Nathalie menggeleng. Yang membuat pria di hadapannya itu terkekeh setelahnya.
"Benarkah? Aku lihat kau memberikan es krim milikmu pada anak kecil tadi."
Kedua mata Nathalie melebar. Tidak menyangka Kai telah memperhatikannya sejak tadi.
"Bukankah kau menginginkannya?" Kai kembali bersuara. Dan membiarkan Nathalie mengalihkan pandangan ke arah lain. Menahan malu.
"Kau tidak perlu mengatakannya."
"Ayo pergi."
Kai berdiri. Mengulurkan tangan yang membuat Nathalie mengernyit.
"Aku akan membawamu ke suatu tempat."
Nathalie tampak keberatan. Namun, ketika melihat sorot mata pria itu yang begitu meyakinkan. Akhirnya Nathalie mengikuti pria tersebut.
Ia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mendahului pria tersebut.
Sementara Kai hanya menatap tangannya yang kosong dengan senyum miring.
Sementara itu, sekitar lima puluh meter dari halte, seseorang meng
Nathalie tidak tahu mengapa dirinya harus berakhir di sini. Suatu tempat yang sama sekali tidak pernah terpikirkan untuk ia pijakkan kaki kembali. Bangunan megah nan luas yang mengelilinginya menjadikan dirinya seolah kecil. Belum lagi seseorang yang kini baru keluar dari kamar mandi dengan jubah mandi yang menutupi tubuhnya. Meski tidak dapat dikatakan menutupi semua bagian yang ada. Seperti dada bidang yang mengintip di balik kain berwarna hitam tersebut. Membuatnya mendadak menahan napas. "Kenapa kau menatapku begitu?" Kai mengernyitkan dahi. Harus menelan rasa kecewa ketika melihat reaksi Nathalie tidak sesuai yang ia harapkan. "Kenapa kau tidak mandi di kamarmu?" Wanita itu menatap heran. Sangat konyol jika Kai mengatakan kamar mandi kamarnya sedang rusak dan tidak dapat berfungsi. Seingat Nathalie, pria itu bahkan memiliki banyak kamar mandi di lantas atas. Tidak mengerti mengapa ia menggunakan kamar mandi di lantai bawah. Pria
"Kau semakin tua. Untuk apa begitu bangga?" "Bukan hanya semakin tua. Namun, juga semakin berwibawa. Kharismaku semakin terlihat jika usiaku lebih dewasa lagi." Memandang pria itu dengan wajah setengah tak percaya. Tidak tahu dari mana datangnya sikap Kai yang begitu percaya diri seperti itu. "Sudah larut. Tampaknya aku harus pulang." Nathalie melirik jam dinding yang menggantung di ruang tamu. Bersiap untuk pergi sebelum Kai meraih lengannya tanpa mengatakan sepatah kata. "Bagaimana jika kau pertimbangkan untuk tinggal di sini?" Kai mendongak. Memandang Nathalie dengan wajah penuh harap. Meski pria itu tak sedang memohon padanya dengan sangat. Namun, Nathalie tahu jika Kai benar-benar serius dalam hal ini. "Aku akan kembali untuk berpikir." Ia menghela napas pendek. Melepaskan tangan Kai yang menahannya pergi. "Aku akan mengantarmu." Pria itu ikut bangkit. Dan Nathalie hanya mengangg
Peluh menetes melewati dahi putihnya. Yang membuat Nathalie mengusapnya pelan. Ia berjongkok, kembali memfokuskan diri pada apa yang sedang dilakukannya. Tangannya terus bergerak untuk memberikan hasil yang terbaik. Terlihat sorot puas dari kedua matanya. Meski badannya lelah karena sejak tadi tidak beristirahat. Namun, Nathalie tidak mempermasalahkan hal itu. "Selesai!" Ia berdiri dan berkacak pinggang. Kembali menyeka keringatnya dengan punggung tangan. Kedua sudut bibirnya tidak berhenti tertarik. Sampai suara yang terdengar di belakangnya membuat ia hampir terperanjat di tempat. "Apa yang kau lakukan?" Jika bukan karena saat ini ia sedang kelelahan. Mungkin sekop kecil yang ada di tangannya sudah melayang pada pria itu. "Kau masih bertanya? Aku sedang berkebun!" Nathalie memutar bola mata. Berjalan melewati pria itu dan meletakkan sekopnya. Membuka sarung tangan yang ia kenakan dan mencuci tangannya pa
