"Kyaaa!" teriak Kiana dari arah kamar mandi membuat Leon langsung datang menghampirinya karena terkejut.
"Kenapa? Ada apa?" tanya Leon celingak-celinguk melihat ke dalam kamar mandi yang sudah terbuka, Kiana langsung bersembunyi di belakang Leon, ketakutan."Li, lintah macam apa itu?" Kiana merasa merinding di sekujur tubuhnya karena melihat binatang besar mengerikan itu mulutnya terlihat terbuka bulat dengan gigi-gigi tajam yang sangat banyak.Kemudian lintah raksasa itu melompat ke arah Leon. Kiana hanya menutup wajahnya ketakutan tenaganya terasa habis bahkan untuk lari, Leon menangkapnya dengan santai. Meremasnya dengan kuat sehingga lintah itu meledak dan mati. Darahnya yang berwarna hijau seperti ingus berhamburan di wajah tampan Leon."Sudah tidak apa-apa." Ucap Leon datar. Menghadap arah Kiana.Kiana memperhatikan wajah Leon dengan prihatin, entah karena merasa jijik, kasihan, dan ingin tertawa."Cuci mukamu dulu, kau terlihat sangat kotor." Ujar Kiana langsung, sejak lintah itu mati Kiana sudah tidak merasa takut lagi. Hanya saja ia masih terbayang-bayang dan merasa merinding.Kiana tahu itu bukanlah lintah dari dunianya, karena tidak ada lintah yang terlihat seperti itu di dunia manusia. Terlebih lintah itu sangat besar sekepalan tangannya.Apakah itu lintah, Dungeon. Pikir Kiana wajahnya tampak pucat saat memikirkan hal itu."Terima kasih, karena telah menolongku." Ujar Kiana senang. Ia membersihkan wajah Leon dengan handuk setelah pria itu membersihkan dirinya, Leon tampak senang karena perhatian Kiana padanya."Kau perhatian sekali ya." Ujar Leon senyum-senyum."Huh! Itu karena kau sudah menolongku, ingat ya aku masih marah padamu." Kiana melempar handuk itu ke wajah Leon kemudian pergi."Hei! Tapi aku senang kalau kamu perhatian, Kiana." Ujar Leon. Kiana hanya mengejeknya, setelah itu dan menutup pintu kamar mandi melanjutkan keinginannya yang tertunda. Tidak mengatakan apa-apa...."Aku tidak suka dengan Leon, aku hanya menjaganya karena itu tanggung jawabku." Gumam Kiana sambil mandi saat itu, memastikan tentang hal yang sebenarnya. Sejatinya Kiana mencintai Rachel, tetapi mereka tidak pernah menjalin hubungan apa pun sebelumnya. Mungkin hanya sekedar memendam rasa."Ah, apalagi kalau ternyata Leon adalah manusia super. Aku benar-benar tidak bisa bersama dengan dirinya." Gumam Kiana lagi, kemudian Kiana menatapi telapak tangannya. Mengetahui fakta bahwa dia itu adalah seorang healer yang mendekati manusia biasa, seorang healer kelas C, healer level terendah dan tidak memiliki energi kuat untuk menetralkan kekuatan manusia super yang akan mengamuk.Kebanyakan dari healer level C memilih menjadi orang biasa, bukannya tidak bisa menetralkan kemampuan seorang manusia super hanya saja energi yang healer level rendah miliki cepat habis dan bisa membuat penggunanya kelelahan jika terus-terusan menggunakan kemampuannya, juga durasi pemurnian yang cukup lama, tidak seperti healer dengan level tinggi yang berlaku hal sebaliknya. Bahkan luka-luka yang manusia super dapat bisa langsung disembuhkan."Astaga, percaya diri sekali aku ini. Bagaimana jika ia hanya bercanda karena tidak ingin ada saingan." Kiana