“ Aargh!”
Om Bram tersenyum puas setelah menuntaskan hasratnya padaku. Dia luruh di sampingku. Aku beranjak duduk dan beringsut dari springbed. Kuambil pakaianku dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Ada rasa sesal dan kecewa setelah melakukannya. Namun, aku hanya pasrah menjalaninya karena memang sudah menjadi kewajibanku melayani pelanggan setiaku.Ini kali kedua Om Bram open B0 denganku. Dia adalah pelanggan yang royal memberiku tips.
Ketika aku hendak pamit kepada Om Bram, dia menarik tanganku.“Temani aku makan siang dulu! Nggak usah buru-buru! Nanti akan ku antar ke rumah Mami Amoy. Aku dah bayar lebih untuk waktumu hari ini. Aku ingin membelikanmu sesuatu yang selama ini kamu inginkan,” ucap Om Bram sambil membelai rambutku yang masih setengah basah.Dia mem-bo0king-ku long time. Hampir delapan hingga sembilan jam aku harus menemaninya.
Aku tersenyum kepadanya. Lalu menganggukkan kepala tanda menyetujui ajakannya. Dalam pekerjaanku, menolak ajakan klien adalah pantangan yang harus dihindari. Tepat pada pukul sembilan, Om Bram mengajakku jalan-jalan ke mall terbesar yang pernah kulihat. Dia mengajakku ke outlet toko emas yang mahal. Lalu dia membelikanku kalung emas berlian dan anting-anting emas 24 karat. Aku diminta langsung memakainya namun aku menolaknya.”Kenapa nggak mau dipake? Kamu akan semakin kelihatan anggun dan cantik jika memakainya,”bujuk Om Bram.“Tidak, Om. Aku tidak akan memakainya. Nanti akan dirampas oleh Mami Amoy. Lebih baik kukirimkan ke desa saja nanti,” kataku.Om Bram tertawa mendengar alasanku menolak perhiasan itu.“Tenang saja, asal Kamu sebutkan itu dari aku, tentu Mami Amoy akan memakluminya. Ingat, perhiasan itu hanya dipakai untuk menyambutku saja,” tandas Om Bram.Dia memakaikanku kalung ke leher jenjangku. Aku memakai anting-anting sendiri. Di depan cermin yang ada di atas etalase kaca, aku kelihatan cantik. Namun sorot mataku masih saja terasa hampa dan nestapa tidak bahagia.“Kini, giliranmu memilih apa yang Kamu inginkan! Terserah Kamu mau beli apa, akan aku bayari!” ucap Om Bram sambil menyerahkan kartu kredit ke pelayan outlet toko emas.Aku mengajak Om Bram mencari outlet busana muslim. Setelah ketemu, aku mengambil beberapa baju gamis lengkap dengan setelan jilbabnya. Aku juga membeli sajadah, mukena berwarna putih dan cokelat. Entah mengapa setelah memilih baju gamis dan mukena, hatiku terasa sedikit tenteram dan senang.Om Bram terlihat heran dengan apa yang kubeli. Namun, karena sudah janji, dia mau tidak mau harus membayar apa yang kuinginkan.“Kamu masih mengerjakan sholat, Ras?” pinta Om Bram.“Iya, Om. Hanya inilah satu-satunya pegangan dalam hidupku. Suatu hari nanti aku akan bertaubat. Akan kutinggalkan pekerjaanku ini.Sayangnya aku tidak akan melakukannnya dalam waktu dekat ini. Mungkin tiga tahun lagi aku baru bisa bertaubat dan berhijrah.”“Mengapa harus menunggu tiga tahun?” selidiknya.“Perjanjian kerjaku dengan Mami Amoy selama tiga tahun Om. Setelah itu aku bebas terlepas dari cengkeraman kuasanya.”Ya, aku menandatangani perjanjian kerja itu tanpa tahu akan bekerja di mana dan apa yang harus aku kerjakan. Bodohnya aku waktu itu. Menandatangani surat perjanjian bermaterai tanpa tahu kerja untuk apa. “Bagaimana jika kutawarkan jalan hijrah yang akan mempercepat taubatmu?” ucap Om Bram.“Maksud, Om?” Aku menatap wajah Om Bram serius.