"Kau sudah bangun?"
Pintu terbuka. Dan Nathalie hanya menoleh sesaat, kemudian mengangguk.
"Kenapa kau tidak membangunkan ku?"
"Kau tahu itu tidak mungkin." Meski telah mandi pun, Kai masih dapat melihat gurat lelah pada wajah wanita itu.
Sementara Nathalie hanya menghembuskan napas. "Dari mana saja kau? Ini sudah hampir tengah malam. Kita harus segera kembali."
Nathalie sudah membereskan barangnya. Hanya menunggu Kai bersiap.
"Kau tidak mengecek ponselmu?"
Nathalie menggeleng. Namun, detik berikutnya ia membuka benda tersebut dan menemukan satu pesan dari Ariska.
"Besok libur. Apa kau berencana untuk pergi denganku?"
Nathalie terdiam.
"Kau yang melakukannya, bukan?" Ia mengarahkan atensinya pada Kai. Yang berdiri di hadapannya berbalutkan kemeja bergaris hitam.
"Kudengar tempatmu jarang sekali ada waktu cuti."
"Tidak. Kami akan liburan setiap enam bula
"Ah, pemandangan kota dari sini tampak indah," ucap Nathalie sembari menggenggam pembatas besi di hadapannya. Senyumnya merekah dan kian melebar.Sedangkan pria yang berdiri di sebelahnya ikut menaikkan sudut bibir. Mengikuti ke mana arah pandangan Nathalie saat ini.Selepas mereka makan malam, Kai mengajak Nathalie untuk mengunjungi suatu tempat. Hingga sampailah mereka berdua di sini. Pada sebuah rumah kaca besar yang dibangun pemerintah setempat untuk digunakan sebagai salah satu tempat wisata.Dari ketinggian ini, Nathalie dapat melihat gemerlap kota dengan warna-warni lampu di malam hari. Yang terlihat seperti titik-titik cahaya dari kejauhan. Pemandangan kota di malam hari memanglah indah. Bahkan Nathalie tidak tahu kapan terakhir ia keluar malam untuk melihat hal seperti ini. Meskipun sederhana. Namun, ia menyukainya."Kai? Bagaimana kau bisa menemukan tempat ini?" Ia mengalihkan pandangannya ke samping. Pada seorang pria yang kini mele
Setelah meletakkan tas dan membiarkan dirinya bersandar di sofa, Nathalie meraih ponsel miliknya yang tiba-tiba menyala. Diikuti beberapa pesan masuk dari obrolan grup dengan teman-temannya. Hingga tak lama kemudian sebuah pesan yang baru saja masuk dari nomor tak dikenal membuat perhatiannya beralih."Baru saja kita berpisah, sekarang aku sudah sangat merindukanmu."Seketika Nathalie tercenung sejenak. Ia ingat jika dirinya masih belum menyimpan nomor Kai dan membiarkannya begitu saja meski pria itu telah beberapa kali menghubunginya.Baru saja jemarinya bergerak untuk membalas pesan tersebut, tiba-tiba saja dering panggilan datang. Dan tanpa berpikir banyak Nathalie langsung mengangkatnya."Ya?" Nathalie bersuara. Mendengar helaan napas yang dikeluarkan oleh seseorang di balik telepon membuat ia terkekeh. "Bukankah kau masih di jalan?""Benar." Suara Kai terdengar berat. "Aku menelepon mu untuk mengatakan satu hal."Natha
"Jadi, kau yang mendirikan panti asuhan ini?"Wanita dengan rambut yang diikat manis tersebut menoleh pada pria di sebelahnya. Setelah pertemuan yang tidak disengaja tadi, kini mereka duduk bersama di taman belakang panti asuhan. Tidak lagi terdengar suara anak-anak karena mereka telah berada di dalam lantaran hari sudah berubah gelap. Hanya ada lampu yang menjadi penerang mereka berdua. Dan beberapa suara hewan malam mulai terdengar."Tidak bisa dibilang jika aku yang mendirikannya. Aku hanya merenovasi ulang panti asuhan ini agar menjadi tempat tinggal yang lebih layak." Pria itu mendekatkan dirinya, menyampingkan posisi duduk hanya demi melihat wajah Nathalie dari samping.Perlahan sebelah tangannya terangkat untuk menyentuh surai panjang di hadapannya. Membelainya penuh kasih sayang."Jadi, seseorang yang banyak membantu panti ini yang dimaksud Bibi Rieya itu adalah kau?"Tidak ada pilihan yang tepat untuk menjawab pertanyaan Nathal
