Nathalie tidak tahu mengapa dirinya harus berakhir di sini. Suatu tempat yang sama sekali tidak pernah terpikirkan untuk ia pijakkan kaki kembali. Bangunan megah nan luas yang mengelilinginya menjadikan dirinya seolah kecil. Belum lagi seseorang yang kini baru keluar dari kamar mandi dengan jubah mandi yang menutupi tubuhnya. Meski tidak dapat dikatakan menutupi semua bagian yang ada. Seperti dada bidang yang mengintip di balik kain berwarna hitam tersebut. Membuatnya mendadak menahan napas.
"Kenapa kau menatapku begitu?" Kai mengernyitkan dahi. Harus menelan rasa kecewa ketika melihat reaksi Nathalie tidak sesuai yang ia harapkan.
"Kenapa kau tidak mandi di kamarmu?" Wanita itu menatap heran.
Sangat konyol jika Kai mengatakan kamar mandi kamarnya sedang rusak dan tidak dapat berfungsi. Seingat Nathalie, pria itu bahkan memiliki banyak kamar mandi di lantas atas. Tidak mengerti mengapa ia menggunakan kamar mandi di lantai bawah.
Pria
"Kau semakin tua. Untuk apa begitu bangga?" "Bukan hanya semakin tua. Namun, juga semakin berwibawa. Kharismaku semakin terlihat jika usiaku lebih dewasa lagi." Memandang pria itu dengan wajah setengah tak percaya. Tidak tahu dari mana datangnya sikap Kai yang begitu percaya diri seperti itu. "Sudah larut. Tampaknya aku harus pulang." Nathalie melirik jam dinding yang menggantung di ruang tamu. Bersiap untuk pergi sebelum Kai meraih lengannya tanpa mengatakan sepatah kata. "Bagaimana jika kau pertimbangkan untuk tinggal di sini?" Kai mendongak. Memandang Nathalie dengan wajah penuh harap. Meski pria itu tak sedang memohon padanya dengan sangat. Namun, Nathalie tahu jika Kai benar-benar serius dalam hal ini. "Aku akan kembali untuk berpikir." Ia menghela napas pendek. Melepaskan tangan Kai yang menahannya pergi. "Aku akan mengantarmu." Pria itu ikut bangkit. Dan Nathalie hanya mengangg
Peluh menetes melewati dahi putihnya. Yang membuat Nathalie mengusapnya pelan. Ia berjongkok, kembali memfokuskan diri pada apa yang sedang dilakukannya. Tangannya terus bergerak untuk memberikan hasil yang terbaik. Terlihat sorot puas dari kedua matanya. Meski badannya lelah karena sejak tadi tidak beristirahat. Namun, Nathalie tidak mempermasalahkan hal itu. "Selesai!" Ia berdiri dan berkacak pinggang. Kembali menyeka keringatnya dengan punggung tangan. Kedua sudut bibirnya tidak berhenti tertarik. Sampai suara yang terdengar di belakangnya membuat ia hampir terperanjat di tempat. "Apa yang kau lakukan?" Jika bukan karena saat ini ia sedang kelelahan. Mungkin sekop kecil yang ada di tangannya sudah melayang pada pria itu. "Kau masih bertanya? Aku sedang berkebun!" Nathalie memutar bola mata. Berjalan melewati pria itu dan meletakkan sekopnya. Membuka sarung tangan yang ia kenakan dan mencuci tangannya pa
Jordi menggeser tempat duduknya mendekat ke arah Nathalie. Mengamati wanita itu yang sibuk mengetikkan sesuatu. Bahkan pandangannya tidak beralih meski saat ini ia menatapnya dengan intens. "Ah, wanita es ini." Helaan napas Jordi memberat ketika Nathalie masih tidak bergerak dari tempatnya. "Apa yang kau inginkan?" Akhirnya, Nathalie menghentikan apa yang sedang ia lakukan. Menatap ke dalam manik biru cerah di hadapannya. Entah mengapa, meski melihat ratusan kali pun ia masih belum percaya jika Jordi adalah keponakan Kai. Perbedaan mereka mungkin terlalu jauh jika dilihat sekilas. Namun, terdapat beberapa kesamaan juga di antara mereka berdua. Salah satunya adalah sifatnya yang sering mengganggu tanpa kenal waktu. "Apa kau ada waktu malam ini?" Tanpa basa-basi, Jordi langsung mengucapkan maksudnya. "Apa persediaan kulkasmu habis?" Nathalie menarik sebelah alis. Pria di hadapannya itu menggeleng. "Hanya ingin men
