak senang."Memangnya kenapa?" ketus Leon."Sudahlah, jangan pikirkan dia. Anggap saja dia tidak ada." Ucap Kiana tidak perduli lagi. Dilarang seperti apa pun, Leon tetap membuntuti dirinya tanpa rasa bersalah sedikit pun.Leon takjub menatap keramaian kota, seolah-olah itu adalah pertama kali untuknya. Leon tampak begitu lugu seperti anak kecil saat melalui jalan besar di sana, Kiana hanya memperhatikan tingkah Leon yang sedari tadi diam menatap takjub gedung-gedung tinggi.Kemudian mereka bertiga berkeliling, dengan berjalan kaki, sembari menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan untuk mereka.Namun, langit tiba-tiba berubah menjadi gelap. "Ada apa sebenarnya ini?" tanya Rachel bingung.Leon hanya diam menatapi langit siang itu, Kiana merasa tidak enak dengan keadaan.BLAR!DUAR!Petir menyambar dan membuat ledakan dahsyat tidak jauh dari mereka. Semua orang berlari ketakutan. Kiana terdiam tidak bergerak, kakinya bergetar ketakutan. Di saat-saat genting seperti itu, ia malah mengingat traumanya di masa lalu.Namun kali ini berbeda, kedua tangan Kiana ada yang menariknya sehingga sekarang ia tidak sendirian."Ayo cari tempat berlindung," ucap Rachel."Kita harus pergi secepatnya dari tempat ini." Ujar Leon, mereka berdua berucap secara bersamaan. Namun karena Kiana yang ketakutan akhirnya mereka mencari tempat berlindung terdekat—untuk menenangkan Kiana.Berada di tempat itu, tidaklah aman sama sekali. Monster-monster dari gerbang Dungeon yang tiba-tiba muncul menjadi banyak. Sedangkan manusia super yang dikerahkan, hanya sedikit.Salah satu dari monster itu menghancurkan tempat perlindungan Leon, Rachel, dan Kiana. Membuat ketiganya panik, tetapi Leon berani pasang badan dan memikirkan cara untuk bertarung walaupun ia juga tidak begitu mengerti.Lawan dia dengan angin. Leon mendengar suara tidak asing lagi, kemudian Leon berkonsentrasi mengeluarkan kekuatan angin dan membuat tameng dengan angin itu, sehingga petir yang menghantam mereka bertiga terpental."Di-dia manusia super?!" Rachel yang tidak tahu tampak sangat terkejut."Aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan?!" Leon malah panik sendiri ia tidak tahu cara menyerang dengan kekuatannya, ia malah mendapat luka karena serangan dari monster berupa burung petir itu sempat mengenai dirinya. Ayo, bertukar.DEG!Suara tidak asing itu membuat Leon kehilangan kesadarannya seolah-olah ada yang menarik dirinya ke dalam kegelapan, dan tidak ingat dengan apa yang terjadi setelahnya.Kiana dan Rachel yang melihat Leon menggila ketika menyerang monster petir di hadapannya membuat, mereka berdua merinding ngeri. Bukannya langsung menghabisi monster itu, Leon malah memutilasinya dengan sadis menggunakan kemampuan super berelemen anginnya."Hahahaha!" Leon tertawa seram, sambil terus mencabik-cabik monster itu dengan kasar. Sehingga monster itu berteriak kesakitan, namun Leon tidak memberinya ampun sama sekali.Setelah selesai Leon dengan wajah datarnya mengelap bercak darah yang ada di wajahnya secara kasar, sembari berbalik menatapi Rachel dan