“Aku akan membebaskanmu dari kontrak kerja dengan Mami Amoy. Aku akan menebusmu berapa pun biayanya. Bagaimana?”“Om serius?”“Jika Kamu setuju, akan kutebus hari ini juga. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi dulu.”“Apa syaratnya, Om?”“Aku sudah bosan gonta-ganti perempuan untuk menuntaskan hasratku. Aku nggak mau terkena penyakit menular karena gonta-ganti perempuan.”“Terus, maunya Om apa?”Om Bram menarik napas dalam-dalam. Tangan kanannya mengangkat daguku. Kami bertatapan untuk beberapa saat. Kulihat sorot matanya kelihatan lelah dan tanpa semangat.“Aku ingin kita nikah siri. Kamu mau?”Mataku membulat mendengar ajakannya yang juga membuat jantungku berdetak tak karuan. *******“Pa, kenalkan! Ini Laras calon istriku,” ucap Hafiz kepada papanya yang masih makan malam membelakangiku. Lelaki paruh baya yang dipanggil papa itu berdiri dan berbalik badan.Jantungku terasa mau copot. Bukankah itu Om Bram? Apakah aku tidak salah lihat? Dia juga terkejut menatapku lekat-lekat dari ujung kaki hingga ke ujung kepala.“Ka … Kamu Laras?” ucapnya bergetar sambil memegangi dadanya sebelah kiri. Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum.Sesaat kemudian tubuhnya limbung. Hafiz cepat menangkap tubuh papanya sebelum terjatuh ke lantai.“Cepat telpon ambulan! Papaku terkena serangan jantung!”Aku tertegun.Tak menyangka calon mertuaku adalah mantan langgananku dulu.****Tiga bulan sebelumnya …“Laras! Kamu Laras ‘kan?” suara perempuan cantik itu membuatku mengernyitkan dahi.“Eh, siapa ya?” aku memandangi perempuan itu lekat-lekat.“Ini, aku. Loli. Teman SD-mu dulu.”Aku baru sadar dan ingat dengan tahi lalat yang ada di bawah bibir perempuan itu. Ya, itu Loli sahabatku sem
“Gimana Ras, jadi tidak? Kok malah ngelamun gitu?” tanya Loli.“Eh, iya. Saya ingin kerja di tempatnya Mami Amoy,” pintaku.“Mau kerja apa? Pemandu Lagu, mau?” tanya Mami Amoy.“Maaf saya nggak bisa nyanyi, Mi.”Mami Amoy tertawa. Aku tidak tahu apa penyebabnya. Apakah aku salah ngomong?“Pemandu Lagu itu tugasnya menemani tamu nyanyi, bukan Kamu yang nyanyi,” terang Loli.“Oh, gitu ya. Kalo juru masak kafe ada lowongan nggak Mi?” tanyaku.“Nggak ada. Adanya Pemandu Lagu atau … Kamu mau coba open B0?”“Kerja apa itu Mi?”“Kerjanya hanya nemani pelanggan saja.Gajinya lumayan. Untuk tiga bulan pertama tiga juta, setelahnya lima juta. Itu belum ditambah tips dari pelanggan yang royal.”“Ya, udah Mi. Aku mau kerja yang open B0 aja gapapa. Soalnya saya lagi banyak butuh uang untuk pengobatan Bapak dan biaya sekolah adikku.”Mami Amoy tersenyum. Lalu dia mengeluarkan selembar kertas bermaterai. Dia menyerahkan kertas itu padaku. Aku membacanya sekilas karena langsung disuruh menandatangani
Suara klakson mobil membangunkan tidurku. Kulihat rumah besar berlantai dua dengan pagar yang tinggi. Tak berapa lama kemudian, pintu gerbang rumah terbuka.Ada petugas satpam membukakan pintu. Kemudian pintu itu ditutup kembali. Rumah itu memiliki tempat parkir yang luas. Di dalam rumah ada empat mobil juga beberapa motor terparkir.Loli menyuruhku turun dari mobil duluan. Begitu aku turun, seseorang berbadan tegap dan berambut pendek mengambil koper serta tasku. Dia memintaku untuk mengikutinya. Rupanya aku dibawa ke lantai dua. Kulihat Loli masih ngobrol sama Mami Amoy di dalam mobil.Kuhitung ada enam kamar berhadap-hadapan. Ada empat kamar mandi. Kamarku berada di paling ujung.“Ini kamarmu. Kuncinya ada di dalam pintu,” kata lelaki tegap itu.Aku memasuki kamarku yang luasnya kira-kira 2 x 3 meter. Di dalamnya ada AC dan televisi. Badanku terasa lelah habis perjalanan.Kurebahkan tubuhku di atas kasur yang sangat empuk. Tak berapa lama, pintu kamarku diketuk dari luar. Kubuka