menghela nafas melanjutkan mandinya. Karena Kiana dan Leon baru saling kenal mengenal, mana mungkin itu adalah cinta yang tulus.Paling tidak, keluarkan sedikit ekspresi ketika membunuh sesuatu. Pikir Kiana, ia melihat Leon seperti orang tidak punya perasaan jika seperti itu.Kiana memang tidak ingin terikat dengan manusia super mana pun. Ia hanya ingin menjalani kisah cintanya dengan normal.Belum lagi ada cerita tentang Kiana yang tidak bisa bersama dengan seorang manusia super karena itu akan mengingatkannya dengan cerita pahit di masa lalunya....Keesokan harinya ..."Ish, kenapa ngintilin aku terus sih." Ujar Kiana pada Leon yang mengikuti Kiana ke mana pun ia pergi."Gimana kalau ada monster yang seperti di kamar mandi kemarin?" tanya Leon santai terus mengikuti Kiana. Entah sejak kapan mereka sudah baikan, Leon sangat pandai memperbaiki keadaan yang kurang baik."Jangan menakut-nakuti aku, ih." Kiana mulai jengkel pada Leon."Aku tidak menakutimu, aku mau kamu bergantung padaku jika ada monster seperti itu lagi. Aku akan langsung memusnahkannya." Kata Leon sambil mengupil seolah-olah bercanda, Kiana menutupkan bakul yang ia bawa ke atas kepala Leon. Padahal ia ingin pergi ke hutan mencari tanaman obat.Pekerjaan orang tua Kiana adalah membuat bahan baku obat-obatan herbal, dan sering pergi ke hutan untuk mencari bahan bakunya yang sulit didapat."Bagaimana jika kita berdua malah mati gara-gara monster besar." Ucap Kiana takut-takut sambil menggigit jarinya.Ia juga mau tidak mau harus pergi ke hutan siang ini, karena tidak memungkinkan orang tuanya yang harus pergi ke hutan mencari obat-obatan itu karena mereka juga sibuk dengan urusan mereka sendiri."Nanti aku bawa kabur kamu." Ujar Leon melepaskan bakul yang ditelungkupkan di kepalanya."Kabur ke mana?" tanya Kiana berjalan ke arah pintu."Ke hatiku." Lanjut Leon.BRAK!Kiana langsung meninggalkan Leon sendirian di dalam rumah, tetapi pemuda itu setelahnya juga mengikuti Kiana keluar dan menemaninya ke hutan."Semoga tidak ada Dungeon yang muncul." Kiana berharap sebelum melangkahkan kakinya masuk ke hutan. Sebenarnya orang tua Kiana sudah mengajari Kiana bagaimana cara menghindari Dugeon jika portal itu muncul di dekatnya, tetapi tetap saja Kiana takut jika hal itu benar-benar terjadi.Di desa tempat mereka tinggal itu adalah tempat teraman dan memiliki sebuah pelindung alami yang dijamin keamanannya tidak akan ada Dungeon yang muncul di sana. Sekarang di beberapa titik di belahan dunia ada beberapa tempat teraman dari munculnya Dungeon, salah satunya adalah desa Kiana. Kiana tidak mengerti juga kenapa bisa kemarin ada lintah Dungeon yang masuk ke dalam rumahnya, mungkin itu lintah nyasar yang berasal dari hutan.Ah, kalau aku bisa memilih. Aku mau tidur di rumah saja, di desaku dan rumahku yang aman. Pikir Kiana terus melangkah ke dalam hutan.Leon tampak memperhatikan tanaman-tanaman di sekitar. Sekarang ada banyak tanaman-tanaman aneh yang muncul di dunia ini seperti halnya manusia yang akhirnya memiliki kekuatan super, para binatang dan tumbuhan juga mengalami mutasi. Tetapi, biasanya hewan-hewan yang mengalami mutasi banyak yang tidak bisa mengontrol