Kiana yang merinding ketakutan.Leon terus berjalan maju, mendatangi Kiana dan Rachel yang saling merangkul satu sama lain.Kiana dan Rachel bersiap untuk melarikan diri, berusaha untuk menyelamatkan diri menerjang Leon, walaupun hampir mustahil karena mereka telah terjebak, jalan mereka satu-satunya untuk lari telah diblokir oleh Leon yang tidak mereka kenal sekarang."Apa sekarang Leon lepas kendali? Dia seperti bukan dirinya." Gumam Kiana ketakutan. Mata Leon yang semulanya hitam berubah menjadi kuning keemasan."Aku takut." Kiana memegang tangan Rachel. Pria itu kemudian pasang badan di depan Kiana."Jangan lukai dia." Ujar Rachel lantang."Cih!" Leon mendecak sebelum sempat mengucapkan sepatah kata apa pun, kemudian ia tiba-tiba jatuh tergeletak di hadapan Kiana dan Rachel. Menyisakan Leon yang saat ini terbaring terengah-engah karena menggunakan kekuatannya secara berlebihan.Kiana langsung menghampiri Leon yang setengah sadar itu, ia harus meng-heal Leon secepatnya agar pria itu segera pulih karena sudah dua kali nyawanya diselamatkan oleh pria misterius itu."Kiana, apakah dia tidak berbahaya?" tany
Di tengah lapang sunyi—tidak ada orang berlalu lalang, tampak dua orang pria yang saling berhadapan.Deru angin menerbangkan rambut kedua orang pria yang besar tubuhnya tidak jauh berbeda. Kemudian keduanya saling menyerang dan tinju tepat mendarat pada masing-masing pipi mereka...."Aku pulang!"Kiana masuk ke dalam rumahnya, untuk beberapa alasan Kiana akhirnya meninggalkan Leon sendirian hari itu untuk menjaga rumah dan ia baru saja kembali dari perjalanannya. Ia pergi ke pusat kesehatan bersama dengan orang tuanya. Beruntungnya saat itu Leon mau saja di tinggal, padahal biasanya ia selalu mengikuti Kiana."Kiana, sudah kembali! Selamat datang!" Leon bersemangat karena sudah merasa bosan sendirian dan hanya menonton televisi untuk menghilangkan kesuntukkannya."Kenapa wajahmu memar begitu?" Kiana malah tertarik dengan lebam yang terdapat di pipi Leon."Habis kepleset tadi di luar dan pipiku terbentur, hehehe." Alasan Leon kurang meyakinkan sebenarnya."Ada-ada saja, baru satu h
Kiana tersadar jika saat ini ia ketiduran di meja kerjanya. Matanya yang masih setengah tertutup pas menatap mengarah keluar jendela, menangkap bayangan seseorang yang tengah berdiri di sebuah batang pohon tidak jauh dari rumahnya. Matanya berkilat kuning dari sosok bayangan itu, tentu saja langsung membuat Kiana membelalakkan matanya kaget. Ia mengucek matanya, memastikan dan bayangan itu menghilang setelahnya. Apa itu tadi? Buru-buru Kiana menutup gorden jendelanya dan langsung bersembunyi di balik selimut, ia merinding ketakutan. ...Kiana keluar kamar dengan lesu di pagi harinya, matanya terlihat berkantung. "Pagi Kiana. Eh, kau kenapa?" Leon menangkap wajah Kiana yang tampak tidak segar sama sekali. Pria itu sedang duduk di sofa menonton televisi awalnya."Aku semalam mimpi buruk dan berakhir tidak tidur dengan nyenyak." Jujur Kiana masuk ke dalam kamar mandi, meskipun berjalan gontai."Sebaiknya kau tidur lagi, sebentar." Leon memberi saran."Aku ada kerjaan hari ini, setela