Jordi menggeser tempat duduknya mendekat ke arah Nathalie. Mengamati wanita itu yang sibuk mengetikkan sesuatu. Bahkan pandangannya tidak beralih meski saat ini ia menatapnya dengan intens. "Ah, wanita es ini." Helaan napas Jordi memberat ketika Nathalie masih tidak bergerak dari tempatnya. "Apa yang kau inginkan?" Akhirnya, Nathalie menghentikan apa yang sedang ia lakukan. Menatap ke dalam manik biru cerah di hadapannya. Entah mengapa, meski melihat ratusan kali pun ia masih belum percaya jika Jordi adalah keponakan Kai. Perbedaan mereka mungkin terlalu jauh jika dilihat sekilas. Namun, terdapat beberapa kesamaan juga di antara mereka berdua. Salah satunya adalah sifatnya yang sering mengganggu tanpa kenal waktu. "Apa kau ada waktu malam ini?" Tanpa basa-basi, Jordi langsung mengucapkan maksudnya. "Apa persediaan kulkasmu habis?" Nathalie menarik sebelah alis. Pria di hadapannya itu menggeleng. "Hanya ingin men
Nathalie menoleh kala seseorang menyapanya. Menawarkan dagangan berupa manisan tusuk berbentuk bola berwarna merah."Kai, kau ingin manisan?"Pria yang berdiri di sebelah Nathalie itu menggeleng. Lalu mengeluarkan selembar uang untuk membayar manisan yang Nathalie beli tersebut.Saat penjual tersebut sedang sibuk mencari uang kembalian, Kai kembali berucap, "Tidak perlu. Ambil saja."Setelah berkata demikian, Kai menarik tangan Nathalie untuk berjalan bersamanya. Meninggalkan penjual manisan tersebut yang belum sempat mengucapkan terima kasih.Sedangkan Nathalie yang berada di samping pria tersebut kemudian tersenyum."Kau mau merasakannya?" Ia mendekatkan ujung manisan yang tersisa di hadapan Kai. Namun, pria itu tidak lekas membuka mulut."Apa kau lupa jika aku tidak menyukai makanan manis?" Pria itu mengernyit."Aku tidak lupa," balasnya."Lalu?""Um, hanya ingin menawa
"Kau sudah bangun?"Pintu terbuka. Dan Nathalie hanya menoleh sesaat, kemudian mengangguk."Kenapa kau tidak membangunkan ku?""Kau tahu itu tidak mungkin." Meski telah mandi pun, Kai masih dapat melihat gurat lelah pada wajah wanita itu.Sementara Nathalie hanya menghembuskan napas. "Dari mana saja kau? Ini sudah hampir tengah malam. Kita harus segera kembali."Nathalie sudah membereskan barangnya. Hanya menunggu Kai bersiap."Kau tidak mengecek ponselmu?"Nathalie menggeleng. Namun, detik berikutnya ia membuka benda tersebut dan menemukan satu pesan dari Ariska."Besok libur. Apa kau berencana untuk pergi denganku?"Nathalie terdiam."Kau yang melakukannya, bukan?" Ia mengarahkan atensinya pada Kai. Yang berdiri di hadapannya berbalutkan kemeja bergaris hitam."Kudengar tempatmu jarang sekali ada waktu cuti.""Tidak. Kami akan liburan setiap enam bula
"Ah, pemandangan kota dari sini tampak indah," ucap Nathalie sembari menggenggam pembatas besi di hadapannya. Senyumnya merekah dan kian melebar.Sedangkan pria yang berdiri di sebelahnya ikut menaikkan sudut bibir. Mengikuti ke mana arah pandangan Nathalie saat ini.Selepas mereka makan malam, Kai mengajak Nathalie untuk mengunjungi suatu tempat. Hingga sampailah mereka berdua di sini. Pada sebuah rumah kaca besar yang dibangun pemerintah setempat untuk digunakan sebagai salah satu tempat wisata.Dari ketinggian ini, Nathalie dapat melihat gemerlap kota dengan warna-warni lampu di malam hari. Yang terlihat seperti titik-titik cahaya dari kejauhan. Pemandangan kota di malam hari memanglah indah. Bahkan Nathalie tidak tahu kapan terakhir ia keluar malam untuk melihat hal seperti ini. Meskipun sederhana. Namun, ia menyukainya."Kai? Bagaimana kau bisa menemukan tempat ini?" Ia mengalihkan pandangannya ke samping. Pada seorang pria yang kini mele