dirinya, menjadi binatang buas seperti halnya manusia super tanpa healer atau inhibitor."Hei Leon, kau jangan sembarangan mencium tanaman aneh seperti itu. Siapa tahu beracun, jika kau pingsan aku akan meninggalkanmu sendirian di sini." Kiana sepertinya sudah sangat terbiasa berkata kejam pada Leon."Bilang kek, kaumau membopongku pulang, aku bakalan rela pingsan." Ujar Leon, membuang bunga yang hampir ia cium baunya dan mendatangi Kiana, bunga itu ternyata bisa membunuh serangga di sekitarnya ketika ada semut yang mendekat."Leon, itu lihat. Tanaman itu yang kita cari." Ujar Kiana menunjuk tanaman obat sembari membaca secarik kertas yang ia bawa, setelah cukup jauh berjalan di tengah hutan, Kiana melihat tanaman herbal dan mengajak Leon memetiknya."Akhirnya setelah ini bisa pulang." Gumam Kiana senang.GROAAAR!Suara seram dari arah lain di hutan yang dipenuhi oleh rimbunan daun dan pepohonan."Apa itu?" tanya Kiana langsung berdiri bersiap lari."Ayo Leon, kita pergi dari sini." Ajak Kiana menarik baju di bagian bahu Leon.Namun, pemuda itu tampak mengeluarkan kapak dengan ganggang kayu dari belakang tubuhnya, ia terlihat tidak takut sama sekali."Hei, sejak kapan kau membawa kapak itu?" Kiana malah terfokus pada kapak yang Leon pegang."Aku melihatnya di depan rumah, jadi aku bawa saja untuk jaga diri." Kata Leon berdiri di depan Kiana dari sumber suara."Sudahlah, ayo kita pergi sekarang." Ucap Kiana meraih lengan Leon tetapi sudah terlambat. Beruang raksasa telah berdiri di depan mereka. Kiana jatuh terduduk pasrah karena ketakutan, dari kecil ia dibawa orang tuanya menjelajahi hutan baru pertama kali ini, ia melihat beruang raksasa besar yang akan menyerangnya.Leon hanya berdiri terpaku, menatapi beruang itu. Ia merasa tidak yakin. Tetapi, ia tetap ingin melindungi Kiana sesuai dengan apa yang diucapkannya di rumah tadi. Kiana menutup wajahnya ketakutan.Aku akan mati hari ini. Pikir Kiana menutup wajahnya ketakutan. Tidak ada hal yang bisa ia harapkan lagi untuk kehidupannya ke depannya.Ayah, Ibu. Aku akan mati perawan. Pikir Kiana ingin menangis tetapi daripada menangis tubuhnya hanya bergetar ketakutan.ZRAAASH! BUK! Hanya ada suara sesuatu terjatuh dengan kasar. Kiana pikir itu adalah Leon yang mati duluan karena serangan beruang raksasa itu. Akan tetapi, setelah menunggu beberapa lama tidak ada hal yang membuat tubuh Kiana merasa dicabik-cabik. Penasaran Kiana membuka matanya dan melihat Leon yang bersimbah darah berdiri tepat di hadapannya. "Kyaaa! Hantu Leon." Ujar Kiana asal sangking kagetnya. "Sembarangan." Ucap Leon sambil mengusap wajahnya yang dipenuhi oleh darah. "Aku masih hidup tau." Ucap Leon terduduk, genggamannya pada kapak kayu terlepas. Kiana menoleh ke belakang Leon dan melihat beruang raksasa yang sudah tergorok lehernya dengan kapak kayu. Beruang itu sudah benar-benar mati."Mengerikan dia benar-benar mati. Kau benar-benar bukan orang biasa ya?" Kiana malah bertanya di saat seperti itu sambil menatapi Leon yang terduduk lemas. "Aku tidak ta