Apakah aku akan berakhir seperti ini? Kiana berpikir setengah sadar masih menggantung di udara.SYUT!Seorang pria menangkap Kiana tepat sebelum tubuhnya menyentuh bebatuan di bawah jurang. Mata pria itu berkilat marah sambil menatap portal Dungeon yang berada tepat di atas jurang. Dia adalah Leon yang saat ini tidak dalam keadaan sadarnya. Ada aura berwarna kemerahan yang menguar dari tubuh Leon.Bahkan Kiana dalam ketidak-sadaranya tampak terganggu karena energi besar yang Leon keluarkan.Tidak berkata apa-apa Leon terbang ke atas jurang membawa tubuh Kiana bersama dengannya. Kemudian ia menaruh tubuh tidak sadarkan diri Kiana di tempat yang ia kira cukup aman. Kemudian membuat pelindung untuk melindungi gadis itu.Apakah aku selamat? Kiana perlahan membuka matanya, kemudian ia melihat Leon di hadapannya memiliki tatapan yang tidak ia kenal."Sebaiknya kau beristirahat saja." Ucapnya dingin dan menutup mata Kiana dengan telapak tangannya, Kiana langsung tertidur dengan pulas. Tidak t
Merasa bukan dirinya yang dipanggil oleh pria asing itu Leon, membuang wajahnya dan melanjutkan tugasnya."Tuan, Noel!" pria itu langsung memegang bahu Leon. Leon mengernyit bingung tidak mengerti menatapi pria bermasker misterius tersebut. Saat ditatap Leon seperti itu, pria itu tampak terkejut dan langsung melepaskan tangannya dari bahu Leon."Ini aku, Bian." Pria bernama Bian membuka maskernya memperlihatkan wajahnya. Sekilas Leon, merasa tidak asing dengan wajah orang di depannya. Namun, Leon tidak mengenalnya sama sekali."Anda siapa? Sepertinya Anda salah orang." Leon bergegas pergi, tidak banyak orang di sekitar situ, Leon tidak ingin membuang waktunya. Dia juga tidak mengenalnya meskipun orang itu sudah memperkenalkan dirinya."Tuan! Tunggu aku. Tidak mungkin aku salah orang, walaupun sekarang Tuan terlihat berbeda." Leon tidak perduli dan buru-buru ia bergegas kembali ke tempat tinggalnya.Haruskah aku memukulnya, jika aku membawanya ke rumah Kiana takutnya itu malah akan mem
"Hmm, aku kenapa Kiana?" tanya Leon kebingungan. Kiana sempat merinding karena berpikir Leon akan menjadi orang lain barusan."Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya berbicara sendiri." Jawab Kiana. Mana mungkin Leon adalah manusia super itu, lagi pula saat pemeriksaan dia dinyatakan manusia super kelas B. Kiana melanjutkan pekerjaannya lagi, tidak ingin berpikir lebih banyak karena itu hanya akan membuatnya pusing sendiri."Apa ada yang bisa kubantu, Kiana?" tanya Leon, menawarkan bantuan."Kau beristirahatlah, tugasmu 'kan sudah selesai." Ucap Kiana menyusun barang belanjaan yang telah dibawakan oleh Leon.Leon tidak pergi ke mana-mana dan lebih memilih untuk memperhatikan Kiana.Sepertinya gadis itu mulai curiga. Leon mendengar sebuah suara di kepalanya."Hei siapa kau?!" Leon tiba-tiba berteriak membuat Kiana terkejut."Ada Leon?" Kiana ikut kebingungan juga."Diamlah! Mari kita berbicara empat mata." Pandangan Leon menggelap, dan ia merasa di pindahkan ke tempat lain...."Di mana aku?
