"Kau ... kenapa kau ada di sini?" ujar seseorang yang berdiri di depan pintu tersebut seraya menatap dingin ke arah Jordi.
Sementara Jordi tidak bergerak. Separuh bibirnya tampak terbuka. Masih tidak percaya dengan siapa yang saat ini tengah beradu pandang dengannya.
"Jordi, mengapa kau lama sekali membukakan pintu?"
Tiba-tiba saja Nathalie datang. Setelah beberapa saat menunggu dan Jordi tidak segera kembali, ia menjadi khawatir dengan siapa yang datang.
"Nathalie, sebaiknya kau bisa membuat alasan yang bagus nanti. Mengapa ada pria di rumahmu sepagi ini." Ekspresi Irine berubah manis. Ia tersenyum pada wanita di belakang Jordi yang saat ini balas menyapa dirinya dengan kaku.
..."Jadi, kemarin kau tidak memberitahuku jika kau sedang sakit?" Irine meletakkan sendok dan menghela napas putus asa. "Kau pikir aku orang asing? Mengapa kau membiarkan pria seperti ini berada di sisimu daripada aku? Kau anggap aku apa?" <"Hei, kau mengenali siapa diriku, bukan?" Kepala Jordi keluar dari jendela mobil. Memandang ke arah Irine yang hampir saja terperanjat di tempat. "Apa itu merugikan mu?" Wanita itu mendecih pelan. Sebelum kemudian berjalan ke arah mobilnya. "Bagaimana bisa kau mengenaliku?" Pria itu tidak puas dengan jawaban Irine sebelumnya. Karena kenyataan tentang siapa ia sebenarnya sangatlah rahasia. Dan Nathalie bukan tipe seseorang yang akan membeberkan rahasianya pada orang lain. Maka, tidak ada pilihan lain selain Irine sendiri yang mengerti dengan sendirinya. Dengan kata lain, wanita bersurai ungu tersebut bukanlah orang biasa karena telah mengenalinya. Bahkan ekspresi terkejutnya tadi pagi saat bertemu dengannya begitu kentara. "Kau benar-benar tidak mengingatku, Tuan Muda?" Irine mencibir dengan ekspresi sebal. Sementara Jordi hanya menggelengkan kepala. Merasa tidak pernah bertemu dengan Irine sebelumnya. "Tentu saja kau tidak mengenal
"Nathalie milikku. Dan selamanya adalah milikku. Kau tidak memiliki hak untuk menyukainya karena dia akan menjadi bibimu." Kai memandang penuh ke arah keponakannya. Ingin mengatakan hal tersebut dengan lantang agar Jordi sadar diri dan segera menjauhi Nathalie. Namun, keinginan itu masih tertahan dalam hatinya. Ia bisa membayangkan bagaimana wajah Jordi yang pias ketika dirinya berkata sesuatu yang menyinggung batin pria itu. Alhasil. Kai hanya mendengkus dan kembali meminum alkohol entah sudah yang ke berapa kali. Untung saja dirinya memiliki toleransi yang tinggi pada alkohol. Membuatnya kuat minum beberapa gelas tanpa merasakan mabuk. Kai mengerutkan keningnya tipis saat melihat pria di sebelahnya itu tersenyum sembari memandang layar ponselnya. Mengetikkan sesuatu pada ponsel tersebut dengan mata berbinar-binar. "Jordi. Ayahmu terus mencarimu. Meskipun kau begitu membencinya, setidaknya sesekali kembalilah ke Amerika." Kai mengalihkan atensi
"Aku akan mengantarmu pulang." Kai menggeleng. Menolak kebaikan Jordi setelah mereka berdua keluar dari bar. "Bagaimana dengan mobilmu?" "Aku bisa meninggalkannya di sini. Mark akan menjaganya untukku." Pria itu masih saja bersikukuh untuk menggantikan Kai menyetir. Khawatir jika pamannya itu terlalu banyak minum dan mabuk ketika menyetir nanti. Hal tersebut hanya akan mendatangkan bahaya. "Tidak. Aku perlu pergi ke suatu tempat." Kai masih saja menolak. Ia melepaskan tangan Jordi yang memapahnya meski ia tidak perlu. "Kalau begitu aku akan menemanimu ke sana." Jordi masih bernapas lega. Untung saja Kai tidak benar-benar mencekik wanita tadi seperti yang pernah dilakukan sebelumnya. Untunglah wanita itu menyadari bahaya dan langsung pergi setelah Kai mengucapkan satu kata saja. "Kembalilah sendiri. Jangan pedulikan aku." Kai menutup pintu mobil dan mengucinya dari dalam. Meninggalkan