Leon yang panik terdiam, setelah menyadari Kiana hanya tiba-tiba tertidur pulas ketika itu. Kemampuannya saat meng-heal Leon membuatnya kelelahan, meskipun mereka sudah saling bertukar energi sebelumnya. Tubuh Kiana masih belum terbiasa dengan kemampuannya yang sudah lama tidak ia gunakan sama sekali. Leon memutuskan membawa Kiana pulang dengan menggendong Kiana di pundaknya, berjalan menyusuri hutan.... "Huwaaaa!" Seorang gadis kecil menangis ketakutan, di tengah kobaran api besar dan di sekelilingnya tergeletak mayat-mayat orang yang sudah bersimbah darah. Di sana ada beberapa kerabat yang sudah tidak bisa tertolong. "Hiks! Hiks!" Gadis kecil itu menangis sesegukan ketakutan dengan tubuh bergetar. Di tengah kobaran api itu seorang pria dewasa berjalan tanpa ragu sedikit pun, api tidak mempengaruhi dirinya. Matanya berkilat merah, dengan aura-aura berhamburan yang bisa menghancurkan benda-benda di sekelilingnya, membuatnya terlindung dari kobaran api. Sang gadis kecil hanya b
Wajah kedua pemuda-pemudi yang baru saja kembali dari hutan ini tampak pucat kelelahan. Meskipun akhirnya mereka berhasil keluar dari hutan Kiana dan Leon membutuhkan waktu yang lama untuk bisa sampai ke rumah."Kiana kau bilang tahu jalan, tapi sampai sore hari, baru kita bisa sampai rumah." Keluh Leon dengan wajah pucat, karena tidak sedikit binatang melata yang mereka berdua jumpai di jalan."Kau gila, seandainya kita tidak berpindah tempat sampai di jalur sungai. Kita tidak akan berakhir seperti sekarang." Kiana berucap terengah-engah, rambutnya yang terikat sudah berantakan dipenuhi oleh daun-daun kering dan ranting."Tapi, kalo aku tidak ke sungai aku tidak akan tahan dengan bau-bau darah itu." Protes Leon."Kenapa kau tidak menungguku sadar saja ...."Mereka berdua berakhir ribut mempermasalahkan siapa yang salah. Tidak sadar jika di depan pintu rumah ada ayah dan ibu Kiana yang sedang menunggu kedatangan mereka."Ke mana saja kalian berdua pergi?" ayah Kiana menatap horor kedua
Kiana dan Rachel bersiap untuk melarikan diri, berusaha untuk menyelamatkan diri menerjang Leon, walaupun hampir mustahil karena mereka telah terjebak, jalan mereka satu-satunya untuk lari telah diblokir oleh Leon yang tidak mereka kenal sekarang."Apa sekarang Leon lepas kendali? Dia seperti bukan dirinya." Gumam Kiana ketakutan. Mata Leon yang semulanya hitam berubah menjadi kuning keemasan."Aku takut." Kiana memegang tangan Rachel. Pria itu kemudian pasang badan di depan Kiana."Jangan lukai dia." Ujar Rachel lantang."Cih!" Leon mendecak sebelum sempat mengucapkan sepatah kata apa pun, kemudian ia tiba-tiba jatuh tergeletak di hadapan Kiana dan Rachel. Menyisakan Leon yang saat ini terbaring terengah-engah karena menggunakan kekuatannya secara berlebihan.Kiana langsung menghampiri Leon yang setengah sadar itu, ia harus meng-heal Leon secepatnya agar pria itu segera pulih karena sudah dua kali nyawanya diselamatkan oleh pria misterius itu."Kiana, apakah dia tidak berbahaya?" tany