Kiana langsung terduduk kaget, sekali lagi ia hampir mati karena manusia super dan berakhir dengan diselamatkannya ia oleh manusia super pula.Akibat kepanikannya, Kiana tidak terlalu fokus dengan apa yang mereka bicarakan awalnya, karena keterkejutannya Kiana sampai tidak bisa berpikir dengan jernih.Dengan cepat Kiana bangkit, kali ini ia bertekad akan menjadi orang yang lebih kuat dan menerima masa lalunya yang kelam. "Hei kalian! Jangan berkelahi di rumahku. Aku tidak ingin rumahku hancur!" Kiana malah berteriak memikirkan nasib rumahnya, jika rumahnya hancur dia tidak akan tahu mau tinggal di mana."Aku akan panggil warga.""Tidak semudah itu gadis manis." Ucap pria bermanik ungu sudah berdiri tepat di belakang Kiana."Sejak kap—" Serangan di arahkan pada Kiana. Dengan sigap, Leon langsung mengangkat Kiana melompat ke udara. Menggendong wanita itu, Kiana dengan refleks memeluk leher Leon karena takut—belum pernah seperti itu sebelumnya."Tutup matamu Kiana jika takut, kita harus
Bian tampak bingung mencari alasan, karena ia bukanlah pria yang pandai dalam berbohong."Ah, sepertinya karena mereka salah paham." Kiana menatap Bian tidak percaya karena penjelasannya yang ambigu."Aku sempat bertemu dengan Leon berbincang beberapa hal kupikir dia mengenal orang yang aku cari, mungkin itulah yang membuat orang-orang itu mengira bahwa Leon adalah kenalanku juga. Seorang manusia super kelas atas sepertiku ini punya banyak musuh. Maafkan aku, karenaku aku malah melibatkan, kekasihmu.""...."Kiana menatap Bian bingung dan langsung muncul kecanggungan di antara mereka berdua. "Sepertinya, kau salah paham. Aku bukan kekasihnya. Aku menganggap dia seperti saudara untukku." Kiana menatapi Leon yang masih tidak sadarkan diri.Kasihan sekali, Tuan. Gadis ini ternyata terlalu polos untukmu dan aku juga telah salah paham. Batin Bian mengerti praduga miliknya yang lalu, tidak benar sama sekali."Akan lebih baik jika dirinya segera menemukan keluarganya," Gumam Kiana."Tapi, ke
Noel kembali tidak lama setelah ia keluar. "Cepat sekali kamu kembali. Apakah urusanmu di organisasi sudah selesai?""Aku tidak begitu perduli sih, jika organisasi itu bangkrut ataupun hancur aku masih bisa menciptakan organisasi baru lagi dari awal. Namun, sayang sekali orang yang ingin menjatuhkanku terlalu lemah." Noel menjelaskan sembari duduk di samping Kiana."Sepertinya aku salah karena mengkhawatirkan perusahaanmu." Kiana sedikit tahu tentang Noel, sebagai manusia super terkuat Noel seharusnya memiliki kekayaan yang tak terhitung jumlahnya. Kekayaan selain dari pendapatan perusahaannya. Seharusnya karena sering menghancurkan Dungeon Noel tentu saja memiliki banyak artefak langka yang berharga."Yang lainnya ingin bertemu denganmu." Noel tidak ingin membahas tentang perusahaannya lagi, lagi pula tempat itu akan bisa berfungsi seperti sediakala dalam beberapa hari lagi."Apakah mereka semua datang kemari?""Ya, sebentar lagi mereka akan sampai.""Apa mereka memang sudah serin
Sudah beberapa hari dari kejadian serangan, selama itu juga Kiana memulihkan dirinya di rumah sakit. Fasilitas Manusia Super diliburkan secara total, serangan Dungeon sepenuhnya ditangani oleh pemerintah atau organisasi kecil lainnya. Organisasi Noel mengalami banyak kerugian, namun ia tidak masalah dengan hal tersebut. Kekacauan seperti itu tidak akan membuatnya langsung hancur dan jatuh miskin. Saat ini fasilitas dalam pemulihan.Ini mengesalkan sudah beberapa hari ini aku masih tidak bisa melakukan apa-apa sendiri. Kiana membatin menggerutu, menatapi punggung Noel yang sepertinya tengah menyiapkan pakaian yang dikenakan oleh Kiana.Selama beberapa hari ini Noel sendiri yang mengurus Kiana dengan tangannya, Kiana pikir ia akan membayar orang lain tetapi, ternyata ia tidak melakukannya sama sekali.Bahkan sampai ke kamar mandi Noel juga yang membantu Kiana. Beruntungnya Kiana masih bisa menggerakan tangannya walau lemah, mereka berdua sempat berdebat karena hal itu. Namun, mendengar