"Jadi, siapa sebenarnya mantan kekasihmu, Nathalie?" Nathalie terdiam. Terpaku di tempat. Tidak tahu apakah dirinya harus mengatakannya atau tidak. Selama ini ia tidak pernah ingin mengungkit lagi apa yang pernah menjadi masa lalunya. Karena mau tidak mau, semua kejadian buruk yang pernah terjadi akan teringat kembali. Ia tidak dapat memilah sesuai yang ia inginkan. Semuanya berjalan begitu saja. Ia menghela napas. "Dia bukan orang biasa." Nathalie melepaskan bunganya. Memberikan mawar tersebut pada Ariska seolah berkata 'ambil saja jika kau mau'. "Hey, semua orang yang pernah singgah di hati kita tentu saja bukan orang biasa. Apa kau masih tidak dapat melupakannya?" Ariska terkekeh pelan. Mencium kelopak bunga yang ada di pelukannya itu seraya memejamkan mata. "Aku sudah melupakannya." "Siapa namanya?" Jordi kembali bertanya. Benar-benar penasaran dengan sosok yang pernah memenangkan hati batu wanita itu. Setid
Hans berjalan dengan wajah sumringah menuju ruangan Kai berada. Ini adalah hal langka yang terjadi padanya. Kai jarang sekali berinisiatif untuk menghubunginya lebih dulu untuk melakukan sesuatu. Pasti dirinya yang pertama kali memberitahukan pada Kai tentang jadwal pria itu. Hal yang mungkin tidak pernah terpikirkan penting dalam diri Kai tersebut adalah sesuatu yang berarti baginya. Meskipun ia harus membatalkan pertemuan dengan orang penting demi panggilan Kai kali ini. Tinggal tiga langkah lagi sebelum dirinya masuk. Pintu ruangan Kai terbuka dan munculah sosok yang pernah ia lihat sebelumnya. Entah mengapa Hans merasa hubungan antara Dalton dan atasannya itu tidak biasa. Pria bertatto itu sering kali datang kemari dan mengobrol di ruangan Kai seolah mereka sangat dekat. Kai bahkan tidak menyuruh Dalton untuk menunggunya di lobi atau tempat lain. Namun, malah membiarkan saja pria itu datang ke ruangannya. Yang Hans tahu selama ini, Kai tidak akan senang den
"Aku akan bersamamu sampai kau sembuh." Tidak mengerti. Mengapa Kai merasa dirinya begitu senang mendengar apa yang baru saja Nathalie katakan. Meski ia sendiri tahu jika wanita itu ingin bersamanya bukan karena ingin kembali 'bersama'. Melainkan sebagai bentuk tanggung jawab atas apa yang ia derita. Kai tidak akan memperhitungkan apapun. Karena ia tahu semua ini pasti akan berawal tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Namun, satu langkah yang kini mereka jalani bersama bukan tidak mungkin untuk memperbaiki hubungan mereka. "Aku mengeri." Kai tersenyum tipis. Menutupi luka batinnya yang sedikit teriris. Pria itu memandang Nathalie lekat-lekat. Ingin membagi betapa kerinduan yang ia rasakan selama ini. "Kalau begitu, tolong lepaskan tanganmu. Aku harus segera kembali bekerja." Kai menyadari jika ia masih belum melepaskan wanita itu. Tidak. Ia memang berniat tidak melepaskan Nathalie. "Aku akan mengunj
