Suara klakson mobil membangunkan tidurku. Kulihat rumah besar berlantai dua dengan pagar yang tinggi. Tak berapa lama kemudian, pintu gerbang rumah terbuka.
Ada petugas satpam membukakan pintu. Kemudian pintu itu ditutup kembali. Rumah itu memiliki tempat parkir yang luas. Di dalam rumah ada empat mobil juga beberapa motor terparkir.
Loli menyuruhku turun dari mobil duluan. Begitu aku turun, seseorang berbadan tegap dan berambut pendek mengambil koper serta tasku. Dia memintaku untuk mengikutinya. Rupanya aku dibawa ke lantai dua. Kulihat Loli masih ngobrol sama Mami Amoy di dalam mobil.
Kuhitung ada enam kamar berhadap-hadapan. Ada empat kamar mandi. Kamarku berada di paling ujung.“Ini kamarmu. Kuncinya ada di dalam pintu,” kata lelaki tegap itu.Aku memasuki kamarku yang luasnya kira-kira 2 x 3 meter. Di dalamnya ada AC dan televisi. Badanku terasa lelah habis perjalanan.Kurebahkan tubuhku di atas kasur yang sangat empuk. Tak berapa lama, pintu kamarku diketuk dari luar. Kubuka pintu kamar.
Kulihat perempuan paruh baya membawa nampan berisi makanan dan minuman jus buah. Ada buah pisang dan sebutir obat kecil berwarna putih.“Mbak ini makanannya dihabiskan. Jangan lupa setelah itu obatnya diminum, itu vitamin biar badannya segar besok pagi.” “Terima kasih, Bik.” Aku menerima nampan itu karena memang perutku sudah terasa lapar.Jam tanganku menunjukkan pukul sepuluh malam. Berarti perjalanan ke tempat ini ditempuh dalam waktu tiga jam lebih.
Aku menghabiskan makanan yang disediakan tanpa sisa. Jarang-jarang aku makan ikan bakar dengan sayur oseng kangkung yang enak sekali. Aku hendak mengembalikan nampan itu ke dapur yang tadi kulihat berada persis di sebelah kiri tangga.Saat berjalan di lorong kamar, aku berpapasan dengan sepasang laki-laki dan perempuan memasuki kamar. Pakaian yang dikenakan perempuan itu sangat tipis dan mengundang hasrat laki-laki. Aku meletakkan nampan di dapur yang sepi tidak ada orang. Aku bergegas meninggalkan dapur. Lagi-lagi aku berpapasan dengan pasangan bergandengan mesra. Saat melewati lelaki itu, aroma alkohol menguar dari mulutnya. Aku menjadi takut. Buru-buru aku masuk kamar dan menguncinya dari dalam kamar.Aku berusaha untuk tidur namun bayangan pasangan laki-laki perempuan menghantui pikiranku. Apa yang mereka lakukan di dalam kamar? Apakah mereka melakukan hubungan terlarang? Astagfirullah!Aku lupa belum mengerjakan sholat isya’. Aku keluar menuju kamar mandi. Aku berwudhu untuk menunaikan sholat isya, tapi aku tak tahu arah kiblatnya.Ketika keluar dari kamar mandi aku bertemu dengan seorang perempuan berpakaian minim dan seksi.“Mbak boleh nanya?” kataku setengah berteriak membuat langkahnya terhenti.“Tanya apa? Kamu anak baru di sini ya?”“Iya, Mbak. Maaf arah kiblat ke mana ya?”“Arah kiblat? Kamu mau apa?”“Aku mau sholat nggak tahu arah kiblat.”“Sholat? Ha…ha … ha. Rupanya kamu masih polos ya? Jangan sok suci kalo kerja di sini! Cuiih!” Aku terperanjat ketika perempuan itu meludahiku.Untung aku sempat menghindar.