Aku terpaksa mandi lagi. Untung Om Bram tidak melihatku saat mandi karena dia langsung masuk kamar tidur. Setelah mandi aku memakai baju transparan warna pink yang tidak berbau parfum dari Mami Amoy. Ah, aku baru sadar. Mungkinkah aku bekerja sebagai wanita panggilan seperti judul sinetron dalam televisi yang sering kulihat? Mengapa aku tidak menyadarinya dari kemarin? Uang lima belas juta itu benar-benar menumpulkan pikiran dan perasaanku. Berarti sebentar lagi aku harus melayani Om Bram selayaknya suami istri? Astagfirullah! Kenapa aku baru sadar setelah berada di kamarnya Om Bram?Jantungku terasa berdebar-debar tak beraturan. Om Bram keluar dan menarik tanganku ke dalam kamarnya. Kamar itu cukup luas dengan tempat tidur yang besar. Om Bram hanya mengenakan celana pendek.Dia langsung ingin menciumiku. Aku menolak karena belum pernah aku disentuh oleh laki-laki mana pun.“Jangan menolak, ato aku akan melakukannya dengan kasar!” ancam Om Bram. Mendengar ancamannya, kakiku terasa
Usai sholat dhuhur aku membaca al Qur’ an. Baru dapat selembar, pintu kamarku diketuk dari luar. Kubuka pintu kamar. Muncullah lelaki tegap yang mengantarkanku ke Om Bram.“Jangan baca Al Qur’an di tempat ini. Kalo Mami Amoy tahu, bisa dibakar. Bawa kemari al Qur’annya!” pintanya. Aku menyerahkan Al Qur’an kepadanya. Sebelum dia hendak pergi aku sengaja memanggilnya.“Mas! Bolehkah saya minta tolong?”“Minta tolong apa?”“Saya ingin beli ponsel baru. Merknya terserah yang penting seharga dua juta. Ini ada lima ratus buat ongkos belinya,” kataku sambil menyerahkan uang kepada lelaki itu.“Namaku Saiful. Kamu boleh minta tolong apa saja kepadaku, selain ingin kabur dari tempat ini,” ucapnya datar.“Baik Mas Saiful, terima kasih,” Aku menutup kamarku. ***Selama tiga hari bekerja di rumah Mami Amoy aku telah belajar banyak tentang situasi kerja yang sesungguhnya. Ternyata kamar tempatku tinggal adalah tempat melakukan transaksi jasa pelacuran. Ada dua belas perempuan yang bekerja seba
Beruntung film dewasa itu berhenti ketika aku hampir mau muntah. Setelah itu, Loli memintaku mengenakan bajuku kembali. Loli meminta maaf kepadaku setelah keluar dari kamar training.Dia sengaja melakukan semua itu agar Mami Amoy masih percaya dengan kesetiaannya selama ini. Rupanya dia hanya berpura-pura menikmati adegan dalam film dewasa itu.Aku segera masuk kamar dan memeriksa adakah kamera CCTV terpasang di kamarku. Rupanya apa yang dikatakan Loli benar. Ada alat terpasang di pojok langit-langit kamarku. Itu adalah kamera CCTV yang selama ini tidak pernah kutahu. Mulai saat itu juga, aku selalu memakai baju atau kaos panjang meskipun di dalam kamar. Saat malam tiba pun aku menutupi seluruh tubuhku dengan selimut tebal yang ada di dalam kamar tidurku. Sial bagiku. Saat tidur suara-suara dalam adegan film dewasa yang diputar tadi kembali terngiang-ngiang dalam pendengaran dan pikiranku. Aku berusaha mengusirnya dengan membaca istigfar dan membaca surat-surat pendek. Sayang, upay
