"Jadi, kau yang mendirikan panti asuhan ini?"
Wanita dengan rambut yang diikat manis tersebut menoleh pada pria di sebelahnya. Setelah pertemuan yang tidak disengaja tadi, kini mereka duduk bersama di taman belakang panti asuhan. Tidak lagi terdengar suara anak-anak karena mereka telah berada di dalam lantaran hari sudah berubah gelap. Hanya ada lampu yang menjadi penerang mereka berdua. Dan beberapa suara hewan malam mulai terdengar.
"Tidak bisa dibilang jika aku yang mendirikannya. Aku hanya merenovasi ulang panti asuhan ini agar menjadi tempat tinggal yang lebih layak." Pria itu mendekatkan dirinya, menyampingkan posisi duduk hanya demi melihat wajah Nathalie dari samping.
Perlahan sebelah tangannya terangkat untuk menyentuh surai panjang di hadapannya. Membelainya penuh kasih sayang.
"Jadi, seseorang yang banyak membantu panti ini yang dimaksud Bibi Rieya itu adalah kau?"
Tidak ada pilihan yang tepat untuk menjawab pertanyaan Nathal
Sudah terhitung tiga hari sejak Kai pergi meninggalkan negara ini. Meski berada di luar negeri sekalipun, tak lupa Kai menyempatkan diri untuk menghubungi Nathalie. Meski hanya sekadar untuk melihat bagaimana keadaan wanita itu. Nyatanya, sama sekali tidak mengurangi keinginan untuknya agar cepat pulang.Sementara Hans yang berada di sekitar pria tersebut bertanya-tanya dalam hati apa yang membuat bos-nya terlihat begitu bahagia. Namun, sebagai sekretaris yang pengertian dan tidak boleh mencampuri urusan pribadi bos-nya, akhirnya Hans memilih untuk diam."Tuan, malam ini Anda akan makan malam bersama Nona Emilie untuk membicarakan proyek selanjutnya." Hans membaca jadwal Kai dari tablet di tangan.Tidak ada jawaban dari Kai atau sekadar gumaman. Pria itu masih lurus memandang menara Eiffel dari balik kaca di hadapannya. Tanpa suara dan tanpa kata. Terdiam....Kulit kuaci menggunung di hadapan dua wanita yang terfoku
Jordi menghela napas pelan. Saling berpandangan dengan Nathalie yang saat ini seperti sedang memberikan kode padanya.Ruangan yang biasanya ramai ketika mereka bertiga berkumpul kini berubah hening. Dan alasan yang menjadikan ruangan ini bagai tak berpenghuni adalah seorang wanita yang kini sedang sibuk dengan pekerjaannya."Kenapa kalian tak berbicara?" Ariska memandang ke arah Nathalie dan Jordi secara bergantian. Dan detik berikutnya kembali melanjutkan apa yang ia kerjakan.Berbeda dengan Jordi. Pria itu tampak memutar bola matanya kesal. Mendapati Ariska yang baru saja datang dengan mata sembab seperti habis menangis tujuh hari tujuh malam. Dan ketika ditanya mengapa dan apa yang terjadi. Jawaban yang keluar dari bibir wanita itu sungguh menyebalkan. Tidak sesuai yang diharapkan.Maka dari itu, Jordi memilih untuk diam. Menunggu Nathalie yang sesama wanita untuk berbicara dengan Ariska. Karena terkadang pembicaraan dengan sese
Nathalie melambaikan tangannya pada Ariska yang sudah masuk ke dalam taksi. Beberapa saat kemudian membawa wanita itu pergi ke alamat rumahnya.Ia menghela napas ringan. Berbalik dan menemukan Jordi masih berdiri menunggunya. Entah apa yang sedang pria itu lakukan dengan ponselnya hingga sibuk sampai tak melihat kepergian Ariska. Tentu saja. Jordi yang biasanya bertengkar dengan Ariska itu tetap saja masih peduli dengan temannya. Bahkan pria itu sendiri yang membayar tagihan taksi dan beralasan tidak tega."Kau tidak pulang?" Nathalie berjalan mendekati pria itu. Sedikit mendongak karena tinggi mereka yang terpaut jauh."Ingin jalan-jalan sebentar?" Pertanyaan Nathalie dibalas dengan pertanyaan juga oleh pria tersebut.Tidak ada yang dilakukan Nathalie setelah itu selain mendengkus. Lantas berjalan meninggalkan Jordi yang saat ini tengah terkekeh pelan. Melangkah dan menyamakan dirinya dengan Nathalie."Sudah berapa lama kau