Nathalie menggeleng. Yang membuat pria di hadapannya itu terkekeh setelahnya. "Benarkah? Aku lihat kau memberikan es krim milikmu pada anak kecil tadi." Kedua mata Nathalie melebar. Tidak menyangka Kai telah memperhatikannya sejak tadi. "Bukankah kau menginginkannya?" Kai kembali bersuara. Dan membiarkan Nathalie mengalihkan pandangan ke arah lain. Menahan malu. "Kau tidak perlu mengatakannya." "Ayo pergi." Kai berdiri. Mengulurkan tangan yang membuat Nathalie mengernyit. "Aku akan membawamu ke suatu tempat." Nathalie tampak keberatan. Namun, ketika melihat sorot mata pria itu yang begitu meyakinkan. Akhirnya Nathalie mengikuti pria tersebut. Ia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mendahului pria tersebut. Sementara Kai hanya menatap tangannya yang kosong dengan senyum miring. Sementara itu, sekitar lima puluh meter dari halte, seseorang meng
Nathalie tidak tahu mengapa dirinya harus berakhir di sini. Suatu tempat yang sama sekali tidak pernah terpikirkan untuk ia pijakkan kaki kembali. Bangunan megah nan luas yang mengelilinginya menjadikan dirinya seolah kecil. Belum lagi seseorang yang kini baru keluar dari kamar mandi dengan jubah mandi yang menutupi tubuhnya. Meski tidak dapat dikatakan menutupi semua bagian yang ada. Seperti dada bidang yang mengintip di balik kain berwarna hitam tersebut. Membuatnya mendadak menahan napas. "Kenapa kau menatapku begitu?" Kai mengernyitkan dahi. Harus menelan rasa kecewa ketika melihat reaksi Nathalie tidak sesuai yang ia harapkan. "Kenapa kau tidak mandi di kamarmu?" Wanita itu menatap heran. Sangat konyol jika Kai mengatakan kamar mandi kamarnya sedang rusak dan tidak dapat berfungsi. Seingat Nathalie, pria itu bahkan memiliki banyak kamar mandi di lantas atas. Tidak mengerti mengapa ia menggunakan kamar mandi di lantai bawah. Pria
Nathalie menutup dan meletakkan majalah fashion yang ada di tangannya saat melihat Kai telah pulang. Ia tersenyum tipis, lantas berjalan mendekati suaminya tersebut dan kemudian membantu Kai melepas jas yang dipakainya. "Kau pulang cepat," ujar Nathalie sembari menggenggam jas milik Kai."Aku hanya khawatir seseorang terlalu merindukanku di rumah." Pria itu menyeringai tipis. Dan Nathalie hanya bisa memutar bola matanya pelan. Membuat Kai terkekeh samar dan kemudian mengecup dahi wanita itu sedikit lama. "Kau terlihat cantik," puji pria itu dan kembali menciumi semua sisi wajah dari Nathalie."Jangan kau pikir bisa mengalihkan perhatian." Nathalie mendorong pria itu pelan. "Kau tidak makan siang, kan?" Sedangkan Kai hanya tersenyum sampai kedua matanya menyipit. Ia pikir, dirinya perlu untuk memotong gaji Hans bulan depan. Entah sejak kapan sekretaris yang paling ia percaya itu kemudian berkhianat dan berada di pihak Nathalie. Bahkan, sekarang Hans secara terang-terangan berani me
Sudah beberapa minggu sejak Nathalie dan Kai menghabiskan bulan madu mereka di Venice. Sekarang, mereka berdua telah kembali ke Indonesia dan menjalani aktivitas seperti biasanya. Namun, sedikit berbeda bagi Nathalie. Sejak Kai meminta dirinya untuk berhenti bekerja, ia menjadi suka merasa bosan di rumah. Meski Meii telah kembali ke sini, bahkan masih belum bisa menghilangkan rasa bosannya.Kadangkala, ia membantu Meii untuk sekadar menyiapkan makanan atau membersihkan rumah ini. Meski harus sedikit memaksa agar Meii memperbolehkannya. Dan pada akhirnya, Nathalie tetap menyibukkan diri dengan menulis artikel. Mungkin memang tak seberapa, namun ia tak bisa menghilangkan kebiasaan menulisnya itu dengan mudah. Sembari menunggu Kai pulang, ia kadang juga mengunjungi Irine atau sekadar pergi ke Supermarket bersama Meii untuk belanja bersama. Ia tidak ingin hanya berada di rumah saja dan menunggu waktu berganti sampai bertemu dengan Kai kembali. "Nyonya, biar saya yang mengaduk adonan in