“ Aargh!”Om Bram tersenyum puas setelah menuntaskan hasratnya padaku. Dia luruh di sampingku. Aku beranjak duduk dan beringsut dari springbed. Kuambil pakaianku dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Ada rasa sesal dan kecewa setelah melakukannya. Namun, aku hanya pasrah menjalaninya karena memang sudah menjadi kewajibanku melayani pelanggan setiaku.Ini kali kedua Om Bram open B0 denganku. Dia adalah pelanggan yang royal memberiku tips. Ketika aku hendak pamit kepada Om Bram, dia menarik tanganku.“Temani aku makan siang dulu! Nggak usah buru-buru! Nanti akan ku antar ke rumah Mami Amoy. Aku dah bayar lebih untuk waktumu hari ini. Aku ingin membelikanmu sesuatu yang selama ini kamu inginkan,” ucap Om Bram sambil membelai rambutku yang masih setengah basah.Dia mem-bo0king-ku long time. Hampir delapan hingga sembilan jam aku harus menemaninya. Aku tersenyum kepadanya. Lalu menganggukkan kepala tanda menyetujui ajakannya. Dalam pekerjaanku, menolak ajakan klien adalah pa
Beruntung film dewasa itu berhenti ketika aku hampir mau muntah. Setelah itu, Loli memintaku mengenakan bajuku kembali. Loli meminta maaf kepadaku setelah keluar dari kamar training.Dia sengaja melakukan semua itu agar Mami Amoy masih percaya dengan kesetiaannya selama ini. Rupanya dia hanya berpura-pura menikmati adegan dalam film dewasa itu.Aku segera masuk kamar dan memeriksa adakah kamera CCTV terpasang di kamarku. Rupanya apa yang dikatakan Loli benar. Ada alat terpasang di pojok langit-langit kamarku. Itu adalah kamera CCTV yang selama ini tidak pernah kutahu. Mulai saat itu juga, aku selalu memakai baju atau kaos panjang meskipun di dalam kamar. Saat malam tiba pun aku menutupi seluruh tubuhku dengan selimut tebal yang ada di dalam kamar tidurku. Sial bagiku. Saat tidur suara-suara dalam adegan film dewasa yang diputar tadi kembali terngiang-ngiang dalam pendengaran dan pikiranku. Aku berusaha mengusirnya dengan membaca istigfar dan membaca surat-surat pendek. Sayang, upay
Usai sholat dhuhur aku membaca al Qur’ an. Baru dapat selembar, pintu kamarku diketuk dari luar. Kubuka pintu kamar. Muncullah lelaki tegap yang mengantarkanku ke Om Bram.“Jangan baca Al Qur’an di tempat ini. Kalo Mami Amoy tahu, bisa dibakar. Bawa kemari al Qur’annya!” pintanya. Aku menyerahkan Al Qur’an kepadanya. Sebelum dia hendak pergi aku sengaja memanggilnya.“Mas! Bolehkah saya minta tolong?”“Minta tolong apa?”“Saya ingin beli ponsel baru. Merknya terserah yang penting seharga dua juta. Ini ada lima ratus buat ongkos belinya,” kataku sambil menyerahkan uang kepada lelaki itu.“Namaku Saiful. Kamu boleh minta tolong apa saja kepadaku, selain ingin kabur dari tempat ini,” ucapnya datar.“Baik Mas Saiful, terima kasih,” Aku menutup kamarku. ***Selama tiga hari bekerja di rumah Mami Amoy aku telah belajar banyak tentang situasi kerja yang sesungguhnya. Ternyata kamar tempatku tinggal adalah tempat melakukan transaksi jasa pelacuran. Ada dua belas perempuan yang bekerja seba
Aku terpaksa mandi lagi. Untung Om Bram tidak melihatku saat mandi karena dia langsung masuk kamar tidur. Setelah mandi aku memakai baju transparan warna pink yang tidak berbau parfum dari Mami Amoy. Ah, aku baru sadar. Mungkinkah aku bekerja sebagai wanita panggilan seperti judul sinetron dalam televisi yang sering kulihat? Mengapa aku tidak menyadarinya dari kemarin? Uang lima belas juta itu benar-benar menumpulkan pikiran dan perasaanku. Berarti sebentar lagi aku harus melayani Om Bram selayaknya suami istri? Astagfirullah! Kenapa aku baru sadar setelah berada di kamarnya Om Bram?Jantungku terasa berdebar-debar tak beraturan. Om Bram keluar dan menarik tanganku ke dalam kamarnya. Kamar itu cukup luas dengan tempat tidur yang besar. Om Bram hanya mengenakan celana pendek.Dia langsung ingin menciumiku. Aku menolak karena belum pernah aku disentuh oleh laki-laki mana pun.“Jangan menolak, ato aku akan melakukannya dengan kasar!” ancam Om Bram. Mendengar ancamannya, kakiku terasa