Kepala yang semula tertunduk itu kemudian terangkat. Mengernyit pada orang yang baru saja meletakkan plastik di hadapannya yang terisi penuh dengan makan dan minuman."Untuk sarapan pagimu."Jordi yang baru saja sampai di mejanya mengangkat kedua alisnya cepat. Mengisyaratkan dengan matanya agar Nathalie membuka apa yang baru saja ia berikan."Aku sudah sarapan." Wanita itu menggelengkan kepala pelan. Kembali melanjutkan kegiatannya."Kalau begitu untuk nanti siang." Pria itu mengangkat kedua bahu. "Nathalie ..." panggilnya yang membuat wanita bersurai panjang itu kembali menoleh. Menunggu apa yang ingin dikatakan pria tersebut."Bagaimana jika nanti malam kita ... pergi?"Kali ini Nathalie benar-benar menghentikan pergerakan jarinya. Pena yang sedang ia pegang mengambang di udara."Malam ini?"Jordi mengangguk."Ya. Malam ini," balasnya disertai ekspresi semangat....Kai me
"Aku memutuskan untuk ... tinggal di sini lagi."Tidak ada suara yang terdengar setelah Nathalie berkata demikian. Begitu pun dengan Kai. Agaknya ia masih tercengang dengan apa yang baru saja ia dengar.Tidak dapat menutupi rasa senangnya. Dan ia tidak menyangka jika akan mendapat jawaban seperti ini ketika baru saja kembali."Kau tidak dapat menarik ucapanmu lagi, kau tahu itu." Kai benar-benar ingin memastikan jika Nathalie tidak sedang bercanda padanya."Tentu saja." Wanita itu tersenyum tipis. Mengusap pelan tangan Kai yang melingkari dirinya."Kapan kau akan pindah ke sini?""Mungkin ... lusa?"Dan Kai tidak dapat menahan perasaan bahagianya."Aku akan segera menyiapkan barang-barang yang kau butuhkan secepatnya.""Tidak perlu, Kai. Aku akan membawa barang ku yang ada di rumah." Ia menolak halus keinginan pria tersebut. Ia pikir Kai tidak perlu sampai repot menyiapkan hal-hal baru untukny
Seseorang yang baru saja datang dan duduk di sebelahnya membuat Jordi sempat menoleh. Kembali mengangkat gelas dan meminum cairan berwarna kemerahan yang tak lama kemudian habis tak bersisa."Paman," ucap pria tersebut. Membuat seseorang yang baru saja datang itu menoleh. Memperhatikan wajah Jordi yang sudah mabuk."Sesuatu terjadi padamu?" tanya Kai. Ia meminum apa yang baru saja Mark berikan padanya sebelum ia sempat memilih.Terdengar tawa dari Jordi. Ia menundukkan kepala, memejamkan kedua matanya untuk meraih sadar sejenak."Bisakah paman membantuku?" tanyanya. Masih menyembunyikan wajah dengan sebelah telapak tangan."Akan aku pertimbangkan setelah kau mengatakannya.""Aku sedang mengejar seorang wanita."Tak.Gelas yang semula ada di tangan Kai tersebut mendarat di atas meja berbahan keramik."Apa yang baru saja kau katakan?" Atensi miliknya beralih penuh pada Jordi.
Sudah hampir setengah hari Nathalie menemani Kai. Hingga siluet kekuningan yang mulai menghilang, barulah pria itu mengajak dirinya untuk pulang. Nathalie menunduk. Menatap pada sebuah kalung yang menggantung berbandul tetesan air berwarna biru di lehernya. Yang baru saja Kai belikan dengan harga yang tidak murah. Dan ini adalah usaha terakhir Nathalie setelah ia menolak banyak barang yang akan Kai belikan untuknya.Ia tidak meminta. Namun, pria itu selalu saja melakukan hal-hal seperti ini. Padahal mereka baru saja bersama. Ini terlalu berlebihan, menurut Nathalie. Ia merasa seperti rumah megah menggantung di lehernya dan terasa berat."Aku hanya ingin memanjakan mu seperti dulu." Kai berkata seperti mengerti apa yang sedang Nathalie pikirkan.Tidak ada yang Nathalie katakan sebagai balasan selain terima kasih. Ia tersenyum lembut. Menghargai apa yang telah pria itu lakukan padanya."Apa kau tahu, kau terlihat sangat canti
Mobil yang Nathalie tumpangi berhenti di dekat gedung tempatnya bekerja. Lalu, dirinya segera bersiap untuk turun."Aku akan menjemputmu nanti. Selamat bekerja."Wanita itu mengulas senyum. Kemudian menggeleng pelan sembari melepaskan tangan Kai yang masih menggenggamnya erat."Sepertinya aku akan pulang telat, kau tidak perlu menungguku." Setelah itu Nathalie benar-benar turun dan keluar dari sana.Karena dirinya sudah memberikan kesempatan lagi untuk pria tersebut, akhirnya Kai menjadi seseorang yang selalu menjaganya. Kai terlalu peduli pada dirinya. Hingga pria itu melupakan siapa dirinya yang sebenarnya. Seorang CEO dari perusahaan besar pastilah memiliki waktu yang lebih sibuk dari orang lain. Kai memiliki tanggung jawab, dan banyak hal yang harus pria itu kerjakan untuk mempertahankan dan memajukan perusahaan yang ada di tangannya....Saat memasuki perusahaannya, Kai disambut dengan orang-orang yang ada di s