Di tengah lapang sunyi—tidak ada orang berlalu lalang, tampak dua orang pria yang saling berhadapan.Deru angin menerbangkan rambut kedua orang pria yang besar tubuhnya tidak jauh berbeda. Kemudian keduanya saling menyerang dan tinju tepat mendarat pada masing-masing pipi mereka...."Aku pulang!"Kiana masuk ke dalam rumahnya, untuk beberapa alasan Kiana akhirnya meninggalkan Leon sendirian hari itu untuk menjaga rumah dan ia baru saja kembali dari perjalanannya. Ia pergi ke pusat kesehatan bersama dengan orang tuanya. Beruntungnya saat itu Leon mau saja di tinggal, padahal biasanya ia selalu mengikuti Kiana."Kiana, sudah kembali! Selamat datang!" Leon bersemangat karena sudah merasa bosan sendirian dan hanya menonton televisi untuk menghilangkan kesuntukkannya."Kenapa wajahmu memar begitu?" Kiana malah tertarik dengan lebam yang terdapat di pipi Leon."Habis kepleset tadi di luar dan pipiku terbentur, hehehe." Alasan Leon kurang meyakinkan sebenarnya."Ada-ada saja, baru satu h
Kiana tersadar jika saat ini ia ketiduran di meja kerjanya. Matanya yang masih setengah tertutup pas menatap mengarah keluar jendela, menangkap bayangan seseorang yang tengah berdiri di sebuah batang pohon tidak jauh dari rumahnya. Matanya berkilat kuning dari sosok bayangan itu, tentu saja langsung membuat Kiana membelalakkan matanya kaget. Ia mengucek matanya, memastikan dan bayangan itu menghilang setelahnya. Apa itu tadi? Buru-buru Kiana menutup gorden jendelanya dan langsung bersembunyi di balik selimut, ia merinding ketakutan. ...Kiana keluar kamar dengan lesu di pagi harinya, matanya terlihat berkantung. "Pagi Kiana. Eh, kau kenapa?" Leon menangkap wajah Kiana yang tampak tidak segar sama sekali. Pria itu sedang duduk di sofa menonton televisi awalnya."Aku semalam mimpi buruk dan berakhir tidak tidur dengan nyenyak." Jujur Kiana masuk ke dalam kamar mandi, meskipun berjalan gontai."Sebaiknya kau tidur lagi, sebentar." Leon memberi saran."Aku ada kerjaan hari ini, setela
Apakah aku akan berakhir seperti ini? Kiana berpikir setengah sadar masih menggantung di udara.SYUT!Seorang pria menangkap Kiana tepat sebelum tubuhnya menyentuh bebatuan di bawah jurang. Mata pria itu berkilat marah sambil menatap portal Dungeon yang berada tepat di atas jurang. Dia adalah Leon yang saat ini tidak dalam keadaan sadarnya. Ada aura berwarna kemerahan yang menguar dari tubuh Leon.Bahkan Kiana dalam ketidak-sadaranya tampak terganggu karena energi besar yang Leon keluarkan.Tidak berkata apa-apa Leon terbang ke atas jurang membawa tubuh Kiana bersama dengannya. Kemudian ia menaruh tubuh tidak sadarkan diri Kiana di tempat yang ia kira cukup aman. Kemudian membuat pelindung untuk melindungi gadis itu.Apakah aku selamat? Kiana perlahan membuka matanya, kemudian ia melihat Leon di hadapannya memiliki tatapan yang tidak ia kenal."Sebaiknya kau beristirahat saja." Ucapnya dingin dan menutup mata Kiana dengan telapak tangannya, Kiana langsung tertidur dengan pulas. Tidak t
Merasa bukan dirinya yang dipanggil oleh pria asing itu Leon, membuang wajahnya dan melanjutkan tugasnya."Tuan, Noel!" pria itu langsung memegang bahu Leon. Leon mengernyit bingung tidak mengerti menatapi pria bermasker misterius tersebut. Saat ditatap Leon seperti itu, pria itu tampak terkejut dan langsung melepaskan tangannya dari bahu Leon."Ini aku, Bian." Pria bernama Bian membuka maskernya memperlihatkan wajahnya. Sekilas Leon, merasa tidak asing dengan wajah orang di depannya. Namun, Leon