Nathalie menoleh kala seseorang menyapanya. Menawarkan dagangan berupa manisan tusuk berbentuk bola berwarna merah."Kai, kau ingin manisan?"Pria yang berdiri di sebelah Nathalie itu menggeleng. Lalu mengeluarkan selembar uang untuk membayar manisan yang Nathalie beli tersebut.Saat penjual tersebut sedang sibuk mencari uang kembalian, Kai kembali berucap, "Tidak perlu. Ambil saja."Setelah berkata demikian, Kai menarik tangan Nathalie untuk berjalan bersamanya. Meninggalkan penjual manisan tersebut yang belum sempat mengucapkan terima kasih.Sedangkan Nathalie yang berada di samping pria tersebut kemudian tersenyum."Kau mau merasakannya?" Ia mendekatkan ujung manisan yang tersisa di hadapan Kai. Namun, pria itu tidak lekas membuka mulut."Apa kau lupa jika aku tidak menyukai makanan manis?" Pria itu mengernyit."Aku tidak lupa," balasnya."Lalu?""Um, hanya ingin menawa
"Kau sudah bangun?"Pintu terbuka. Dan Nathalie hanya menoleh sesaat, kemudian mengangguk."Kenapa kau tidak membangunkan ku?""Kau tahu itu tidak mungkin." Meski telah mandi pun, Kai masih dapat melihat gurat lelah pada wajah wanita itu.Sementara Nathalie hanya menghembuskan napas. "Dari mana saja kau? Ini sudah hampir tengah malam. Kita harus segera kembali."Nathalie sudah membereskan barangnya. Hanya menunggu Kai bersiap."Kau tidak mengecek ponselmu?"Nathalie menggeleng. Namun, detik berikutnya ia membuka benda tersebut dan menemukan satu pesan dari Ariska."Besok libur. Apa kau berencana untuk pergi denganku?"Nathalie terdiam."Kau yang melakukannya, bukan?" Ia mengarahkan atensinya pada Kai. Yang berdiri di hadapannya berbalutkan kemeja bergaris hitam."Kudengar tempatmu jarang sekali ada waktu cuti.""Tidak. Kami akan liburan setiap enam bula
"Ah, pemandangan kota dari sini tampak indah," ucap Nathalie sembari menggenggam pembatas besi di hadapannya. Senyumnya merekah dan kian melebar.Sedangkan pria yang berdiri di sebelahnya ikut menaikkan sudut bibir. Mengikuti ke mana arah pandangan Nathalie saat ini.Selepas mereka makan malam, Kai mengajak Nathalie untuk mengunjungi suatu tempat. Hingga sampailah mereka berdua di sini. Pada sebuah rumah kaca besar yang dibangun pemerintah setempat untuk digunakan sebagai salah satu tempat wisata.Dari ketinggian ini, Nathalie dapat melihat gemerlap kota dengan warna-warni lampu di malam hari. Yang terlihat seperti titik-titik cahaya dari kejauhan. Pemandangan kota di malam hari memanglah indah. Bahkan Nathalie tidak tahu kapan terakhir ia keluar malam untuk melihat hal seperti ini. Meskipun sederhana. Namun, ia menyukainya."Kai? Bagaimana kau bisa menemukan tempat ini?" Ia mengalihkan pandangannya ke samping. Pada seorang pria yang kini mele
Setelah meletakkan tas dan membiarkan dirinya bersandar di sofa, Nathalie meraih ponsel miliknya yang tiba-tiba menyala. Diikuti beberapa pesan masuk dari obrolan grup dengan teman-temannya. Hingga tak lama kemudian sebuah pesan yang baru saja masuk dari nomor tak dikenal membuat perhatiannya beralih."Baru saja kita berpisah, sekarang aku sudah sangat merindukanmu."Seketika Nathalie tercenung sejenak. Ia ingat jika dirinya masih belum menyimpan nomor Kai dan membiarkannya begitu saja meski pria itu telah beberapa kali menghubunginya.Baru saja jemarinya bergerak untuk membalas pesan tersebut, tiba-tiba saja dering panggilan datang. Dan tanpa berpikir banyak Nathalie langsung mengangkatnya."Ya?" Nathalie bersuara. Mendengar helaan napas yang dikeluarkan oleh seseorang di balik telepon membuat ia terkekeh. "Bukankah kau masih di jalan?""Benar." Suara Kai terdengar berat. "Aku menelepon mu untuk mengatakan satu hal."Natha
"Jadi, kau yang mendirikan panti asuhan ini?"Wanita dengan rambut yang diikat manis tersebut menoleh pada pria di sebelahnya. Setelah pertemuan yang tidak disengaja tadi, kini mereka duduk bersama di taman belakang panti asuhan. Tidak lagi terdengar suara anak-anak karena mereka telah berada di dalam lantaran hari sudah berubah gelap. Hanya ada lampu yang menjadi penerang mereka berdua. Dan beberapa suara hewan malam mulai terdengar."Tidak bisa dibilang jika aku yang mendirikannya. Aku hanya merenovasi ulang panti asuhan ini agar menjadi tempat tinggal yang lebih layak." Pria itu mendekatkan dirinya, menyampingkan posisi duduk hanya demi melihat wajah Nathalie dari samping.Perlahan sebelah tangannya terangkat untuk menyentuh surai panjang di hadapannya. Membelainya penuh kasih sayang."Jadi, seseorang yang banyak membantu panti ini yang dimaksud Bibi Rieya itu adalah kau?"Tidak ada pilihan yang tepat untuk menjawab pertanyaan Nathal