Nathalie menutup dan meletakkan majalah fashion yang ada di tangannya saat melihat Kai telah pulang. Ia tersenyum tipis, lantas berjalan mendekati suaminya tersebut dan kemudian membantu Kai melepas jas yang dipakainya. "Kau pulang cepat," ujar Nathalie sembari menggenggam jas milik Kai."Aku hanya khawatir seseorang terlalu merindukanku di rumah." Pria itu menyeringai tipis. Dan Nathalie hanya bisa memutar bola matanya pelan. Membuat Kai terkekeh samar dan kemudian mengecup dahi wanita itu sedikit lama. "Kau terlihat cantik," puji pria itu dan kembali menciumi semua sisi wajah dari Nathalie."Jangan kau pikir bisa mengalihkan perhatian." Nathalie mendorong pria itu pelan. "Kau tidak makan siang, kan?" Sedangkan Kai hanya tersenyum sampai kedua matanya menyipit. Ia pikir, dirinya perlu untuk memotong gaji Hans bulan depan. Entah sejak kapan sekretaris yang paling ia percaya itu kemudian berkhianat dan berada di pihak Nathalie. Bahkan, sekarang Hans secara terang-terangan berani me
Salah satu bandara di suatu tempat di Jakarta terlihat sangat ramai. Tidak seperti biasanya, kali ini tempat tersebut bagaikan lautan wartawan yang haus akan informasi. Membentuk kerumunan bagai kawanan semut dan menunggu seseorang keluar dari pesawat yang baru saja mendarat.Seketika, pusat perhatian semua orang teralihkan pada seorang pria yang turun menggandeng lengan wanita berambut pirang di sampingnya. Tubuh tinggi tegap itu berjalan dengan tenang, tidak peduli meski ia tahu banyak orang yang menunggunya saat ini. Kedua mata tajamnya yang tersembunyi di balik kacamata hitam mengedar di antara banyaknya wartawan yang datang. Dan kemudian mendengkus rendah.“Kai .…” Wanita di sebelahnya berbisik.“Kau sudah biasa menghadiri acara besar, tidak perlu malu berada di hadapan wartawan kecil seperti ini.&r
Jordi memberikan reaksi pertama atas apa yang baru saja Nathalie ucapkan. Pria itu tertawa keras hampir terpingkal-pingkal.“Hey, apa kau sedang hidup di zaman megalodon? Apakah sekarang privasi masih berlaku pada sebagian orang, terutama pada orang seperti Kai?” tanya pria itu sambil mengusap sudut matanya yang berair.“Kau memanggil namanya seolah kau dekat dengannya." Pandangan Nathalie menelisik pada Jordi.Seketika, pria itu terbatuk-batuk seraya melotot tajam. “Aku hanya tidak suka memanggil seseorang secara formal.”Nathalie mengendikkan kedua bahunya tidak peduli.“Jordi benar, tidak ada privasi bagi orang seperti dia. Kau akan mudah mendapat informasi,” timpal Ariska.Sementara Nathalie hanya diam, mencerna apa yang diucapkan oleh kedua temannya. Memang benar, seharusnya ini akan berjalan dengan mudah. Ia seharusnya bisa menyelesaikannya dengan cepat.Selain itu, ia sendiri tida
“Thalia ....”Nathalie mengerutkan dahi. Helaian rambutnya yang tidak ikut terkucir bergoyang pelan kala ia memiringkan sedikit kepalanya.“Maaf?”Sekilas, ia dapat melihat jika pria yang ada di hadapannya itu tercenung dalam beberapa saat.“Ah, tidak.”Wanita itu mengangguk pelan. “Kalau begitu ... apakah bisa kita mulai?”Ia bertanya tanpa rasa canggung. Dirinya sudah menjalani profesinya selama empat tahun terakhir, rasa percaya dirinya terbentuk dengan sangat baik. Di hadapan CEO yang pernah menjadi mantan tunangannya, tidak akan membuat dirinya kehilangan fokus, semuanya akan baik-baik saja. Meski tatapan mengintimidasi yang sedari tadi dilemparkan padanya sedikit mengganggu.“Tentu saja.”Kai melangkah duduk di kursi kebesarannya. Setelah itu barulah Nathalie mendudukkan diri. Sengaja tidak membawa laptop, ia mengeluarkan bolpoin dan note yang ada dalam tas. Menc