tidak mengenalnya sama sekali."Anda siapa? Sepertinya Anda salah orang." Leon bergegas pergi, tidak banyak orang di sekitar situ, Leon tidak ingin membuang waktunya. Dia juga tidak mengenalnya meskipun orang itu sudah memperkenalkan dirinya."Tuan! Tunggu aku. Tidak mungkin aku salah orang, walaupun sekarang Tuan terlihat berbeda." Leon tidak perduli dan buru-buru ia bergegas kembali ke tempat tinggalnya.Haruskah aku memukulnya, jika aku membawanya ke rumah Kiana takutnya itu malah akan mem
Noel kembali tidak lama setelah ia keluar. "Cepat sekali kamu kembali. Apakah urusanmu di organisasi sudah selesai?""Aku tidak begitu perduli sih, jika organisasi itu bangkrut ataupun hancur aku masih bisa menciptakan organisasi baru lagi dari awal. Namun, sayang sekali orang yang ingin menjatuhkanku terlalu lemah." Noel menjelaskan sembari duduk di samping Kiana."Sepertinya aku salah karena mengkhawatirkan perusahaanmu." Kiana sedikit tahu tentang Noel, sebagai manusia super terkuat Noel seharusnya memiliki kekayaan yang tak terhitung jumlahnya. Kekayaan selain dari pendapatan perusahaannya. Seharusnya karena sering menghancurkan Dungeon Noel tentu saja memiliki banyak artefak langka yang berharga."Yang lainnya ingin bertemu denganmu." Noel tidak ingin membahas tentang perusahaannya lagi, lagi pula tempat itu akan bisa berfungsi seperti sediakala dalam beberapa hari lagi."Apakah mereka semua datang kemari?""Ya, sebentar lagi mereka akan sampai.""Apa mereka memang sudah serin
Sudah beberapa hari dari kejadian serangan, selama itu juga Kiana memulihkan dirinya di rumah sakit. Fasilitas Manusia Super diliburkan secara total, serangan Dungeon sepenuhnya ditangani oleh pemerintah atau organisasi kecil lainnya. Organisasi Noel mengalami banyak kerugian, namun ia tidak masalah dengan hal tersebut. Kekacauan seperti itu tidak akan membuatnya langsung hancur dan jatuh miskin. Saat ini fasilitas dalam pemulihan.Ini mengesalkan sudah beberapa hari ini aku masih tidak bisa melakukan apa-apa sendiri. Kiana membatin menggerutu, menatapi punggung Noel yang sepertinya tengah menyiapkan pakaian yang dikenakan oleh Kiana.Selama beberapa hari ini Noel sendiri yang mengurus Kiana dengan tangannya, Kiana pikir ia akan membayar orang lain tetapi, ternyata ia tidak melakukannya sama sekali.Bahkan sampai ke kamar mandi Noel juga yang membantu Kiana. Beruntungnya Kiana masih bisa menggerakan tangannya walau lemah, mereka berdua sempat berdebat karena hal itu. Namun, mendengar
"Berhentilah menangis seperti anak kecil begitu." Noel mengusap air mata Kiana dengan telapak tangannya begitu juga ingusnya tanpa merasa jijik sedikit pun. Wanita itu terus menangis sesegukkan yang bahkan Leon tidak tahu apa sebabnya."Bagaimana aku tidak menangis, sudah sangat lama aku tidak melihatmu."Leon tampak kebingungan saat mendengar penjelasan Kiana. "Bukankah aku baru saja menghilang?" Tampaknya waktu berhenti untuk Leon ketika Noel mengambil alih kembali tubuhnya."Hiks! Sudah banyak yang terjadi semenjak kepergianmu." Kiana masih mengeluarkan air matanya."Jangan bersedih, aku merasa kita masih sangat dekat karena kita masih bisa bertemu seperti ini, walaupun aku tidak tahu apa-apa tapi aku merasa sangat dekat denganmu daripada beberapa waktu lalu. Apa kau sangat dekat denganku?" Leon sedikit bingung dengan perasaannya, ia tidak mengerti apa yang sebenarnya ia rasakan.Tiba-tiba tanah tempat mereka berdiri bergetar. Kiana yang ingin memberi penjelasan suaranya tiba-tiba