Buru-buru aku masuk kamar. Saat hendak masuk kamar, kulihat Bik Ijah berjalan tergopoh-gopoh. “Ada apa Bik?” tanyaku.“Anu, Mbak. Mau ambil piring dan gelas kotor.”“Oh udah saya kembalikan ke dapur Bik.”“Lain kali biar Bibik yang ambil ya, Mbak. Nanti Bibik dimarahi Mami Amoy jika Mbak Laras yang mengembalikan sendiri.”“Kenapa bisa begitu Bik?”“Saya kurang tahu, Mbak. Perintahnya seperti itu. Bibik harus mengantarkan makanan ke kamar Mbak Laras.”“Oh, iya Bik. Saya mau tanya. Arah kiblatnya sebelah mana ya?”“Di sebelah sana, Mbak!” Bik Ijah menunjukkan arah kiblat dengan tangan kanannya.“Makasih, Bik.” Habis sholat aku berdoa agar dijauhkan dari bahaya. Alhamdulillah usai menunaikan sholat perasaanku menjadi lega dan bisa istirahat.Suara adzan subuh samar terdengar dari tempat tidurku. Rupanya rumah ini jauh dengan masjid. Aku keluar untuk mengambil air wudhu. Lampu temaram menerangi lorong kamar.
Usai sholat subuh pintuku diketuk dari luar. Kubuka pintu.“Mandilah keramas! Hari ini Kamu udah mulai bekerja dengan Mami Amoy. Ini pakaian yang bisa kamu pilih untuk menemani pelanggan. Bekerjalah dengan baik, jangan buat pelanggan kecewa! Jika itu terjadi Kamu akan dihukum cambuk oleh Mami Amoy. Ini pakaian kerjamu, semua sudah ada di dalam koper” Panjang lebar bicara lelaki berbadan tegap yang kemarin membawakan koperku itu, membuatku bingung dan takut. Jam baru menunjukkan pukul lima dan aku diharuskan mandi keramas. Pekerjaan apa yang akan kulakukan sepagi ini?Aku terpaksa menuruti lelaki berbadan tegap itu karena takut kena hukuman cambuk dari Mami Amoy. Rasanya pasti sakit sekali dan akan menimbulkan luka memar yang perih.Aku segera mandi keramas. Lalu membuka koper berisi pakaian kerjaku yang sudah disiapkan. Kurasa bajunya baru semua karena tercium bau harum khas pakaian dari pabrik. Baju yang kukenakan berupa rok span warna hitam dan baju putih panjang berkerah. Ada blazer ungu beserta parfum yang harus kusemprotkan di baju. Yang mengherankan ada baju tidur transparan seperti kurang bahan warna pink. Mengapa ada k*nd*m pria di dalam koper? Hatiku mulai gelisah. Pintu diketuk lagi dari luar. Kubuka pintu kamar dan kulihat lelaki berbadan tegap itu langsung menarikku ke luar kamar. Dia mengunci kamar dan membawakan koper yang tadi diberikan padaku.“Ikut aku!”katanya tegas.“Saya mau dibawa ke mana?” Aku berusaha menenangkan diri dengan bertanya kepadanya.“Nggak usah banyak tanya. Nanti Kamu juga akan tahu akan pergi ke mana,” kata lelaki itu ketus.Hanya aku yang keluar kerja di pagi hari. Kulihat semua kamar masih tertutup dan sepertinya semua penghuninya masih lelap dalam tidurnya.Aku diminta masuk ke dalam mobil sedan hitam. Lelaki tegap itu mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. Aku duduk di jok belakang. Sesekali lelaki itu mencuri pandang kepadaku. Aku pura-pura tidak melihatnya.Hatiku dongkol diperlakukan dingin olehnya.