“Apa maumu?”Ia berucap sarkas, yang sayangnya malah mengundang kekehan kecil sehingga membuat dirinya mendengkus.“Kau memang tidak pernah berubah … Thalia,” ujar pria itu nyaris terdengar seperti bisikan.“Tidak ada Thalia di sini. Kau mengenali orang yang salah.”Nathalie mempertahankan wajah datarnya. Sekilas, ia sempat melihat jika Kai yang kini beranjak dari tempat duduk itu menaikkan salah satu alis.“Siapa pun namanya, aku tidak peduli. Karena kalian adalah orang yang sama.”Seringai yang ditampilkan oleh pria yang berjarak beberapa langkah darinya itu sama sekali tidak berubah. Tiga tahun tidak bertemu, ia masih tetap sama, baik sifat maupun tindakannya.Dan sialnya lagi, dirinya terjebak di sini dan tidak memiliki kesempatan untuk melarikan diri. Tanpa sadar, kedua tangannya telah mengepal erat.“Aku bisa melaporkanmu atas tindakan kurang ajar ini,” an
Kai memarkirkan mobil tepat pukul satu dini hari. Ia berjalan cepat masuk ke dalam rumahnya yang besarnya berkali-kali lipat dari rumah biasa pada umumnya. Bau keringat yang menguar dari badannya membuat ia ingin segera menuju kamar mandi, membersihkan diri dan tidur. Malam yang sedikit berbeda dari biasanya. Kali ini ia tampak begitu bersemangat mengeluarkan seluruh tenaganya untuk memberikan pukulan terbaik pada samsak tinju, melampiaskan semua yang mengganggu pikirannya pada benda tak bersalah tersebut. Hingga tak sadar, hari mulai merambat naik.“Are you okay?” Suara lembut yang menyapa indra pendengarnya membuat Kai menoleh. Ia mengernyit, menatap wanita yang duduk di atas kasur dan tersenyum menyambut kepulangannya, kedua matanya terlihat sayu.“Kenapa belum tidur?”Pria itu mengurungkan niat awal, beralih mendekat pada wanita yang memiliki manik mata sebiru laut dasar.“Aku menunggumu,” balasn
“Ruangan CEO … tidak terlalu buruk.”Kai semakin merapatkan diri. Sementara Nathalie semakin mengeratkan cengkramannya pada kedua bahu lebar di hadapannya. Matanya awas memandang pria itu, berjaga-jaga jika ia melakukan hal di luar pemikirannya. Dilihat dari tatapan buas yang kini sedang mengintimidasi dirinya, Nathalie yakin Kai tidak akan tidak melakukan sesuatu. Terlebih ia adalah tipikal orang yang akan melakukan segala cara untuk mendapat apa yang diinginkannya.“Lepaskan. Jika aku berteriak sekarang, kau akan tamat.”Tidak ada yang tidak Kai sukai selain melihat gurat keberanian yang kini memancar jelas dari wanita yang ada di dalam dekapannya. Yang sejak tadi terus berusaha untuk melarikan diri. Namun naas, kelinci kecil tidak akan pernah bisa kabur dari incaran serigala berwajah tampan satu ini.Kai mendengus, menahan tawa.“Teriaklah, dan kau tahu apa yang akan terjadi setelah ini.” Ia mendekatkan
“Kai?” Nathalie mengulang pertanyaan dari lawan bicaranya. Heran saja jika seseorang yang baru pertama kali bertemu dengannya tiba-tiba menanyakan hal tersebut. Ia tidak pernah berpikir jika Kai yang akan menceritakan sesuatu pada orang lain, apa lagi tentang masa lalunya. Pria itu memiliki kepribadian yang tertutup, sangat tertutup hingga siapa pun tidak akan dapat menggali tentangnya lebih dalam. Hanya pada orang-orang kepercayaannya saja ia akan menceritakan masalahnya. Diamnya Nathalie selama beberapa saat itu mengundang tanda tanya Angelista. “Sudah kuduga, kau pasti mengenalnya.” Si pirang itu menyipitkan matanya. Dan Nathalie paling tidak suka jika seseorang menatap dirinya penuh penasaran. “Tidak. Aku tidak mengenalnya,” balasnya datar. Mengabaikan wanita itu, ia kembali melanjutkan langkah kakinya. “Tunggu.” Angelista menahan lengan Nathalie. Pandangan Nathalie kini turun, memperhatikan tangan putih yan