Kenapa tempat ini terasa aneh? Kiana membatin saat memasuki inti Dungeon. Ia merasakan perasaan yang cukup aneh saat itu."Sepertinya Noel telah masuk ke dalam jebakan kita.""Apakah kita bisa menyingkirkannya sekarang.""Dengan kemampuannya yang terbatas, seharusnya kali ini ia mati dan lenyap dari dunia ini.""Akhirnya dendamku akan terbalaskan." Mala merasa puas dengan apa yang akan terjadi ke depannya terhadap Noel.Saat masuk ke dalam Dungeon, Noel sejenak terdiam dan menurunkan Kiana dari gendongannya. Noel tiba-tiba membuka topeng yang ia kenakan, membuat Kiana sedikit bingung. Apa karena tidak ada orang di sini jadi dia melepaskanya?Kiana pun mengikuti apa yang Noel lakukan tersebut. Setelahnya Kiana mendapati pria yang sedikit lebih tinggi darinya itu tengah tersenyum simpul."Apa yang terjadi?" Kiana tidak tahan untuk tidak bertanya."Kita tidak bisa berdiam di tempat ini lebih lama, tempat ini adalah jebakan," jelas Noel pada Kiana. "Mereka pikir tempat ini bisa melumpuhka
"Kiana kau tidak perlu terlalu khawatir begitu." Lucia menjawabnya merasa tidak enak karena perhatian Kiana."Tapi, lukamu itu cukup parah." Kiana tidak percaya dengan sikap berusaha biasanya Lucia yang membiarkan darah mengalir di lengannya."Andai Tuan Noel sebaik dirimu, mungkin aku akan jatuh cinta padanya." Lucia tampak terharu, bahkan Kiana tidak percaya jika wanita itu bisa bersikap demikian. "Tapi, Noel bukan lah dirimu. Kenapa bisa kalian berdua memiliki aura sedikit mirip, tapi dengan sifat yang bertolak belakang.""Aku tidak mirip dengannya," protes Kiana."Ya mereka mirip karena berjodoh," timpal Joan.Setelahnya Kiana terdiam. Sepertinya hanya Lucia yang merasa seperti itu. Orang lain tidak ada yang menyadarinya.Dosa apa yang pernah aku lupakan sampai pada akhirnya terjebak dengan orang-orang seperti mereka. Kiana hanya bisa membatin tidak percaya, meskipun tidak akrab mereka masih bisa bercanda disituasi genting seperti sekarang."Tidak ada waktu untuk bercanda disituas
Rasanya aku merasa bersalah karena bersembunyi di tempat ini sendirian. Ada banyak orang yang panik di luar sana. Kiana membatin di sebuah ruangan cukup sempit sembari memeluk lututnya diam.Ingatan masa lalu mulai terbayang lagi diingatan Kiana. "Ah, jangan ingat. Bukan waktunya untuk takut sekarang." Kiana bergumam pelan menepuk pelipisnya, berusaha menenangkan diri. Mengingat banyaknya nyawa yang telah melayang di hadapannya kala itu, membuat Kiana cukup merinding. Meskipun, sudah cukup terbiasa tetapi ada kala bagi Kiana teringat kenangan mengerikan tersebut.Tiba-tiba suara pintu terbuka. "Siapa yang datang?" Kiana menelan ludahnya takut, seketika tombol yang Bian berikan padanya langsung digenggam Kiana erat, walaupun saat ini belum ia tekan untuk memanggilnya. Namun, Kiana telah berada dalam keadaan paling waspadanya.Suara langkah kaki manusia terdengar menggema di ruangan—tidak hanya satu orang. Bian bilang tidak ada yang tahu tempat ini? Kenapa ada orang lain yang datang ke