Mobil itu berhenti di sebuah bangunan berlantai delapan. Kulihat ada tulisan Emerald Apartment di depan gedung. Lelaki itu mengajakku naik ke lantai empat. Lalu dia berjalan menuju sebuah kamar. Ada beberapa kamar yang kulewati. Setelah sampai ke kamar yang dituju, dia mengetuk pintu dua kali. Pintu kamar terbuka. Keluarlah seorang lelaki paruh baya yang masih tampan dan tubuhnya atletis. Aku disuruh masuk oleh lelaki tegap itu sambil menyerahkan koper kerjaku. Lalu dia minta ponselku. Sebelum pergi dia berbisik padaku. “Aku menunggumu di bawah, jangan coba untuk melarikan diri! Temani langganan Mami dengan baik, jangan sampai mengecewakannya!”Lelaki tegap itu meninggalkanku sendirian. Aku masih ragu untuk masuk kamar yang pintunya sudah terbuka itu. “Masuklah, jangan takut denganku!” ucap lelaki paruh baya yang mengagetkanku dari lamunan.Dengan pelan aku memasuki kamar itu.Ternyata dalamnya sangat luas. Seperti rumah kontrakan saja. Ada ruang tamu, kamar mandi yang disekat dalam kaca, ruang tidur dan dapur yang terlihat tanpa sekat tembok atau kayu.
“Duduklah! Kamu mau minum apa?”“Eh, terserah Bapak aja.”“Panggil aku Om Bram, itu terdengar lebih enak daripada Bapak seperti katamu,” protes lelaki paruh baya yang mengaku bernama Om Bram itu.Kulihat dia membuka kulkas dan mengeluarkan minuman dalam kemasan botol. Dia buka botol itu dan menuangkannya ke dalam gelas bening. Ada gelembung udara dalam gelas. Kurasa itu minuman bersoda seperti Spr*te atau sejenisnya.“Minumlah!” perintahnya.“Maaf, saya belum sarapan, apakah tidak apa-apa minum air soda dingin?” Aku menolaknya dengan halus.“Oh, Kamu ngga terbiasa minum bersoda? Kuambilkan jus buah, mau?”Entah mengapa aku hanya mengangguk. Dia lalu mengambil jus buah jambu dalam kemasan ukuran sedang. Lalu dia tuangkan ke dalam gelas baru.Karena segan, aku meminumnya seteguk jus buah jambu itu.“Mandilah! Aku akan menunggumu di dalam kamar tidur.”Apa? Aku harus mandi lagi? Bukankah aku sudah mandi tadi?“Maaf, saya udah mandi sebelum ke sini Om,” protesku.“Aku tidak suka bau parfummu. Cepatlah mandi!Jangan buang-buang waktuku! Habis ini ada rapat yang harus aku hadiri.”Aku ragu untuk mandi karena kamar mandinya transparan hanya disekat oleh kaca dan kelihatan dari luar. Jika aku mandi, seperti ikan dalam aquarium. Aku bingung. Sementara jantungku berdetak keras.“Cepatlah mandi! Ato Kamu mau mandi bareng?” ucap Om Bram yang membuat bulu kudukku berdiri.*****Aku terpaksa mandi lagi. Untung Om Bram tidak melihatku saat mandi karena dia langsung masuk kamar tidur. Setelah mandi aku memakai baju transparan warna pink yang tidak berbau parfum dari Mami Amoy. Ah, aku baru sadar. Mungkinkah aku bekerja sebagai wanita panggilan seperti judul sinetron dalam televisi yang sering kulihat? Mengapa aku tidak menyadarinya dari kemarin? Uang lima belas juta itu benar-benar menumpulkan pikiran dan perasaanku. Berarti sebentar lagi aku harus melayani Om Bram selayaknya suami istri? Astagfirullah! Kenapa aku baru sadar setelah berada di kamarnya Om Bram?Jantungku terasa berdebar-debar tak beraturan. Om Bram keluar dan menarik tanganku ke dalam kamarnya. Kamar itu cukup luas dengan tempat tidur yang besar. Om Bram hanya mengenakan celana pendek.Dia langsung ingin menciumiku. Aku menolak karena belum pernah aku disentuh oleh laki-laki mana pun.“Jangan menolak, ato aku akan melakukannya dengan kasar!” ancam Om Bram. Mendengar ancamannya, kakiku terasa