Setelah meletakkan tas dan membiarkan dirinya bersandar di sofa, Nathalie meraih ponsel miliknya yang tiba-tiba menyala. Diikuti beberapa pesan masuk dari obrolan grup dengan teman-temannya. Hingga tak lama kemudian sebuah pesan yang baru saja masuk dari nomor tak dikenal membuat perhatiannya beralih."Baru saja kita berpisah, sekarang aku sudah sangat merindukanmu."Seketika Nathalie tercenung sejenak. Ia ingat jika dirinya masih belum menyimpan nomor Kai dan membiarkannya begitu saja meski pria itu telah beberapa kali menghubunginya.Baru saja jemarinya bergerak untuk membalas pesan tersebut, tiba-tiba saja dering panggilan datang. Dan tanpa berpikir banyak Nathalie langsung mengangkatnya."Ya?" Nathalie bersuara. Mendengar helaan napas yang dikeluarkan oleh seseorang di balik telepon membuat ia terkekeh. "Bukankah kau masih di jalan?""Benar." Suara Kai terdengar berat. "Aku menelepon mu untuk mengatakan satu hal."Natha
Nathalie menutup dan meletakkan majalah fashion yang ada di tangannya saat melihat Kai telah pulang. Ia tersenyum tipis, lantas berjalan mendekati suaminya tersebut dan kemudian membantu Kai melepas jas yang dipakainya. "Kau pulang cepat," ujar Nathalie sembari menggenggam jas milik Kai."Aku hanya khawatir seseorang terlalu merindukanku di rumah." Pria itu menyeringai tipis. Dan Nathalie hanya bisa memutar bola matanya pelan. Membuat Kai terkekeh samar dan kemudian mengecup dahi wanita itu sedikit lama. "Kau terlihat cantik," puji pria itu dan kembali menciumi semua sisi wajah dari Nathalie."Jangan kau pikir bisa mengalihkan perhatian." Nathalie mendorong pria itu pelan. "Kau tidak makan siang, kan?" Sedangkan Kai hanya tersenyum sampai kedua matanya menyipit. Ia pikir, dirinya perlu untuk memotong gaji Hans bulan depan. Entah sejak kapan sekretaris yang paling ia percaya itu kemudian berkhianat dan berada di pihak Nathalie. Bahkan, sekarang Hans secara terang-terangan berani me
Sudah beberapa minggu sejak Nathalie dan Kai menghabiskan bulan madu mereka di Venice. Sekarang, mereka berdua telah kembali ke Indonesia dan menjalani aktivitas seperti biasanya. Namun, sedikit berbeda bagi Nathalie. Sejak Kai meminta dirinya untuk berhenti bekerja, ia menjadi suka merasa bosan di rumah. Meski Meii telah kembali ke sini, bahkan masih belum bisa menghilangkan rasa bosannya.Kadangkala, ia membantu Meii untuk sekadar menyiapkan makanan atau membersihkan rumah ini. Meski harus sedikit memaksa agar Meii memperbolehkannya. Dan pada akhirnya, Nathalie tetap menyibukkan diri dengan menulis artikel. Mungkin memang tak seberapa, namun ia tak bisa menghilangkan kebiasaan menulisnya itu dengan mudah. Sembari menunggu Kai pulang, ia kadang juga mengunjungi Irine atau sekadar pergi ke Supermarket bersama Meii untuk belanja bersama. Ia tidak ingin hanya berada di rumah saja dan menunggu waktu berganti sampai bertemu dengan Kai kembali. "Nyonya, biar saya yang mengaduk adonan in