"Jadi, kau akan langsung kerja setelah ini?" tanya Kiana sebelum keluar dari mobil."Aku harus pergi ke luar kota," jawab Noel."Oh." Kiana, tidak bertanya lagi."Aku tidak akan pergi lama, sore nanti aku kembali dan pasti menjemputmu.""Oke, Pak Bos." Kiana keluar dari mobil setelahnya."Jaga dirimu baik-baik.""Ha? Aku tidak salah denger nih?""Kenapa? Tidak ada hal yang salahkan dengan hal itu.""Iya sih, cuma tumben saja. Lagi pula ini di area organisasi. Yang dijamin keamanannya.""Intinya jangan terlalu bersantai.""Kau merasakan sesuatu?""Tidak sih, cuma aku ingin kau berhati-hati. Meskipun tempat ini aman, tapi di dalam tetap ada musuh. Kau jangan merepotkanku.""Oke, oke, baiklah. Aku masuk dulu, aku akan menjaga diri. Kau tenang saja, dan fokuslah pada pekerjaanmu." Kiana pergi dengan cepat memasuki gerbang organisasi.Noel melesatkan kendaraannya setelah memastikan Kiana masuk ke dalam gerbang kantornya. Noel sadar jika Kiana masih tidak nyaman dengan keadaan kakinya, teta
Malam kekacauan tersebut terlewati seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Namun, pada akhirnya karena pertemuan itu dunia tahu jika Noel Ricard telah memiliki pasangan hidupnya. Hancurnya gedung pertemuan tentu saja menjadi salah satu berita menghebohkan juga, karena pengenalan pasangan yang mengalami kekacauan. Berita menghebohkan tentang aksi berani yang menentang manusia super yang tercatat sebagai yang terkuat di dunia, bagi banyak orang itu adalah hal yang benar-benar nekat.Kiana langsung dibawa pulang oleh Noel ke kediamannya. Saat topeng yang ia kenakan dilepas, Noel terdiam sejenak memperhatikan wajah wanita itu."Ada apa, kenapa kau menatapku begitu?" Kiana yang sedari tadi tidak sadar, menyentuh dahinya yang terasa tidak nyaman. Kemudian ia melihat telapak tangan yang berdarah, membuatnya sontak terkejut."Kenapa kau tidak menyadari jika dahimu terluka?" tanya Noel, dengan ekspresi yang Kiana tidak mengerti sama sekali."Mungkin karena terkejut aku jadi tidak sadar jika kepala
Pagi itu Kiana menyiapkan bubur untuk Noel karena melihat pria itu dalam keadaan demam. Untung saja hari ini, adalah hari libur. Jadi, aku bisa merawatnya.Kiana meletakan bubur yang barusan ia buat di meja samping ranjang Noel. Kemudian bermaksud ingin kembali ke kamarnya dan mandi, sembari menunggu Noel bangun dari tidurnya.Namun baru saja selesai meletakkan buburnya di meja samping ranjang milik pria itu, Noel tampak sudah sedari tadi menatapi Kiana."Kau sudah bangun? Kenapa tidak berbicara sama sekali?" tanya Kiana menatap ke arah Noel yang masih memperhatikannya.Tanpa berkata-kata pria itu bangun dari tidurnya dan masih tidak menjawab pertanyaan Kiana, ia mulai kesal karena perkataannya tidak mendapat jawaban sama sekali dan mau meninggalkan ruangan itu."Mau ke mana?" tanya Noel, akhirnya membuka suara."Aku tidak mau berbicara dengan manusia patung." Kiana menjawab ketus."Biarkan aku menenangkan diri sebentar. Kau duduklah di sini." Noel akhirnya mengeluarkan sedikit kata