"Berhentilah menangis seperti anak kecil begitu." Noel mengusap air mata Kiana dengan telapak tangannya begitu juga ingusnya tanpa merasa jijik sedikit pun. Wanita itu terus menangis sesegukkan yang bahkan Leon tidak tahu apa sebabnya."Bagaimana aku tidak menangis, sudah sangat lama aku tidak melihatmu."Leon tampak kebingungan saat mendengar penjelasan Kiana. "Bukankah aku baru saja menghilang?" Tampaknya waktu berhenti untuk Leon ketika Noel mengambil alih kembali tubuhnya."Hiks! Sudah banyak yang terjadi semenjak kepergianmu." Kiana masih mengeluarkan air matanya."Jangan bersedih, aku merasa kita masih sangat dekat karena kita masih bisa bertemu seperti ini, walaupun aku tidak tahu apa-apa tapi aku merasa sangat dekat denganmu daripada beberapa waktu lalu. Apa kau sangat dekat denganku?" Leon sedikit bingung dengan perasaannya, ia tidak mengerti apa yang sebenarnya ia rasakan.Tiba-tiba tanah tempat mereka berdiri bergetar. Kiana yang ingin memberi penjelasan suaranya tiba-tiba
Kenapa tempat ini terasa aneh? Kiana membatin saat memasuki inti Dungeon. Ia merasakan perasaan yang cukup aneh saat itu."Sepertinya Noel telah masuk ke dalam jebakan kita.""Apakah kita bisa menyingkirkannya sekarang.""Dengan kemampuannya yang terbatas, seharusnya kali ini ia mati dan lenyap dari dunia ini.""Akhirnya dendamku akan terbalaskan." Mala merasa puas dengan apa yang akan terjadi ke depannya terhadap Noel.Saat masuk ke dalam Dungeon, Noel sejenak terdiam dan menurunkan Kiana dari gendongannya. Noel tiba-tiba membuka topeng yang ia kenakan, membuat Kiana sedikit bingung. Apa karena tidak ada orang di sini jadi dia melepaskanya?Kiana pun mengikuti apa yang Noel lakukan tersebut. Setelahnya Kiana mendapati pria yang sedikit lebih tinggi darinya itu tengah tersenyum simpul."Apa yang terjadi?" Kiana tidak tahan untuk tidak bertanya."Kita tidak bisa berdiam di tempat ini lebih lama, tempat ini adalah jebakan," jelas Noel pada Kiana. "Mereka pikir tempat ini bisa melumpuhka
"Kiana kau tidak perlu terlalu khawatir begitu." Lucia menjawabnya merasa tidak enak karena perhatian Kiana."Tapi, lukamu itu cukup parah." Kiana tidak percaya dengan sikap berusaha biasanya Lucia yang membiarkan darah mengalir di lengannya."Andai Tuan Noel sebaik dirimu, mungkin aku akan jatuh cinta padanya." Lucia tampak terharu, bahkan Kiana tidak percaya jika wanita itu bisa bersikap demikian. "Tapi, Noel bukan lah dirimu. Kenapa bisa kalian berdua memiliki aura sedikit mirip, tapi dengan sifat yang bertolak belakang.""Aku tidak mirip dengannya," protes Kiana."Ya mereka mirip karena berjodoh," timpal Joan.Setelahnya Kiana terdiam. Sepertinya hanya Lucia yang merasa seperti itu. Orang lain tidak ada yang menyadarinya.Dosa apa yang pernah aku lupakan sampai pada akhirnya terjebak dengan orang-orang seperti mereka. Kiana hanya bisa membatin tidak percaya, meskipun tidak akrab mereka masih bisa bercanda disituasi genting seperti sekarang."Tidak ada waktu untuk bercanda disituas