Usai sholat dhuhur aku membaca al Qur’ an. Baru dapat selembar, pintu kamarku diketuk dari luar. Kubuka pintu kamar. Muncullah lelaki tegap yang mengantarkanku ke Om Bram.“Jangan baca Al Qur’an di tempat ini. Kalo Mami Amoy tahu, bisa dibakar. Bawa kemari al Qur’annya!” pintanya. Aku menyerahkan Al Qur’an kepadanya. Sebelum dia hendak pergi aku sengaja memanggilnya.“Mas! Bolehkah saya minta tolong?”“Minta tolong apa?”“Saya ingin beli ponsel baru. Merknya terserah yang penting seharga dua juta. Ini ada lima ratus buat ongkos belinya,” kataku sambil menyerahkan uang kepada lelaki itu.“Namaku Saiful. Kamu boleh minta tolong apa saja kepadaku, selain ingin kabur dari tempat ini,” ucapnya datar.“Baik Mas Saiful, terima kasih,” Aku menutup kamarku. ***Selama tiga hari bekerja di rumah Mami Amoy aku telah belajar banyak tentang situasi kerja yang sesungguhnya. Ternyata kamar tempatku tinggal adalah tempat melakukan transaksi jasa pelacuran. Ada dua belas perempuan yang bekerja seba
Beruntung film dewasa itu berhenti ketika aku hampir mau muntah. Setelah itu, Loli memintaku mengenakan bajuku kembali. Loli meminta maaf kepadaku setelah keluar dari kamar training.Dia sengaja melakukan semua itu agar Mami Amoy masih percaya dengan kesetiaannya selama ini. Rupanya dia hanya berpura-pura menikmati adegan dalam film dewasa itu.Aku segera masuk kamar dan memeriksa adakah kamera CCTV terpasang di kamarku. Rupanya apa yang dikatakan Loli benar. Ada alat terpasang di pojok langit-langit kamarku. Itu adalah kamera CCTV yang selama ini tidak pernah kutahu. Mulai saat itu juga, aku selalu memakai baju atau kaos panjang meskipun di dalam kamar. Saat malam tiba pun aku menutupi seluruh tubuhku dengan selimut tebal yang ada di dalam kamar tidurku. Sial bagiku. Saat tidur suara-suara dalam adegan film dewasa yang diputar tadi kembali terngiang-ngiang dalam pendengaran dan pikiranku. Aku berusaha mengusirnya dengan membaca istigfar dan membaca surat-surat pendek. Sayang, upay
“ Aargh!”Om Bram tersenyum puas setelah menuntaskan hasratnya padaku. Dia luruh di sampingku. Aku beranjak duduk dan beringsut dari springbed. Kuambil pakaianku dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Ada rasa sesal dan kecewa setelah melakukannya. Namun, aku hanya pasrah menjalaninya karena memang sudah menjadi kewajibanku melayani pelanggan setiaku.Ini kali kedua Om Bram open B0 denganku. Dia adalah pelanggan yang royal memberiku tips. Ketika aku hendak pamit kepada Om Bram, dia menarik tanganku.“Temani aku makan siang dulu! Nggak usah buru-buru! Nanti akan ku antar ke rumah Mami Amoy. Aku dah bayar lebih untuk waktumu hari ini. Aku ingin membelikanmu sesuatu yang selama ini kamu inginkan,” ucap Om Bram sambil membelai rambutku yang masih setengah basah.Dia mem-bo0king-ku long time. Hampir delapan hingga sembilan jam aku harus menemaninya. Aku tersenyum kepadanya. Lalu menganggukkan kepala tanda menyetujui ajakannya. Dalam pekerjaanku, menolak ajakan klien adalah pa