Tak terasa sudah lima hari Nathalie berada di Vanesia. Beberapa tempat indah yang ada di kota ini sudah hampir ia datangi bersama dengan Kai. Mulai dari Piazza San Marco yang adalah sebuah lapangan umum namun sering dikunjungi banyak oang. Sampai ke Gallerie Dell’Accademia untuk melihat-lihat lukisan yang ada dalam galeri seni paling bergengsi di kota ini. Hari ini, Nathalie dan Kai berjalan menyusuri Pasar Rialto yang menyediakan beberapa makanan tradisional dan barang-barang sederhana khas Italia. Tak sedikit pula Nathalie mencoba membeli apa yang menarik perhatiannya di sini. Sesekali ia membiarkan Kai mencicipi beberapa jajanan sederhana yang kadang membuat dahi Kai terlipat samar. "Kalian orang Asia, ya?" tanya seorang nenek dengan menggunakan bahasa Italia. Nathalie benar-benar tidak mengerti selain menunggu Kai menjelaskan padanya."Ya. Indonesia." Kai menjawab sembari mengambil sebuah gantungan kunci dari kayu ukir berbentuk Gondola. Tersenyum tipis dan memperlihatkan apa ya
"Kai! Lihat sini!" Nathalie memanggil pria yang berjalan satu langkah lebih awal darinya itu sembari terkekeh pelan. Sementara Kai kini terlihat enggan untuk memalingkan wajahnya pada Nathalie yang tengah memegang ponsel dan menghidupkan kamera."Hey! Apakah kau sedang menyia-nyiakan wajah tampan mu itu? Kau harus banyak mengambil gambar untuk dijadikan kenangan."Wanita itu menarik tangan Kai dengan sedikit tenaga dan mau tak mau pria itu beralih menatapnya. Dan-Cekrek!Satu foto wajah pria itu Nathalie dapatkan. Akhirnya ia mendapat potret Kai dari depan. Nathalie juga tidak mengerti. Meskipun Kai selalu percaya diri menyombongkan kelebihan yang ia miliki- termasuk wajahnya yang tampan. Namun, ada kalanya juga Kai merasa malu. Tepat hari ini, adalah hari ke dua mereka berada di Vanesia. Dan saat ini, mereka berdua tengah berjalan bersama di atas Jembatan Rialto. Dengan pemandangan kota Vanesia yang indah. Nathalie mengatakan kota ini unik karena memang sesuai dengan apa yang kin
"Thalia ...." Kai memanggil nama wanita yang berbaring di pangkuannya itu dengan lembut. Tangan kanannya tak berhenti mengusap surai panjang wanita itu dengan pelan. Dan Nathalie yang sedang mengamati kuku-kuku miliknya yang belum sempat ia potong itu menjawab dengan gumaman pelan."Hm?" "Ada tempat yang kau inginkan untuk berbulan madu?" Nathalie juga bingung. Ia pikir Kai sudah memutuskan akan memilih untuk pergi ke mana. Hampir sebagian tempat di dunia ini pernah ia kunjungi bersama dengan pria itu. "Apa kau ada usul? Aku juga bingung." Wanita itu terkekeh pelan. Merubah posisi miring menjadi terlentang agar bisa menatap Kai dari bawah.Pria itu tersenyum tipis. Menunduk padanya. "Venice?"Alis Nathalie mengerut tipis. "Italia?" Kepala Kai teranguk. Nathalie pikir, ia juga belum pernah ke tempat tersebut. Hanya pernah melihat dalam ponselnya bagaimana keindahan kota unik itu."Boleh juga." Mungkin kali ini akan terasa berbeda karena Nathalie akan pergi bersama Kai dengan s
Nathalie memandang bunga-bunga yang bermekaran di taman yang ada pada rumah Kai. Ah, Nathalie pikir ia sudah bisa memanggilnya sebagai rumah kita. Rumah di mana dirinya dan Kai tinggal dengan status yang resmi menjadi suami istri. Wanita itu tersenyum tipis. Lantas kembali menyiram bunga dengan berbagai warna dan bentuk tersebut dengan ceria. Hari ini adalah tepat hari ke tiga setelah Nathalie dan Kai melangsungkan pernikahan. Pengantin baru yang harusnya sedang memandu kasih dan pergi bulan madu seperti yang biasa dilakukan, namun tidak dengan Nathalie. Karena pekerjaan Kai yang tak bisa ditinggalkan, waktu berbulan madu mereka menjadi tertunda. Meski Nathalie sedikit kecewa. Namun, ia tak menyesalinya. Wajar saja hal ini terjadi. Karena pekerjaan Kai bukanlah pekerjaan yang sembarangan harus ditinggalkan. Dan Nathalie memilih untuk menunggu sebentar lagi sampai pria itu benar-benar menyelesaikan semuanya. Tiba-tiba saja Nathalie merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Kedu