Suara klakson mobil membangunkan tidurku. Kulihat rumah besar berlantai dua dengan pagar yang tinggi. Tak berapa lama kemudian, pintu gerbang rumah terbuka.Ada petugas satpam membukakan pintu. Kemudian pintu itu ditutup kembali. Rumah itu memiliki tempat parkir yang luas. Di dalam rumah ada empat mobil juga beberapa motor terparkir.Loli menyuruhku turun dari mobil duluan. Begitu aku turun, seseorang berbadan tegap dan berambut pendek mengambil koper serta tasku. Dia memintaku untuk mengikutinya. Rupanya aku dibawa ke lantai dua. Kulihat Loli masih ngobrol sama Mami Amoy di dalam mobil.Kuhitung ada enam kamar berhadap-hadapan. Ada empat kamar mandi. Kamarku berada di paling ujung.“Ini kamarmu. Kuncinya ada di dalam pintu,” kata lelaki tegap itu.Aku memasuki kamarku yang luasnya kira-kira 2 x 3 meter. Di dalamnya ada AC dan televisi. Badanku terasa lelah habis perjalanan.Kurebahkan tubuhku di atas kasur yang sangat empuk. Tak berapa lama, pintu kamarku diketuk dari luar. Kubuka
“Gimana Ras, jadi tidak? Kok malah ngelamun gitu?” tanya Loli.“Eh, iya. Saya ingin kerja di tempatnya Mami Amoy,” pintaku.“Mau kerja apa? Pemandu Lagu, mau?” tanya Mami Amoy.“Maaf saya nggak bisa nyanyi, Mi.”Mami Amoy tertawa. Aku tidak tahu apa penyebabnya. Apakah aku salah ngomong?“Pemandu Lagu itu tugasnya menemani tamu nyanyi, bukan Kamu yang nyanyi,” terang Loli.“Oh, gitu ya. Kalo juru masak kafe ada lowongan nggak Mi?” tanyaku.“Nggak ada. Adanya Pemandu Lagu atau … Kamu mau coba open B0?”“Kerja apa itu Mi?”“Kerjanya hanya nemani pelanggan saja.Gajinya lumayan. Untuk tiga bulan pertama tiga juta, setelahnya lima juta. Itu belum ditambah tips dari pelanggan yang royal.”“Ya, udah Mi. Aku mau kerja yang open B0 aja gapapa. Soalnya saya lagi banyak butuh uang untuk pengobatan Bapak dan biaya sekolah adikku.”Mami Amoy tersenyum. Lalu dia mengeluarkan selembar kertas bermaterai. Dia menyerahkan kertas itu padaku. Aku membacanya sekilas karena langsung disuruh menandatangani
“Pa, kenalkan! Ini Laras calon istriku,” ucap Hafiz kepada papanya yang masih makan malam membelakangiku. Lelaki paruh baya yang dipanggil papa itu berdiri dan berbalik badan.Jantungku terasa mau copot. Bukankah itu Om Bram? Apakah aku tidak salah lihat? Dia juga terkejut menatapku lekat-lekat dari ujung kaki hingga ke ujung kepala.“Ka … Kamu Laras?” ucapnya bergetar sambil memegangi dadanya sebelah kiri. Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum.Sesaat kemudian tubuhnya limbung. Hafiz cepat menangkap tubuh papanya sebelum terjatuh ke lantai.“Cepat telpon ambulan! Papaku terkena serangan jantung!”Aku tertegun.Tak menyangka calon mertuaku adalah mantan langgananku dulu.****Tiga bulan sebelumnya …“Laras! Kamu Laras ‘kan?” suara perempuan cantik itu membuatku mengernyitkan dahi.“Eh, siapa ya?” aku memandangi perempuan itu lekat-lekat.“Ini, aku. Loli. Teman SD-mu dulu.”Aku baru sadar dan ingat dengan tahi lalat yang ada di bawah bibir perempuan itu. Ya, itu Loli sahabatku sem