“Pa, kenalkan! Ini Laras calon istriku,” ucap Hafiz kepada papanya yang masih makan malam membelakangiku. Lelaki paruh baya yang dipanggil papa itu berdiri dan berbalik badan.Jantungku terasa mau copot. Bukankah itu Om Bram? Apakah aku tidak salah lihat? Dia juga terkejut menatapku lekat-lekat dari ujung kaki hingga ke ujung kepala.“Ka … Kamu Laras?” ucapnya bergetar sambil memegangi dadanya sebelah kiri. Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum.Sesaat kemudian tubuhnya limbung. Hafiz cepat menangkap tubuh papanya sebelum terjatuh ke lantai.“Cepat telpon ambulan! Papaku terkena serangan jantung!”Aku tertegun.Tak menyangka calon mertuaku adalah mantan langgananku dulu.****Tiga bulan sebelumnya …“Laras! Kamu Laras ‘kan?” suara perempuan cantik itu membuatku mengernyitkan dahi.“Eh, siapa ya?” aku memandangi perempuan itu lekat-lekat.“Ini, aku. Loli. Teman SD-mu dulu.”Aku baru sadar dan ingat dengan tahi lalat yang ada di bawah bibir perempuan itu. Ya, itu Loli sahabatku sem
“Gimana Ras, jadi tidak? Kok malah ngelamun gitu?” tanya Loli.“Eh, iya. Saya ingin kerja di tempatnya Mami Amoy,” pintaku.“Mau kerja apa? Pemandu Lagu, mau?” tanya Mami Amoy.“Maaf saya nggak bisa nyanyi, Mi.”Mami Amoy tertawa. Aku tidak tahu apa penyebabnya. Apakah aku salah ngomong?“Pemandu Lagu itu tugasnya menemani tamu nyanyi, bukan Kamu yang nyanyi,” terang Loli.“Oh, gitu ya. Kalo juru masak kafe ada lowongan nggak Mi?” tanyaku.“Nggak ada. Adanya Pemandu Lagu atau … Kamu mau coba open B0?”“Kerja apa itu Mi?”“Kerjanya hanya nemani pelanggan saja.Gajinya lumayan. Untuk tiga bulan pertama tiga juta, setelahnya lima juta. Itu belum ditambah tips dari pelanggan yang royal.”“Ya, udah Mi. Aku mau kerja yang open B0 aja gapapa. Soalnya saya lagi banyak butuh uang untuk pengobatan Bapak dan biaya sekolah adikku.”Mami Amoy tersenyum. Lalu dia mengeluarkan selembar kertas bermaterai. Dia menyerahkan kertas itu padaku. Aku membacanya sekilas karena langsung disuruh menandatangani
“ Aargh!”Om Bram tersenyum puas setelah menuntaskan hasratnya padaku. Dia luruh di sampingku. Aku beranjak duduk dan beringsut dari springbed. Kuambil pakaianku dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Ada rasa sesal dan kecewa setelah melakukannya. Namun, aku hanya pasrah menjalaninya karena memang sudah menjadi kewajibanku melayani pelanggan setiaku.Ini kali kedua Om Bram open B0 denganku. Dia adalah pelanggan yang royal memberiku tips. Ketika aku hendak pamit kepada Om Bram, dia menarik tanganku.“Temani aku makan siang dulu! Nggak usah buru-buru! Nanti akan ku antar ke rumah Mami Amoy. Aku dah bayar lebih untuk waktumu hari ini. Aku ingin membelikanmu sesuatu yang selama ini kamu inginkan,” ucap Om Bram sambil membelai rambutku yang masih setengah basah.Dia mem-bo0king-ku long time. Hampir delapan hingga sembilan jam aku harus menemaninya. Aku tersenyum kepadanya. Lalu menganggukkan kepala tanda menyetujui ajakannya. Dalam pekerjaanku, menolak ajakan klien adalah pa
