"Aku memutuskan untuk ... tinggal di sini lagi."
Tidak ada suara yang terdengar setelah Nathalie berkata demikian. Begitu pun dengan Kai. Agaknya ia masih tercengang dengan apa yang baru saja ia dengar.
Tidak dapat menutupi rasa senangnya. Dan ia tidak menyangka jika akan mendapat jawaban seperti ini ketika baru saja kembali.
"Kau tidak dapat menarik ucapanmu lagi, kau tahu itu." Kai benar-benar ingin memastikan jika Nathalie tidak sedang bercanda padanya.
"Tentu saja." Wanita itu tersenyum tipis. Mengusap pelan tangan Kai yang melingkari dirinya.
"Kapan kau akan pindah ke sini?"
"Mungkin ... lusa?"
Dan Kai tidak dapat menahan perasaan bahagianya."Aku akan segera menyiapkan barang-barang yang kau butuhkan secepatnya."
"Tidak perlu, Kai. Aku akan membawa barang ku yang ada di rumah." Ia menolak halus keinginan pria tersebut. Ia pikir Kai tidak perlu sampai repot menyiapkan hal-hal baru untukny
Seseorang yang baru saja datang dan duduk di sebelahnya membuat Jordi sempat menoleh. Kembali mengangkat gelas dan meminum cairan berwarna kemerahan yang tak lama kemudian habis tak bersisa."Paman," ucap pria tersebut. Membuat seseorang yang baru saja datang itu menoleh. Memperhatikan wajah Jordi yang sudah mabuk."Sesuatu terjadi padamu?" tanya Kai. Ia meminum apa yang baru saja Mark berikan padanya sebelum ia sempat memilih.Terdengar tawa dari Jordi. Ia menundukkan kepala, memejamkan kedua matanya untuk meraih sadar sejenak."Bisakah paman membantuku?" tanyanya. Masih menyembunyikan wajah dengan sebelah telapak tangan."Akan aku pertimbangkan setelah kau mengatakannya.""Aku sedang mengejar seorang wanita."Tak.Gelas yang semula ada di tangan Kai tersebut mendarat di atas meja berbahan keramik."Apa yang baru saja kau katakan?" Atensi miliknya beralih penuh pada Jordi.
Sudah hampir setengah hari Nathalie menemani Kai. Hingga siluet kekuningan yang mulai menghilang, barulah pria itu mengajak dirinya untuk pulang. Nathalie menunduk. Menatap pada sebuah kalung yang menggantung berbandul tetesan air berwarna biru di lehernya. Yang baru saja Kai belikan dengan harga yang tidak murah. Dan ini adalah usaha terakhir Nathalie setelah ia menolak banyak barang yang akan Kai belikan untuknya.Ia tidak meminta. Namun, pria itu selalu saja melakukan hal-hal seperti ini. Padahal mereka baru saja bersama. Ini terlalu berlebihan, menurut Nathalie. Ia merasa seperti rumah megah menggantung di lehernya dan terasa berat."Aku hanya ingin memanjakan mu seperti dulu." Kai berkata seperti mengerti apa yang sedang Nathalie pikirkan.Tidak ada yang Nathalie katakan sebagai balasan selain terima kasih. Ia tersenyum lembut. Menghargai apa yang telah pria itu lakukan padanya."Apa kau tahu, kau terlihat sangat canti
Mobil yang Nathalie tumpangi berhenti di dekat gedung tempatnya bekerja. Lalu, dirinya segera bersiap untuk turun."Aku akan menjemputmu nanti. Selamat bekerja."Wanita itu mengulas senyum. Kemudian menggeleng pelan sembari melepaskan tangan Kai yang masih menggenggamnya erat."Sepertinya aku akan pulang telat, kau tidak perlu menungguku." Setelah itu Nathalie benar-benar turun dan keluar dari sana.Karena dirinya sudah memberikan kesempatan lagi untuk pria tersebut, akhirnya Kai menjadi seseorang yang selalu menjaganya. Kai terlalu peduli pada dirinya. Hingga pria itu melupakan siapa dirinya yang sebenarnya. Seorang CEO dari perusahaan besar pastilah memiliki waktu yang lebih sibuk dari orang lain. Kai memiliki tanggung jawab, dan banyak hal yang harus pria itu kerjakan untuk mempertahankan dan memajukan perusahaan yang ada di tangannya....Saat memasuki perusahaannya, Kai disambut dengan orang-orang yang ada di s
Kai menatap layar di depan matanya dengan penuh konsentrasi. Sedangkan jari-jemarinya menari di atas keyboard dengan lincah. Sementara itu, ponselnya yang terletak di samping tiba-tiba menyala. Dan nama Dalton yang pertama kali ia lihat ketika melirik ponsel itu.Pria itu tidak menggubris pesan tersebut. Kembali melanjutkan pekerjaannya dan tidak ingin kehilangan fokus. Namun, saat ponselnya benar-benar bergetar, Kai mendengkus. Dengan sebelah tangan ia meraih ponsel tersebut tanpa minat. Jika saja Dalton mengatakan hal yang tidak begitu penting, ia jamin akan membuat sahabatnya itu tak mampu menghubungi dirinya lagi."Hn?"Kai melemaskan bahu. Menyenderkan punggung pada kursi dengan ekspresi datar."Wanitamu, dia baru saja mengalami kecelakaan!" Suara di seberang telepon terdengar terburu-buru. Namun, Kai masih bisa mendengarnya dengan jelas. Sangat jelas sampai ia tiba-tiba bangkit dari posisinya."Di mana dia sekarang?!"