Tak terasa sudah lima hari Nathalie berada di Vanesia. Beberapa tempat indah yang ada di kota ini sudah hampir ia datangi bersama dengan Kai. Mulai dari Piazza San Marco yang adalah sebuah lapangan umum namun sering dikunjungi banyak oang. Sampai ke Gallerie Dell’Accademia untuk melihat-lihat lukisan yang ada dalam galeri seni paling bergengsi di kota ini. Hari ini, Nathalie dan Kai berjalan menyusuri Pasar Rialto yang menyediakan beberapa makanan tradisional dan barang-barang sederhana khas Italia. Tak sedikit pula Nathalie mencoba membeli apa yang menarik perhatiannya di sini. Sesekali ia membiarkan Kai mencicipi beberapa jajanan sederhana yang kadang membuat dahi Kai terlipat samar. "Kalian orang Asia, ya?" tanya seorang nenek dengan menggunakan bahasa Italia. Nathalie benar-benar tidak mengerti selain menunggu Kai menjelaskan padanya."Ya. Indonesia." Kai menjawab sembari mengambil sebuah gantungan kunci dari kayu ukir berbentuk Gondola. Tersenyum tipis dan memperlihatkan apa ya
"Kai! Lihat sini!" Nathalie memanggil pria yang berjalan satu langkah lebih awal darinya itu sembari terkekeh pelan. Sementara Kai kini terlihat enggan untuk memalingkan wajahnya pada Nathalie yang tengah memegang ponsel dan menghidupkan kamera."Hey! Apakah kau sedang menyia-nyiakan wajah tampan mu itu? Kau harus banyak mengambil gambar untuk dijadikan kenangan."Wanita itu menarik tangan Kai dengan sedikit tenaga dan mau tak mau pria itu beralih menatapnya. Dan-Cekrek!Satu foto wajah pria itu Nathalie dapatkan. Akhirnya ia mendapat potret Kai dari depan. Nathalie juga tidak mengerti. Meskipun Kai selalu percaya diri menyombongkan kelebihan yang ia miliki- termasuk wajahnya yang tampan. Namun, ada kalanya juga Kai merasa malu. Tepat hari ini, adalah hari ke dua mereka berada di Vanesia. Dan saat ini, mereka berdua tengah berjalan bersama di atas Jembatan Rialto. Dengan pemandangan kota Vanesia yang indah. Nathalie mengatakan kota ini unik karena memang sesuai dengan apa yang kin
"Thalia ...." Kai memanggil nama wanita yang berbaring di pangkuannya itu dengan lembut. Tangan kanannya tak berhenti mengusap surai panjang wanita itu dengan pelan. Dan Nathalie yang sedang mengamati kuku-kuku miliknya yang belum sempat ia potong itu menjawab dengan gumaman pelan."Hm?" "Ada tempat yang kau inginkan untuk berbulan madu?" Nathalie juga bingung. Ia pikir Kai sudah memutuskan akan memilih untuk pergi ke mana. Hampir sebagian tempat di dunia ini pernah ia kunjungi bersama dengan pria itu. "Apa kau ada usul? Aku juga bingung." Wanita itu terkekeh pelan. Merubah posisi miring menjadi terlentang agar bisa menatap Kai dari bawah.Pria itu tersenyum tipis. Menunduk padanya. "Venice?"Alis Nathalie mengerut tipis. "Italia?" Kepala Kai teranguk. Nathalie pikir, ia juga belum pernah ke tempat tersebut. Hanya pernah melihat dalam ponselnya bagaimana keindahan kota unik itu."Boleh juga." Mungkin kali ini akan terasa berbeda karena Nathalie akan pergi bersama Kai dengan s
Nathalie memandang bunga-bunga yang bermekaran di taman yang ada pada rumah Kai. Ah, Nathalie pikir ia sudah bisa memanggilnya sebagai rumah kita. Rumah di mana dirinya dan Kai tinggal dengan status yang resmi menjadi suami istri. Wanita itu tersenyum tipis. Lantas kembali menyiram bunga dengan berbagai warna dan bentuk tersebut dengan ceria. Hari ini adalah tepat hari ke tiga setelah Nathalie dan Kai melangsungkan pernikahan. Pengantin baru yang harusnya sedang memandu kasih dan pergi bulan madu seperti yang biasa dilakukan, namun tidak dengan Nathalie. Karena pekerjaan Kai yang tak bisa ditinggalkan, waktu berbulan madu mereka menjadi tertunda. Meski Nathalie sedikit kecewa. Namun, ia tak menyesalinya. Wajar saja hal ini terjadi. Karena pekerjaan Kai bukanlah pekerjaan yang sembarangan harus ditinggalkan. Dan Nathalie memilih untuk menunggu sebentar lagi sampai pria itu benar-benar menyelesaikan semuanya. Tiba-tiba saja Nathalie merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Kedu