Beruntung film dewasa itu berhenti ketika aku hampir mau muntah. Setelah itu, Loli memintaku mengenakan bajuku kembali. Loli meminta maaf kepadaku setelah keluar dari kamar training.Dia sengaja melakukan semua itu agar Mami Amoy masih percaya dengan kesetiaannya selama ini. Rupanya dia hanya berpura-pura menikmati adegan dalam film dewasa itu.Aku segera masuk kamar dan memeriksa adakah kamera CCTV terpasang di kamarku. Rupanya apa yang dikatakan Loli benar. Ada alat terpasang di pojok langit-langit kamarku. Itu adalah kamera CCTV yang selama ini tidak pernah kutahu. Mulai saat itu juga, aku selalu memakai baju atau kaos panjang meskipun di dalam kamar. Saat malam tiba pun aku menutupi seluruh tubuhku dengan selimut tebal yang ada di dalam kamar tidurku. Sial bagiku. Saat tidur suara-suara dalam adegan film dewasa yang diputar tadi kembali terngiang-ngiang dalam pendengaran dan pikiranku. Aku berusaha mengusirnya dengan membaca istigfar dan membaca surat-surat pendek. Sayang, upay
Usai sholat dhuhur aku membaca al Qur’ an. Baru dapat selembar, pintu kamarku diketuk dari luar. Kubuka pintu kamar. Muncullah lelaki tegap yang mengantarkanku ke Om Bram.“Jangan baca Al Qur’an di tempat ini. Kalo Mami Amoy tahu, bisa dibakar. Bawa kemari al Qur’annya!” pintanya. Aku menyerahkan Al Qur’an kepadanya. Sebelum dia hendak pergi aku sengaja memanggilnya.“Mas! Bolehkah saya minta tolong?”“Minta tolong apa?”“Saya ingin beli ponsel baru. Merknya terserah yang penting seharga dua juta. Ini ada lima ratus buat ongkos belinya,” kataku sambil menyerahkan uang kepada lelaki itu.“Namaku Saiful. Kamu boleh minta tolong apa saja kepadaku, selain ingin kabur dari tempat ini,” ucapnya datar.“Baik Mas Saiful, terima kasih,” Aku menutup kamarku. ***Selama tiga hari bekerja di rumah Mami Amoy aku telah belajar banyak tentang situasi kerja yang sesungguhnya. Ternyata kamar tempatku tinggal adalah tempat melakukan transaksi jasa pelacuran. Ada dua belas perempuan yang bekerja seba
Aku terpaksa mandi lagi. Untung Om Bram tidak melihatku saat mandi karena dia langsung masuk kamar tidur. Setelah mandi aku memakai baju transparan warna pink yang tidak berbau parfum dari Mami Amoy. Ah, aku baru sadar. Mungkinkah aku bekerja sebagai wanita panggilan seperti judul sinetron dalam televisi yang sering kulihat? Mengapa aku tidak menyadarinya dari kemarin? Uang lima belas juta itu benar-benar menumpulkan pikiran dan perasaanku. Berarti sebentar lagi aku harus melayani Om Bram selayaknya suami istri? Astagfirullah! Kenapa aku baru sadar setelah berada di kamarnya Om Bram?Jantungku terasa berdebar-debar tak beraturan. Om Bram keluar dan menarik tanganku ke dalam kamarnya. Kamar itu cukup luas dengan tempat tidur yang besar. Om Bram hanya mengenakan celana pendek.Dia langsung ingin menciumiku. Aku menolak karena belum pernah aku disentuh oleh laki-laki mana pun.“Jangan menolak, ato aku akan melakukannya dengan kasar!” ancam Om Bram. Mendengar ancamannya, kakiku terasa