19.20 WIB.Nathalie menoleh. Pada pintu yang baru saja dibuka dan menampakkan seorang Kai yang masuk membawa karangan bunga di tangannya.Ketika kedua mata mereka saling bertemu. Nathalie dapat melihat tatapan lembut yang pria itu berikan padanya. Terlihat teduh."Cantik sekali," ucap Nathalie mengomentari bunga yang kemudian diletakkan di atas nakas samping tempat tidurnya.Pria itu tersenyum. Ia telah memindahkan Nathalie ke ruangan VVIP agar wanita itu merasa lebih nyaman dan tenang. Fasilitas terbaik harus ia berikan pada kekasihnya tersebut.Menggeser kursi dan kemudian mendudukinya."Apa ada yang ingin kau makan?" tanyanya penuh perhatian.Sedangkan Nathalie balas menggeleng. Untuk saat ini, dirinya sedang tidak ingin melakukan sesuatu. Hanya bersama dengan Kai sudah cukup baginya untuk menghilangkan kebosanan yang sejak tadi menyelimuti."Kalau begitu, aku akan ke kamar mandi sebentar." Pria itu b
Semua orang tunduk padanya. Berlutut dengan hormat di hadapan seseorang yang kini memasuki ruangan dengan langkah lebar. Suara ketukan sepatu yang bersinggungan dengan lantai terdengar kontras dengan ruangan yang hening.Orang yang memakai pakaian serba hitam tersebut duduk. Wajahnya tanpa ekspresi. Seketika, hawa yang ada di sana terasa lebih dingin dari sebelumnya. Mematikan sel-sel di tubuh ketika suaranya mulai terdengar.Salah satu pria yang ada di sana mendekat. Menyalakan korek api untuk orang tersebut."Bagaimana skema kecelakaan wanita itu?" Pria itu menghembuskan asap rokok ke udara. Mengepul dan hilang dalam beberapa saat.Seorang pria yang berlutut paling dekat dengannya menjawab, "Wanita itu mengalami luka ringan, Master. Kami tidak dapat langsung bergerak karena Kai terus berada di dekatnya."Pria yang dipanggil Master tersebut mendengkus. Kembali menghisap batang rokok yang ada di tangan dengan perlahan.
"Nona, makanan sudah siap."Meii datang ke kamar yang ada di sebelah kamar Kai. Pelayan muda tersebut terkejut kala melihat Nathalie berjongkok sedang membereskan dan berniat mengangkat buku serta beberapa benda lainnya ke atas meja."Tuan tidak memperbolehkanmu untuk beraktivitas berat." Meii segera menghampiri Nathalie dan mengambil alih apa yang sedang wanita itu lakukan."Terima kasih, Meii. Aku tak sengaja menjatuhkannya tadi."Pelayan muda tersebut membantunya berdiri. Meski Nathalie pikir wanita itu tidak perlu melakukannya."Ayo, kita turun," ajaknya yang dibalas anggukan oleh Nathalie.Tak terasa sudah hampir sebulan ia tinggal di sini. Dan selama itu, lengannya sudah mulai pulih. Nathlie pikir akan membutuhkan waktu lama. Namun, dirinya lebih cepat sembuh dari yang ia perkirakan. Saat ini, ia sudah dapat menggerakkan lengannya dengan bebas meski masih harus berhati-hati. Ia lalu duduk sal
Nathalie melepas headset di kedua telinganya. Berjalan ke arah Meii yang baru saja meletakkan sebuah paket di meja."Ternyata lebih cepat dari yang kuduga."Meii mengalihkan atensinya pada Nathalie."Ini paket untuk tuan, Nona."Nathalie mengernyit. Ini tidak sesuai dengan yang Irine katakan. Sahabatnya itu bilang jika paket yang dikirimkan atas namanya. Bukan Kai."Kau yakin?" tanyanya.Yang dibalas anggukan kepala oleh pelayan muda itu."Siapa yang mengirimkannya?"Tidak yakin untuk menjawab pertanyaan wanita yang kini berdiri di hadapannya. Meii terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab."Itu ... dari nona Emilie. Dia mengatakan paket ini adalah hadiah ulang tahun untuk tuan, dia mengatakannya saat kami berbicara di telepon tadi siang." Meii berkata sembari memejamkan kedua mata.Sedangkan Nathalie yang terdiam sesaat itu lalu menghembuskan napas pende