Sudah terhitung tiga hari sejak Kai pergi meninggalkan negara ini. Meski berada di luar negeri sekalipun, tak lupa Kai menyempatkan diri untuk menghubungi Nathalie. Meski hanya sekadar untuk melihat bagaimana keadaan wanita itu. Nyatanya, sama sekali tidak mengurangi keinginan untuknya agar cepat pulang.Sementara Hans yang berada di sekitar pria tersebut bertanya-tanya dalam hati apa yang membuat bos-nya terlihat begitu bahagia. Namun, sebagai sekretaris yang pengertian dan tidak boleh mencampuri urusan pribadi bos-nya, akhirnya Hans memilih untuk diam."Tuan, malam ini Anda akan makan malam bersama Nona Emilie untuk membicarakan proyek selanjutnya." Hans membaca jadwal Kai dari tablet di tangan.Tidak ada jawaban dari Kai atau sekadar gumaman. Pria itu masih lurus memandang menara Eiffel dari balik kaca di hadapannya. Tanpa suara dan tanpa kata. Terdiam....Kulit kuaci menggunung di hadapan dua wanita yang terfoku
Jordi menghela napas pelan. Saling berpandangan dengan Nathalie yang saat ini seperti sedang memberikan kode padanya.Ruangan yang biasanya ramai ketika mereka bertiga berkumpul kini berubah hening. Dan alasan yang menjadikan ruangan ini bagai tak berpenghuni adalah seorang wanita yang kini sedang sibuk dengan pekerjaannya."Kenapa kalian tak berbicara?" Ariska memandang ke arah Nathalie dan Jordi secara bergantian. Dan detik berikutnya kembali melanjutkan apa yang ia kerjakan.Berbeda dengan Jordi. Pria itu tampak memutar bola matanya kesal. Mendapati Ariska yang baru saja datang dengan mata sembab seperti habis menangis tujuh hari tujuh malam. Dan ketika ditanya mengapa dan apa yang terjadi. Jawaban yang keluar dari bibir wanita itu sungguh menyebalkan. Tidak sesuai yang diharapkan.Maka dari itu, Jordi memilih untuk diam. Menunggu Nathalie yang sesama wanita untuk berbicara dengan Ariska. Karena terkadang pembicaraan dengan sese
Nathalie melambaikan tangannya pada Ariska yang sudah masuk ke dalam taksi. Beberapa saat kemudian membawa wanita itu pergi ke alamat rumahnya.Ia menghela napas ringan. Berbalik dan menemukan Jordi masih berdiri menunggunya. Entah apa yang sedang pria itu lakukan dengan ponselnya hingga sibuk sampai tak melihat kepergian Ariska. Tentu saja. Jordi yang biasanya bertengkar dengan Ariska itu tetap saja masih peduli dengan temannya. Bahkan pria itu sendiri yang membayar tagihan taksi dan beralasan tidak tega."Kau tidak pulang?" Nathalie berjalan mendekati pria itu. Sedikit mendongak karena tinggi mereka yang terpaut jauh."Ingin jalan-jalan sebentar?" Pertanyaan Nathalie dibalas dengan pertanyaan juga oleh pria tersebut.Tidak ada yang dilakukan Nathalie setelah itu selain mendengkus. Lantas berjalan meninggalkan Jordi yang saat ini tengah terkekeh pelan. Melangkah dan menyamakan dirinya dengan Nathalie."Sudah berapa lama kau
Kepala yang semula tertunduk itu kemudian terangkat. Mengernyit pada orang yang baru saja meletakkan plastik di hadapannya yang terisi penuh dengan makan dan minuman."Untuk sarapan pagimu."Jordi yang baru saja sampai di mejanya mengangkat kedua alisnya cepat. Mengisyaratkan dengan matanya agar Nathalie membuka apa yang baru saja ia berikan."Aku sudah sarapan." Wanita itu menggelengkan kepala pelan. Kembali melanjutkan kegiatannya."Kalau begitu untuk nanti siang." Pria itu mengangkat kedua bahu. "Nathalie ..." panggilnya yang membuat wanita bersurai panjang itu kembali menoleh. Menunggu apa yang ingin dikatakan pria tersebut."Bagaimana jika nanti malam kita ... pergi?"Kali ini Nathalie benar-benar menghentikan pergerakan jarinya. Pena yang sedang ia pegang mengambang di udara."Malam ini?"Jordi mengangguk."Ya. Malam ini," balasnya disertai ekspresi semangat....Kai me
"Aku memutuskan untuk ... tinggal di sini lagi."Tidak ada suara yang terdengar setelah Nathalie berkata demikian. Begitu pun dengan Kai. Agaknya ia masih tercengang dengan apa yang baru saja ia dengar.Tidak dapat menutupi rasa senangnya. Dan ia tidak menyangka jika akan mendapat jawaban seperti ini ketika baru saja kembali."Kau tidak dapat menarik ucapanmu lagi, kau tahu itu." Kai benar-benar ingin memastikan jika Nathalie tidak sedang bercanda padanya."Tentu saja." Wanita itu tersenyum tipis. Mengusap pelan tangan Kai yang melingkari dirinya."Kapan kau akan pindah ke sini?""Mungkin ... lusa?"Dan Kai tidak dapat menahan perasaan bahagianya."Aku akan segera menyiapkan barang-barang yang kau butuhkan secepatnya.""Tidak perlu, Kai. Aku akan membawa barang ku yang ada di rumah." Ia menolak halus keinginan pria tersebut. Ia pikir Kai tidak perlu sampai repot menyiapkan hal-hal baru untukny