Suara klakson mobil membangunkan tidurku. Kulihat rumah besar berlantai dua dengan pagar yang tinggi. Tak berapa lama kemudian, pintu gerbang rumah terbuka.Ada petugas satpam membukakan pintu. Kemudian pintu itu ditutup kembali. Rumah itu memiliki tempat parkir yang luas. Di dalam rumah ada empat mobil juga beberapa motor terparkir.Loli menyuruhku turun dari mobil duluan. Begitu aku turun, seseorang berbadan tegap dan berambut pendek mengambil koper serta tasku. Dia memintaku untuk mengikutinya. Rupanya aku dibawa ke lantai dua. Kulihat Loli masih ngobrol sama Mami Amoy di dalam mobil.Kuhitung ada enam kamar berhadap-hadapan. Ada empat kamar mandi. Kamarku berada di paling ujung.“Ini kamarmu. Kuncinya ada di dalam pintu,” kata lelaki tegap itu.Aku memasuki kamarku yang luasnya kira-kira 2 x 3 meter. Di dalamnya ada AC dan televisi. Badanku terasa lelah habis perjalanan.Kurebahkan tubuhku di atas kasur yang sangat empuk. Tak berapa lama, pintu kamarku diketuk dari luar. Kubuka
“Gimana Ras, jadi tidak? Kok malah ngelamun gitu?” tanya Loli.“Eh, iya. Saya ingin kerja di tempatnya Mami Amoy,” pintaku.“Mau kerja apa? Pemandu Lagu, mau?” tanya Mami Amoy.“Maaf saya nggak bisa nyanyi, Mi.”Mami Amoy tertawa. Aku tidak tahu apa penyebabnya. Apakah aku salah ngomong?“Pemandu Lagu itu tugasnya menemani tamu nyanyi, bukan Kamu yang nyanyi,” terang Loli.“Oh, gitu ya. Kalo juru masak kafe ada lowongan nggak Mi?” tanyaku.“Nggak ada. Adanya Pemandu Lagu atau … Kamu mau coba open B0?”“Kerja apa itu Mi?”“Kerjanya hanya nemani pelanggan saja.Gajinya lumayan. Untuk tiga bulan pertama tiga juta, setelahnya lima juta. Itu belum ditambah tips dari pelanggan yang royal.”“Ya, udah Mi. Aku mau kerja yang open B0 aja gapapa. Soalnya saya lagi banyak butuh uang untuk pengobatan Bapak dan biaya sekolah adikku.”Mami Amoy tersenyum. Lalu dia mengeluarkan selembar kertas bermaterai. Dia menyerahkan kertas itu padaku. Aku membacanya sekilas karena langsung disuruh menandatangani
“Pa, kenalkan! Ini Laras calon istriku,” ucap Hafiz kepada papanya yang masih makan malam membelakangiku. Lelaki paruh baya yang dipanggil papa itu berdiri dan berbalik badan.Jantungku terasa mau copot. Bukankah itu Om Bram? Apakah aku tidak salah lihat? Dia juga terkejut menatapku lekat-lekat dari ujung kaki hingga ke ujung kepala.“Ka … Kamu Laras?” ucapnya bergetar sambil memegangi dadanya sebelah kiri. Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum.Sesaat kemudian tubuhnya limbung. Hafiz cepat menangkap tubuh papanya sebelum terjatuh ke lantai.“Cepat telpon ambulan! Papaku terkena serangan jantung!”Aku tertegun.Tak menyangka calon mertuaku adalah mantan langgananku dulu.****Tiga bulan sebelumnya …“Laras! Kamu Laras ‘kan?” suara perempuan cantik itu membuatku mengernyitkan dahi.“Eh, siapa ya?” aku memandangi perempuan itu lekat-lekat.“Ini, aku. Loli. Teman SD-mu dulu.”Aku baru sadar dan ingat dengan tahi lalat yang ada di bawah bibir perempuan itu. Ya, itu Loli sahabatku sem