Hans mengangguk. Mengambil dokumen yang baru saja selesai Kai tandatangani. "Tuan, sudah waktunya makan siang." Sementara Kai hanya menghela napas pelan. Lantas bergumam pelan. "Aku akan keluar sebentar lagi." Kai memandang Hans sekilas. Dan kemudian sekretarisnya itu undur diri untuk keluar dari ruangan ini. Sampai di depan pintu, Hans sedikit terkejut kala melihat Nathalie ada di hadapannya. Hendak masuk ke dalam ruangan kerja Kai."Nona?" Ah, Hans mengutuk dirinya sendiri. Apakah ia seharusnya memanggil Nyonya?Sementara Nathalie yang masih berdiri di hadapan sekretaris Kai itu tersenyum tipis."Apa dia ada di dalam?""Ya. Tuan ada di dalam." Dan Nathalie mengangguk. "Terima kasih." Setelah itu, ia berjalan meninggalkan Hans yang kemudian melangkah pergi. Dari kedua netranya, Nathalie dapat melihat Kai yang masih sibuk berkutat dengan pekerjaan. Pria itu bahkan tidak menyadari seseorang masuk ke dalam sebelum kemudian Nathalie berdeham pelan.Sontak Kai mengalihkan pandanga
"Selamat ulang tahun, Thalia."Nathalie masih terpaku di tempat. Tidak pernah terpikirkan Kai akan melakukan hal ini. Ia yang bahkan lupa dengan tanggal ulang tahunnya sendiri merasa terkejut dengan hal yang tiba-tiba ini."Kai ...." Pria di hadapannya itu tersenyum tipis. Mendekatkan ujung lilin pada wanita itu "Buat permohonan," ucapnya pelan. Dan Nathalie mengangguk. Memejamkan matanya sesaat sebelum kembali membukanya dan meniup lilin kecil di atas kue tersebut. Pandangannya lantas beralih pada Kai yang nasih berdiri di hadapannya dengan tegak. Pria itu lalu meletakkan kue yang ada di tangannya dan membuka kedua tangannya lebar-lebar. Membiarkan Nathalie berhambur ke pelukannya."Terima kasih, Kai. Kau sudah mengingatnya."Nathalie mengeratkan pelukannya pada pria tersebut. Sebelum kemudian menarik kepalanya dan menatap kekasih tampannya lekat-lekat. Berjinjit dan melayangkan kecupan di bibir tipis Kai yang membuat pria itu tersenyum tipis. Melepaskan pelukannya dan berdeham p
Nathalie menyandarkan kepala pada bahu lebar yang ada di sebelahnya. Masih berusaha untuk mengatur napasnya lantaran baru saja selesai bermain air dengan pria yang kini duduk di sampingnya sekarang.Ia tersenyum tipis. Memandang matahari yang sebentar lagi akan tenggelam di ujung laut yang ada di depan mata mereka. Perlahan cahaya di sekitar mereka mulai meredup dan tergantikan oleh gelap. Sedangkan Kai yang ada di samping wanita itu hanya melirik Nathalie sekilas. Tak bisa menahan diri untuk tersenyum samar. Lantas, menarik wanita itu untuk semakin dekat ke arahnya.Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah dua bulan sejak ingatan Nathalie kembali. Dan saat ini, mereka berdua tengah ada berada di salah satu pantai di Bali. Menikmati waktu berdua saja. Sebelum beberapa saat kemudian Kai menggeser kepala wanita itu dan berdiri di hadapannya. Mengulurkan tangan yang membuat Nathalie mengerutkan dahi."Ayo kita kembali," ajak Kai. Dan Nathalie lantas mengangguk. Menerima uluran tanga