Rasanya aku merasa bersalah karena bersembunyi di tempat ini sendirian. Ada banyak orang yang panik di luar sana. Kiana membatin di sebuah ruangan cukup sempit sembari memeluk lututnya diam.Ingatan masa lalu mulai terbayang lagi diingatan Kiana. "Ah, jangan ingat. Bukan waktunya untuk takut sekarang." Kiana bergumam pelan menepuk pelipisnya, berusaha menenangkan diri. Mengingat banyaknya nyawa yang telah melayang di hadapannya kala itu, membuat Kiana cukup merinding. Meskipun, sudah cukup terbiasa tetapi ada kala bagi Kiana teringat kenangan mengerikan tersebut.Tiba-tiba suara pintu terbuka. "Siapa yang datang?" Kiana menelan ludahnya takut, seketika tombol yang Bian berikan padanya langsung digenggam Kiana erat, walaupun saat ini belum ia tekan untuk memanggilnya. Namun, Kiana telah berada dalam keadaan paling waspadanya.Suara langkah kaki manusia terdengar menggema di ruangan—tidak hanya satu orang. Bian bilang tidak ada yang tahu tempat ini? Kenapa ada orang lain yang datang ke
"Jadi, kau akan langsung kerja setelah ini?" tanya Kiana sebelum keluar dari mobil."Aku harus pergi ke luar kota," jawab Noel."Oh." Kiana, tidak bertanya lagi."Aku tidak akan pergi lama, sore nanti aku kembali dan pasti menjemputmu.""Oke, Pak Bos." Kiana keluar dari mobil setelahnya."Jaga dirimu baik-baik.""Ha? Aku tidak salah denger nih?""Kenapa? Tidak ada hal yang salahkan dengan hal itu.""Iya sih, cuma tumben saja. Lagi pula ini di area organisasi. Yang dijamin keamanannya.""Intinya jangan terlalu bersantai.""Kau merasakan sesuatu?""Tidak sih, cuma aku ingin kau berhati-hati. Meskipun tempat ini aman, tapi di dalam tetap ada musuh. Kau jangan merepotkanku.""Oke, oke, baiklah. Aku masuk dulu, aku akan menjaga diri. Kau tenang saja, dan fokuslah pada pekerjaanmu." Kiana pergi dengan cepat memasuki gerbang organisasi.Noel melesatkan kendaraannya setelah memastikan Kiana masuk ke dalam gerbang kantornya. Noel sadar jika Kiana masih tidak nyaman dengan keadaan kakinya, teta
Malam kekacauan tersebut terlewati seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Namun, pada akhirnya karena pertemuan itu dunia tahu jika Noel Ricard telah memiliki pasangan hidupnya. Hancurnya gedung pertemuan tentu saja menjadi salah satu berita menghebohkan juga, karena pengenalan pasangan yang mengalami kekacauan. Berita menghebohkan tentang aksi berani yang menentang manusia super yang tercatat sebagai yang terkuat di dunia, bagi banyak orang itu adalah hal yang benar-benar nekat.Kiana langsung dibawa pulang oleh Noel ke kediamannya. Saat topeng yang ia kenakan dilepas, Noel terdiam sejenak memperhatikan wajah wanita itu."Ada apa, kenapa kau menatapku begitu?" Kiana yang sedari tadi tidak sadar, menyentuh dahinya yang terasa tidak nyaman. Kemudian ia melihat telapak tangan yang berdarah, membuatnya sontak terkejut."Kenapa kau tidak menyadari jika dahimu terluka?" tanya Noel, dengan ekspresi yang Kiana tidak mengerti sama sekali."Mungkin karena terkejut aku jadi tidak sadar jika kepala
Pagi itu Kiana menyiapkan bubur untuk Noel karena melihat pria itu dalam keadaan demam. Untung saja hari ini, adalah hari libur. Jadi, aku bisa merawatnya.Kiana meletakan bubur yang barusan ia buat di meja samping ranjang Noel. Kemudian bermaksud ingin kembali ke kamarnya dan mandi, sembari menunggu Noel bangun dari tidurnya.Namun baru saja selesai meletakkan buburnya di meja samping ranjang milik pria itu, Noel tampak sudah sedari tadi menatapi Kiana."Kau sudah bangun? Kenapa tidak berbicara sama sekali?" tanya Kiana menatap ke arah Noel yang masih memperhatikannya.Tanpa berkata-kata pria itu bangun dari tidurnya dan masih tidak menjawab pertanyaan Kiana, ia mulai kesal karena perkataannya tidak mendapat jawaban sama sekali dan mau meninggalkan ruangan itu."Mau ke mana?" tanya Noel, akhirnya membuka suara."Aku tidak mau berbicara dengan manusia patung." Kiana menjawab ketus."Biarkan aku menenangkan diri sebentar. Kau duduklah di sini." Noel akhirnya mengeluarkan sedikit kata