Hans mengangguk. Mengambil dokumen yang baru saja selesai Kai tandatangani. "Tuan, sudah waktunya makan siang." Sementara Kai hanya menghela napas pelan. Lantas bergumam pelan. "Aku akan keluar sebentar lagi." Kai memandang Hans sekilas. Dan kemudian sekretarisnya itu undur diri untuk keluar dari ruangan ini. Sampai di depan pintu, Hans sedikit terkejut kala melihat Nathalie ada di hadapannya. Hendak masuk ke dalam ruangan kerja Kai."Nona?" Ah, Hans mengutuk dirinya sendiri. Apakah ia seharusnya memanggil Nyonya?Sementara Nathalie yang masih berdiri di hadapan sekretaris Kai itu tersenyum tipis."Apa dia ada di dalam?""Ya. Tuan ada di dalam." Dan Nathalie mengangguk. "Terima kasih." Setelah itu, ia berjalan meninggalkan Hans yang kemudian melangkah pergi. Dari kedua netranya, Nathalie dapat melihat Kai yang masih sibuk berkutat dengan pekerjaan. Pria itu bahkan tidak menyadari seseorang masuk ke dalam sebelum kemudian Nathalie berdeham pelan.Sontak Kai mengalihkan pandanga
"Selamat ulang tahun, Thalia."Nathalie masih terpaku di tempat. Tidak pernah terpikirkan Kai akan melakukan hal ini. Ia yang bahkan lupa dengan tanggal ulang tahunnya sendiri merasa terkejut dengan hal yang tiba-tiba ini."Kai ...." Pria di hadapannya itu tersenyum tipis. Mendekatkan ujung lilin pada wanita itu "Buat permohonan," ucapnya pelan. Dan Nathalie mengangguk. Memejamkan matanya sesaat sebelum kembali membukanya dan meniup lilin kecil di atas kue tersebut. Pandangannya lantas beralih pada Kai yang nasih berdiri di hadapannya dengan tegak. Pria itu lalu meletakkan kue yang ada di tangannya dan membuka kedua tangannya lebar-lebar. Membiarkan Nathalie berhambur ke pelukannya."Terima kasih, Kai. Kau sudah mengingatnya."Nathalie mengeratkan pelukannya pada pria tersebut. Sebelum kemudian menarik kepalanya dan menatap kekasih tampannya lekat-lekat. Berjinjit dan melayangkan kecupan di bibir tipis Kai yang membuat pria itu tersenyum tipis. Melepaskan pelukannya dan berdeham p
Nathalie menyandarkan kepala pada bahu lebar yang ada di sebelahnya. Masih berusaha untuk mengatur napasnya lantaran baru saja selesai bermain air dengan pria yang kini duduk di sampingnya sekarang.Ia tersenyum tipis. Memandang matahari yang sebentar lagi akan tenggelam di ujung laut yang ada di depan mata mereka. Perlahan cahaya di sekitar mereka mulai meredup dan tergantikan oleh gelap. Sedangkan Kai yang ada di samping wanita itu hanya melirik Nathalie sekilas. Tak bisa menahan diri untuk tersenyum samar. Lantas, menarik wanita itu untuk semakin dekat ke arahnya.Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah dua bulan sejak ingatan Nathalie kembali. Dan saat ini, mereka berdua tengah ada berada di salah satu pantai di Bali. Menikmati waktu berdua saja. Sebelum beberapa saat kemudian Kai menggeser kepala wanita itu dan berdiri di hadapannya. Mengulurkan tangan yang membuat Nathalie mengerutkan dahi."Ayo kita kembali," ajak Kai. Dan Nathalie lantas mengangguk. Menerima uluran tanga